Misa Kudus Peringati HUT Ke-70 Keuskupan Agung Semarang, Dimeriahkan Arak-arakan Boyong Dewi Maria Tani


Misa Kudus dalam rangka puncak HUT Keuskupan Agung Semarang (KAS) yang ke-70 dilakukan ribuan umat Katolik di Halaman Gereja Santo Antonius Muntilan, kemarin. Duta Besar Vatikan untuk Indonesia, Mgr Leopoldo Girelli dan Kardinal Indonesia, Mgr Julius Darmaatmadja SJ, ikut memimpin misa. Tak hanya itu, sebanyak 13 uskup di Indonesia juga hadir.

MISA dimeriahkan dengan arak-arakan ‘Boyong Dewi Maria Tani’ yang dilakukan sekitar 500 umat dari Halaman SMA Van Lith Muntila ke halaman gereja. Mereka berasal dari berbagai paroki di wilayah KAS, seperti Paroki Sumber, Tumpang dan Salam di Kabupaten Magelang, Proki Boro, Promasan dan Nanggulan di Kulon Progo, Kalasan, Klepu dan Pakem di Sleman dan Paroki Sedayu di Kabupaten Bantul.

Pada arak-arakan itu, mereka membawa berbagai bibit tanaman, sejumlah alat pertanian seperti sabit, cangkul dan garpu tanahserta beberapa ekor kambing etawa. Tumpeng raksasa berupa hasil bumi dan makanan dengan tinggi sekitar 2,5 meter juga diikutsertakan. Selama prosesi, mereka diiringi alat musik dari beberapa grup kesenian tradisional dari beberapa desa baik di Jateng maupun Jogja.

Sesampainya di halaman gereja, mereka langsung menggelar rosario yang dipimpim Romo Banu Kurniawan, Pr. Lima peristiwa dalam perenungan dilakukan dengan cara ala peristiwa pertanian. Meliputi ‘Ngetung Mangsa’ yang maksudnya menghitung waktu secara tepat sebelum petani menanam padi, ‘Labuh’, menggarap tanah di sawah sebelum ditanami, ‘Tandur’, mulai menanam bibit padi, ‘Ngopeni’, memelihara tanaman supaya panen melimpah, dan ‘Manen’, memanen padi.

Dijelaskan Darmaatmadja, bahwa keputusan Roma untuk memisahkan Keuskupan Agung Semarang dari Keuskupan Agung Jakarta tahun 1940 lalu. Apalagi, dengan seorang pribumi sebagai uskupnya. “Saya nilai tepat, karena pada tahun itu terjadi pergolakan akibat penjajahan Jepang dan proses kemerdekaan Indonesia. Di sinilah peran seorang uskup pribumi sangat penting dalam membangun gereja Indonesia menyatu dengan bangsanya yang sedang mencari kemerdekaan itu," katanya.

Dalam pergolakan itulah, Presiden Soekarno pernah mengambil tempat di Jogja sebagai Ibu Kota Negara dan pada saat itulah Albertus Soegijapranata sangat dekat dengan pemerintah. Selanjutnya menjadi sejarah baru bagi gereja Indonesia yang semakin Indonesia mulai saat itu. Gereja Indonesia didahului para misionaris, Franciscus Georgius Josephus van Lith dengan para calon guru mendukung kemerdekaan Indonesia. "Sifat universal itulah mendukung kelokalan gereja itu sendiri, gereja Indonesia yang semakin Indonesia," tegas Darmaatmadja,

Sementara dalam homilinya, Coajutor Keuskupan Agung Jakarta Mgr Ignatius Suharyo Pr mengharapkan umat Katholik semakin dewasa dan terlibat berbagi berkat sesuai tema HUT KAS ke-70. Artinya, umat harus bisa membaca tanda-tanda zaman dengan terlebih dahulu merdeka. “Merdeka disini artinya umat sudah sadar dan yakin akan Allah sebagai asal dan tujuan manusia. Jika sudah demikian, maka kita harus bisa membaca tanda-tanda kehidupan dengan melakukan berbagai kebaikan kepada sesama,” tandas Suharyo. ***RADAR JOGJA


Paus Kabulkan Pengunduran Diri Uskup Agung Jakarta

KOMPAS.com - Paus Benediktus XVI mengabulkan permohonan pengunduran diri Julius Kardinal Darmaatmadja SJ sebagai Uskup Agung Jakarta. Informasi yang diperoleh melalui surat elektronik dari Pastor Vikaris Episkopalis Keuskupan Agung Jakarta (Vikep KAJ) Andang L Binawan SJ pada Senin (28/6/2010) menunjukkan, Tahta Suci mengumumkan hal tersebut, Senin, pada pukul 12.00 waktu Roma atau pukul 17.00 WIB.

Menurut Hukum Kanonik Gereja Katolik, usia maksimal seorang uskup adalah 75 tahun. Lantaran sudah menempuh umur tersebut, Julius Kardinal, kelahiran Muntilan, Magelang, Jawa Tengah pada 20 Desember 1934 ini harus mengundurkan diri.

Terkait dengan peresmian tersebut, Monsinyur (Mgr) I. Suharyo yang sebelumnya menjabat sebagai uskup koajutor atau uskup pengganti sejak 28 Oktober 2009 lalu, menjadi Uskup Agung Jakarta. Suharyo, mantan Uskup Agung Semarang ini menjadi uskup yang ke-14 di KAJ.

Lebih lanjut, Andang menulis, pada Selasa (29/6/2010), pukul 18.00 WIB di Gereja Katedral Jakarta akan dilaksanakan perayaan ekaristi syukur berkenaan dengan keputusan tersebut.

Siapakah Mgr Suharyo?

KOMPAS.com — Pemimpin Gereja Katolik Dunia Paus Benediktus XVI pada tanggal 25 Juli 2009 lalu telah menunjuk Uskup Agung Semarang Mgr Ignatius Suharyo Pr sebagai Uskup Koajutor pada Keuskupan Agung Jakarta.

Setelah tiga bulan menunda keberangkatannya ke Jakarta, Rabu (28/10) pagi tadi, ia secara resmi diterima sebagai Uskup Koajutor di KAJ. Penerimaan itu dilakukan dalam sebuah Misa Agung di Gereja Katedral Jakarta, dan dipimpin langsung oleh Uskup Agung Jakarta Mgr Julius Kardinal Darmaatmaja.

Lalu siapa sebenarnya Mgr Suharyo Pr?

Ignatius Suharyo lahir dari pasangan Florentinus Amir Hardjodisastra (alm) dan Ibu Theodora Murni Hardjodisastra di Sedayu, Bantul, Yogyakarta, pada 9 Juli 1950. Ia memiliki 9 orang saudara, yaitu 3 perempuan dan 6 laki-laki. Satu dari 9 saudaranya telah meninggal.

Keluarga ini merupakan keluarga Katolik yang taat sehingga panggilan untuk hidup membiara tumbuh subur di keluarga ini. Selain Suharyo, seorang saudara laki-lakinya juga menjadi imam dan dua dari tiga saudarinya menjadi suster (biarawati). Mereka adalah Pastur Suitbertus Sunardi OSC, Sr Marganingsih, dan Sr Sri Murni.

Riwayat Pendidikan:
- SMA Seminari Mertoyudan, Magelang (1968)
- Sarjana Muda Filsafat/Teologi (1971)
- Sarjana Filsafat/Teologi FKSS IKIP Sanata Dharma, Yogyakarta (1976)
- Doktor Theologi Biblicum Univ Urbaniana, Roma, Italia (1981)

Pengalaman :
1981-1991: Pengajar Sekolah Tinggi Kateketik STFK Pradnyawidya, Yogyakarta
1983-1993: Ketua Jurusan Filsafat dan Sosiologi-FIP IKIP Sanata Dharma, Yogyakarta
1993-1997: Dekan Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
1994-1996: Pengajar Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta dan pengajar di Unika Parahyangan Bandung

1996-1997: Direktur Program Pascasarjana Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
1997: Ketua Konsorsium Yayasan Driyarkara

Karya penggembalaan:

- Dosen Pengantar dan Ilmu Tafsir Perjanjian Baru pada Fakultas Teologi Wedabhakti, Yogyakarta (1989)
- Dosen di Sekolah Tinggi Kateketik Kotabaru
- Komisi Kitab Suci Keuskupan Agung Semarang (sampai dengan 1997)
- Ketua UNIO (Persaudaraan Imam Imam Praja Keuskupan Agung Semarang)
- Penulis buku, artikel, penerjemah/penyadur.

Pada 21 April 1997, Bapa Sri Paus Yohanes Paulus II mengumumkan pengangkatannya menjadi Uskup Agung Semarang, menggantikan Julius Kardinal Darmaatmaja, SJ yang diangkat menjadi Uskup Agung Jakarta.

Suharyo ditahbiskan sebagai Uskup Agung Semarang di GOR Jatidiri Semarang dengan semboyannya: Serviens Domino Cum Omni Humilitate Act 20:19 yang artinya “Aku Melayani Tuhan dengan Segala Rendah Hati” (Kisah Para Rasul 20:19).

Pada 26 Januari 2006, Suharyo ditetapkan sebagai Uskup Militer, juga menggantikan Kardinal Julius Darmaatmadja SJ.

* Penulis: XVD
* Editor: primus/KOMPAS
* Penulis: C15-09
* Editor: msh /KOMPAS


Tahbisan Imam Congregatio Missionarioum a Sacra Familia dan Societatis Jesu

A. Pada tanggal 20 Juli 2010 di Wisma Nazareth, Skolastikat MSF Banteng, Yogyakarta dari tangan Mgr. FX Prajasuta, MSF, Uskup Emeritus Keuskupan Banjarmasin, 1 orang Frater Diakon Congregatio Missionariorum a Sacra Familia:

1. Albertus Feri Asmarajati dari Paroki Santa Maria Lourdes, Sumber, Muntilan.

B. Pada tanggal 28 Juli 2010 di Gereja Santo Antonius Padua Kotabaru, Yogyakarta dari tangan Mgr. Ignatius Suharyo, Uskup Keuskupan Agung Jakarta, 6 orang Frater Diakon dari ordo Societatis Jesu:

1. Albertus Buddy Haryadi dari Paroki Santo Lukas, Sunter, Jakarta.
2. Justinus Sigit Prasadja dari Paroki Santo Yohanes Rasul, Wonogiri.
3. Christoforus Kristiono Puspo dari Paroki Santo Robertus Bellarminus, Cililitan Jakarta.
4. Vincentius Seno Hadi Prakoso dari Paroki Santo Fransiskus, Cibadak, Bogor.
5. Paulus Bambang Irawan dari Paroki St Maria Lourdes, Sumber, Muntilan.
6. Stefanus Aris Budiyanto dari Paroki St Maria Assumpta, Klaten.

Sesuai dengan ketentuan hukum Gereja yang berlaku (KHK, kan. 1051| 2) informasi yang menyangkut sifat calon tertahbis tersebut, merupakan masukan bermanfaat bagi Administrator Diosesan.






HOMILI: Hari Raya St Petrus dan St Paulus

HR St Petrus dan St Paulus : Kis 12:1-11; 2Tim 4:6-8.17-18; Mat 16:13-19

“Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya”

“Uskup Gereja Roma, yang mewarisi secara tetap tugas yang secara istimewa diberikan kepada Petrus, yang pertama di antara para rasul, dan harus diteruskan kepada para penggantinya, adalah kepala Dewan Para Uskup, Wakil Kristus dan Gembala Gereja universal di dunia ini, yang karenanya berdasarkan tugasnya mempunyai kuasa jabatan, tertinggi, penuh, langsung dan universal dalam Gereja yang selalu dapat dijalankannya dengan bebas” (KHK kan 331)

“Hidup yang dibaktikan dengan pengikraran nasihat-nasihat injili adalah bentuk kehidupan tetap di mana orang beriman, dengan mengikuti Kristus secara lebih dekat atas dorongan Roh Kudus, dipersembahkan secara utuh kepada Allah yang paling dicintai, agara demi kehormatan bagiNya dan demi pembangunan Gereja serta keselamatan dunia mereka dilengkapi alasan baru dan khusus, mengejar kesempurnaan cintakasih dalam pelayanan Kerajaan Allah, dan sebagai tanda unggul dalam Gereja mewartakan kemuliaan surgawi” (KHK kan 573 $ 1).

Kutipan dari Kitab Hukum Kanonik di atas ini kiranya dapat menjadi inspirasi dalam rangka merayakan St.Petrus dan St.Paulus, paus pertama dan rasul agung/ulung: Petrus yang duduk di tahta kepausan dan Paulus yang berkeliling dunia untuk mewartakan kabar baik kepada segala bangsa.

“Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga."(Mat 16:19)

Kutipan di atas ini adalah sabda Yesus kepada Petrus, paus pertama. Paus sebagai “Wakil Kristus dan Gembala Gereja universal di dunia ini” mengemban ‘kunci Kerajaan Sorga’, maka sungguh memiliki tugas mahaberat dan mulia. Meskipun Paus mempunyai kuasa jabatan tertinggi, Yang Mulia senantiasa menyatakan diri sebagai ‘servus servorum’ (hamba dari para hamba). Kepemimpinan di dalam Gereja memang kepemimpinan partisipatif, dimana sang pemimpin senantiasa mendengarkan yang dipimpin dengan rendah hati dan sepenuh hati agar pelayanannya sesuai kebutuhan yang dipimpin dalam rangka mengusahakan keselamatan jiwa. Maka meskipun memiliki kebebasan penuh, Paus tak pernah menggunakan kebebasan seenaknya, menurut keinginan pribadi, apalagi Paus adalah ‘kepala Dewan para Uskup’, yang berarti harus menghayati jabatan atau fungsinya dalam kolegialitas. Para Uskup juga memiliki kuasa tertinggi di wilayah keuskupannya, maka para Uskup mengambil bagian dalam jabatan kepemimpinan Paus, penerus.tahta St.Petrus.

Tuhan telah mendampingi aku dan menguatkan aku, supaya dengan perantaraanku Injil diberitakan dengan sepenuhnya dan semua orang bukan Yahudi mendengarkannya

(2Tim 4:17)

Kutipan di atas ini adalah pengalaman atau kesaksian Paulus yang disampaikan kepada Timotius dan kita semua. Paulus tergerak untuk meneladan Yesus ‘yang berkeliling dari desa ke desa, kota ke kotauntuk mewartakan Injil atau Warta Gembira. Paulus tanpa kenal lelah mewartakan Warta Gembira ke seluruh dunia, tanpa takut dan gentar menghadapi aneka tantangan, masalah, ancaman serta kesulitan. Paulus percaya sepenuhnya bahwa “Tuhan telah mendampingi aku dan menguatkan aku”, maka bersama dan bersatu dengan Tuhan tiada ketakutan dan kegentaran sedikitpun. Apa yang dikerjakan oleh Paulus ini dalam perjalanan sejarah Gereja sampai kini dilakukan oleh aneka lembaga hidup bakti, biarawan-biarawati, sesuai dengan charisma atau spiritualitas pendiri mereka masing-masing. Maka terjadilah keaneka-ragaman pelayanan pastoral di dalam mewartakan Warta Gembira.

Konggregasi Suci untuk Lembaga Hidup Bakti dan Institut Sekuler bersama dengan Konggregasi Suci untuk Para Uskup : “DIRECTIVES FOR THE MUTUAL RELATIONS BETWEEN BISHOPS AND RELIGIOUS IN THE CHURCH” (1978)

Di dalam sejarah Gereja pernah terjadi ketegangan antara uskup dan pemimpin lembaga hidup bakti setempat atau pastor paroki dan paguyuban gerejani seperti Gerakan Kharismatik, Legio Mariae, Pemuda Katolik, PMKRI, dll.. Konggregasi Suci untuk Lembaga Hidup Bakti bersama Konggregasi Suci untuk Para Uskup pada tahun 1978 menerbitkan Arahan untuk Hubungan Timbal Balik (“Mutuae Relationis”) antara para uskup dan lembaga hidup bakti. Isi dokumen ‘Mutuae Relationis’ ini kiranya baik sekali kita hayati dalam rangka merayakan pesta St.Petrus dan St.Paulus, dua pribadi yang berbeda satu sama lain namun bekerjasama dengan baik.

Kerjasama kiranya merupakan keutamaan yang mendesak dan up to date untuk kita hayati dan sebarluaskan pada masa kini, mengingat dan memperhatikan semakin maraknya permusuhan, pertentangan, cekcok dst.. dalam kehidupan dan kerja bersama. Bekerjasama berarti saling memberi dan menerima, melayani, mendengarkan, memperhatikan, mengasihi dst.. , sebagaimana terjadi dalam umat Gereja Purba, dimana “semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing. Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah.”(Kis 2:44-47)

Cara hidup umat Gereja Purba tersebut kiranya dapat menjadi inspirasi atau teladan bagi kita semua pada masa kini dalam rangka memperkuat dan mengusahakan kerjasama baik dalam hidup bersama maupun kerja. Sikap mental kerjasama hemat saya sedini mungkin hendaknya dibiasakan atau dididikkan pada anak-anak di dalam keluarga serta kemudian diperdalam dan diperkembangkan di sekolah-sekolah. Kerjasama di tingkat paroki maupun keuskupan hendaknya juga diperkuat dan diperdalam terus menerus. Salah satu usaha memperkuat dan membangun kerjama antara lain dimulai dengan menghayati apa yang sama di antara kita secara mendalam bersama-sama, sehingga apa yang berbeda di antara kita akan fungsional memperteguh atau memperkuat kerjasama. Dengan kata lain hendaknya jangan membesar-besarkan perbedaan yang ada. Perbedaan yang ada di antara kita bersifat fungsional agar pelayanan pastoral Gereja dapat menjangkau semua kalangan atau tingkat kehidupan yang ada. Marilah kita belajar bekerjasama dari anggota-anggota tubuh kita, yang bekerjasama dengan baik, dimana masing-masing anggota di tempat masing-masing dan fungsional sepenuhnya bagi kebutuhan seluruh tubuh. Tidak ada iri hati di antara anggota tubuh kita.

“Aku hendak memuji TUHAN pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku. Karena TUHAN jiwaku bermegah; biarlah orang-orang yang rendah hati mendengarnya dan bersukacita.Muliakanlah TUHAN bersama-sama dengan aku, marilah kita bersama-sama memasyhurkan nama-Nya!Aku telah mencari TUHAN, lalu Ia menjawab aku, dan melepaskan aku dari segala kegentaranku.Tujukanlah pandanganmu kepada-Nya, maka mukamu akan berseri-seri, dan tidak akan malu tersipu-sipu. Orang yang tertindas ini berseru, dan TUHAN mendengar; Ia menyelamatkan dia dari segala kesesakannya.” (Mzm 34:2-7)

Jakarta, 29 Juni 2010


Ign Sumarya, SJ


Share|

Saran Nyanyian Juni-Juli 2010

Minggu, 20 Juni 2010
HARI MINGGU BIASA XII
Tema : Yesus adalah Mesias, Anak Allah yang hidup.
PS. 325, 538 (bait 4-7), 539, 546, 548, 684, 843, 961.
349, 350, 391, 412


Minggu, 27 Juni 2010
HARI MINGGU BIASA XIII, MISA SYUKUR KAS
Tema : Pergilah dan beritakanlah Kerajaan Allah di mana-mana.
PS 682, 683, 688, 690, 693, 697, 840, 960.
351, 352, 392, 413

Minggu, 04 Juli 2010
HARI MINGGU BIASA XIV
Tema: Tuaian memang banyak, tetapi pekerjanya sedikit.
PS. 323, 591, 688, 677, 703, 830, 952.
585/592, 358, 395, 416

Minggu, 11 Juli 2010
HARI MINGGU BIASA XV
Tema : Siapakah sesamaku?
PS. 337, 366, 368, 663, 701, 702, 818, 961.
359, 360, 396, 417

Minggu, 18 Juli 2010
HARI MINGGU BIASA XVI
Tema : Menerima, mendengarkan Sabda Tuhan dan melaksanakannya.
PS. 335, 384, 430, 432, 549, 696, 848, 956.
359, 361, 399, 417


Yesus mengarahkan pandangan-Nya untuk pergi ke Yerusalem. Aku akan mengikuti Engkau ke mana saja Engkau pergi

Sabtu Sore 26 Juni, dan Minggu 27 Juni 2010

HARI MINGGU BIASA XII/C

1Raj 19:16b.19-21; Mzm 16:1-2a.5.7-11; Gal 5:1.13-18; Luk 9:51-62.


TUJUAN PERJALANANNYA

Rekan-rekan yang baik!
Bacaan dari Luk 9:51-62 bagi hari Minggu Biasa XIII tahun C berawal dengan kalimat "Ketika sudah hampir tiba waktunya Yesus diangkat ke surga, ia mengarahkan pandangannya untuk pergi ke Yerusalem." Dalam Injil Lukas perjalanan dari Galilea menuju ke Yerusalem melewati Samaria (Luk 9:51-19:28) mendapat perhatian istimewa dan membingkai pengajaran serta tindakan-tindakan Yesus selama perjalanan tadi. Banyak bahan dalam sepuluh bab ini hanya ditemukan dalam Injil Lukas. Marilah kita dekati beberapa gagasan khas dalam bagian itu.

KE YERUSALEM

Ungkapan "mengarahkan pandangan" di sini artinya "berkeputusan/bertekad". Jadi ditegaskan Yesus bertekad pergi ke Yerusalem. Dalam Luk 9:51 kota itu dieja sebagai "Ierousaleem". Ini cara Lukas membicarakan kota itu dalam hubungan dengan mereka yang menolak kedatangan Yesus. Bila ditulis sebagai "Hierosolyma", kota itu tampil sebagai tempat yang bersedia menerimanya. Pada awal perjalanan ini kota itu disebut "Ierousaleem", tapi nanti menjelang akhir perjalanan, Luk 19:28, kota itu ditulis sebagai "Hierosolyma". Di sana Yesus menjumpai ke dua sisi kota itu. Para pemimpin menolaknya, tetapi di kota itu pula nanti ia diterima sepenuhnya oleh Bapanya.

Kedua sisi kota itu menyertainya di sepanjang perjalanannya. Dikatakan dalam Luk 13:22, Yesus mewartakan kebaikan Tuhan dengan mengajar dari kota ke kota dan dari desa ke desa dalam perjalanan menuju ke "Hierosolyma". Tetapi dalam Luk 17:11-19 dari sepuluh orang kusta disembuhkannya hanya satu kembali memuliakan Tuhan. Ini diceritakan terjadi dalam perjalanan menuju ke "Ierousaleem". Tidak semua orang yang memperoleh kebaikan dapat sungguh-sungguh menerimanya.

Disebutkan juga dalam Luk 9:51 bahwa hampir tiba waktunya ia "diangkat ke surga". Dalam teks Yunaninya, pengertian ini diungkapkan dengan kata "analeempsis", harfiahnya "pengangkatan ke atas". Ini terjadi nanti setelah mengalami penderitaan, wafat, dan kebangkitan berkat kemurahan dan perhatian Yang Mahakuasa yang disebutnya Bapa dan yang diajarkannya kepada orang banyak. Gagasan "analeempsis" menjadi lebih jelas bila dijajarkan dengan "exodos", yakni "tujuan perjalanan" yang disebut dalam Luk 9:31 dalam peristiwa penampakan kemuliaan di gunung Luk 9:28-36. (Lihat Dag-dig-dug...Byaar! [Yogyakarta:Kanisius 2004] hal. 177-182.) Tujuan perjalanan yang dimaksud di situ ialah kota Yerusalem, ditulis dalam bentuk "Ierousaleem", sama seperti Luk 9:51, yakni kota yang akhirnya kurang bersedia menerimanya. Namun demikian, ia malah diangkat ke atas, ke surga, justru ketika orang-orang yang didatanginya makin keras menolaknya! Inilah pokok pikiran yang hendak disampaikan Lukas kepada pembaca Injilnya.

Menuju Yerusalem yang tampil dengan dua sisi itu memberi arti lebih kepada semua kisah dan pengajaran yang disampaikan Lukas dalam Luk 9:51-19:28. Pembaca zaman kini sebaiknya memakai gagasan "menuju ke tempat ia ditolak orang-orangnya, tetapi diluhurkan Bapanya" itu sebagai makna dasar dari tiap kejadian dan pengajaran yang disampaikan sepanjang perjalanan tadi.

MENYAMPAIKAN "AJARAN YANG BENAR"?

Pada awal perjalanan tadi diceritakan Yesus mengutus beberapa murid mendahului ke sebuah desa di Samaria untuk mempersiapkan kedatangannya di situ. Lukas memakai motif tentang utusan mengabarkan kedatangan tokoh keramat atau Tuhan sendiri. Motif ini juga dijumpai dalam pengisahan Injil-Injil mengenai Yohanes Pembaptis yang datang mendahului Yesus. Pembaca dari zaman dulu yang masih peka akan motif ini langsung mengerti bahwa Yesus yang kedatangannya didahului pewartanya itu ialah seorang tokoh keramat. Nanti sebelum mengadakan perjamuan terakhir, Yesus mengutus dua orang muridnya untuk menyiapkan ruang perjamuan (Luk 22:8-13, lihat Mrk 14:13-16, Mat 26:18-20). Sekali lagi, pembaca diajak memahami peristiwa perjamuan malam itu sebagai peristiwa keramat.

Bagaimana dengan kedatangan Yesus ke sebuah desa di Samaria? Di situ orang Samaria tidak mau menerimanya. Mereka menolak. Dalam alam pikiran dulu, penolakan terhadap tokoh keramat serta-merta mendatangkan kutukan. Karena itu Yakobus dan Yohanes ingin berbuat seperti yang lazim dilakukan, yakni mengucapkan kutukan terhadap orang Samaria (ayat 54). Dalam pandangan umum orang Yahudi, orang Samaria memang patut dikutuk karena tidak lagi memeluk "ajaran yang benar", maksudnya, ajaran agama Yahudi (entah yang di Galilea atau yang ada di Yudea/Yerusalem sendiri). Orang Samaria yang tinggal di antara kedua wilayah tadi dianggap murtad. Dalam Perjanjian Lama diceritakan orang Samaria memusuhi Nabi Elia sang utusan Tuhan dan oleh karenanya dua kali pasukan yang dikirim raja untuk menangkapnya hancur binasa kena kutukan api yang datang dari langit! (2 Raj 1:10 dan 12). Yakobus dan Yohanes berpikir dengan cara itu. Orang Samaria mereka anggap tak mau "menerima ajaran yang benar" yang dibawakan Guru mereka dan oleh karenanya patut dikutuk seperti dulu. Tetapi sikap intoleran ini tidak disetujui Yesus. Ia malah menegur mereka.

Berpikir dalam kerangka menyampaikan "ajaran yang benar" dengan sikap intoleran mengurung orang dalam angan-angan "mempertobatkan", "mengancamkan kutukan". Sering maksud baik berakhir dengan mengutuk orang yang tak berpendapat sama, terang-terangan atau secara tak langsung menjelek-jelekkan keyakinan orang lain. Dalam bacaan hari ini dikisahkan Yesus melepaskan ikatan-ikatan seperti itu. Ia mengajak orang mengikuti dia untuk mewartakan Kerajaan Allah. Ia mengajarkan Tuhan itu Maharahim. Oleh karenanya orang yang mau mengabarkan kehadiranNya tidak boleh mengancamkan hukuman, apalagi mengutuk orang atas namaNya.

MENGIKUTI PANGGILAN DENGAN HATI MENDUA?

Bagian kedua dari petikan hari ini (ayat 57-62) menceritakan tiga pembicaraan perihal mengikuti Yesus dan mengabarkan Kerajaan Allah. Rasa-rasanya mengikuti Kristus dan mengabarkan Kerajaan Allah itu menuntut penyerahan diri total sejak awal. Betulkah demikian?

Orang yang pertama dalam kisah itu memang menyatakan diri ingin mengikutinya. Yesus menegaskan, mengikutinya berarti bersedia berjaga terus-menerus tanpa mengharapkan istirahat. Suatu perkara yang melampaui kemampuan manusiawi? Nanti ketiga murid yang diajak menemaninya di Getsemani jatuh tertidur dan baru bangun ketika para penangkap datang. Memang mengikuti dia tak dapat dijalankan sebagai ikhtiar manusiawi belaka. Maka mengikutinya hanya dapat terjadi bila ada kekuatan dari atas sana dan yang bersangkutan membiarkan diri dibawa kekuatan ini. Yesus sendiri disertai Roh ketika berada di padang gurun ketika menghadapi pilihan hidup: ikut Tuhan atau mengabdi Iblis (Luk 4:1; lihat Dag-dig-dug...Byaar! [Yogyakarta: Kanisius 2004] hal. 171-176).

Orang yang kedua bersedia mengikuti, tetapi minta kelonggaran waktu karena ada kewajiban mendesak, yakni menguburkan ayahnya. Maksudnya masih ada kewajiban moral dan sosial yang sulit dielakkan. Orang ini mau mengikutinya tetapi nanti saja bila sudah bebas dari kewajiban yang tak dapat ditinggalkan begitu saja. Jawaban Yesus berupa pepatah, "Biarlah orang mati menguburkan orang mati". Apa arti pepatah ini? Orang mati kan tidak bisa berbuat apa-apa, apalagi mengubur. Jadi dengan pepatah itu hendak dikatakan, "Nonsense! Jangan berpikir begitu! Kalau engkau menunggu, bisa-bisa kehilangan kesempatan dan malah ikut mati dan tidak bisa berbuat bagi orang yang sebetulnya mau kau perhatikan. Lakukan kewajibanmu dan buatlah itu sebagai cara mengikuti aku sehingga sekarang juga engkau bisa mulai. Demikian juga engkau dapat mengabarkan Kerajaan Allah!" Kewajiban manusiawi tidak dilepaskan, melainkan dijadikan bagian dalam mengikuti dia dan mewartakan Kerajaan Allah, yakni panggilan mewartakan iman bahwa Tuhan itu Maharahim.

Dua pembicaraan di atas terdapat juga dalam Injil Matius (Mat 8:19-22) dengan pengertian yang sama. Yang ketiga, Luk 9:61-62, hanya ada dalam Injil Lukas. Seperti halnya yang pertama, orang yang ketiga ini menyatakan diri mau mengikuti Yesus, tetapi ingin berpamitan terlebih dahulu dengan keluarganya. Sekali lagi jawaban Yesus berupa pepatah yang intinya mengatakan orang yang mendua perhatiannya tidak cocok bagi Kerajaan Allah. Bagaimana penjelasannya?

Perhatian mendua memang tidak membuat orang tenang, khususnya dalam mengikuti panggilan. Namun penyelesaiannya bukanlah dengan cara menyingkirkan salah satu. Memang untuk sementara waktu bila yang satu dilepas orang akan merasa dapat lebih memusatkan diri. Tetapi nanti akan muncul perkara lain yang lambat laun akan membelah perhatian. Penyelesaian yang diajarkan dalam dialog ini bukan ditujukan untuk menghilangkan perhatian yang sudah ada dan mengisi dengan kepedulian baru, dengan tekad mengikuti Yesus dan niatan mengabarkan Kerajaan Allah. Yang diajarkan ialah menyatukan perhatian dan kepedulian yang sudah ada dan membuatnya makin menjadi bentuk nyata mengikuti Yesus dan mengabarkan Kerajaan Allah. Kata orang sekarang, mengintegrasikan kehidupan dengan panggilan mengikuti Kristus dan wartanya tentang Kerajaan Allah.

Ikut mewartakan Kerajaan Allah berarti juga mulai belajar mengenali kerahiman Tuhan dari dalam, dari kenyataan sehari-hari yang ada dalam hidup ini dengan mengikuti jejak dia yang menjadi utusannya, langkah demi langkah. Dibaca dengan latar teguran Yesus kepada murid yang mau mengutuk orang Samaria, langkah pertama dalam mengikuti jejaknya ialah menjauh dari sikap dan perbuatan intoleran. Menjauhi sikap intoleran itu menghormati hak manusia untuk memperoleh ruang hidup yang leluasa. Juga menaruh orang lain pada kedudukan yang setara, bukan hanya memberi konsesi, bukan sekadar mentolerir perbedaan.

Salam hangat,
A. Gianto





Share|

Tahun Syukur 70 Tahun KAS

Kepada Yth.

Seluruh Umat dan Yang Mencintai KAS

di manapun berada.

Salam sejahtera dalam kasih Tuhan.

Para Saudara-saudari yang terkasih,

Bersama ini kami memberitahukan bahwa pada tanggal 27 Juni 2010 Keuskupan Agung Semarang akan menyelenggarakan puncak perayaan Ekaristi Syukur 70 tahun KAS di Kompleks Gereja Katolik Muntilan dan Musium Misi Muntilan. Misa Syukur akan dilaksanakan di Kompleks Gereja Katolik Muntilan dan Musium Misi, Jl. Kartini 3, Muntilan.

Umat dan peserta misa yang bisa ditampung di halaman dan kompleks Gereja Muntilan dan Musium Misi sejumlah 6.000 orang. Undangan sudah tersebar di setiap Paroki. Tentu tidak semua umat KAS bisa mengikuti puncak perayaan syukur ini. Bagi para Saudara yang tidak bisa terlibat langsung, kami tetap memohon dukungan dan doanya supaya perayaan syukur ini bisa berlangsung dengan kidmat, agung, lancar dan aman. Kami juga akan menyediakan dokumentasi acara ini. Bagi teman-teman media yang ingin meliput acara ini bisa berkomunikasi dengan saya lewat email saya.

Adapun rangkaian acara yang akan dilangsungkan:

08.00 – 11.00: Para liturgi (lih attachment)

1. Prosesi seni budaya kadang tani di bawah koordinasi Rm. V. Kirjito Pr.

2. Rosario petani

3. Puji-pujian Rohani

11.00 – 13.00: Ekaristi Syukur dipimpimpin oleh Julius Kardinal Darmaatmaja (Uskup KAJ) didampingi Mgr. Leopoldo Girelli (Nuntius), Mgr. I. Suharyo (Uskup Coajutor KAJ), Rm. P. Riana P (Administrator KAS) dan uskup-uskup yang berasal dari Wilayah KAS. Ada 13 Uskup yang telah mengonfirmasi datang pada acara tersebut.

13.00 – selesai: Pentas budaya

20.00 – 21.00: Temu kasih dengan jajaran pemerintah di Kabupaten Magelang

21.00 – 04.00: Wayang Kulit bersama Ki Dalang Sugiyono, dengan lakon: “Pendowo mBangun Papan Pasucen”

Demikianlah beberapa hal yang kami haturkan sebagai informasi untuk mengungkapkan kasih dan perhatian pada pesta 70 tahun KAS, dalam semangat Terlibat Berbagi Berkat. Inilah ungkapan kasih dan tanggungjawab kita dalam memaknai pesta 70 tahun KAS.

Salam kasih dan berkat Tuhan melimpah bagi kita semua.

Hormat saya,

Noegroho Agoeng SP, Pr

Sie Dokumentasi dan Publikasi.



Share|

Kedatangan Yesus disiapkan oleh Yohanes

24 Juni: Pesta Kelahiran St Yohanes Pembaptis
Yes. 49:1-6; Mzm. 139:1-3,13-14ab,14c-15; Kis. 13:22-26; Luk. 1:57-66,80

Rekan-rekan lama yang baik!

Kemarin Gus mampir ke sini dan minta saya sendiri sajalah yang menjelaskan seluk beluk kelahiran Yohanes Pembaptis. Peristiwa itu memang banyak diceritakan orang sehingga saya ikutsertakan dalam buku saya yang pertama. Kalian tentunya masih ingat latarnya. Yohanes Pembaptis kan anaknya Zakharia yang hingga hari tuanya belum mendapatkan keturunan. Istrinya, Elisabet, tidak bisa mengandung dan ketika itu juga sudah lanjut usianya. Satu hari sewaktu Zakharia sedang menjalankan giliran ibadat, Malaikat Gabriel tiba-tiba menampakkan diri dan memberitakan bahwa sang istri akan melahirkan anak lelaki yang mesti dinamai Yohanes. Ketika Zakharia mempertanyakan bagaimana mungkin ini bisa terjadi, Gabriel pun membuatnya tidak lagi bisa berkata-kata sampai isi kabar itu dipenuhi. Sang Malaikat juga meramalkan Yohanes nanti akan sepenuhnya mengabdi Tuhan dan penuh dengan Roh Kudus mulai dari rahim ibunya dan akan menyiapkan jalan bagi Tuhan yang segera akan mendatangi umatNya.

ARTI NAMA-NAMA ITU

Bagian yang kalian bacakan kali ini menceritakan peristiwa lahirnya Yohanes. Ketika Elisabet tiba waktunya bersalin, para tetangga serta sanak saudara berkumpul di rumah Zakharia untuk ikut bergembira. Mereka ingin agar namanya sama dengan nama bapaknya yang telah lama menanti-nantikan keturunan, yakni Zakharia. Eh, kalian tahu, nama Zakharia itu ada artinya, yakni "Tuhan ingat". Orang-orang mau agar anak yang baru lahir ini menjadi tanda bahwa Tuhan tidak melupakan janjiNya. Tetapi Elisabet mengatakan, nama anak itu ialah Yohanes. Dan mereka bertanya-tanya dari mana sih nama itu. Maklum dalam keluarga besar ini tak ada yang bernama demikian. Dan Elisabet pun menyuruh mereka bertanya sendiri kepada Zakharia. Maka ia pun menuliskan, "Namanya ialah Yohanes". Orang-orang tentunya pada mengerti nama itu artinya "Tuhan berkenan", lebih jelasnya, "Tuhan memberi rahmat". Jadi anak ini menandai perkenan serta rahmat yang dilimpahkan Tuhan.

Tentu kalian ingin tahu lebih lanjut, perkenan atau rahmat bagi siapa? Pada hemat saya yang dimaksud bukannya pertama-tama rahmat bagi suami istri Zakharia dan Elisabet, melainkan bagi seluruh umat. Kehidupan Yohanes nanti menjadi tanda bahwa Tuhan bukan hanya ingat, akan tetapi sungguh melimpahkan rahmatnya bagi siapa saja yang mau menerimanya. Kita lihat, orang-orang sebetulnya sudah puas bila tidak dilupakan Tuhan, tetapi justru Tuhan bertindak lebih jauh. Ia memberi rahmat berlimpah. Kalau kalian simak dan baca dialog penamaan antara Elisabet, tetamu, serta Zakharia maka akan jelas inilah yang kiranya sedang terjadi. Rasanya-rasanya Tuhan itu selalu mendahului kita. Bener kagak? Tanyakan kepada Gus; ia boleh jadi bisa kasih uraian panjang lebar. Tapi biarkan dia sekadar istirahat karena baru kembali dari perjalanan jauh dari benua kalian dan masih terserang kantuk. Cara membaca yang kusarankan tadi mestinya cukup jelas dan malah bisa kalian ceritakan ke kawan-kawan lain.

Gampang pula dihomilikan. Juga bikin orang kreatif berpikir dan merasa-rasakan gerak gerik Tuhan yang mendahului langkah kita itu supaya kita jangan salah langkah kali!

Tadi Yohanes diramal Malaikat Gabriel sebagai yang sudah penuh dengan Roh Kudus mulai dari kandungan. Memang pada bagian akhir petikan ini disebutkan Yohanes Pembaptis demikian adanya. Tak usah kita berpanjang-panjang wacana mengenai Roh Kudus. Kita akui saja memang Yohanes begitu. Selagi ia masih ada dalam kandungan Elisabet, kita ingat, datanglah Maria menyambangi sanaknya ini. Saat itulah Yohanes melonjak kegirangan dalam rahim. Ia mengenali siapa yang datang ini. Inilah kepekaan batin yang ada dalam diri Yohanes, bahkan sebelum ia lahir dan besar. Malah karena itu dikatakan Elisabet yang sedang mengandungnya dipenuhi pula oleh Roh Kudus dan mulai berseru mengucapkan berkat bagi Maria (Luk 1:42-25)

ZAKHARIA KEMBALI BISA BERBICARA

Kita tengok kembali Zakharia. Ia tadinya kan tak bisa bicara. Kini, serta merta selesai menuliskan nama Yohanes, ia langsung bisa bicara lagi. Dan ketika ia mulai bicara, yang pertama kali keluar ialah pujian bagi Tuhan, yang kemudian juga dapat kalian baca dalam ujud Kidung Benediktus dari Zakharia (Luk 1:68-79). Kita ingat pula, lidahnya justru terlepas ketika ia selesai menyuratkan huruf-huruf nama anaknya itu "Tuhan berkenan...melimpahkan rahmat", yakni arti nama Yohanes. Zakharia kini dapat plong mengakui serta mengungkapkan pujian bagi Tuhan. Ia tidak lagi butuh bertanya-tanya apa bener ya, kok gitu ya seperti sebelumnya, tapi berani memuji kebesaran Tuhan.

Kita amati orang-orang yang menyaksikan Zakharia bisa berbicara kembali. Mereka jadi ketakutan tapi juga bercerita ke mana-mana tentang kejadian itu di seluruh kawasan provinsi. Mereka bertanya-tanya, akan jadi seperti apa anak ini. Mereka yakin, "tangan" Tuhan - kuasaNya menyertai anak ini. Kalian bisa jadi belum paham seluk beluk ketakutan tadi. Yang jelas mereka tidak gemeteran dan terbirit-birit. Kalau begitu mereka takkan bisa bercerita dan hanya akan bungkam seribu bahasa. Tapi mereka bahkan menjadikan peristiwa itu buah tutur di mana-mana. Jadi jelas bukan takut mengkeret, melainkan terpana akan hebatnya peristiwa yang mereka saksikan. Bukan peristiwa lumrah. Luar biasa! Ini tanda besar dari atas sana. Orang mulai sadar bahwa Tuhan sungguh hadir dan berkenan melimpahi rahmat. Inilah yang dulu lazim diungkapkan orang Yahudi dengan gagasan "takut" akan Tuhan. Lebih dari itu, ada sisi pengertian yang mendalam akan pengalaman ini. Dulu aku bercerita kepada orang yang berpikir dalam kerangka itu. Jadi seperti mendapat pencerahan dari atas, menjadi bijak dan karenanya bisa menengarai gerak gerikNya . Itulah arti ketakutan dalam peristiwa ini.

MAKIN KUAT ROHNYA

Yohanes pergi ke padang gurun dan tinggal di sana. Dijalaninya hidup seperti nabi zaman Perjanjian Lama seperti Elia yang mencari kehadiran ilahi di dalam kesunyian. Di sana ia berlatih mendengarkan suara Tuhan. Begitulah ia makin menjadi bijaksana, dan dikatakan "kuat rohnya". Memang kekuatan kebijaksanaan roh ini perlu agar ia nanti dapat membuka jalan bagi dia yang bakal datang, yakni Yesus yang akan memperkenalkan siapa sesungguhnya Tuhan itu.

Tapi apa ya makna kisah kelahiran Yohanes serta arah kehidupannya ini bagi pembaca zaman modern? Jangan kita cari-cari dan pasang-pasangkan begitu saja ke masa kini. Jangan sekali-sekali kalian ingin jadi kayak Yohanes Pembaptis, pasti gagal dan malah runyam hidup kalian. Ia itu begitu karena dipilih Yang Mahakuasa. Jangan beranggapan kalian bisa paksa roh memilih kalian lho, nanti malah jadi majenun. (Sudah banyak cerita begituan, aku beberapa kali cerita perkara itu dalam jilid dua bukuku.) Cara terbaik mendapati relevansi kisah itu ialah menikmatinya sebagai kisah tokoh Yohanes Pembaptis yang dipilih Tuhan sejak awal dan cerita tentang Zakharia yang kini melangkah maju dari sekadar mengingat-ingat kebaikan Tuhan menjadi berani mempersaksikan bahwa Ia betul-betul melimpahkan rahmatNya! Ia menyuratkan nama anaknya, Yohanes, yang artinya ya Tuhan berkenan begitu. Peristiwa dan kisah ini mengajarkan, Yang Mahakuasa itu pandai mendahului langkah kita. Ia bukan Tuhan yang gemar mendengar orang sadar bahwa Ia selalu mengingat (atau bersedia diingatkan oleh manusia!). Ia sudah lebih duluan mencurahkan rahmat dan tuntunanNya, Ia berkenan kepada manusia. Yang perlu, manusia - eh kita-kita ini - mau lepas dari ikatan-ikatan yang membuat kucuran rahmatNya seret dan kurang melegakan. Kita tinjau riwayat masing-masing yang boleh jadi sulit diceritakan. Boleh jadi kita akan menemukan kenyataan "Yohanes" - Tuhan berkenan merahmati - dalam cara yang paling dalam dan amat pribadi yang belum dapat kita rumuskan. Jadi kayak Zakharia, masih belum bisa bicara meski sadar sudah menerima karunia rahmat. Yang bisa terjadi ialah mengakui dan menyuratkan, seperti Zakharia menuliskah kenyataan itu. Dan saat itu juga akan lepaslah ikatan yang menghalang kita ke jalan yang betul: memujiNya. Satu tambahan. Zakharia tidak mendaftar kebaikan ilahi baginya;dalam kidungnya ia memuji kebesaran Tuhan yang berani turun mendatangi umatNya. Itulah cara memujiNya. Ia tidak mengharap kita seperti pencatat kebaikan satu persatu kayak bikin neraca. Yang diinginkanNya, rasa-rasanya, yakni agar kita melihat dan tahu apa yang sudah mulai diperbuatNya bagi kemanusiaan. Itulah makna kisah ini.

Salam hangat,
Luc

NB: Omong-omong tadi kita juga singgung tentang Oma Miryam. Bukankah dalam adat gereja kalian para kudus biasanya diperingati pada hari mereka meninggal dunia? Tapi dua tokoh kita ini, Yohanes Pembaptis dan Maria, dirayakan kelahirannya. Apakah gereja kalian hendak mengatakan, memang orang kudus masuk hidup abadi pada saat meninggal dunia - tapi Yohanes Pembaptis dan Maria sudah sejak lahir amat dekat dengan Tuhan?



"Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku"

19 JUNI: HR MINGGU BIASA XII

Za. 12:10-11; 13:1; Mzm. 63:2abcd,2e-4,5-6,8-9; Gal. 3:26-29; Luk. 9:18-24


"Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku"

"Jumlah perceraian di Indonesia menunjukkan tren peningkatan. Data terakhir hasil perhitungan Kementrian Agama RI mencatat terjadinya 250 ribu kasus perceraian di Indonesia pada tahun 2009. Angka ini setara dengan 10% dari jumlah pernikahan di tahun 2009 sebanyak 2,5 juta. Jumlah perceraian tersebut naik 50 ribu kasus dibanding tahun 2008 yang mencapai 200 ribu perceraian. "Jumlah perceraian di Indonesia terus menunjukkan peningkatan," tutur Direktur Jenderal Bimbingan Islam Kementerian Agama, Nasaruddin Umar di Jakarta, Kamis (25/2). Pada periode 5-10 tahun lalu, di Indonesia hanya terjadi 20 ribu hingga 50 ribu kasus perceraian per tahun. Fakta lain dari kasus perceraian yang tercatat pun menunjukkan adanya pergeseran bentuk perceraian. Sekitar 70 persen perceraian yang terjadi di Pengadilan Agama adalah cerai gugat. "Data tersebut juga menunjukkan trend pergeseran kasus cerai di mana istri yang menggugat cerai," tutur Nasaruddin. Meningkatnya angka perceraian ini disebabkan oleh 14 faktor. Di antaranya cerai karena pilkada dan politik, perselingkuhan oleh istri yang angkanya naik drastis, kawin di bawah umur, dan kekerasan dalam rumah tangga. Bahkan kasus cacat karena kecelakaan sepeda motor juga menjadi salah satu dari 14 faktor penyebab perceraian di Indonesia. (republika.co.id, 26/2/2010). Saya kutipkan berita di atas ini sebagai jalan masuk untuk merenungkan sabda Yesus dalam Warta Gembira hari ini. "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya hari dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya." (Luk 9:23-24)

Pada saat orang berjanji untuk mengakui jati dirinya yang baru, misalnya menjadi suami-isteri, imam, bruder atau suster, dengan saling berjanji atau berjanji kepada Tuhan dan pembesar, pada umumnya bangga dan mantap. Calon suami-isteri berjanji saling mengasihi baik dalam untung maupun malang, sehat maupun sakit sampai mati, imam berjanji untuk hidup tidak menikah dan hanya mau mengabdi Tuhan saja melalui GerejaNya, sedang para anggota Lembaga Hidup Bakti berkaul untuk hidup murni, miskin dan taat. Ketika mengakui atau menyatakan dengan kata-kata sungguh mantap, namun seiring dengan perjalanan waktu apa yang dijanjikan tersebut mengalami erosi, karena orang tidak bersedia untuk `menyangkal diri atau kehilangan nyawanya' .

Setia pada iman dan panggilan memang tidak mudah, sarat dengan godaan, tantangan, masalah dan hambatan. Senjata untuk menghadapi godaan, tantangan, masalah dan hambatan tidak lain adalah `menyangkal diri dan kehilangan nyawa', yang berarti hidup dan bertindak tidak mengikuti keinginan dan selera pribadi, melainkan mengikuti kehendak Ilahi, yang antara lain tercermin dalam aneka aturan dan tatanan yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing atau spiritualitas/charisma/visi pendiri. "Setia adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan keterikatan dan kepedulian atas perjanjian yang telah dibuat" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur – Balai Pustaka, Jakarta 1997, hal 24). Marilah kita angkat dan kenangkan kembali perjanjian-perjanjian yang telah kita buat! Hendaknya cara hidup dan cara bertindak kita senantiasa ditatapkan pada perjanjian yang telah kita buat, entah janji baptis, perkawinan, imamat, membiara maupun pekerja atau pelajar. Kita semua mendambakan keselamatan atau kebahagiaan sejati selama di dunia ini maupun di akhirat nanti. Kami mengajak kita semua untuk saling membantu dan mengingatkan perihal penghayatan atau pelaksanaan janji masing-masing. Pada kesempatan ini kami juga mengingatkan kepada para pakar dalam ilmu atau pengetahuan apapun, hendaknya dengan rendah hati berusaha menghayati apa yang dipelajari dan dikuasainya secara intelektual. Jangan sampai terjadi; mengaku pakar komunikasi tetapi tak komunikatif, mengaku pakar pendidikan tak mampu mendidik, mengaku pakar budi pekerti tak bermoral, dst… Semoga para pekerja sungguh bekerja, para pelajar sungguh belajar, dst… "Jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah." (Gal 3:29)

Bapa Abraham adalah bapa umat beriman, maka bagi umat beriman tidak ada perbedaan dalam penghayatan hidup sehari-hari, apalagi iman lebih dihayati daripada dibicarakan atau menjadi bahan diskusi. Keunggulan hidup beriman terletak pada penghayatan bukan wacana atau omongan. Sabda Yesus hari ini juga mengingatkan kita semua agar kita `memikul salib kita masing-masing setiap hari', artinya melakukan tugas pekerjaan atau kewajiban kita masing-masing setiap hari sebaik mungkin dan sampai tuntas, selesai atau sukses. Untuk itu kita memang harus siap sedia disalibkan, antara lain dengan mempersembahkan pikiran, tenaga, derap langkah seutuhnya pada tugas pekerjaan maupun kewajiban kita masing-masing, tidak menyeleweng atau berselingkuh.

"Kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah", demikian peringatan Paulus kepada umat di Galatia, kepada kita semua umat beriman, keturunan Abraham. Marilah kita ingat dan kenangkan bahwa bapa Abraham antara lain bertindak tanpa dasar pikiran yang kuat atau tak dapat dimengerti oleh akal sehat, melainkan bertindak atas dasar harapan, sesuatu yang tak kelihatan dan menjanjikan. Memang apa yang menjanjikan dan belum/tak kelihatan pada umumnya menggairahkan hidup dan bertindak seseorang, dengan kata lain orang yang bersangkutan sungguh memiliki dan menghayati keutamaan harapan dalam cara hidup dan cara bertindak. Berharap untuk menjadi kaya pada umumnya orang bekerja keras dan bergairah, berharap bertemu yang terkasih pada umumnya orang gembira dan bergairah, dst.., namun setelah menjadi kaya atau bertemu dengan yang terkasih dapat menjadi lain, mungkin lesu dan tak bergairah lagi.

Janji Allah tidak pernah mengecewakan dan ketika terlaksana tidak akan membuat kita lesu atau tak bergairah, yaitu keselamatan jiwa kita. Maka marilah kita persembahkan pikiran, tenaga dan langkah kita demi keselamatan jiwa kita sendiri maupun sesama atau saudara-saudari kita. Dengan kata lain hendaknya keselamatan jiwa menjadi barometer atau ukuran kesuksesan pelayanan, kerja atau pelaksanaan tugas dan kewajiban kita sendiri maupun bersama-sama. Marilah kita sadari dan hayati bahwa kita mengimani Yesus yang telah mempersembahkan hidupNya dengan wafat di kayu salib demi keselamatan jiwa kita semua, keselamatan seluruh dunia. Ia tidak memikirkan kepentingan pribadi, apalagi mengutamakan diri pribadi. Janji Allah adalah keselamatan jiwa atau hidup mulia selamanya di sorga, dan janji tersebut akan terwujud atau menjadi nyata jika kita siap sedia bekerja sama dengan mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah dalam hidup sehari-hari, senantiasa berusaha hidup suci dan berkenan pada Yang Ilahi.

"Demikianlah aku mau memuji Engkau seumur hidupku dan menaikkan tanganku demi nama-Mu. Seperti dengan lemak dan sumsum jiwaku dikenyangkan, dan dengan bibir yang bersorak-sorai mulutku memuji-muji…. sungguh Engkau telah menjadi pertolonganku, dan dalam naungan sayap-Mu aku bersorak-sorai. Jiwaku melekat kepada-Mu, tangan kanan-Mu menopang aku " (Mzm 63:5-6.8-9) .

Jakarta, 20 Juni 2010


Ign Sumarya

Kehadiran Allah

Oleh: Romo A. Mangunhardjana, SJ

Peristiwa penyelamatan Allah bagi manusia, yang dilakukan melalui wafat, kebangkitan, dan kenaikan Yesus ke sorga, merupakan 3 rangkaian peristiwa yang berkaitan dengan satu sama lain tanpa jarak waktu. Wafat-bangkit-naik ke sorga merupakan kesatuan peristiwa yang tak terputus. Hal ini tercermin pada sabda Yesus sebelum wafat:
"Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku" (Luk 23:46) dan kepada penjahat yang disalib bersama-Nya: "Aku berkata kepada-Mu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan bersama-sama Aku di dalam Firdaus" (Luk 23:43).

Namun dalam liturgi wafat, kebangkitan dan kenaikan Yesus ke sorga kita rayakan sendiri-sendiri secara terpisah. Pemisahan ketiga peristiwa itu dilakukan berdasarkan Kitab Suci. Sebab dalam Kitab Suci dikatakan Yesus wafat pada hari Jumat, yaitu hari sebelum hari Sabat (Yoh 19:31). Yesus
"akan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga" (Mat 16:21; Mat 17:23; Mat 20:19). Yesus naik ke sorga, sesudah "selama empat puluh hari Ia berulang-ulang menampakkan diri dan berbicara kepada mereka tentang kerajaan Allah" (Kis 1:13).

Jika dikatakan Yesus bangkit pada hari ketiga, kata-kata itu hanya mau menekankan bahwa Yesus sungguh-sungguh wafat dan sungguh-sungguh bangkit dari mati. Dan jika dikatakan Yesus baru naik ke sorga sesudah berada di dunia selama 40 hari, kata-kata itu mau menyatakan bahwa sesudah bangkit Yesus terus menyertai pengikut-pengikut yang percaya kepada-Nya. Karena itu baiklah kita merenungkan kehadiran Yesus di tengah-tengah hidup kita di dunia ini, terutama dalam Sakramen Ekaristi melalui Komuni.

Sebelum naik ke sorga Yesus berkata kepada rasul-rasul-Nya:
"Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman" (Mat 28:20). Ada 7 (tujuh) cara Yesus hadir di dunia:

  1. Yesus hadir diuraikan dalam Kitab Suci: "Bukankah hati kita berkobar-kobar, ketika Ia..... menerangkan Kitab Suci?" (Luk 24:32)
  2. Yesus hadir dalam sakramen-sakramen, karena sakramen merupakan tanda lahiriah karya penyelamatan Allah melalui Yesus. Setiap kali sakramen dirayakan, Kristus hadir untuk melaksanakan karya penyelamatan-Nya.
  3. Yesus hadir di dalam diri orang yang sudah dibaptis: "Karna kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus" (Gal 3:27). Dasar kehadiran itu adalah iman: "Oleh iman Kristus diam di dalam hatimu dan kamu berakar dan berdasar di dalam kasih" (Ef 3:14.17).
  4. Yesus hadir dalam Sakramen Ekaristi dengan seluruh diri-Nya di dalam orang yang menerima-Nya. Kristus yang diterima dalam Komuni bukanlah Kristus seperti yang bekerja di Palestina, melainkan Kristus yang sudah bangkit dari alam maut dan jaya serta mulia. "Waktu Yesus sudah makan dengan mereka, Ia mengambil roti, mengucap berkat lalu memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka. Ketika itu terbukalah mata kedua murid itu dan mereka mengenal Dia." (Luk 24:30).
  5. Yesus hadir di tengah-tengah umat yang berkumpul: "Di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka" (Mat 18:20).
  6. Yesus hadir di dalam hidup umat sehari-hari seperti dilakukan-Nya dengan menyertai kedua murid dalam perjalanan ke Emaus (Luk 24:13-35). "Aku menyertai kamu senantiasa sampai pada akhir zaman." (Mat 28:20).
  7. Yesus hadir pada orang-orang yang terlantar. "Ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan ....." (Mat 25:31-46).
Jika Yesus, Allah yang menjadi manusia, senantiasa hadir di tengah-tengah hidup kita, kita juga dapat hadir terus di hadapan Allah. Ada beberapa tingkat kehadiran manusia di hadapan Allah.

  1. Kita tidak hadir, meski berada di hadirat-Nya, karena pikiran, hati dan perhatian kita tidak ikut hadir;
  2. Kita setengah hadir: secara formal dan demi basa-basi kita menyapa-Nya, lalu tidak memperhatikan-Nya;
  3. Kita hadir dengan pikiran kita saja. Kita menyapa dan saling membicarakan masalah dengan-Nya, tetapi kita hanya terpusat pada hal yang kita bicarakan dan tidak pada Yesus yang kita ajak bicara.
  4. Kita hadir secara pribadi: kita menyapa-Nya, membicarakan masalah dengan-Nya, dan melibatkan seluruh diri dan hati kita.
  5. Kita hadir penuh di hadapan-Nya: kita menyapa-Nya, membicarakan masalah dengan-Nya, dan menyediakan diri untuk ikut terlibat di dalam kehendak dan kerja-Nya mendatangkan kerajaan Allah. Kehadiran di hadapan Allah tingkat ke-5 itulah kehadiran yang seharusnya kita usahakan dalam hidup kita.
Tingkat-tingkat kehadiran kita di hadirat Tuhan ini merupakan gejala kualitas sikap dan iman kita kepada-Nya.


Share
|

Menggali Makna Bagian-bagian Misa: Pengutusan dan Perarakan Keluar (24)

Pengutusan



Rumusan pengutusan dalam teks Latin berbunyi: Ite, missa est, yang artinya: “Pergilah kalian diutus”. Istilah “Misa” berasal dari kata missa. Kata missa berasal dari kata dimissio, yang artinya: pengutusan, pengeluaran, pembebasan. Kata-kata Ite missa est merupakan rumusan umum dalam masyarakat Romawi kuno apabila suatu pertemuan telah selesai dan ditutup.

Dalam Liturgi Timur, seperti Liturgi St. Yohanes Chrisostomus, rumusan pembubaran sedikit lebih panjang, yang dimulai dengan seruan: “Marilah kita pergi dalam damai”. Umat menjawab: “Dalam nama Tuhan”.

Teks Pengutusan dalam TPE 2005 diawali dengan pernyataan: “Saudara sekalian, Perayaan Ekaristi sudah selesai”. Umat menjawab: “Syukur kepada Allah”. Lalu disampaikan pengutusan: “Marilah pergi! Kita diutus”. Umat menjawab: “Amin”.

Perarakan Keluar

Setelah Pengutusan, imam mencium altar sebagai tanda penghormatannya kepada Kristus. Altar adalah simbol Kristus sendiri, sebab Kristus hadir dengan seluruh kurban salib-Nya saat Misa kudus, di atas altar. Tindakan imam mencium altar untuk menghormati Kristus dilakukan sebanyak 2 kali, yakni saat awal dan akhir Misa. Imam menghormati altar dengan menciumnya, dan setelah membungkuk khidmat bersama para pelayan awam, ia meninggalkan ruang ibadat. Jika ada diakon tertahbis yang mendampingi imam, diakon juga ikut mencium altar. Tetapi dalam Misa konselebrasi, hanya imam selebran utama yang menghormati altar dengan menciumnya, sementara para konselebran membungkuk dengan khidmat ke arah altar.

Norma liturgi juga mengatur tata gerak para petugas liturgi kalau ada tabernakel di panti imam. Jika ada tabernakel dengan Sakramen Mahakudus di dalamnya, maka imam, diakon, petugas liturgi selalu berlutut saat mereka tiba di depan altar, dan saat akan meninggalkan panti imam. Tetapi dalam Misa, mereka tidak perlu berlutut.

Saat perarakan imam dan para petugas lain meninggalkan altar, dinyanyikan lagu penutup. Nyanyian penutup yang mengiringi perarakan keluar ini sangat baik untuk membangkitkan semangat pengutusan. Nyanyian penutup dapat membantu untuk menciptakan suasana perutusan itu dan sekaligus mengantar para petugas keluar dari panti imam atau tempat ibadat, sehingga suasana umat juga terjaga. Sebaiknya umat meninggalkan gedung gereja atau tempat ibadat setelah para petugas masuk ke sakristi atau telah meninggalkan tempat ibadat.


Sumber : Fr Antonius Pramono
Martasudjita,E.Pr., Ekaristi: Tinjauan Teologis, Liturgis, dan Pastoral, Yogyakarta: Kanisius 2005.

Memahami Perayaan Ekaristi

Memahami Perayaan Ekaristi

Menggali Makna Bagian-bagian Misa: Ritus Penutup dan Berkat (23)

Ritus Penutup



Ritus Penutup berfungsi untuk mengakhiri seluruh rangkaian Perayaan Ekaristi, dan mengantar umat untuk kembali ke perjuangan hidup sehari-hari, dan menjalankan perutusannya di dunia. Inti Ritus Penutup adalah Berkat dan Pengutusan. Sebelum berkat dan pengutusan, disampaikan pengumuman. Memang paling ideal pengumuman ditempatkan sebelum berkat dan pengutusan, yaitu setelah Doa sesudah Komuni. Karena di bagian ini suasana umat beriman sangat kondusif, yaitu Misa hampir usai, dan umat siap menjalankan perutusannya di dunia. Bukankah pengumuman berhubungan dengan berbagai hal yang menyangkut kegiatan umat beriman dalam rangka perutusannya?

Pengumuman hendaknya dibuat singkat. Yang perlu untuk diumumkan adalah hal-hal yang menyangkut kepentingan bersama dan pengumuman perkawinan. Pengumuman yang lain dapat dimasukkan di warta paroki atau lembaran teks misa, supaya Ekaristi tidak terlalu lama gara-gara pengumuman yang panjang.

Menjelang berkat dan pengutusan, imam diperkenankan untuk memberikan pengantar dengan sangat singkat. (Fr. A. Pramono)

Berkat

Sebelum berkat Tuhan disampaikan, imam menyapa umat dengan rumusan dialog salam: “Tuhan sertamu”/”Tuhan bersamamu”. Umat menjawab: “Dan sertamu juga”/“Dan bersama rohmu”. Kita mengimani bahwa dengan dialog ini berarti Tuhan sungguh hadir dan menyertai umat-Nya. Lalu imam menyampaikan berkat Allah dengan menyebut nama Allah Tritunggal: Bapa dan Putera dan Roh Kudus. Makna berkat di sini bukanlah berkat “sesuatu” yang berbentuk barang, tapi adalah diri Allah sendiri. Dengan menerima berkat, kita disatukan dengan persekutuan Allah Tritunggal. Artinya kita masuk dalam persekutuan dengan Allah Tritunggal, sumber dan tujuan hidup manusia dan alam semesta. Melalui berkat Tuhan yang kita terima ini, memampukan kita untuk melaksanakan tugas perutusan kita di dunia ini.

Ada 3 alternatif pemberian berkat: (1) Berkat Sederhana. Setelah dialog salam, imam langsung memberikan berkat Tuhan dengan menyebut nama Allah Tritunggal. (2) Berkat Meriah. Sesudah dialog salam, berkat meriah ditandai dengan 3 pernyataan doa yang setiap kali dijawab Amin oleh umat, dan diakhiri dengan berkat Tuhan dengan menyebut nama Allah Tritunggal. (3) Berkat dengan Doa untuk Umat. Sesudah dialog salam, imam mengulurkan kedua tangan ke arah umat sambil berdoa. Doa untuk umat ini diakhiri dengan jawaban Amin oleh umat. Setelah Doa untuk Umat, imam memberikan berkat Tuhan dengan menyebut nama Allah Tritunggal. Cara berkat ini dahulu dibatasi untuk Misa Harian selama masa Prapaskah. Tapi sekarang dapat digunakan sepanjang tahun. (Fr. A. Pramono)

Sumber :Fr Antonius Pramono
Martasudjita,E.Pr., Ekaristi: Tinjauan Teologis, Liturgis, dan Pastoral, Yogyakarta: Kanisius 2005.


HOMILI: Jumat, 11 Juni 2010 HARI RAYA HATI YESUS YANG MAHAKUDUS

HARI RAYA HATI YESUS YANG MAHAKUDUS
BACAAN I: Yeh 34:11-16 Aku sendiri akan menggembalakan domba-domba-Ku, dan Aku akan membiarkan mereka berbaring tenang.
MAZMUR TANGGAPAN: Mzm 23:1-3a.3b-4.5.6 Refr. Tuhanlah gembalaku, takkan kekurangan aku.
BACAAN II: Rm 5:5b-11 Allah melimpahkan kasih-Nya atas kita.
I N J I L: Luk 15:3-7 Bergembiralah bersama dengan daku, sebab dombaku yang hilang telah kutemukan.

"Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dombaku yang hilang itu telah kutemukan."

Suatu pengalaman dan kenyataan yang sungguh konkret kita hayati atau alami setiap hari: ketika ada saudara atau saudari kita sedang sakit serta dirawat di rumah sakit pada umumnya kita sungguh memberi perhatian, apalagi ketika ada sahabat, kenalan atau saudara kita mati alias dipanggil Tuhan. Sebaliknya ketika mereka dalam keadaan baik alias biasa-biasa saja pada umumnya kita kurang memberi perhatian. Hal yang senada terjadi dalam diri kita, tubuh kita sendiri: ketika anggota tubuh kita sehat semuanya pada umumnya kita hidup seenaknya, sebaliknya ketika ada anggota tubuh kita atau bagian tubuh kita yang sakit kita akan memberi perhatian luar biasa; mau mandi diperhatikan, mau tidur diperhatikan, dst… Beaya perawatan yang sedang sakit untuk menjadi sembuh pada umumnya mahal, lebih mahal dari hidup biasa jika dihitung per hari, namun demikian dengan segala upaya dan daya, termasuk cari pinjaman jika perlu, kita akan menyediakan beaya perawatan tersebut. Kegembiraan luar biasa terjadi ketika yang sakit menjadi sembuh. Pengalaman manusiawi tersebut di atas kiranya baik sebagai jembatan untuk merenungkan Hati Yesus Yang Mahakudus, yang kita rayakan hari ini.

"Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dombaku yang hilang itu telah kutemukan. Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan." (Luk 15:6-7).

Hati Yesus yang tergantung di kayu salib ditusuk tombak, dan dari Hati-Nya/lambung-Nya mengalirlah air dan darah segar, lambang sakramen-sakramen Gereja yang menyelamatkan. Hati yang terluka dan terbuka juga melambangkan penyerahan Diri Yesus secara total kepada kehendak Allah demi keselamatan seluruh dunia/umat manusia. Hati yang terbuka mengundang dan memanggil semua orang berdosa untuk masuk ke dalam Hati-Nya guna mohon kasih pengampunan, `minum air dan darah segar', yang menghidupkan dan menyegarkan. Jika kita jujur mawas diri, kami percaya kita semua adalah orang-orang berdosa yang membutuhkan kasih pengampunan atau pertobatan, maka marilah kita bersembah-sujud kepada Hati Yesus yang tergantung di kayu salib. Percayalah dengan sepenuh hati bahwa jika kita bersembah-sujud kepada-Nya pasti akan menerima kasih pengampunan, dan dengan demikian kita sungguh hidup, segar bugar baik secara jasmani maupun rohani. Kita dikuasai atau dirajai oleh Hati-Nya Yang Mahakudus dan dengan demikian kita juga dipanggil untuk meneladan Hati-Nya, yang mengalirkan air dan darah segar. Meneladan Hati Yesus Yang Mahakudus berarti sepak terjang, perilaku, cara hidup dan cara bertindak kita dimanapun dan kapanpun menggairahkan dan menyegarkan orang lain; cara hidup dan cara bertindak kita mengundang dan memberdayakan orang lain untuk bertobat atau memperbaharui diri, semakin beriman, semakin mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan.

"Akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan". Sabda Yesus ini kiranya baik menjadi permenungan atau refleksi kita semua, entah sebagai orang berdosa atau merasa diri sebagai orang baik. Yang merasa berdosa kami harapkan dengan rendah hati mohon kasih pengampunan Tuhan, sedangkan yang merasa diri baik hendaknya hidup penuh dengan syukur dan terima kasih seraya menghayati bahwa semua kebaikan yang ada adalah anugerah Tuhan. Berdevosi kepada Hati Yesus yang Mahakudus memanggil kita untuk hidup dan bertindak dengan rendah hati, penuh syukur dan terima kasih, karena perhatian Tuhan yang luar biasa kepada kita orang-orang yang lemah, rapuh dan berdosa ini. "Waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah. Sebab tidak mudah seorang mau mati untuk orang yang benar -- tetapi mungkin untuk orang yang baik ada orang yang berani mati" (Rm 5:6-7)

Yesus yang baik `berani mati' bagi kita semua orang berdoa, demi keselamatan dan kebahagiaan kita semua, orang-orang durhaka dan berdosa. Ia datang ke dunia untuk menyelamatkan dunia dengan mempersembahkan diri seutuhnya, wafat di kayu salib; Ia menjadi pemenuhan ramalan para nabi, sebagaimana juga dikatakan oleh nabi Yeheskiel ini :"Yang hilang akan Kucari, yang tersesat akan Kubawa pulang, yang luka akan Kubalut, yang sakit akan Kukuatkan, serta yang gemuk dan yang kuat akan Kulindungi; Aku akan menggembalakan mereka sebagaimana seharusnya" (Yeh 34:16). Kita semua yang berbakti atau berdevosi kepada Hati Yesus Yang Mahakudus dipanggil untuk meneladan Dia, memenuhi ramalan atau apa yang dikatakan oleh nabi Yeheskiel tersebut, maka marilah apa yang dikatakan nabi Yeheskiel tersebut juga menjadi kata-kata kita serta kita wujudkan ke dalam tindakan konkret.

Marilah kita cari yang hilang, kita bawa pulang yang tersesat, kita balut yang luka, kita kuatkan atau sembuhkan yang sakit, kita lindungi yang gemuk dan kuat, dst..dengan kata lain kita gembalakan mereka semua, lebih-lebih mereka yang setiap hari hidup atau bekerja bersama dengan kita. Meneladan Hati Yesus yang Mahakudus antara berarti bersikap mental sorang gembala yang baik Gembala baik pada umumnya berani mati bagi yang digembalakan, karena sangat mengasihi mereka yang harus digembalakan. Gembala baik mengasihi yang digembalakan dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap kekuatan atau tubuh.

Para orangtua, guru/pendidik atau pemimpin kami harapkan bersikap mental gembala baik dalam rangka menghayati panggilan atau melaksanakan tugas kewajiban. Orangtua menjadi gembala bagi anak-anaknya, guru/pendidik menjadi gembala bagi para peserta didik, dan seorang pemimpin menjadi gembala bagi para anggotanya. Sebagai gembala pertama-tama memang harus baik, dikasihi oleh Tuhan maupun sesamanya; kemanapun pergi dan dimanapun berada senantiasa mempesona, menarik dan memikat bagi yang lain untuk mendekat dan mengasihinya. Gembala yang baik mengenal yang digembalakan, menuntun keluar ke padang hijau domba-dombanya, dst.. Para orangtua hendaknya sungguh mengenal anak-anaknya dan kemudian mendidik dan mendampinginya menuju ke kedewasaan sejati, menjadi pribai yang cerdas spiritual. Para guru/pendidik hendaknya sungguh mengenal para peserta didik sehingga dapat mendampingi dengan baik, menolong mereka untuk menemukan jalan hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Sang pemimpin hendaknya mengenal semua anak buahnya dan kemudian mengusahakan kebersamaan hidup dan kerja sedemikian rupa sehingga semua orang merasa kerasan, bahagia dan nikmat tinggal dan bekerja di dalamnya. Baik orangtua, guru/pendidik maupun pemimpin hendaknya juga bersikap mental untuk `mencari yang hilang', alias memperhatikan mereka yang miskin dan berkekurangan, yang sakit dan menderita, yang lemah dan tak berdaya, dst…

"TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya. Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku. Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; pialaku penuh melimpah. Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa." (Mzm 23)

Jakarta, 11 Juni 2010

Ign Sumarya, SJ


Sejarah Paroki Santo Antonius Purbayan

Sebelum tahun 1859 Gereja Katholik Surakarta dilayani langsung dari Semarang. Orang Surakarta pertama yang dibaptis adalah Anna Catharina Weynschenk (14 Nopember 1812) dan Georgius Weynschenk (24 Nopember 1813) Pada hari itu ada 59 orang dibaptis. Kemudian pada tahun 1859 stasi Ambarawa didirikan, meliputi daerah Salatiga, Ambarawa, Surakarta, dan Madiun. Pada waktu itu stasi Ambarawa berada di bawah pimpinan Rm. Yohanes F. V . D. Haegen, dengan jumlah umat 1787 orang (1206 di antaranya adalah tentara).

Tanggal 29 Oktober 1905 Rm. Cornelis Stiphout SJ dari Pastoran Ambarawa, mendapat ijin mengadakan undian untuk mendirikan Gereja di kota Solo. Usaha ini berhasil. Dalam kondisi darurat, karena gereja belum selesai di bangun, Misa yang pertama kali diadakan di Pastoran pada tanggal 22 Desember 1907.

Akhirnya, pada Nopember 1916 Gereja St. Antonius Purbayan berdiri di Surakarta dengan surat pengangkatan tahun 1918, dan diberkati. Romo C. Stiphout SJ diangkat sebagai Pastor Paroki yang Pertama di Gereja St. Antonius semakin berkembang dan mulai mencoba menekuni badang pendidikan. Melalui pejuangan keras Pastor Strater dalam usaha untuk mendapatkan tempat dan perijinan dari pamong praja setempat saat itu, akhirnya berhasil pada tahun 1921 sekolah HIS berhasil didirikan. Pada waktu itu juga Bapak Soemadisastro diangkat menjadi Kepala Sekolah.

Sayang sekali Rm. C. Stiphout SJ tidak lama bertugas di Purbayan. Pada tahun itu juga (tepatnya 16 Pebruari 1921), Rm. Hermanus J. Jansen SJ. Dari Tomohon ditugaskan mengganti tugasnya sebagai Pastor Paroki Purbayan. Beberepa bulan kemudian (4 Juli 1921 ) Gereja membuka sekolah HIS Sosronegaran meskipun hanya dengan kelas tiga. Untuk memberi pelajaran agama dan budi pekerti, dua bulan sekali, Rm. H.E.V. Driessche dan Bapak Purwa datang ke Solo mengajar murid-murid HIS. Setahun berikutnya HIS pindah ke Purbayan memakai tempat calon rumah biara suster-suster Fransiskus. Ini berlangsung selama satu tahun. Sementara itu HIS mempersiapkan gedung sekolahnya yang baru, yang nantinya ditempati, dengan H. I. W. Wormer sebagai Kepala Sekolahnya.

Tanggal 4 Juli 1922 SD Kanisius mulai dibuka oleh Rm. Houvenaars ke Weltevreden SJ. Diantaranya SDK Jayengan, SDK Semanggi, SDK Sorogenen, dan SDK Bromantakan. Oleh kaeana pada masa itu belum ada orang Jawa yang berkarya sebagai misionaris, timbul rasa was-was di hati para rama akankah diterima pelajaran agama katholik yang masih asing dan baru itu. Diluar dugaan, ternyata murid yang masuk mencapai 300 anak. Beberapa waktu kemudian tanah yang terletak di dekat Pastoran dapat dibeli, sehingga timbul harapan akan dibangunnya gedung sekolah yang baru dan lebih baik. Tanggal 15 Januari 1923 Rm.

Cornelis Lucas SJ dari Muntilan, pindah ke Surakarta. Jadwal tugasnya: lima hari di Solo dan dua hari di Klaten. Mulai saat ini setiap hari Minggu pasti ada Misa. Tahun 1924 - 1929 Rm. Houvenaars S J diangkat menjadi Pastor Paroki Purbayan. Tidak lama sesudahnya, sekolah rakyat dengan bahasa pengantar Jawa untuk pertama kalinya dibuka (SDK Kebalen). Menyusul kemudian sekolah rakyat yang kedua pun di buka (1924). bulan kemudian Rm. J. Brendsen SJ dari Muntilan menjadi Misionaris di Surakarta, sedangkan Rm. Lucas Tanggal 19 Agustus 1924 Rm. Jansen SJ dipindahkan dan tiga SJ pindah ke Muntilan menjadi misonaris di sana.

Tahun 1925 Suster-suster Fransiskus datang di kota Solo dan tahun menjadi SD Marsudirini. Bersamaan dengan kedatangan suster-suster tersebut, Rm. berikutnya membuka sekolah untuk anak-anak perempuan yang sekarang dikenal Karel De Hoog SJ yang datang dari Belanda dan ditugaskan di Yogyakarta, yaitu di Ignatius College, sempat tinggal sementara waktu di Purbayan. Sebagai penggantinya, Rm. Henricus J. M Koch SJ dari Yogyakarta di pindah ke Surakarta. Tanggal 26 Juni 1926 Bruder-bruder FIC mengambilalih sekolah HIS yang didirikan tahun 1921/1922 (SD Pangudi luhur). Bruder-bruder tersebut diantaranya adalah Br. Seardus, Br. Laurentius, Br. Yustus, dan Br. Leboinus.

Tanggal 19 April 1922 Rm. Arnoldus Van Velsen SJ misionaris dari Muntilan dipindahkan ke Solo. Menyusul dibukanya SDK Pucangsawit dan SDK Sorogenen. Tanggal 20 April 1926 Sekolah St. Melani dibuka dengan 20 murid dan masa pendidikan tiga tahun, dibawah pimpinan Ibu Th. Hardjasubrata. Setelah sekolah ini dapat berjalan dengan lancer, kumpulan Melani mencoba membuka Sekolah Dasar lengkap dengan masa studinya enam tahun di Serengan. Didalam masa tugasnya sebagai pastor Paroki, Rm. Hauvernaas SJ membeli tanah di Pucangsawit untuk tempat pekuburan Katholik.Disamping itu, beliau juga mendirikan Maeria Congregatie untuk bapak – bapak guru Jawa. Tahun 1928 mulai banyak sekolah-sekolah didirikan, diantaranya sekolah ELS, HIS Bruderan, HIS Susteran dan sekolah Rakyat, seluruhnya berjumlah sembilan sekolah. Sayang Rm.A. V. Velsen SJ harus pindah ke Magelang (5 Januari 1928) dan sebagai gantinya Rm. Cornelius Versteeg SJ (dari Buitenzorg ) ditugaskan di Solo.

Tanggal 2 Juni 1929 Rm Jacobus Schots sehabis cuti dari Belanda, di tugaskan ke Solo. Beliau mendirikan gereja di Baturetno, Wonogiri. Seminggu kemudian, Rm. Hauvernaas SJ pindah ke Semarang dan Rm. H. J. M. Koch SJ diangkat menjadi Pastor Paroki Purbayan. Pada awal bulan Juli 1929 lahirlah sekolah Yayasan Triyasa di Surakarta, yang didirikan oleh tiga perkumpulan, yaitu Wanita Katolik, Katolik Wandawa, dan PPKD. Sekitar tahun 1930 Rm. B Hagdorn SJ mengangkat Bapak A. Mujikuwat Sastrawinata menjadi koster gereja yang pertama. Pada waktu itu, Rm. Koch SJ mendatangkan patung-patung dari Belanda serta dua lonceng yang diberi nama St. Maria dan St. Ignatius. Benda-benda tersebut sampai saat ini masih ada di Gereja St.Antonius Purbayan. Menyusul kemudian tanggal 14 Januari 1930 Rm. J. Sevink SJ dari Betawi pindah ke Solo.

Tanggal 14 Agustus 1931 Rm. B. Hagdorn SJ menggantikan jabatan Rm. Koch SJ yang telah berakhir masa tugasnya sebagai Pastor Paroki di Purbayan.Rm. Hagdorn ini rajin membina dan memberi semangat pemuda-pemudi untuk menjadi Pastor, Bruder,atau Suster. Usaha beliau tidaklah sia-sia, karena ada beberapa orang yang kemudian menjadi pastor. Sejak saat ini, misa kudus pada hari Minggu menjadi tiga kali. Misa I (05.30) dengan bahasa Belanda, Misa II dengan bahasa Jawa dan Misa III dengan bahasa Belanda. Pertambahan umat setiap tahunnya mencapai sekitar 100 orang.

Tahun 1935 Rm. Hagdorn SJ digantikan oleh Rm. C. Ruijgrok SJ. Oleh karena alasan kesehatan ( sakit asma ), Rm. Ruijgrok hanya tiga tahun menjadi pastor Paroki. Selama itu beliau dibantu oleh beberapa orang pastor, diantaranya yaitu Rm. A. Elfrink MSF, dan Rm.Van Tiel MSF, Rm. J. Schots SJ, dan Rm. Chr. Hendriks MSF. Untuk santapan rama masakan dipesan dari hotel Yuliana di sebelah kanan gereja yang sekrarang menjadi gedung C. P. M. Surakarta.

Tanggal 10 September 1938 Rm. C. Verhaar SJ mulai menjabat sebagai pastor Paroki dan membentuk Dewan Gereja (Dewan Paroki), yang terdiri dari ketua Rm. Verhaar SJ, sekertaris Rm. Schots, dan anggota Mr. W.C. Haye. Saat inilah gereja mulai diramakan dengan berbagai aktifitas keanggotaan, diantaranya:

a. Koor dengan nama St. Cecillia. Koor ini di pimpin oleh Rm. Verhaar SJ, didirigen oleh A.V Balen, organis oleh Bruder Euginius. Khusus untuk koor Jawa dipimpin oleh Rd.C.Hardjosoebroto dan organis R. Fr. Atmapranata.
b. Pendidikan. Banyak didirikan sekolah-sekolah, antara lain Yayasan Bruderan yang di pimpin oleh Br. Yustus.Kepala Sekolah HIS dipegang oleh Br. Fabianus. Room Katolik MULO dipimpin oleh Br.Yustus dibantu oleh Br. Seraphion, Br.Gerontius, Br. Richarius, Br. Pancratio, Rd. C. Hardjasoebrata, dll. RK. Schakeschool di bawah pimpinan Br. Marcelianus. NSC oleh Br.Albertus. Yayasan sustr-suster Fransiskanes dengan ketua moderator M. Corona. Ada kelas persiapan yaitu Voorklas HIS. R.K. Vakschool (sekolah kejuruan) dengan kepala sekolah Z. Agatha. Eur Frobelschool dipimpin Zr.Louisine. Volkschool oleh Z. Pauline. St.Stanislaus ELS dengan kepala sekolah F. Brand. St. Theresiaschool ELS dipimpin oleh A.Balen St.Melaniawerkvoor Java mempunyai beberapa sekolah murid perempuan.
c. Kerasulan Doa, dipimpin oleh Rm.Verhaar SJ
d. Kongregatie Maria: - Untuk pria Jawa dipimpin oleh R.p.Th.Poesposoeparto SJ
- Untuk wanita Jawa dipimpin oleh R,P.J. Schots SJ
- Untuk muda – mudi dipimpin R. P. Veraar SJ
- Untuk pemudi Jawa dipimpin R.P.Poesposoeparto SJ
e. Kelompok organis mudika dan Persatuan Pemudi Katolik yang dibimbing oleh Rama Verhaar SJ
f. Himpunan Pramuka Katolik.
g. Perkumpulan Karikatif dengan ketuanya Mevr. Van Balen, moderator Rm Verhaar,dan sekertaris Mevr. C. Siem Adriaanse.
h. Karya Melania dengan ketua Mevr. F. Coenders

Dan yang lebih penting, perayaan Misa mengalami beberapa perubahan. Kegiatan keagamaan untuk Misa Kudus diadakan pukul 08.30. Misa Agung pukul 17.30 dan setiap Jumat pertama diadakan Misa Kudus pukul 05.30, pukul 06.45 dan pukul 07.30. Selain itu, pada setiap Minggu sore diadakan Lof (puji-pujian / astuti). Oleh karena sedemikian banyaknya kegiatan yang dilakukan gereja St.Antonius Purbayan, umatpun semakin lama semakin bertambah banyak. Sampai-sampai Gereja Purbayan tidak mampu memuat seluruh umat. Maka diadakan rencana untuk membangun gereja baru.

Setiap Minggu Umat Paroki Purbayan mengadakan kolekte khusus untuk sumbangan pembangunan gereja baru dan mengadakan kegiatan pengumpulan dana. Bahkan Belanda juga memberikan bantuan berupa lonceng, kaki lilin, kelinting, alat-alat perlengkapan Misa dan Tabernakel. Selain itu, juga didatangkan rama-rama MSF yang untuk sementara waktu tinggal dengan rama-rama SJ di Pastoran Purbayan. Mereka itu diantaranya Rama Chr. Hendriks MSF. Sedangkan yang mendapat tugas mengurus persiapan dan pelaksanaan pembangunan gereja adalah Rama Elfrink MSF.

Peletakan batu pertama dilakukan tanggal 16 September 1938 dan diberkati oleh Rama Verhaar SJ dengan didampingi oleh Rama Th. Poesposoeparto SJ dan Rama Chr. Hendriks MSF. Dalam upacara tersebut dilakukan penandatanganan prasasti berturut-turut oleh Gubernur, Rama Verhaar dan Rama Hendriks. Kemudian prasasti dimasukkan ke dalam tabung timah bersama dengan tiga keping mata uang logam bernilai ½ sen, 1 sen, dan 1 picis (10 sen), yang melambangkan umat yang tergolong miskin, cukup dan kaya. Tabung ditutup dan dimasukkan ke dalam pondamen, diplester oleh Rama Verhaar, diperciki air suci lalu ditindih dengan batu gandengan bertulis alpha dan omega. Terakhir, seluruh pondamen diperciki air suci.

Pembangunan Gereja Purbayan ini diikuti dengan pembangunan gereja Puswasari. Gereja St. Petrus Purwasari berdiri pada bulan Mei 1940. Dua tahun kemudian, Gereja St. Petrus diresmikan (29 Juni 1942) dan berdiri sendiri terpisah dari Paroki Purbayan. Dengan selesainya pembangunan Gereja St. Petrus, selesai pula masa tugas Rama Verhaar. Untuk selanjutnya tugas-tugas beliau digantikan oleh Rama Th. Poesposoeparto SJ selaku Pastor Paroki Purbayan.

Tahun 1942 Jepang masuk ke Indonesia dan keadaan umat mulai kacau. Setiap malam selalu terdengar tembakan senapan mesiu dan mortar sampai pagi. Akhirnya Belanda mengaku kalah dan menyerahkan kekuasaannya kepada Jepang. Gereja St. Petrus yang belum lama berdiri didatangi perampok-perampok, sehingga apa saja yang ada diangkut habis. Akan tetapi, berkat Tuhan dan keuletan bapak Koster yang menggunakan taktik menahan mereka, Gereja Purbayan selamat. Setelah ada perampokan tersebut, dikeluarkan instruksi bahwa para pastor akan diinternir dan gereja-gereja akan ditutup. Tetapi Gereja St.

Petrus tetap terbuka, karena seluruh isi bahkan pintu-pintunya telah hilang dibawa perampok. Tiga tahun kemudian Jepang menyerah kepada Sekutu dan meninggalkan Indonesia. Suasana kota Solo pun berubah menjadi cerah. Banyak pastor tamu datang membantu paroki Surakarta, diantaranya Rama A.P Purwadiharja Pr. dan Rama L. Daroewendo SJ. Tahun 1949 Slamet Riyadi dipermandikan dengan nama Ignatius (24 Desember); beliau dikenal sebagai pahlawan nasional.

Tahun 1950 rama Poesposoeparto digantikan oleh Rama C. Martawerdaya SJ. Dan yang bertugas sebagai Pastor Pembantu adalah Romo A.P Purwadiharja Pr., Rama A. Tjakrawardaya Pr. dan Rama H. Wakkers SJ. Jumlah baptisan pada masa ini 606 orang. Ini adalah jumlah yang paling tinggi untuk dasawarsa lima-puluhan. Tahun 1955 Rama J. Darmoyuwono Pr. datang dan tinggal di Paroki Purbayan. Beliaulah yang nantinya mendirkan gereja Purbawardayan sekaligus memberkatinya (1961). Kelak di kemudian hari Rm. Darmoyuwono dipilih menjadi uskup Agung Semarang dan kemudian diangkat menjadi Kardinal.

Tahun 1958 Rm. H.Wakkers SJ diangkat menjadi Pastor Paroki Purbayan.
Pada waktu itu pelajaran agama berjalan dengan baik, bahkan ada kursus guru agama.Misa pada hari Minggu tidak hanya tiga kali melinkan sudah lima kali, setiap pagi dan sore. Pastor Pembantu antara lain Rm. S. Tan Kiong Hwat Pr, Rm. A. Tjakrawardaya Pr, dan Rm. A. Timotheus menciptakan wayang Katholik yang di sebut wayang wahyu. Karena mulai bulan Juli 1971 Rm. Wakkers SJ bertugas mengunjungi Sragen dan Kedung Banteng, maka kedudukannya digantikan oleh Rm. C. Prawirasuprapta SJ. Sebagai kenang – kenangan, Rm Prawirasuprapta membangun beberapa kamar pengakuan dosa dan ruang pelajaran agama.

Tahun 1963 Rm. Prawirasuprapta diganti oleh Rm. J. Mulder SJ sebagai Pastor Paroki Purbayan. Dalam menjalankan tugasnya, beliau dibantu oleh Rm. G. Chetelat SJ, Rm. F. Leber SJ, dan Rm. Oosthout SJ. Sebagai kenangan, Rm. Mulder membangun pagar gereja,pagar gedung paroki,Pastoran serta menambah beberapa kursi dan bangku gereja. Bersamaan dengan ini meletus pulalah pertempuran G30S/PKI. Namun demikian, setiap malam Pastoran dijaga pemuda-pemuda Katholik yang digerakkan oleh Bapak Sudarsono.Tanggal 16 Maret 1966 terjadi banjir besar sungai Bengawan Solo. Akibatnya Pastoran, gereja, susteran dan rumah-rumah masyarakat sekitar kemasukan air cukup tinggi. Kemudian pada pada tanggal 12 Juni 1967 Gereja St. Antonius dari Padua Purbayan merayakan Pesta Emas. Jumlah baptisan pada tahun ini mencapai 976 orang. Tahun 1967-1969 Rm. Mulder cuti ke Belanda dan sebagai pengganti sementara adalah Rm. Purwahutama, SJ.

Pengganti Rm. Mulder adalah Rm.H. Haripranata SJ ( 1970 – 1976 ) yang asli kelahiran Solo. Pada masa kanak-kanaknya, beliau pernah menjadi misdinar gereja Puebayan.Sedangkan Pastor pembantu di antaranya Rm.E. Wiegers SJ, Rm. A. Sontoboedojo SJ. Selama Rm. Haripranata menjadi Pastor Paroki, kegiatan ekumene maju pesat. Tiap awal tahun diadakan pertemuan antara pastor, suster,dan bruder dengan para pendeta dan istri. Beliau juga turut berperan serta dalam pemugaran gereja. Pada tanggal 8 Oktober 1975 Rm. Haripranata diangkat sebagai Administrator Apostolik di Keuskupan Weetabula, Sumba.

Tahun 1975 Paroki Dirjodipuran yang dirintis sejak 1969 telah berdiri, menjadi Gereja St. Inigo.Tahun 1976 Pastor Kepala Paroki Purbayan dijabat oleh Rm. Th. Prayitna SJ, dibantu oleh Rm.J. Groenewoud SJ, Rm. B. Mardiatmadja SJ, Rm. A.Weibel SJ, Rm. Wigers SJ. Beliau memperkenalkan ME ( Marriage Encounter ) bagi pasangan suami-istri Katholik. Pada tahun ini pula dimulainya lomba koor Cecillia Cup I.

Pada tahun 1977 lahirlah CLC (Christian Life Community) yang didirikan dengan nama Santa Maria dan Serba Kasih ( 1979 ). Nama ini akhirnya diganti menjadi CLC St. Ignatius.

Tahun 1980 Rm. J. Madyasusanta SJ diangkat menjadi pastor paroki Purbaran dan sebagai pastor pembantu Rm.C. Prawirasuprapto SJ; Rm. J. Reijnders SJ dan Rm. L. Smit SJ. Mulai 10 Januari 1980 Persekutuan Doa Pembaharuan Karismatik Katolik muncul dan berkembang hingga sekaran. Organisasi-organisasi Katolik pun berkembang dengan baik; seperti WK (Wanita Katolik ), demikian pula mudikanya aktif dalam kegiatan gereja. Misa wilayah diadakan sekali dalam dua bulan.

Jumlah diakon Paroki ada 38 orang yang aktif dalam tugas misa, Ibadat Prapaska, Ibadat bulan Paroki, Ibadat Natal, Retret Wilayah dan ibadat-ibadat lainnya. Tiap bulan Mei dan Oktober ada ibadat Rosario di gereja yang dipimpin secara bergantian oleh wilayah-wilayah, juga sekali seminggu umat berdoa rosario di wilayah setempat. Pada bulan Juni (sekitar 13 Juni s/d September) gereja merayakan Bulan Paroki dengan berbagai perlombaan dan ibadat wilayah yang kemudian ditutup dengan bazaar. Pelayanan liturgy di gereja lebih dilayani oleh wilayah-wilayah secara aktif. Dan untuk menggiatkan kelompok koor, maka Cecillia Cup dilombakan setiap tahun. Pada tahun ini pulalah Rm. Madyasusanta membentuk panitia pembangunan gereja yang di ketuai oleh Bapak R. G. Sukadio.

Agustus 1983 dilaksanakan pembaharuan pengecatan gereja, juga pembaharuan buku-buku nyanyian gereja (Madah cinta, Natalia, Memoriam dan pecan Suci). Diadakan penataran-penataran untuk prodiakon dan pamong wilayah (1980) untuk mudika ke Salam ( 1981) untuk para pemuka jemaat di Syantikara Yogyakarta (1983) yang dilanjutkan di Purbayan ( Maret 1984). Pada masa ini umat yang menghadiri Misa Minggu semakin meluap, hingga banyak umat yang tidak mendapatkan tempat duduk. Oleh karena itulah pembangunan perluasan semakin dirasa perlu segera dilaksanakan.

Belum selesai melaksanakan pugar gereja, Rm Madyasusanta harus segera menjalankan tugasnya di Sanata Dharma Yogyakarta. Maka Rm. L. Smit SJ yang lantas mengambil alih tugas-tugas beliau sekaligus menjabat sebagai Pastur Kepala Paroki Purbayan, sedangkan Pastor pembantu nya adalah Rm.J. Rijnders SJ Rm. G. Sabdautama SJ, dan Rm.A. Hari Hardjanta SJ. Oleh Rm. Smit panitia dan rencana pemugaran gereja di perbarui (1986). Puji Tuhan, semua rencana dapat berjalan dengan baik dan lancar.

Akhirnya 7 April 1988 Gereja St. Antonius yang telah selesai dipugar, diberkati. Dan untuk pertama kalinya, Gererja St.Antonius dipakai sebagai tempat pentahbisan imam-imam Yesuit (21 Juli 1988) dihadiri oleh pimpinan tertinggi Serikat Yesus, Pater Jendral, yaitu Peter Hans Kolvenbach SJ. Tanggal 31 Juni 1991 Paroki St. Antonius Purbayan genap berusia 75 tahun. Untuk merayakan hari bahagia ini berbagai kegiatan diselenggarakan, mulai dari tanggal 13 Juni hingga 10 Nopember 1991. Kemudian dilanjutkan Romo Y.B. Mardikartono SJ selaku Pastor Kepala, bersama dengan romo J. Abdipranata SJ, Rm. M. Hadisiwoyo SJ, Rm. M. Sriyanta SJ selaku pastor pembantu, dengan didukung oleh seluruh aparat gereja seta seluruh umat, masa depan dan kesuksesan Gereja Purbayan akan terus berlanjut. Romo YB. Mardikartono SJ sempat kembali ke Paroki ini hingga tiga kali. Pada era tahun 1996-2004 Paroki ini dipimpin oleh Romo Fransiscus Xaverius Wiryapranata, SJ. Pastor Pembantu yang bertugas di Gereja Santo Antonius Purbayan: Rm Suyudanta, SJ, Rm Albertus Hartana, SJ (kini bertugas di Yayasan Kanisius Cabang Yogyakarta), Rm Rhonny, SJ, Rm J. Wiharjono, SJ (berpindah tugas di Papua), Rm Albertus Warno Tribowo. Ketika Rm. FX Wiryapranata, SJ baru saja bertugas, Gereja St Antonius Purbayan sedang melakukan pembangunan Gedung Paroki menjadi dua lantai. Gedung ini digunakan untuk kegiatan aktivitas Sekretariat Paroki, Toko Buku, Credit Union Cempaka, Pelayanan Kesehatan, Pelajaran Agama, Kegiatan Persekutuan Doa, Sarasehan Kitab SUci, serta pada Natal dan Paskah digunakan untuk menampung umat Misa Natal dan Paskah.

Selanjutnya, Rm FX Wiryapranata, SJ pindah tugas pada bulan September 2004. Pastor Kepala selanjutnya dijabat oleh Rm. Romanus Wahana Wegig, SJ; dengan Pastor Pembantu: R. Kurris, SJ, Rm. Cassianus Teguh Budiarto, SJ; Rm Martin Suhartono, SJ. Pada tahun 2006-2007 Gereja Santo Antonius Purbayan melakukan renovasi, diantaranya dilakukan pembangunan toilet yang memadai, renovasi interior dan eksterior Gereja, serta pembangunan kembali Gua Maria di sisi kiri Pastoran.

Mulai taggal 1 November 2009 Pastor Kepala Paroki digantikan oleh Romo Antonius Puja Harsana, SJ. Pastor Pembantu Paroki masih Rm R. Kurris, SJ, namun pada bulan Mei 2009 Romo Kurris, SJ pindah ke Girisonta. Bulan Juli 2009, Romo A. Mangunhardjana, SJ pindah dari Surabaya, dan membantu Karya Pastoral di Paroki Purbayan. Pada bulan Oktober 2009, Romo Paulus Suradibrata, SJ juga membantu karya pastoral di Paroki Purbayan. Selanjutnya pada bulan Mei 2010 Fr. Vincent Haryanto Soedjatmiko, melakukan tahun orientasinya di Paroki Purbayan setelah sebelumnya 6 bulan menangani Pastoral Mahasiswa Surakarta. Saat ini para romo yang berkarya melaksanakan tugas penggembalaan di Paroki Purbayan: Romo Antonius Puja Harsana, SJ; Romo Albertus Warno Tribowo, SJ; Romo A. Mangunhardjana, SJ; Romo. P. Suradibrata, SJ; Rm. Y. Moerti Yoedho Koesoemo, SJ dan Fr. Vincent Haryanto, SJ.

diolah dari berbagai sumber.


Share|