Misa Kudus dalam rangka puncak HUT Keuskupan Agung Semarang (KAS) yang ke-70 dilakukan ribuan umat Katolik di Halaman Gereja Santo Antonius Muntilan, kemarin. Duta Besar Vatikan untuk Indonesia, Mgr Leopoldo Girelli dan Kardinal Indonesia, Mgr Julius Darmaatmadja SJ, ikut memimpin misa. Tak hanya itu, sebanyak 13 uskup di Indonesia juga hadir.
MISA dimeriahkan dengan arak-arakan ‘Boyong Dewi Maria Tani’ yang dilakukan sekitar 500 umat dari Halaman SMA Van Lith Muntila ke halaman gereja. Mereka berasal dari berbagai paroki di wilayah KAS, seperti Paroki Sumber, Tumpang dan Salam di Kabupaten Magelang, Proki Boro, Promasan dan Nanggulan di Kulon Progo, Kalasan, Klepu dan Pakem di Sleman dan Paroki Sedayu di Kabupaten Bantul.
Pada arak-arakan itu, mereka membawa berbagai bibit tanaman, sejumlah alat pertanian seperti sabit, cangkul dan garpu tanahserta beberapa ekor kambing etawa. Tumpeng raksasa berupa hasil bumi dan makanan dengan tinggi sekitar 2,5 meter juga diikutsertakan. Selama prosesi, mereka diiringi alat musik dari beberapa grup kesenian tradisional dari beberapa desa baik di Jateng maupun Jogja.
Sesampainya di halaman gereja, mereka langsung menggelar rosario yang dipimpim Romo Banu Kurniawan, Pr. Lima peristiwa dalam perenungan dilakukan dengan cara ala peristiwa pertanian. Meliputi ‘Ngetung Mangsa’ yang maksudnya menghitung waktu secara tepat sebelum petani menanam padi, ‘Labuh’, menggarap tanah di sawah sebelum ditanami, ‘Tandur’, mulai menanam bibit padi, ‘Ngopeni’, memelihara tanaman supaya panen melimpah, dan ‘Manen’, memanen padi.
Dijelaskan Darmaatmadja, bahwa keputusan Roma untuk memisahkan Keuskupan Agung Semarang dari Keuskupan Agung Jakarta tahun 1940 lalu. Apalagi, dengan seorang pribumi sebagai uskupnya. “Saya nilai tepat, karena pada tahun itu terjadi pergolakan akibat penjajahan Jepang dan proses kemerdekaan Indonesia. Di sinilah peran seorang uskup pribumi sangat penting dalam membangun gereja Indonesia menyatu dengan bangsanya yang sedang mencari kemerdekaan itu," katanya.
Dalam pergolakan itulah, Presiden Soekarno pernah mengambil tempat di Jogja sebagai Ibu Kota Negara dan pada saat itulah Albertus Soegijapranata sangat dekat dengan pemerintah. Selanjutnya menjadi sejarah baru bagi gereja Indonesia yang semakin Indonesia mulai saat itu. Gereja Indonesia didahului para misionaris, Franciscus Georgius Josephus van Lith dengan para calon guru mendukung kemerdekaan Indonesia. "Sifat universal itulah mendukung kelokalan gereja itu sendiri, gereja Indonesia yang semakin Indonesia," tegas Darmaatmadja,
Sementara dalam homilinya, Coajutor Keuskupan Agung Jakarta Mgr Ignatius Suharyo Pr mengharapkan umat Katholik semakin dewasa dan terlibat berbagi berkat sesuai tema HUT KAS ke-70. Artinya, umat harus bisa membaca tanda-tanda zaman dengan terlebih dahulu merdeka. “Merdeka disini artinya umat sudah sadar dan yakin akan Allah sebagai asal dan tujuan manusia. Jika sudah demikian, maka kita harus bisa membaca tanda-tanda kehidupan dengan melakukan berbagai kebaikan kepada sesama,” tandas Suharyo. ***RADAR JOGJA