Menggali Makna Bagian-bagian Misa: Kisah dan kata-kata Institusi; Aklamasi Anamnese

Kisah dan Kata-kata Institusi

Doa Syukur Agung (DSA) merupakan pusat dan puncak seluruh Perayaan Ekaristi. Kisah dan kata-kata institusi menjadi sangat penting karena saat itulah imam melakukan tindakan yang dahulu dilakukan oleh Tuhan Yesus sendiri saat perjamuan malam terakhir. Jika diperhatikan sungguh-sungguh, teks liturgi untuk kisah dan kata-kata institusi DSA, tidak persis sama dengan yang ada dalam Perjanjian Baru (1Kor 11:23-26; Luk 22:15-20; Mrk 14:22-25; Mat 26:26-29). Kata-kata Yesus untuk roti dan untuk piala, seperti yang diucapkan imam saat DSA tidak persis sama dengan kata-kata Yesus seperti dalam Perjanjian Baru. Menurut para ahli, kisah dan kata-kata institusi yang terdapat dalam teks liturgi kita [DSA], jauh lebih tua daripada yang tertulis dalam Perjanjian Baru. Ahli liturgi, Josef A. Jungman, berkata: “Ekaristi dirayakan jauh sebelum para penginjil dan St. Paulus membuat tulisan.”

Peristiwa diangkatnya hosti suci atau piala sesaat setelah kata-kata institusi disebut elevasi. Latar belakang tindakan ini ialah umat ingin menghormati Sakramen Mahakudus. Hal ini dilakukan umat sebagai reaksi atas kasus Berengarius, yang menyangkal bahwa roti dan anggur sungguh-sungguh berubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus.

Aklamasi Anamnese


Setelah kata-kata institusi untuk piala, umat diundang untuk menyampaikan puji syukur atas peristiwa wafat dan kebangkitan Kristus. Seruan imam yang menyatakan misteri iman, merupakan ajakan untuk memuliakan misteri Paskah. Umat menjawab: “Kristus telah wafat, Kristus telah bangkit, Kristus akan kembali”. Jawaban umat ini berdasarkan 1Kor 11:26.

Melalui aklamasi anamnese yang memang diperuntukkan untuk umat, maka menjadi jelas bahwa umat ikut serta dalam perayaan kenangan akan karya penebusan Kristus yang dihadirkan dalam DSA. Dalam Tata Perayaan Ekaristi, ada 6 pilihan aklamasi anamnese. Contoh aklamasi anamnese: imam berkata/bernyanyi: “Marilah menyatakan misteri iman kita”; umat menjawab: “Wafat Kristus kita maklumkan, kebangkitan-Nya kita muliakan, kedatangan-Nya kita rindukan”. Lagu ANAMNESE (lihat TPE hal. 52) dengan syair: Wafat Kristus kita maklumkan dst. Lagu anamnese ini tanpa AMIN, maka dirigen, koor, dan organis harus mempelopori agar umat tidak sampai menuju kata AMIN, dengan cara memperlambat kata / k i t a r i n d u k a n / (rit…., dengan agak melembut).

Lagu ANAMNESE 5 (lihat TPE hal. 54) Tuhan, Engkau telah wafat dst. Dalam prakteknya justru kata sudah wafat. Hendaknya dirigen dan koor mulai juga melatihkan kata telah wafat. (meski artinya sebenarnya sama, tapi kata Telah, lebih berkesan menghaluskan daripada kata sudah, coba bandingkan dan bacakan dalam hati : Sudah meninggal dengan tenang …., dan Telah meninggal dengan tenang….).

Aklamasi, Prefasi dll, (nyanyian yang merupakan dialog dengan Imam) jawaban umat hendaknya tetap dikomando oleh dirigen dengan penuh semangat, agak cepat sedikit dari biasanya yang rata-rata di gereja agak melambat. Organis juga hendaknya mengiringi di bagian jawabannya saja. Apalagi jawaban umat untuk kata Amin, hendaknya dirigen dan koor memelopori jawaban tersebut dengan penuh semangat, sehingga mendorong umat untuk menjawab dengan tegas, tanpa kesan saling menunggu. (lihat TPE. Hal 12, 20, dst)

Fr. A. Pramono www.reginacaeli.org
Martasudjita, E. Pr., Ekaristi: Tinjauan Teologis, Liturgis, dan Pastoral, Yogyakarta: Kanisius 2005.
Komisi Liturgi KWI. Sacramentum Caritatis. Jakarta. 2007.
Suryanugraha, CH.Lakukanlah Ini. Bandung. Sang Kristus. 200