Menggali Makna Bagian-bagian Misa: Pengutusan dan Perarakan Keluar (24)

Pengutusan



Rumusan pengutusan dalam teks Latin berbunyi: Ite, missa est, yang artinya: “Pergilah kalian diutus”. Istilah “Misa” berasal dari kata missa. Kata missa berasal dari kata dimissio, yang artinya: pengutusan, pengeluaran, pembebasan. Kata-kata Ite missa est merupakan rumusan umum dalam masyarakat Romawi kuno apabila suatu pertemuan telah selesai dan ditutup.

Dalam Liturgi Timur, seperti Liturgi St. Yohanes Chrisostomus, rumusan pembubaran sedikit lebih panjang, yang dimulai dengan seruan: “Marilah kita pergi dalam damai”. Umat menjawab: “Dalam nama Tuhan”.

Teks Pengutusan dalam TPE 2005 diawali dengan pernyataan: “Saudara sekalian, Perayaan Ekaristi sudah selesai”. Umat menjawab: “Syukur kepada Allah”. Lalu disampaikan pengutusan: “Marilah pergi! Kita diutus”. Umat menjawab: “Amin”.

Perarakan Keluar

Setelah Pengutusan, imam mencium altar sebagai tanda penghormatannya kepada Kristus. Altar adalah simbol Kristus sendiri, sebab Kristus hadir dengan seluruh kurban salib-Nya saat Misa kudus, di atas altar. Tindakan imam mencium altar untuk menghormati Kristus dilakukan sebanyak 2 kali, yakni saat awal dan akhir Misa. Imam menghormati altar dengan menciumnya, dan setelah membungkuk khidmat bersama para pelayan awam, ia meninggalkan ruang ibadat. Jika ada diakon tertahbis yang mendampingi imam, diakon juga ikut mencium altar. Tetapi dalam Misa konselebrasi, hanya imam selebran utama yang menghormati altar dengan menciumnya, sementara para konselebran membungkuk dengan khidmat ke arah altar.

Norma liturgi juga mengatur tata gerak para petugas liturgi kalau ada tabernakel di panti imam. Jika ada tabernakel dengan Sakramen Mahakudus di dalamnya, maka imam, diakon, petugas liturgi selalu berlutut saat mereka tiba di depan altar, dan saat akan meninggalkan panti imam. Tetapi dalam Misa, mereka tidak perlu berlutut.

Saat perarakan imam dan para petugas lain meninggalkan altar, dinyanyikan lagu penutup. Nyanyian penutup yang mengiringi perarakan keluar ini sangat baik untuk membangkitkan semangat pengutusan. Nyanyian penutup dapat membantu untuk menciptakan suasana perutusan itu dan sekaligus mengantar para petugas keluar dari panti imam atau tempat ibadat, sehingga suasana umat juga terjaga. Sebaiknya umat meninggalkan gedung gereja atau tempat ibadat setelah para petugas masuk ke sakristi atau telah meninggalkan tempat ibadat.


Sumber : Fr Antonius Pramono
Martasudjita,E.Pr., Ekaristi: Tinjauan Teologis, Liturgis, dan Pastoral, Yogyakarta: Kanisius 2005.