Perayaan Ekaristi Bukanlah ENTERTAINMENT/ PERTUNJUKAN

Liturgi yang dirayakan dengan baik, indah, dan sungguh keluar dari hati dapat menumbuhkan, memupuk, dan mengembangkan iman. Oleh karena itu, tanda-tanda dalam liturgi hendaknya sederhana dan mudah dimengerti umat. Doa, nyanyian-nyanyian, dan tanda-tanda/simbol hendaknya mampu mengkomunikasikan iman. Kekuatan liturgi Katolik terletak justru dalam keterpaduan antara pesta, masa liturgi, dan bacaan-bacaan yang telah ditetapkan. ”Kekuatan itu juga tergantung pada kesatuan artistik sebagai hasil pilihan yang cermat dan tepat atas bahan-bahan liturgi yang ditawarkan, musik, dan kesenian yang terkait” (Musik dalam Ibadat Katolik, Komisi Liturgi KWI, 2003, No 11).

Sayangnya, begitu antusiasnya beberapa petugas liturgi membuat liturgi menyentuh umat, justru menurunkan mutu liturgi itu sendiri. Dengan mengikuti mode dan selera umat, justru liturgi tidak mampu mengungkapkan iman sejati. Yang terjadi adalah pentas kesenian dan bukan perayaan liturgi.

Nyanyian dan musik populer dimasukkan dalam perayaan liturgi. Orang lupa bahwa musik populer lebih ditujukan untuk mengabdi kegemaran publik. Demikian pula nilai artistiknya memang terasa kurang bermutu dibandingkan dengan lagu Gregorian yang sudah mentradisi dalam sejarah Gereja. Lagu Gregorian mengungkapkan isi kata bahasa Latin tanpa irama tetap (hitungan). Irama Gregorian berpangkal dari aksen dan arti kata dengan irama bebas, sehingga lagunya merupakan ungkapan syair. Dan ketahuilah, syair-syair Gregorian pada umumnya diambil dari Kitab Suci. Sedangkan lagu-lagu populer lebih menekankan birama dan hitungan yang cenderung mekanis.

Paus Benediktus XVI mengingatkan bahwa musik Gereja pada tempat pertama, merupakan umat Allah yang bernyanyi menyatakan identitasnya. Tidak mudah memang mencari keseimbangan musik Gereja di tengah tarikan antara elitisme estetika seni dan arus budaya massa industrial. ”Jika pop diartikan sebagai suatu produk dari masyarakat massa, lewat reproduksi dan standarisasi pengalaman sehingga menjadi bagian dari kultur massa musik pop yang dihasilkan tidak tumbuh dari pengalaman autentik dan pengalaman reflektif mendalam atas kehidupan” (Krispurwana Cahyadi SJ, Benediktus XVI, Kanisius: Yogyakarta, 2010, hal 176).

Jelaslah, liturgi adalah perayaan iman, bukan pementasan dan bukan pula sekadar upacara. Maka, aneh, ketika persiapan persembahan, diadakan tarian mengantar persembahan selama lebih kurang 30 menit. Sementara Doa Syukur Agung hanya sekitar tujuh menit. Dengan tarian yang lama, maka Doa Syukur Agung kehilangan makna puncaknya. Perhatian umat masih terpaku pada penari-penari cantik dengan pakaian dan hiasan gemerlap, serta senyum yang menawan. Aspek keheningan pun terasa menghilang. Liturgi dirayakan secara dangkal. Liturgi tidak merupakan pertumbuhan iman yang hidup, tetapi merupakan produk kerja dari segelintir umat dan hobi dari beberapa pastor yang hanya sekadar mencari popularitas.

Memang tidak mudah mencari keseimbangan antara konservatisme dan kebaruan; antara karakter kebaktian liturgis dan tugas kateketis dan pastoral. Namun, perlu ditegaskan lagi, liturgi bukanlah entertainment. Kalau ingin mencoba sesuatu yang baru, maka laksanakan itu dalam kelompok terbatas dan bukan pada Misa hari Minggu. Setiap eksperimen perlu dinilai secara kritis oleh ahli liturgi dan direstui oleh pimpinan Gereja. Di lain pihak, umat pun terus-menerus dididik agar semakin menghayati perayaan liturgi yang telah berkembang dalam sejarah Gereja. Janganlah liturgi terjebak dalam upaya modernisme dan inkulturasi yang dangkal. Dalam hal ini, penting diperhatikan keheningan, keindahan, kedalaman, dan misteri. Bukan demi kepentingan estetika seni, bukan demi pragmatisme pastoral, tetapi justru demi pujian terhadap Tuhan.

Sumber:
http://www.hidupkatolik.com/2012/04/27/liturgi-bukan-entertainment

MARILAH KITA MENJAGA EKARISTI DARI UPAYA PROFANISASI


Paus Yohanes Paulus II:

61. Misteri Ekaristi – kurban, kehadiran, perjamuan – ‘takkan memberi ruang kepada penyempitan atau pemerasan’. Misteri ini harus dialami dan dihayati dalam integritasnya, baik dalam perayaan maupun dalam kemesraan dialog dengan Yesus, yang terjadi sesudah komuni atau pada saat doa penyembahan Ekaristi di luar Misa. Inilah saat Gereja dibangun dengan kukuh, dan jati dirinya pun menjadi jelas: satu, kudus, katolik dan apostolik; umat, baik dan keluarga Allah; tubuh dan pengantin Kristus, yang diberi ragi oleh Roh Kudus; sakramen penyelamatan universal dan persekutuan yang berstruktur hirarkhi.

Langkah yang dilakukan oleh Gereja tahun-tahun awal millennium ketiga adalah juga ‘langkah komitmen pembaharuan Ekumene’. Dekade-dekade terakhir dari millennium kedua, memuncak pada Yubileum Agung, telah menyertai kita sepanjang langkah ini dan menggugah setiap orang terbaptis untuk menanggapi doa Yesus “semoga mereka menjadi satu” (Yoh 17:11). Jalan itu sendiri panjang dan bertebar hambatan, mengatasi daya kemanusiaan belaka kita, namun kita mempunyai Ekaristi, dan dalam kehadirannya, kita dapat mendengar di dalam batin, seolah diarahkan kepada kita, kata-kata yang sama dari Nabi Elia: “Bangunlah dan makan, sebab perjalananmu akan terlalu jauh bagimu” (1 Raj 19:7). Harta Ekaristi, yang ditaruh oleh Tuhan di hadapan kita, mendorong kita untuk saling berbagi secara penuh dengan saudara-saudari kita, karena dengan mereka kita dipersatukan oleh baptisan. Namun, untuk tidak meremehkan harta kekayaan ini, kita harus menghormati tuntutan yang berasal dari adanya sakramen persekutuan dalam iman dan dalam kesinambungan rasuli.

Dengan mengakui kemuliaan yang pantas kepada Ekaristi, dan demi menjaga dengan cermat agar jangan sedikit pun dimensi dan tuntutannya terabaikan, kita nyatakan bahwa kita sungguh sadar akan keagungan karunia ini. Kita terpaksa berbuat demikian oleh tradisi yang tak terputus, yang dari abad-abad awal dan seterusnya melihat bahwa komunitas kristiani senantiasa awas dalam menjaga “harta kekayaan” ini. Terdorong oleh kasih, Gereja sangat berhati-hati dalam meneruskan iman dan ajarannya tanpa cacat kepada generasi Kristen yang akan datang, khusus mengenai misteri Ekaristi. Segala yang berlebihan tak boleh terdapat dalam pemeliharaan misteri ini, sebab “dalam sakramen ini tercantumlah seluruh misteri penyelamatan kita.” [St. Thomas Aquinas, ‘Summa Theologiae’, III, q. 83, a. 4c].

-----------
[Dikutip dari Ensiklik Paus Yohanes Paulus II, ECCLESIA DE EUCHARISTIA (Ekaristi dan Hubungannya dengan Gereja), Vatikan: Roma, 2003. Diterjemahkan oleh Mgr. Anicetus B. Sinaga OFM.Cap dan diterbitkan oleh Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 2004].

Ekaristi dan Penguatan

Pada suatu ketika, Rama Paroki mengadakan penyelidikan kanonik kepada calon pengantin. Satu persatu dari calon itu diminta omong-omong dengan pastor. Ternyata didapati bahwa salah satu calon pengantin tersebut belum menerima sakramen penguatan. "Sudah mau jadi manten, kok belum penguatan ta mas?" tanya Rama Paroki. "Lha tidak ngerti kapan harus menerima je, Rama" jawabnya. "Sudah menerima komuni belum?", tanya Rama itu lagi. Jawabnya, "Sudah Rama, saya baptis dewasa, tapi penguatan kok ndak mudheng (tidak paham) kapan diterimakannya. Tahu-tahu saya lulus sekolah, kerja dan dapat calon bojo (jodoh). Inilah kejadian yang sering terjadi. Ada orang Katolik yang tahunya sudah menerima baptis dan sudah boleh komuni. Sementara sakramen lain, termasuk penguatan tidak masuk dalam hitungannya.

Sakramen krisma atau penguatan termasuk sakramen inisiasi, selain baptis dan Ekaristi pertama. Krisma (dari bahasa Yunani: chrisma = pengurapan) atau penguatan (terjemahan kata Latin: confirmatio) diterimakan oleh Bapa Uskup sebagai pemimpin Gereja yang resmi di keuskupan kita. Sakramen ini diterimakan dengan urapan minyak krisma oleh Bapa Uskup pada dahi penerima Krisma dengan kata-kata: "NN, terimalah tanda karunia Roh Kudus". Dengan penerimaan sakramen krisma ini, seorang Katolik dilantik melalui pencurahan Roh Kudus menjadi warga Gereja yang penuh dan harus siap ikut bertanggungjawab dengan segala tugas dan kewajiban Gereja sebagai saksi Kristus di tengah masyarakat!

Penerimaan sakramen krisma tentusaja selalu diupayakan dalam perayaan Ekaristi, apalagi biasanya Misa tersebut dipimpin oleh Bapa Uskup. Bagaimana pun juga Ekaristi menjadi pusat dan puncak hidup kita, sehingga penerimaan krisma pun secara paling ideal dirayakan dalam Misa Kudus. Dengan perayaan Ekaristi, seorang yang telah menerima Krisma ditopang dengan kekuatan rohani tiada tara sehingga menjadi seorang yang tangguh dan handal dalam mewartakan Injil di tengah dunia ini.


SUMBER: Renungan Bulan Maria dan Bulan Katekese Liturgi KAS 2012 hari 8.

Ekaristi dan Rekonsiliasi

Pada masa prapaskah dan adven, apalagi menjelang perayaan Paskah dan Natal, banyak umat yang berduyun-duyun pergi ke tempat pengakuan untuk menerima sakramen tobat atau rekonsiliasi. Ini sungguh amat baik. Para pastor umumnya juga sangat disibukkan dengan pelayanan sakramen rekonsiliasi ini. Ada paroki yang menggunakan cara pelayanan bersama dengan mengundang para imam satu rayon. Secara bergantian, para imam melayani penerimaan sakramen rekonsiliasi dari paroki ke paroki, sekaligus juga berbagai sekolah yang berada di wilayah pastoral paroki tersebut. Ada juga yang dilayani sendiri oleh pastor paroki dengan mendatangi ke kapel-kapel wilayah atau lingkungan.

Sakramen tobat atau rekonsiliasi diarahkan kepada Ekaristi. Paus Benediktus XVI juga mengajarkan bahwa kasih terhadap Ekaristi mengantar ke penghargaan yang semakin besar terhdap sakramen rekonsiliasi (Sacramentum Caritatis no. 20). Hubungan tak terpisahkan antara Ekaristi dan sakramen rekonsiliasi menunjukkan bahwa dosa tidak pernah hanya melulu urusan perorangan saja; dosa selalu juga merugikan persekutuan gerejawi yang telah kita masuki melalui sakramen baptis. Unsur-unsur perayaan Ekaristi menampilkan keagungan dan besarnya belaskasih dan kerahiman Allah, sementara kita ini orang yang tidak layak karena dosa-dosa kita. Justru kesadaran ini akan membantu betapa pentingnya Sakramen Rekonsiliasi diterima secara teratur dalam hidup beriman kita.

Ada beberapa paroki yang setiap hari Sabtu sore atau Minggu sebelum perayaan Ekaristi dimulai, ditawarkan kesempatan pengakuan dosa pribadi. Pada jam-jam menjelang Misa tersebut, imam sudah siap di kamar pengakuan. Dan lihatlah ada saja umat yang masuk ke kamar pengakuan. Namun sayangnya, tidak semua paroki begitu. Di tempat Anda?


SUMBER: Renungan Bulan Maria dan Bulan Katekese Liturgi KAS 2012 hari 7.

“Apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu” (Kis 14:19-28; Mzm 145:10-12; Yoh 14:27-31a)

“ Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu. Kamu telah mendengar, bahwa Aku telah berkata kepadamu: Aku pergi, tetapi Aku datang kembali kepadamu. Sekiranya kamu mengasihi Aku, kamu tentu akan bersukacita karena Aku pergi kepada Bapa-Ku, sebab Bapa lebih besar dari pada Aku. Dan sekarang juga Aku mengatakannya kepadamu sebelum hal itu terjadi, supaya kamu percaya, apabila hal itu terjadi. Tidak banyak lagi Aku berkata-kata dengan kamu, sebab penguasa dunia ini datang dan ia tidak berkuasa sedikit pun atas diri-Ku. Tetapi supaya dunia tahu, bahwa Aku mengasihi Bapa dan bahwa Aku melakukan segala sesuatu seperti yang diperintahkan Bapa kepada-Ku(Yoh 14:27-31a)

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Apa yang disebut dengan kenikmatan fisik memang berbeda dengan kenikmatan spiritual. Sebagai orang berinab hendaknya lebih mengutamakan kenikmatan spiritual daripada fisik dan tentu saja jika dapat menikmati keduanya secara serentak atau integral lebih baik, mengingat dan memperhatikan kita masih hidup di dunia secara fisik. Kenikmatan fisik itu misalnya dalam hal seks, makanan maupun minuman, tidur dst.., sedangkan kenikmatan spiritual ada di dalam hati, jiwa dan akal budi: kenikmatan fisik bersifat sementara tetapi kenikmatan spiritual bertahan lama atau bahkan dinikmati sampai mati atau dipanggil Tuhan. Maka jika kita mendambakan kenikmatan yang bertahan lama atau sampai mati hendaknya meneladan Yesus yang “mengasihi Bapa dan melakukan segala sesuatu seperti yang diperintahkan Bapa kepada-Nya”. Dengan kata lain marilah kita melaksanakan kehendak dan perintah Allah, yang secara konkret hal ini dapat kita hayati dengan setia menghayati janji-janji yang pernah diikrarkan Atau baiklah kita juga dapat mewujudkan perintah dan kehendak Allah dengan cara: “dalam dan dengan semangat iman kita hidup dan melakukan apapun, termasuk dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara”. Dalam kegiatan sehari-hari seperti makan, minum, istirahat/tidur, rekreasi dst.. hendaknya dalam dan dengan iman. Hayati segala sesuatu dalam Tuhan atau temukan Tuhan dalam segala sesuatu. “Damai sejahtera lahir dan batin, fisik dan spiritual” menjadi dambaan semua orang, kita semua, maka marilah kita usahakan bersama-sama dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari dimana pun dan kapan pun. Kami juga berharap kepada mereka yang masih mendambakan kenikmatan fisik melulu untuk mengembangkan dan meningkatkan ke kenikmatan spiritual atau rohani.

· Paulus dan Barnabas memberitakan Injil di kota itu dan memperoleh banyak murid. Lalu kembalilah mereka ke Listra, Ikonium dan Antiokhia. Di tempat itu mereka menguatkan hati murid-murid itu dan menasihati mereka supaya mereka bertekun di dalam iman, dan mengatakan, bahwa untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah kita harus mengalami banyak sengsara” (Kis 14:21-22). Bertekun dalam iman serta berusaha untuk masuk dalam Kerajaan Allah” memang tak akan terlepas dari aneka macam bentuk penderitaan atau kesengsaraan, dan penderitaan maupun kesengsaraan yang lahir dari kesetiaan pada iman maupun usaha masuk dalam Kerajaan Allah alias lebih dikuasai oleh Allah merupakan jalan keselamatan atau kebahagiaan sejati, maka hadapilah dalam keteguhan iman. “Jer basuki mowo beyo” = Hidup mulia dan damai sejahtera butuh perjuangan dan pengorbanan. Ada kecenderungan banyak orang masa kini, yang diawali di dalam keluarga-keluarga, untuk memanjakan anak-anak atau generasi muda, dan hal ini antara lain didukung oleh aneka produk tehnologi yang membanjiri warga atau masyarakat, antara lain makanan atau minuman yang memanjakan lidah kita, tangan maupun semua anggota tubuh kita yang lain. Aneka makanan dan minuman instant telah menina-bubukkan lidah kita, dan kiranya tak lama kemudian jika diibiarkan cara hidup dan cara bertindak kita akan dikuasai oleh orang-orang yang bersikap mental materialistis dan kemudian kita juga akan memiliki sikap mental materilistis. Usaha untuk bertekun dalam iman hemat saya untuk masa kini memang harus dimulai dari makanan dan minuman, artinya berusaha makan dan minum apa-apa yang menyehatkan tubuh, sehingga tubuh sungguh handal. Kehandalan tubuh akan memudahkan untuk hidup dan bertindak dijiwai oleh iman. Kami berharap para orangtua tidak memanjakan lidah anak-anaknya dengan aneka macam jenis makanan instant dan yang tidak sehat.

Segala yang Kaujadikan itu akan bersyukur kepada-Mu, ya TUHAN, dan orang-orang yang Kaukasihi akan memuji Engkau. Mereka akan mengumumkan kemuliaan kerajaan-Mu, dan akan membicarakan keperkasaan-Mu, untuk memberitahukan keperkasaan-Mu kepada anak-anak manusia, dan kemuliaan semarak kerajaan-Mu” (Mzm 145:10-12)



Selasa, 8 Mei 2012


Romo Ignatius Sumarya, SJ

“Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu” (Kis 14:5-18: Mzm 115:2-4; Yoh 14:21-26)

Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku. Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Aku pun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya." Yudas, yang bukan Iskariot, berkata kepada-Nya: "Tuhan, apakah sebabnya maka Engkau hendak menyatakan diri-Mu kepada kami, dan bukan kepada dunia?" Jawab Yesus: "Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku dan Bapa-Ku akan mengasihi dia dan Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia. Barangsiapa tidak mengasihi Aku, ia tidak menuruti firman-Ku; dan firman yang kamu dengar itu bukanlah dari pada-Ku, melainkan dari Bapa yang mengutus Aku. Semuanya itu Kukatakan kepadamu, selagi Aku berada bersama-sama dengan kamu; tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu.” (Yoh 14:21-26), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Yesus berpesan kepada para rasul dan kita semua yang beriman kepada-Nya agar senantiasa melaksanakan segala sesuatu yang pernah Ia ajarkan. Apa yang diajarkan Yesus antara lain dicatat dalam bentuk tulisan atau buku, Injil, sebagaimana kita miliki pada saat ini. Maka baiklah saya mengingatkan dan mengajak kita semua yang beriman kepadaNya untuk rajin dan setia membaca, merenungkan, memahami dan melaksanakan apa yang tertulis di dalam Injil. Memang tidak mudah memahami apa yang tertulis didalam Injil, apalagi melaksanakan atau menghayatinya, namun demikian marilah kita ingat dan imani bahwa kepada kita dijanjikan Roh Kudus yang akan membantu kita untuk memahami serta melaksanakan apa yang tertulis di dalam Injil. Apa yang dijanjikan oleh Yesus ini kiranya mulai dari saat ini dapat kita wujudkan secara konkret, antara lain kita bersama-sama membaca, merenungkan dan memahami serta kemudian menghayati apa yang tertulis di dalan Injil. Maka hendaknya diusahakan adanya gerakan pendalaman Injil atau iman bersama, pertama-tama di dalam keluarga kita masing-masing dan kemudian diperluas di tingkat lingkungan atau stasi. Di dalam keluarga hemat saya dapat diselenggarakan setiap hari, serta dapat menggunakan apa yang saya kirimkan via email setiap hari ini. Dengan kata lain usaha saya yang sederhana dan kecil untuk merefleksikan Injil pada hari yang bersangkutan, silahkan diperluas dan diperdalam kembali pemahaman maupun penghayatan konkret sesuai dengan situasi dan kondisi anda atau keluarga anda. Sedangkan di tingkat lingkungan atau stasi hendaknya mimimal seminggu sekali diselenggarakan pendalaman Injil dan iman bersama-sama. Percayalah bahwa dengan cara demikian ini anda akan semakin memahami Injil dan menghayati apa yang disabdakan atau diajarkan oleh Yesus.


· "Hai kamu sekalian, mengapa kamu berbuat demikian? Kami ini adalah manusia biasa sama seperti kamu. Kami ada di sini untuk memberitakan Injil kepada kamu, supaya kamu meninggalkan perbuatan sia-sia ini dan berbalik kepada Allah yang hidup, yang telah menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya” (Kis 14:15), demikian kata Barnabas dan Paulus kepada umat yang mendengarkan pengajaran atau kotbah mereka. Apa yang dilakukan atau dikatakan oleh Barnabas dan Paulus kiranya dapat menjadi bahan permenungan atau refleksi yang baik bagi para pewarta Injill, misalnya para katekis, entah katekis resmi maupun relawan, dan tentu saja juga bagi kita semua yang beriman kepada Yesus Kristus. Pemberitaan Injil bertujuan agar mereka yang mendengarkannya ‘meninggalkan perbuatan sia-sia dan berbalik kepada Allah yang hidup’. Perbuatan sia-sia tidak lain adalah perbuatan dosa, segala tindakan atau perbuatan yang tidak sesuai dengan kehendak Allah, misalnya bermalas-malas, berfoya-foya alias memboroskan waktu dan tenaga tiada guna bagi kesehatan fisik maupun spiritualitas. Sedangkan berbuat atau bertindak sesuai dengan kehendak Allah antara lain melakukan apa yang baik demi kesehatan fisik dan spiritual atau orang senantiasa bekerja keras melakukan apa yang baik guna keselamatan fisik dan spiritual. Maka kepada mereka yang sedang bertugas belajar kami harapkan belajar sungguh-sungguh, tidak hanya belajar dari apa yang diajarkan di tempat-tempat pendidikan resmi atau sekolah-sekolah, melainkan juga belajar dari kehidupan dan pengalaman. Kepada mereka yang bertugas untuk bekerja kami harapkan bekerja keras melaksanakan tugas-tugasnya dan tentu saja juga dengan semangat belajar terus menerus guna meningkatkan dan memperdalam keterampilan dan kecakapan bekerja. Marilah meneledan orang-orang yang sukses dimana dalam dan dan dengan cintakasih besar melakukan apa yang harus dikerjakan.

Mengapa bangsa-bangsa akan berkata: "Di mana Allah mereka?" Allah kita di sorga; Ia melakukan apa yang dikehendaki-Nya! Berhala-berhala mereka adalah perak dan emas, buatan tangan manusia,”

(Mzm 115:2-4)

Senin, 7 Mei 2012


Romo Ignatius Sumarya, SJ

Tinggal Dalam Kristus dan Berbuah

Setiap orang pasti ingin agar hidupnya berhasil, sukses dalam meraih prestasi, jabatan tinggi, kekuasaan atau kekayaan. Ia merasa puas, bangga dan bahagia jika berhasil mendapatkan semuanya. Ini tentu baik namun mengandung bahaya. Orang yang orientasinya adalah hidup yang berhasil cenderung menjadikan diri sendiri sebagai pusat hidupnya. Ia akan bercerita mengenai keuletannya, perjuangannya, ketekunannya dalam meraih ini dan itu. Ia cenderung memuji dirinya sendiri dan jatuh dalam kesombongan.

Berbeda dengan orang yang berbuah. Orang yang berbuah memusatkan hidupnya pada Tuhan. Dengan inspirasi dari Yoh 15:1-8 yang merupakan Injil hari ini sekaligus dasar biblis Tema KEK II, ia sadar bahwa tanpa Tuhan ia tidak bisa berbuat apa-apa. Yesus adalah pokok anggur yang benar dan kita ranting-rantingnya. "Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa." (Yoh 15:5). Hidup yang berbuah tampak dalam kerendahan hati karena sadar bahwa yang menjadikan dirinya bisa begini dan begitu adalah Tuhan, bukan usahanya sendiri.

Sebagai murid-murid Kristus kita diharapkan menghayati spiritualitas hidup yang berbuah bukan hidup yang berhasil (bdk. Yoh 15:8). Oleh karena itu, marilah kita selalu tinggal dalam Kristus dengan semakin tekun berdoa dan secara istimewa merayakan Ekaristi. Sebab, Ekaristi adalah puncak kesatuan kita dengan Kristus. Melalui komuni suci, kita bersatu dengan Dia. Ia tinggal dalam kita dan kita dalam dia. Selain itu, marilah kita juga tekun beradorasi. Adorasi adalah perpanjangan madah syukur sesudah komuni, di mana kita berlama-lama tinggal dalam Kristus. Semoga, dengan demikian, hidup kita semakin berbuah dalam kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri (Gal 5:22-23).


SUMBER: Renungan Bulan Maria dan Bulan Katekese Liturgi KAS 2012 hari 6.

Ekaristi dan Sakramen Baptis

Dalam rapat Dewan Paroki Santo Yuvensius Glagahtinulu, terjadi perdebatan sengit antara dua pendapat, baptisan itu sebaiknya di dalam misa atau di luar misa. Kalau di dalam misa, nanti kelamaan misanya, padahal umat dan romo keburu ke pasar, ke tempat belanja, atau ke pusat keramaian kota. Kalau di luar misa, nanti yang hadir cuma keluarga, kurang meriah. Pastor paroki bingung menghadapi dua kubu ini, kemudian asam lambungnya kumat dan ngaso di rumah sakit.

Sebenarnya romo tidak perlu ngaso di rumah sakit karena alasan itu, kalau memahami gagasan Paus Benediktus dalam Sacramentum Caritatis art 17 bahwa Ekaristi itu sungguh sumber dan puncak kehidupan serta perutusan Gereja. artinya semua perayaan keenam sakramen selalu terarah dan mengalir dari Ekaristi. Kita mengenal sakramen-sakramen inisiasi yang meliputi sakramen baptis, krisma atau penguatan dan ekaristi yang pertama. Ekaristi yang pertama berarti saat seseorang yang telah dibaptis itu mengikuti perayaan Ekaristi secara utuh dan penuh yang tandanya: menyambut komuni. nah, saat anak-anak menerima komuni pertama itulah, mereka merayakan Ekaristi sebagai bagian dari sakramen inisiasi. lalu misa-misa selanjutnya tidak lagi termasuk sakramen inisiasi. Gereja juga mengajarkan bahwa perayaan sakramen baptis dan krisma yang ideal mesti dilaksanakan dalam rangka Misa kudus juga, kecuali tentu saja untuk baptisan (dan krisma) darurat.

Benarkah bahwa baptisan dalam Misa kudus akan memakan waktu lama? Poinnya tentu bukan soal lama atau singkatnya. saat merayakan baptisan, kita sedang menerima anggota atau warga baru. layaklah kita merayakannya dengan penuh kelonggaran hati dan waktu serta rasa sukacita dan semangat welcome. selain itu, bila tata liturginya dipersiapkan sungguh, sebenarnya perayaan-perayaan liturgi dapa mengalir lancar dan tidak memakan waktu lama.


SUMBER: Renungan Bulan Maria dan Bulan Katekese Liturgi KAS 2012 hari 5.

Ekaristi dan Sakramen Pada Umumnya

Lingkungan Santo Yoseph Randugumbolo merupakan lingkungan kecil yang berada jauh dari Pusat Paroki Santo Bernardinus. Umatnya 44 jiwa. Beberapa di antaranya menderita sakit. Vincentius Yamadipati, ketua lingkungan, berinisiatif mengundang romo paroki untuk mengadakan misa lingkungan sekaligus pengurapan bagi mereka yang sakit, menerima pengakuan dosa. Akhirnya Romo Paroki datang di lingkungan itu dan tinggal beberapa hari seraya memberikan pelayanan sakramen. Suasana penuh kegembiraan. Seorang warga bercerita bahwa ia merasa sungguh bahagia bisa menerima sakramen sebagaimana dia terima dari penjelasan katekis dulu.

Begitulah mereka memahami sakramen Gereja. Kata Sakramen berasal dari bahasa latin sacramentum yang digunakan untuk menerjemahkan kata mysterion (bahasa Yunani) dalam Kitab Suci. istilah mysterion-sacramentum ini menunjuk rencana keselamatan Allah yang terlaksana dalam sejarah hidup kita manusia melalui Tuhan Yesus Kristus. Perayaan sakramen-sakramen berarti perayaan karya keselamatan Allah melalui Tuhan Yesus Kristus itu dalam bentuk tanda atau simbol pada hidup konkret kita. Kita mengenal ada 7 sakramen yakni Baptis, Krisma, Ekaristi, Tobat, Pengurapan Orang Sakit, Perkawinan dan Imamat.

Hanya saja, tidak semua sakramen perlu untuk setiap orang, sekaligus tidak semua orang ahrus meneriam ke-7 sakramen. contohnya: yang sudah menerima sakramen imamat tidak boleh menerima sakramen perkawinan. lalu tingkatan dan pentingnya tujuh sakramen itu tidak sama saja. sakramen yang paling penting dan merupakan sumber serta puncak hidup kita adalah Perayaan Ekaristi. Sakramen-sakramen lain menuju kepada Ekaristi dan mengalir dari Ekaristi. Betapa luhurlah makna seluruh sakramen Gereja. Marilah dengan hati terbuak dan sikap yang tepat, kita hayati setiap perayaan sakramen yang kita rayakan dengan iman dan penuh syukur.

SUMBER: Renungan Bulan Maria dan Bulan Katekese Liturgi KAS 2012 hari 4.

“Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya” (Kis 9:26-31; Mzm 22:26b-30; 1Yoh 3:18-24; Yoh 15:1-8)



Setiap manusia atau kita semua diciptakan didalam kebersamaan atau gotong-royong oleh Allah yang bekerjasama dengan orangtua kita masing-masing yang saling bergotong-royong atau kerjasama dalam cintakasih. Dengan kata lain masing-masing dari kita adalah buah kesatuan cintakasih atau kerjasama, antara laki-laki dan perempuan yang berbeda satu sama lain dalam banyak hal. Maka kita semua dapat tumbuh dan berkembang dengan baik sesuai dengan kehendak Allah maupun dambaan kita yang baik jika kita hidup dan bekerja dalam kebersamaan atau gotong-royong. Berbagai kasus telah menjadi bukti, yaitu mereka yang jarang berkumpul atau sama sekali tak mau berkumpul dengan saudara-saudarinya, misalnya imam dengan sesama imam, suster dengan sesama suster, bruder dan sesama bruder, antar anggota keluarga atau komunitas/Tarekat, pada umumnya tidak lama kemudian ‘hilang’ atau ‘mengundurkan diri’ dari kebersamaan hidup terpanggil. Jika yang bersangkutan tidak mundur pada umumnya buah karya atau pelayanannya juga kurang memberi buah keselamatan jiwa. Kebersamaan atau kegotong-royongan dengan saudara-saudari merupakan wujud kebersamaan kita dengan Allah, maka marilah kita mawas diri sejauh mana kita hidup dan bertindak dalam  kebersamaan atau gotong-royong.
“Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yoh 15:5).
Sebagai ciptaan Allah jika kita mendambakan hidup berbahagia, damai sejahtera dan selamat lahir maupun batin, fisik maupun jiwa, dan tentu saja terutama dan pertama-tama jiwa, maka kita senantiasa harus bersatu dan bersama dengan Allah kapan pun dan dimana pun. Kebersamaan atau persatuan dengan Allah harus menjadi nyata juga dalam kebersamaan atau persatuan dengan saudara-saudari kita. Apa yang disabdakan oleh Yesus di atas rasanya secara konkret telah dihayati oleh para suami dan isteri yang saling mengasihi satu sama lain sebagai kebersamaan atau persatuan, yang antara lain ditandai dalam hubungan seks dan akhirnya menghasilkan buah cintakasih atau kerjasama, seorang anak atau keturunan. Semoga kesatuan para suami-isteri tidak sebatas fisik saja, melainkan juga sampai pada kesatuan hati, jiwa dan akal budi, karena dengan demikian buahnya atau keturunannya akan mewarisi kesatuan tersebut.
Tinggal dan hidup maupun  bekerja bersama dengan Allah memang dapat kita wujudkan dalam hidup dan bekerja bersama dalam cintakasih, dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap tenaga. Kesatuan dengan Allah juga dapat menjadi nyata dalam kesatuan dengan Yesus Kristus, Allah yang telah menjadi manusia seperti kita kccuali dalam hal dosa, menderita sengsara, wafat disalibkan dan dibangkitkan dari mati. Dengan kata lain kita sungguh mencintai Yesus Kristus. “Menghayati cinta mendalam kepada pribadi Kristus menyebabkan bahwa kita ingin mengenakan ‘pikiran Kristus’, supaya kita menjadi, nampak dan berbuat seperti Dia. Itulah yang merupakan corak pertama daan dasar cara kita bertindak” (SJ, Teman Dalam Perutusan, Penerbit Kanisius 1985, hal 330).
Nampak dan berbuat seperti Dia” alias menjadi sahabat-sahabat Yesus itulah kiranya yang baik kita renungkan dan hayati.  Pertama-tama hendaknya kita sungguh mengenal Yesus Kristus dan untuk itu kiranya dapat kita lakukan dengan membaca dan mencecap dalam-dalam apa yang tertulis di dalam Kitab Suci atau Injil. Di dalam Injil dikisahkan ‘cara melihat, cara merasa, cara berpikir, cara bersikap dan cara bertindak’ Yesus terhadap aneka manusia maupun peristiwa kehidupan, yang dijiwai oleh cintakasih. Maka sebagai sahabat-sahabat atau murid-murid Yesus Kristus kita semua dipanggil untuk senantiasa hidup dan bertindak dijiwai oleh cintakasih, apalagi kita semua diadakan/diciptakan dan dibesarkan sebagaimana adanya saat ini karena dan oleh cintakasih. Pertama-tama dalam mengasihi saudara-saudari kita hendaknya dengan rendah hati dan lemah lembut sesuai dengan apa yang mereka butuhkan demi kesejahteraan dan keselamatan mareka, terutama jiwanya. Pada masa kini yang mungkin sulit dan berat adalah ‘dikasihi’. Dikasihi tidak hanya enak dan nikmat di dalam tubuh, melainkan juga sering tidak enak dan menyakiti, yaitu ketika kita diejek, dikritik, diberitahu, dididik/dibimbing dst.. Hendaknya semua sapaan, perlakuan dan sikap saudara-saudari kita dihayati sebagai kasih mereka kepada kita.
Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran. Demikianlah kita ketahui, bahwa kita berasal dari kebenaran. Demikian pula kita boleh menenangkan hati kita di hadapan Allah, sebab jika kita dituduh olehnya, Allah adalah lebih besar dari pada hati kita serta mengetahui segala sesuatu.” (1Yoh 3:18-20)
Cintakasih sejati memang harus menjadi nyata dalam tindakan atau perilaku, tidak berhenti pada kata-kata manis dan mesra di lidah saja. Anda semua yang menjadi suami-isteri kiranya telah menghayati cintakasih tidak hanya dalam perkataan manis dengan lidah saja, melainkan menjadi nyata dalam tindakan atau perilaku yaitu dalam hubungan seksual dimana anda saling memberikan diri seutuhnya secara terbuka atau telanjang bulat, tak ada sesuatupun yang disembunyikan: semuanya dipersembahkan kepada yang terkasih. Kami berharap pengalaman tersebut menjadi nyata juga atau dihayati dalam mengasihi anak-anak yang dianugerahkan Tuhan kepada anda, sehingga anak-anak tumbuh berkembang dalam cintakasih yang nyata dan kelak kemudian hari mereka juga akan mengasihi sesamanya lebih dalam tindakan atau perilaku daripada kata-kata atau omongan.
Kita semua dapat mewujudkan cintakasih dalam saling memberi perhatian, dan perhatian tersebut dapat menjadi nyata dalam aneka bentuk tergantung situasi dan kondisi atau kesempatan dan kemungkinan. Perhatian antara lain dapat diwujudkan dengan tinggal bersama, menghadiri atau mendatangi, mendoakan dst.. Secara khusus kami ingatkan kepada mereka yang mengunjungi saudara-saudarinya yang sedang menderita sakit, hendaknya lebih mengutamakan hadir atau bersama mereka daripada omong-omong, apalagi menanyakan sebab-sebab mereka menderita sakit. Kepada para pimpinan karya atau hidup bersama kami harapkan sering mendatangi anak buah atau anggota seraya memberi sapaan secukupnya. Yang juga tak pernah boleh dilupakan adalah cintakasih atau perhatian orangtua bagi anak-anaknya: hendaknya dengan besar hati dan pengorbanan memboroskan waktu dan tenaga bagi anak-anaknya. Cintakasih memang antara lain harus diwujudkan dalam pemborosan waktu dan tenaga bagi yang terkasih.
Selama beberapa waktu jemaat di seluruh Yudea, Galilea dan Samaria berada dalam keadaan damai. Jemaat itu dibangun dan hidup dalam takut akan Tuhan. Jumlahnya makin bertambah besar oleh pertolongan dan penghiburan Roh Kudus” (Kis 9:31), demikian berita yang menggembirakan perihal pertambahan jumlah mereka yang percaya kepada Yesus Kristus karena kehadiran Paulus dan Barnabas. Hal ini kiranya merupakan contoh atau teladan yang baik bagi para gembala umat atau para pastor/imam. Secara khusus kami harapkan pada para pastor paroki: hendaknya memberi perhatian dalam pelayanan pastoral dengan mengunjungi umat di wilayah parokinya secara bergiliran sehingga seluruh umat pernah dikunjungi. Berpatoral berarti mengunjungi atau mendatangi, lebih-lebih atau terutama mereka yang kurang memperoleh perhatian atau mereka yang miskin dan berkekurangan.
Nazarku akan kubayar di deapan mereka yang takut akan Dia. Orang yang rendah hati akan makan dan kenyang, orang yang mencari TUHAN akan memuji-muji Dia; biarlah hatimu hidup untuk selamanya! Segala ujung bumi akan mengingatnya dan berbalik kepada TUHAN; dan segala kaum dari bangsa-bangsa akan sujud menyembah di hadapan-Nya. Sebab TUHANlah yang empunya kerajaan, Dialah yang memerintah atas bangsa-bangsa. Ya, kepada-Nya akan sujud menyembah semua orang sombong di bumi, di hadapan-Nya akan berlutut semua orang yang turun ke dalam debu, dan orang yang tidak dapat menyambung hidup.”
 (Mzm 22:26b-30)
Minggu, 6 Mei 2012

Romo Ignatius Sumarya, SJ

“Jika kamu meminta sesuatu kepada-Ku dalam nama-Ku Aku akan melakukannya” (Kis 13:44-52; Mzm 98:1-4; Yoh 14:7-14)


“ Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia." Kata Filipus kepada-Nya: "Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami." Kata Yesus kepadanya: "Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami. Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku? Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang diam di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-Nya. Percayalah kepada-Ku, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku; atau setidak-tidaknya, percayalah karena pekerjaan-pekerjaan itu sendiri. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu. Sebab Aku pergi kepada Bapa; dan apa juga yang kamu minta dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan di dalam Anak. Jika kamu meminta sesuatu kepada-Ku dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya." (Yoh 14:7-14), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Sebagai orang beriman atau beragama kiranya kita sering berdoa dan dalam doa-doa kita pasti kita mengajukan permohonan-permohonan kepada Tuhan. Sabda hari ini mengajak dan mengingatkan kita semua agar jika mengajukan permohonan-permohonan kepada Tuhan, hendaknya dalam nama Tuhan. Permohonan dalam nama Tuhan berarti apa-apa yang berguna bagi keselamatan atau kebahagiaan jiwa manusia, entah jiwa kita sendiri maupun jiwa saudara-saudari kita. Di dalam doa umat pada Perayaan Ekaristi hari Minggu dapat kita lihat bahwa ada 4 (empat) permohonan, dimana 3 (tiga) permohonan pertama untuk orang lain dan baru permohonan keempat atau terakhir untuk diri sendiri. Pertama-tama kita mohon agar para pemimpin, entah pemimpin masyarakat maupun Gereja, senantiasa memperhati-kan mereka yang dipimpin, antara lain dengan menghayati fungsi kepemimpinan dalam semangat melayani. Kemudian kita mohon bagi mereka yang tersingkir, miskin dan berkekurangan dengan harapan memperoleh perhatian atau uluran kasih dari saudara-saudarinya dan baru kemudian mohon untuk diri sendiri agar kita hidup dan bertindak sesuai dengan sabda Tuhan, sebagaimana diwartakan pada hari yang bersangkutan. Maka mengajukan permohonan dalam nama Tuhan untuk diri sendiri berarti kita mohon agar dapat hidup baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur. Percayalah bahwa jika kita mohon hal ini pasti dikabulkan dan tentu saja pengabulan tersebut butuh kerjasama kita, dengan kata lain kita senantiasa berusaha untuk hidup baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur. 

·   Inilah yang diperintahkan kepada kami: Aku telah menentukan engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, supaya engkau membawa keselamatan sampai ke ujung bumi."(Kis 13:47). Perintah kepada Petrus ini kiranya juga bagi kita semua umat beriman. Sebagai umat beriman kita telah ditentukan “menjadi terang bagi bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah serta membawa keselamatan sampai ke ujung bumi”. Untuk itu tentu saja kita sendiri senantiasa berada di dalam ‘terang’, artinya kita sungguh menjadi orang baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur. Pada masa kini kiranya cukup banyak orang berada di dalam kegelapan alias kurang baik, kurang bermoral atau kurang berbudi pekerti luhur, entah karena mereka masih suka melakukan korupsi atau dosa dalam aneka bentuk, seperti bohong, menipu, malas, suka menyakiti orang lain dan balas dendam, dst… Marilah mereka yang berada di dalam kegelapan ini kita dekati dengan rendah hati untuk meninggalkan kegelapan menuju ke terang, meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai dengan kehendak Allah dan kemudian hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Allah. Kami percaya kita semua setiap hari bepergian, entah dekat atau jauh, dalam rangka melaksanakan tugas pengutusan atau pekerjaan kita masing-masing, maka kami berharap kemana pun anda pergi atau dimana pun anda berada kami harapkan anda dapat menjadi ‘terang’ bagi saudara-saudari anda atau sesama anda. Percayalah jika kita sungguh dalam terang alias hidup dan bertindak senantiasa bersama dan bersatu dengan Tuhan, maka kita pasti akan mampu mengajak mereka yang berada didalam kegelapan untuk menuju ke terang, bertobat dengan meninggalkan aneka perbuatan jahat dan kemudian senantiasa berbuat baik.
Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN, sebab Ia telah melakukan perbuatan-perbuatan yang ajaib; keselamatan telah dikerjakan kepada-Nya oleh tangan kanan-Nya, oleh lengan-Nya yang kudus. TUHAN telah memperkenalkan keselamatan yang dari pada-Nya, telah menyatakan keadilan-Nya di depan mata bangsa-bangsa. Ia mengingat kasih setia dan kesetiaan-Nya terhadap kaum Israel, segala ujung bumi telah melihat keselamatan yang dari pada Allah kita.Bersorak-soraklah bagi TUHAN, hai seluruh bumi, bergembiralah, bersorak-sorailah dan bermazmurlah! “ (Mzm 98:1-4)

Sabtu, 5 Mei 2012

Romo Ignatius Sumarya, SJ

“Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu” (Kis. 13:26-33; Mzm. 2:6-7,8-9,10-11; Yoh. 14:1-6)

"Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku. Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamu pun berada. Dan ke mana Aku pergi, kamu tahu jalan ke situ." Kata Tomas kepada-Nya: "Tuhan, kami tidak tahu ke mana Engkau pergi; jadi bagaimana kami tahu jalan ke situ?" Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” (Yoh 14:1-6), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Warta Gembira hari ini kiranya baik untuk menjadi permenungan bagi kita semua dalam rangka mengenangkan saudara-saudari, ibu-bapak, nenek-kakek kita yang telah dipanggil Tuhan, mendahului perjalanan kita untuk kembali ke sorga, hidup mulia dan bahagia selama-lamanya bersama Tuhan. Atau mungkin juga baik kita renungkan atau kenangkan riwayat santo atau santa pelindung kita masing-masing, yang kita imani telah hidup mulia selamanya di sorga. “Baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan” (Rom 14:8b), demikian keyakinan iman Paulus, yang selayaknya juga menjadi keyakinan iman kita semua. Jika hidup dan mati adalah milik Tuhan alias anugerah Tuhan, maka hidup mulia selamanya di sorga setelah meninggal dunia juga anugerah Tuhan. Tentu saja orang akan menerima anugerah ini jika menghayati hidup serta segala sesuatu yang kita miliki, kuasai dan nikmati saat ini adalah anugerah Tuhan, sehingga menghayati hidup maupun memfungsikan segala sesuatu sesuai dengan kehendak dan perintah Tuhan. Marilah kita imani juga bahwa mereka yang telah dipanggil Tuhan karena kemurahan hati serta belaskasihNya telah hidup mulia selamanya disorga serta kemudian mendoakan kita semua yang masih hidup dan berjuang di dunia ini untuk menyusul mereka pada waktunya. Dengan kata lain kita tidak terpisahkan dari mereka yang telah meninggal dunia jika kita hidup dalam Tuhan alias hidup baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur. Percayalah bahwa mereka yang telah dipanggil Tuhan senantiasa mendoakan kita, maka marilah kita meneladan cara hidup dan cara bertindak mereka selama di dunia ini yang sesuai dengan kehendak Tuhan, yang baik dan berbudi pekerti luhur.

· “Hai saudara-saudaraku, baik yang termasuk keturunan Abraham, maupun yang takut akan Allah, kabar keselamatan itu sudah disampaikan kepada kita” (Kis 13:26), demikian kutipan kotbah Petrus. Kita semua orang beriman adalah keturunan Abraham, dan diharapkan takut akan Allah. Cukup menarik dan mengesan jika kita mencermati apa yang terjadi dalam kebanyakan umat beriman masa kini, yaitu lebih takut kepada manusia atau ciptaan Allah lainnya daripada takut kepada Allah. Mereka ketika berada sendirian di kamar atau di suatu tempat hidup dan bertindak seenaknya karena tidak dilihat orang, sementara itu Allah melihatnya. Takut akan Allah berarti ketika sendirian dimana pun dan kapan pun orang tetap setia kepada kehendak dan perintah Allah, dengan kata lain orang akan lebih bersyukur dan berterima kasih karena dapat bermesraan bersama dengan Allah tanpa gangguan. Bukankah hal yang demikian ini dilakukan oleh mereka yang sungguh sedang melakukan latihan rohani, bertapa, bermeditasi atau berkontemplasi? Maka dengan ini kami angkat salah satu semangat atau spiritualitas Ignatian, yaitu ‘menemukan Allah dalam segala sesuatu atau menghayati segala sesuatu dalam Allah’ (contemplativus in actione). Allah hadir dan berkarya dimana-mana dan kapan saja, tak terikat oleh ruang dan waktu. Mayoritas waktu dan tenaga kita hemat saya untuk bekerja, sibuk mengerjakan sesuatu guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari keluarga, maka baiklah saya mengingatkan dan mengajak anda sekalian: hendaknya selama bekerja atau sibuk melakukan atau mengerjakan sesuatu senantiasa di dalam Allah, artinya bekerja sebaik mungkin, tidak melakukan kejahatan atau korupsi sedikitpun. Hidup jujur dan disiplin hemat saya pada masa kini sungguh mendesak dan up to date untuk dihayati dan disebarluaskan, maka marilah kita bersama-sama berusaha hidup dan bertindak jujur serta disiplin. Hendaknya anak-anak sedini mungkin dididik dan dbiasakan hidup dan bertindak jujur serta disiplin.

"Akulah yang telah melantik raja-Ku di Sion, gunung-Ku yang kudus!" Aku mau menceritakan tentang ketetapan TUHAN; Ia berkata kepadaku: "Anak-Ku engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini. Mintalah kepada-Ku, maka bangsa-bangsa akan Kuberikan kepadamu menjadi milik pusakamu, dan ujung bumi menjadi kepunyaanmu. Engkau akan meremukkan mereka dengan gada besi, memecahkan mereka seperti tembikar tukang periuk.” (Mzm 2:6-9)


Jumat, 4 Mei 2012

Romo Ignatius Sumarya, SJ

"Akulah jalan dan kebenaran dan hidup” (1Kor 15:1-8; Mzm 19:2-5; Yoh 14:6-14)

“Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia." Kata Filipus kepada-Nya: "Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami." Kata Yesus kepadanya: "Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami. Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku? Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang diam di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-Nya. Percayalah kepada-Ku, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku; atau setidak-tidaknya, percayalah karena pekerjaan-pekerjaan itu sendiri. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu. Sebab Aku pergi kepada Bapa; dan apa juga yang kamu minta dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan di dalam Anak. Jika kamu meminta sesuatu kepada-Ku dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya." (Yoh 14:6-14), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St Filipus dan St. Yakobus, rasul, pada hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Hidup terpanggil sebagai seorang rasul berarti hidup dan bertindak mengikuti Yesus, yang tidak lain adalah ‘jalan, kebenaran dan hidup’. Sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, entah secara formal maupun informal, berarti memiliki tugas perutusan untuk merasul, menghayati dimensi kerasulan dalam cara hidup dan cara bertindak setiap hari dimana pun dan kapan pun: “berjalan melalui jalan yang telah ditempuh oleh Yesus, hidup dan bertinda sesuai dengan kebenaran-kebenaran yang disampaikan atau diajarkan oleh Yesus, dst..”. Berjalan melalui jalan yang telah ditempuh oleh Yesus berarti menelusuri ‘via dolorosa’/jalan penderitaan atau kesengsaraan untuk menuju ke kemuliaan, kebahagiaan dan keselamatan sejati selama-lamanya. Sekali lagi saya angkat bahwa kesengsaraan atau penderitaan yang lahir dari kesetiaan dan ketaatan pada panggilan dan tugas pengutusan adalah jalan keselamatan dan kebahagiaan sejati, maka ketika harus menderita atau sengsara karena kesetiaan dan ketaatan tersebut hendaknya tetap ceria, tegar dan tabah, karena dengan demikian kita pasti mampu mengatasi atau melewatinya. Kebenaran-kebenaran yang disampaikan atau diajarkan oleh Yesus telah direfleksikan dan dibukukan ke dalam Kitab Suci yang kita miliki saat ini, maka hendaknya jika anda memiliki Kitab Suci sungguh dibaca dan direnungkan. Demikian pula kami ingatkan untuk membaca dan memahami aneka tulisan perihal iman, antara lain Katekismus, dokumen-dokumen Vatikan II, Hukum Gereja dst.., karena di dalamnya diuraikan aneka kebenaran yang berguna bagi keselamatan dan kebahagiaan hidup kita masa kini maupun kelak ketika kita dipanggil Tuhan.

· “Dan sekarang, saudara-saudara, aku mau mengingatkan kamu kepada Injil yang aku beritakan kepadamu dan yang kamu terima, dan yang di dalamnya kamu teguh berdiri. Oleh Injil itu kamu diselamatkan, asal kamu teguh berpegang padanya, seperti yang telah kuberitakan kepadamu -- kecuali kalau kamu telah sia-sia saja menjadi percaya.” (1Kor 15:1-2). Injil telah ditulis dan disebarluaskan sejak dua ribu tahun lalu dan sampai kini masih up to date, terus menerus dibaca, direnungkan, diuraikan serta dengan rendah hati dihayati dalam cara hidup dan cara bertindak setiap hari. Sejarah telah membuktikan bahwa mereka, yang sungguh percaya pada Injil, hidup bahagia, damai sejahtera dan selamat selama-lamanya, bahkan nama-nama mereka dikenang oleh orang di kemudian hari, misalnya dipakai sebagai nama baptis, dijadikan pelindung karya atau organisasi, dst.. Maka marilah kita hidup dan bertindak dengan pedoman atau pegangan Injil. Hidup dan berindak berpegang atau berpedoman pada Injil ketika kita harus menghadapi gelombang kehidupan yang dahsyat, kita tetap teguh berdiri, tak tegoyahkan oleh aneka godaan atau rayuan setan yang menggebu-gebu. Kita dapat belajar dari atau meneladan Yesus yang tetap tegar, tabah, sabar dan tenang dalam menghadapi aneka cemoohan, ejekan serta aneka perlakuan kasar dan keras yang menyakitkan. “Jer basuki mowo beyo” = untuk memperoleh hidup mulia dan bahagia harus sedia berjuang dan berkorban, demikian kata sebuah pepatah, yang selayaknya juga dapat menjadi acuan atau pedoman cara hidup dan cara bertindak kita dimana pun dan kapan pun.

“Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya; hari meneruskan berita itu kepada hari, dan malam menyampaikan pengetahuan itu kepada malam. Tidak ada berita dan tidak ada kata, suara mereka tidak terdengar; tetapi gema mereka terpencar ke seluruh dunia, dan perkataan mereka sampai ke ujung bumi. Ia memasang kemah di langit untuk matahari”

(Mzm 19:2-5)

Kamis, 3 Mei 2012

Romo Ignatius Sumarya, SJ

“Seorang murid tidak lebih dari pada gurunya” (1Yoh 5:1-5; Mat 10:22-25a)

 (Kis. 12:24-13:5a; Mzm. 67:2-3.5.6.8 ; Yoh. 12:44-50)

Kamu akan dibenci semua orang oleh karena nama-Ku; tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat. Apabila mereka menganiaya kamu dalam kota yang satu, larilah ke kota yang lain; karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sebelum kamu selesai mengunjungi kota-kota Israel, Anak Manusia sudah datang. Seorang murid tidak lebih dari pada gurunya, atau seorang hamba dari pada tuannya. Cukuplah bagi seorang murid jika ia menjadi sama seperti gurunya dan bagi seorang hamba jika ia menjadi sama seperti tuannya.” (Mat 10:22-25a), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Atanasius, Uskup dan Pujangga Gereja hari ini, saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Seorang murid memang tidak akan lebih tinggi dalam berbagai hal dari gurunya selama yang bersangkutan masih menjadi murid, namun ketika sang murid terus menerus belajar, maka ada kemungkinan ia akan melebihi gurunya dalam berbagai hal. Sebagai orang-orang yang beriman kepada Yesus Kristus kita adalah murid-murid Yesus Kristus. Seorang murid yang baik senantiasa mendengarkan semua ajaran sang guru serta kemudian melaksanakan aneka ajaran yang telah diterima di dalam cara hidup dan cara bertindaknya setiap hari kapan pun dan dimana pun. Maka marilah kita sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus mawas diri perihal penghayatan sikap mental atau samangat ‘kemuridan’. Murid adalah seorang yang sedang berguru atau melaksanakan tugas pengutusan untuk belajar. Maka dengan ini kami mengharapkan siapapun yang sedang memiliki tugas untuk belajar, hendaknya sungguh belajar dengan tekun, rajin dan giat sehingga terampil belajar. Namun demikian kami juga berharap kepada kita semua untuk hidup dan bertindak dalam dan dengan semangat belajar terus menerus. Untuk itu hendaknya sungguh mencintai dengan segenap hati, jiwa, akan budi dan tenaga tugas atau pekerjaan apapun yang sedang dikerjakan. Bukan besarnya pekerjaan yang penting, melainkan pekerjaan sekecil apapun hendaknya dikerjakan dengan cinta yang besar. Orang-orang sukses di dunia ini sungguh mengerjakan tugas dan kewajibannya dengan cinta yang besar, tanpa kenal lelah serta tanpa memikirkan atau membayangkan hasil atau buahnya, yang penting dikerjakan dengan cinta yang besar.
·   Inilah tandanya, bahwa kita mengasihi anak-anak Allah, yaitu apabila kita mengasihi Allah serta melakukan perintah-perintah-Nya.” (1Yoh 5:2).Mengasihi Allah serta melakukan perintah-perintahNya”, itulah panggilan kita sebagai umat beriman. Allah telah mengasihi kita secara melimpah ruah melalui saudara-saudari atau orang-orang yang telah memperhatikan kita sejak kita dilahirkan di dunia ini, lahir dari rahim ibu kita masing-masing. Maka mengasihi Allah berarti hidup dan bertindak yang dijiwai terima kasih dan syukur. Maka hendaknya menyikapi aneka sapaan, sentuhan, perlakuan orang lain pada kita sebagai wujud kasih mereka kepada kita yang lemah dan rapuh ini, entah itu yang mengenakkan atau yang tidak mengenakkan diri kita. Sedangkan perintah-perintah Allah antara lain dapat kita temukan di dalam Kitab Suci, maka hendaknya rajin dan tekun membaca apa yang tertulis di dalam Kitab Suci serta kemudian menghayati apa yang disabdakan oleh Allah, sebagaimana tertulis di dalam Kitab Suci tersebut. Dengan kata lain kita diharapkan memiliki keutamaan ketataan dan kerendahan hati yang mendalam, senantiasa siap sedia untuk dikasihi, dibina, dibimbing dan dibentuk, sehingga tumbuh-berkembang menjadi pribadi yang sungguh mengasihi Allah alias orang yang senantiasa hidup dan bertindak dengan jiwa terima kasih dan syukur. Saya percaya pada anda semua bahwa anda sering dengan mudah berkata ‘terima kasih’, maka semoga tidak hanya manis di mulut kata ‘terima kasih’ tersebut, melainkan menjadi nyata atau terwujud dalam cara hidup dan cara bertindak setiap hari dimana pun dan kapan pun. Kami berharap anak-anak sedini mungkin dibina dan dididik dalam hal hidup penuh syukur dan terima kasih, antara lain dengan teladan konkret dari orangtua, yang telah saling mengasihi dan berterima kasih satu sama lain.
Percayalah kepada TUHAN dan lakukanlah yang baik, diamlah di negeri dan berlakulah setia, dan bergembiralah karena TUHAN; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu. Serahkanlah hidupmu kepada TUHAN dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak; Ia akan memunculkan kebenaranmu seperti terang, dan hakmu seperti siang.” (Mzm 37:3-60)

Rabu,  2 Mei 2012

Romo Ignatius Sumarya, SJ

“Selamat merayakan Hari Pendidikan Nasional. Semoga kebiasaan menyontek di sekolah-sekolah diberantas sampai tuntas alias dilarang keras menyontek baik dalam ulangan maupun ujian, karena menyontek sama dengan pendidikan korupsi”