Permohonan
Doa Syukur Agung [DSA] juga memuat doa permohonan. Tapi doa permohonan dalam DSA berbeda dengan doa umat. Doa permohonan dalam DSA terutama untuk mendoakan kepentingan seluruh Gereja, baik pimpinan, umat yang berkumpul, maupun seluruh anggota Gereja, baik yang masih hidup atau yang sudah meninggal.
Doa permohonan dalam DSA meliputi: (1) doa untuk Paus sebagai pemimpin Gereja seluruh dunia dan wakil Kristus di dunia. Dengan menyebut nama Paus, kita menyatakan kesatuan dengan seluruh umat beriman yang disatukan oleh Paus; (2) menyebut uskup setempat. Ini mengungkapkan kesatuan dengan Gereja setempat yang dipimpin uskup; (3) doa untuk para imam, diakon, yang ditahbiskan untuk membantu uskup; (4) doa untuk seluruh umat beriman; (5) doa untuk umat beriman yang sudah meninggal. Dalam DSA II dan III, disebutkan nama orang-orang yang sudah meninggal yang secara khusus didoakan dalam Ekaristi; agar mereka diperkenankan menikmati kebahagiaan abadi di surga.
Dalam doa permohonan dikenangkan pula para kudus di surga. Ini menunjukkan kesatuan Gereja, yang terdiri dari mereka yang masih hidup dan berziarah di dunia, dan mereka yang telah meninggal. Kita membedakan mereka yang sudah meninggal dan membutuhkan doa-doa agar diterima di surga; dengan mereka yang sudah masuk surga, yaitu para kudus. Kita berharap agar para kudus mendoakan kita yang masih ada di dunia ini. Dari barisan para kudus di surga, yang disebut pertama adalah Santa Perawan Maria, Bunda Allah, karena Bunda Maria adalah orang yang paling dekat dengan Tuhan Yesus. [Fr. A. Pramono].
Doxologi Penutup
Bagian terakhir dari Doa Syukur Agung (DSA) adalah doxologi penutup. Doxologi berasal dari kata Yunani doxa, artinya: kemuliaan. Rumusan doxologi penutup semua sama dalam DSA. Imam menyanyikan/mengucapkan: “Dengan pengantaraan Kristus, bersama Dia dan dalam Dia, bagi-Mu Allah Bapa yang mahakuasa, dalam persekutuan dengan Roh Kudus, segala hormat dan kemuliaan, sepanjang segala masa.” Umat menjawab dengan mantap dan meriah: “Amin”.
Kata “amin” berasal dari bahasa Ibrani “amen”, artinya: “Setuju, ya demikianlah”. Yang diamini adalah pujian syukur dan hormat kepada Allah Bapa melalui Yesus Kristus dalam Roh Kudus. Pujian syukur ini sebenarnya sudah dilambungkan umat sepanjang DSA. Tapi, di akhir DSA dilambungkan pujian syukur penutup. Itulah sebabnya maka disebut doxologi penutup. Jawaban “Amin” dari umat sebenarnya tidak hanya mengamini pujian syukur pada doxologi penutup ini saja, tetapi juga mengamini seluruh DSA yang telah didoakan oleh imam. [Fr. A. Pramono]
Sumber: Fr. Antonius Pramono
Rm. Martasudjita, E. Pr., Ekaristi: Tinjauan Teologis, Liturgis, dan Pastoral, Yogyakarta: Kanisius 2005.
Kata “amin” berasal dari bahasa Ibrani “amen”, artinya: “Setuju, ya demikianlah”. Yang diamini adalah pujian syukur dan hormat kepada Allah Bapa melalui Yesus Kristus dalam Roh Kudus. Pujian syukur ini sebenarnya sudah dilambungkan umat sepanjang DSA. Tapi, di akhir DSA dilambungkan pujian syukur penutup. Itulah sebabnya maka disebut doxologi penutup. Jawaban “Amin” dari umat sebenarnya tidak hanya mengamini pujian syukur pada doxologi penutup ini saja, tetapi juga mengamini seluruh DSA yang telah didoakan oleh imam. [Fr. A. Pramono]
Sumber: Fr. Antonius Pramono
Rm. Martasudjita, E. Pr., Ekaristi: Tinjauan Teologis, Liturgis, dan Pastoral, Yogyakarta: Kanisius 2005.