Menggali Makna Bagian-bagian Misa: Embolisme dan Ritus Damai

Embolisme


Embolisme berarti sisipan. Doa ini disebut doa sisipan karena melanjutkan dan mengembangkan doa permohonan terakhir dari doa Bapa Kami, yaitu: “...bebaskanlah kami dari yang jahat”. Embolisme disisipkan atau ditambahkan pada doa Bapa Kami supaya isi permohonan mengenai pembebasan dari kuasa jahat lebih dikembangkan. Permohonan akan pembebasan dari yang jahat itu dihubungkan dengan permohonan damai dan perlindungan dari berbagai cobaan dan gangguan. Doa embolisme diucapkan atau dinyanyikan imam.

Embolisme ini diakhiri dengan seruan yang berciri eskatologis (akhir jaman), yaitu: “Sebab Engkaulah Raja yang mulia dan berkuasa untuk selama-lamanya”. Seruan ini diucapkan atau dinyanyikan oleh umat. Rumusan ini merupakan pengembangan teks 1Taw 29:11 (Ya Tuhan punya-Mulah kebesaran dan kejayaan, ... segala-galanya yang ada di langit dan di bumi!); dan ditemukan pada tulisan Didakhe atau Ajaran Dua Belas Rasul pada akhir abad pertama. Seruan ini menyatakan keyakinan iman yang kuat bahwa Kerajaan Allah akhirnya akan menang. Keyakinan tersebut serupa dengan teks-teks yang memuliakan Kristus pada Wahyu 5:12; 19:1 (“Haleluya! Keselamatan dan kemuliaan dan kekuasaan adalah pada Allah kita”).


Ritus Damai

Ritus damai dilaksanakan setelah doa Bapa Kami sebagai persiapan untuk menyambut Komuni. Maksud penempatan ritus damai setelah doa Bapa kami: “Gereja memohon damai dan kesatuan bagi Gereja sendiri dan bagi seluruh umat manusia, sedangkan umat beriman menyatakan persekutuan dan cinta kasih satu sama lain sebelum dipersatukan dengan Tubuh Kristus. Maka, Salam Damai yang dilakukan bukan pertama-tama untuk saling memaafkan, akan tetapi lebih untuk mengungkapkan persekutuan dan kesatuan hidup bersama dalam damai.

Doa Damai sebenarnya doa yang hanya diucapkan oleh imam saja, dan umat menjawab dengan kata “Amin”. Kebiasaan umat yang ikut mengucapkan Doa Damai tidak sesuai dengan makna liturgis doa ini.

Salam Damai di antara umat beriman bukanlah untuk saling memaafkan, tetapi pertama-tama untuk menyatakan persekutuan dan cinta kasih umat satu sama lain sebelum dipersatukan dengan Tubuh Kristus.

Ada 3 bagian ritus damai: (1) Undangan imam kepada umat untuk berdoa, sekaligus doa imam untuk mohon damai. Damai yang dimohon bukan sekedar damai karena tidak adanya perang atau konflik. Damai menurut arti kata Ibrani-Aram: shalom menunjuk pengertian yang mencakup seluruh dimensi penyelamatan Mesias, termasuk lahir dan batin, jiwa dan badan. (2) Sapaan imam kepada umat: “Damai Tuhan bersamamu”, berarti Damai Tuhan menyertai umat. Saat imam mengucapkan “Damai Tuhan bersamamu”, imam semestinya merentangkan tangan lebar-lebar, seolah-olah hendak memeluk semua umat. (3) Imam dan umat beriman saling memberikan salam damai dengan bersalaman atau membungkuk; atau di tempat tertentu saling berpelukan atau mencium. Tapi sebaiknya diserahkan kepada kebiasaan masing-masing daerah sesuai ketentuan Konferensi Uskup.

Sumber : Martasudjita,E.Pr., Ekaristi: Tinjauan Teologis, Liturgis, dan Pastoral, Yogyakarta: Kanisius 2005.
Fr. Antonius Pramono, www.reginacaeli.org