HOMILI: Hari Raya Tuhan Kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam (2Sam 5:1-3; Kol 1:12-20; Luk 23:35-43)


"Terpuji Raja Kristus selama-lamanya. Yang rela menderita: besarlah kasih-Nya! Pencipta yang setia, teladan yang benar. Terpuji Raja Kristus selama-lamanya.
Terpuji Raja Kristus selama-lamanya. Sebagai tanda kasih disediakan-Nya. Santapan yang mulia, yaitu diri-Nya. Terpuji Raja Kristus selama-lamanya.
Terpuji Raja Kristus selama-lamanya. Gembala yang utama, pembela domba-Nya. Yang lari dan lepas di cari-Nya lekas. Terpuji Raja Kristus selama-lamanya." (PS 552-Syair: Gelobt sei Jesus Christus, Hildesheim 1736, terj. Rm. Antonius Soetanta, SJ 1992; Lagu: Padeborn 1770)

Evaluasi suatu pekerjaan, usaha atau perjalanan hidup sangat penting untuk dilakukan. Fungsi evaluasi antara lain untuk mengetahui setepat dan secermat mungkin hasil pekerjaan, usaha atau perjalanan hidup kita, yang kemudian dijadikan titik pangkal/tolak untuk melangkah lebih lanjut. Jika kita dapat mengadakan evaluasi dengan baik dan benar, maka kita tahu persis 'jati diri' kita yang sebenarnya. Hari ini kita merayakan pesta "Tuhan kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam", dimana kita memasuki minggu terakhir tahun Liturgi, dan minggu depan kita memasuki tahun baru Liturgi, Minggu Adven I. Maka kami mengajak di akhir tahun Liturgy ini untuk mawas diri perihal perjalanan hidup iman dan keagamaan kita selama kurang lebih satu tahun yang telah kita lewati. Semoga kita dapat berkata atau menyatakan diri seperti salah satu penjahat yang disalibkan bersama Yesus di akhir hidupnya "Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja." (Luk 23:42)

  • "Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja." (Luk 23:42)

Salib merupakan hukuman terberat bagi para penjahat menurut tradisi orang-orang Yahudi, maka cukup menarik untuk menjadi bahan refleksi perihal 'penjahat' yang bertobat di detik-detik akhir hidupnya. Dari penjahat yang bertobat ini saya temukan dua hal untuk direfleksikan, yaitu pandangan perihal 'penjahat' dan hidup mulia kembali di sorga untuk selama-lamanya sebagai anugerah Tuhan:

1) 'Hidup mulia di sorga adalah anugerah Tuhan' : "Baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan." (Rm 14:8), demikian kesaksian Paulus kepada umat di Roma. Apa yang dikatakan oleh Paulus ini hemat saya merupakan kebenaran iman bagi semua umat beriman, entah agamanya apapun. Jika orang sungguh beriman pasti akan mengahayati baik hidup atau mati adalah anugerah Tuhan, sehingga selama hidup di dunia ini senantiasa rendah hati, tidak sombong. Hidup adalah anugerah Tuhan, maka segala sesuatu yang menyertai hidup kita, yang kita miliki dan kuasai sampai saat ini adalah anugerah Tuhan, yang kita terima melalui orang-orang yang telah berbuat baik kepada kita atau mengasihi kita. Mati juga anugerah Tuhan, bukankah sebagai orang beriman kita tidak tahu kapan akan mati atau dipanggil Tuhan, karena kematian berada di 'tangan' Tuhan, milik Tuhan. Maka bagi orang beriman ketika saudaranya dipanggil Tuhan tidak akan sedih berkepanjangan.

Hidup atau mati adalah anugerah Tuhan, maka hidup mulia kembali di sorga setelah mati atau meninggal dunia juga anugerah Tuhan. Inspirasi bagi kita yang beriman kepada Yesus adalah sabdaNya kepada penjahat yang bertobat "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus" (Luk 23:43). Maka baiklah kita imani saudara-saudari kita, orangtua kita atau sahabat dan kenalan kita, yang ketika dipanggil Tuhan 'tidak melawan' alias tidak begitu gelisah, kita imani telah hidup mulia kembali di sorga bersama Tuhan untuk selama-lamanya. Yang saya maksudkan 'tidak melawan' adalah pada detik-detik terakhir hidupnya yang bersangkutan nampak tenang, tanpa ada gerakan yang berarti, dan bahkan wajah atau ruman mukanya nampak gembira. Kita imani mereka telah hidup mulia kembali bersama Yesus Raja Semesta Alam.

2) 'Penjahat': Kebanyakan dari kita sering melihat dan memperlakukan para pencopet, penodong atau pencuri sebagai penjahat dan sampah masyarakat, serta menghormati dan menjujung tinggi para pejabat tinggi maupun tokoh politik atau masyarakat. Begitulah pandangan umum yang terjadi, namun hemat saya pandangan umum ini tidak tepat. Tahun lalu dalam suatu pertemuan para Yesuit dengan tema perihal persaudaraan sejati, antara lain dihadirkan Gus Mus, intelektual muda dari NU dan alumni pesantren di Madura, sebagai pembicara/nara sumber. Di tengah-tengah omongan atau arahannya ia menyampaikan rumor sebagai berikut: Pada suatu hari ia menilpon temannya di Madura perihal berita orang-orang Madura yang ditangkap polisi dan dipenjara karena mencuri batangan besi dan sekrup-sekrup (bahan bangunan jembatan Suramadu). Dengan hp-nya ia menyapa temannya di Madura;'memalukan hanya karena besi batangan dan sekrup jembatan , orang-orang Madura dikenal jahat, dan diberitakan kemana-mana melalui aneka media cetak dan elektronik'. Menanggapi sapaan tersebut temannya di Madura menjawab :'ya, teman-teman kita disini mencuri besi dan sekrup yang harganya hanya ratusan ribu rupiah, ditangkap polisi, dipenjarakan dan diberitakan kemana-mana; coba perhatikan orang-orang Jakarta korupsi jutaan atau milyardan rupiah dibiarkan saja'.

Dialog diatas sungguh inspiratif dan bermakna, dan kiranya juga nyata. Perhatikan saja seorang ibu tua yang dituduh mencuri 'tiga buah kakao' ditangkap polisi dan diadili: berapa harga tiga buah kakao dan berapa beaya penangkapan dan pengadilan? Saya merasa orang-orang kecil dan miskin yang terpaksa 'berbuat jahat' (menurut pandangan umum),hemat saya mereka tidak sejahat yang kita pikirkan. Mereka melakukan sesuatu, yang menurut pandangan umum jahat, seperti mengambil milik orang lain, hemat saya demi mempertahankan hidup, anugerah Tuhan, bukan untuk memperkaya diri. Dengan kata lain mereka terpaksa berbuat jahat karena kejahatan orang lain yang lebih besar, yaitu para koruptor atau penindas. Pengalaman saya pribadi dalam mengajak bertobat orang miskin dan tersingkir tersebut lebih mudah dari pada mereka yang terpandang di masyarakat. Orang miskin dan tersingkir ketika memperoleh bantuan rasa syukur dan terima kasihnya luar biasa, sedangkan orang kaya biasa-biasa saja atau bahkan minta tambah alias serakah.

  • "Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia.Ialah kepala tubuh, yaitu jemaat. Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu. Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia, dan oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus" (Kol 1:17-20)



Apa yang dikatakan Paulus kepada umat di Kolese di atas ini bahwa Yesus Raja Semesta Alam adalah pendamai, dan Ia telah mendamaikan segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah dengan wafat di kayu salib. Ia bertahta di kayu salib, maka marilah kita bersembah sujud kepada Yang Tersalib. Bersembah sujud kepada Yang Tersalib berarti kita hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Allah atau meneladan cara hidup dan cara bertindak serta menghayati sabda-sabda Yesus. Dengan demikian kita sungguh dirajai atau dikuasai oleh Tuhan Yesus Kristus Raja Semesta Alam.

Kami berharap di akhir tahun liturgi, perjalanan hidup beriman dan beragama kita setahun yang telah kita lalui, kita semua semakin suci atau semakin beriman, semakin dirajai oleh Yesus Kristus Raja Semesta Alam. Kita semakin hidup berdamai dengan seluruh ciptaan Allah di dunia ini, dengan sesama manusia, binatang maupun tumbuh-tumbuhan serta lingkungan hidup kita. Semoga kita semua selalu hidup dan bertindak dengan motto "AMDG" (Ad Maiorem Dei Gloriam= semakin bertambahnya kemuliaan Tuhan) dalam pelayanan dan kesibukan kita setiap hari.



"Aku bersukacita, ketika dikatakan orang kepadaku: "Mari kita pergi ke rumah TUHAN." Sekarang kaki kami berdiri di pintu gerbangmu, hai Yerusalem… ke mana suku-suku berziarah, yakni suku-suku TUHAN, untuk bersyukur kepada nama TUHAN sesuai dengan peraturan bagi Israel. Sebab di sanalah ditaruh kursi-kursi pengadilan, kursi-kursi milik keluarga raja Daud." (Mzm 122:1-2.4-5)



Jakarta, 21 November 2010


Romo. Ign. Sumarya, SJ

“Di hadapan Dia semua orang hidup." (Why 11:4-12; Mzm 119:14.24.72.103.111.131; Luk 20:27-40)

“Maka datanglah kepada Yesus beberapa orang Saduki, yang tidak mengakui adanya kebangkitan. Mereka bertanya kepada-Nya: "Guru, Musa menuliskan perintah ini untuk kita: Jika seorang, yang mempunyai saudara laki-laki, mati sedang isterinya masih ada, tetapi ia tidak meninggalkan anak, saudaranya harus kawin dengan isterinya itu dan membangkitkan keturunan bagi saudaranya itu. Adalah tujuh orang bersaudara. Yang pertama kawin dengan seorang perempuan lalu mati dengan tidak meninggalkan anak. Lalu perempuan itu dikawini oleh yang kedua, dan oleh yang ketiga dan demikianlah berturut-turut oleh ketujuh saudara itu, mereka semuanya mati dengan tidak meninggalkan anak. Akhirnya perempuan itu pun mati. Bagaimana sekarang dengan perempuan itu, siapakah di antara orang-orang itu yang menjadi suaminya pada hari kebangkitan? Sebab ketujuhnya telah beristerikan dia." Jawab Yesus kepada mereka: "Orang-orang dunia ini kawin dan dikawinkan, tetapi mereka yang dianggap layak untuk mendapat bagian dalam dunia yang lain itu dan dalam kebangkitan dari antara orang mati, tidak kawin dan tidak dikawinkan. Sebab mereka tidak dapat mati lagi; mereka sama seperti malaikat-malaikat dan mereka adalah anak-anak Allah, karena mereka telah dibangkitkan. Tentang bangkitnya orang-orang mati, Musa telah memberitahukannya dalam nas tentang semak duri, di mana Tuhan disebut Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub. Ia bukan Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup, sebab di hadapan Dia semua orang hidup." Mendengar itu beberapa ahli Taurat berkata: "Guru, jawab-Mu itu tepat sekali."Sebab mereka tidak berani lagi menanyakan apa-apa kepada Yesus.” (Luk 20:27-40), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Aneh dan nyata bahwa orang-orang Saduki tidak percaya akan kebangkitan orang mati bertanya kepada Yesus perihal kebangkitan orang mati. Orang-orang Saduki lebih bersikap mental materialistis, dengan kata lain hidup dan bertindak dengan mengandalkan yang materialistis saja atau harta benda duniawi, yang dipikirkan dan diperjuangkan hal-hal duniawi atau harta benda. Tanggapan Yesus atas pertanyaan orang-orang Saduki mengingatkan dan mengajak kita semua umat beriman untuk sungguh menghayati iman dalam hidup sehari-hari. Beriman antara lain berarti percaya pada Penyelenggaraan Ilahi, Allah yang hidup dan berkarya terus menerus tanpa kenal batas ruang dan waktu, dengan kata lain dimanapun dan kapanpun senantiasa berada ‘di hadirat Allah’. Berada ‘di hadirat Allah’ pasti akan dikuasai atau dirajai oleh Allah, sehingga dalam situasi dan kondisi apapun senantiasa tetap bergairah dan dinamis, bergembira-ria. Berbagai macam tantangan, hambatan dan masalah kehidupan membangkitan gairah dan semangat hidup, dan dapat mengatasinya dengan baik, itulah salah satu cirikhas orang beriman. Sebagai suami-isteri beriman berarti dalam kondisi atau situasi apapun tetap saling mengasihi, sebagai anggota lembaga hidup bakti tetap membaktikan diri sepenuhnya kepada Allah dan sebagai imam tetap menjadi penyalur rahmat/berkat Allah bagi manusia serta doa/dambaan umat manusia kepada Allah.

· “Tiga setengah hari kemudian masuklah roh kehidupan dari Allah ke dalam mereka, sehingga mereka bangkit dan semua orang yang melihat mereka menjadi sangat takut” (Why 11:11 ). Kutipan dari Kitab Wahyu ini mengingatkan dan mengajak kita umat beriman untuk percaya akan kebangkitan orang mati. Bagi orang yang sungguh beriman hidup di dunia ini hanya sementara saja, dan hidup mulia di sorga bersama Allah setelah meninggal dunia akan berlangsung selamanya. Pepatah Jawa mengatakan ‘Urip ing donya iku koyo wong mampir ngombe’ = ‘Hidup di dunia itu bagaikan singgah minum sejenak’. Orang singgah untuk minum di perjalanan pada umumnya ‘to the point’, apa adanya, tidak aneh-aneh. Dengan kata lain selama hidup di dunia ini kita diharapkan tidak aneh-aneh, biasa saja, alias hidup sederhana atau bersahaja, tidak berfoya-foya. Maka dengan ini kami mengingatkan mereka yang sering suka berfoya-foya untuk bertobat, kembali ke hidup sederhana atau bersahaja. Tinggalkan keserakahan hidup anda, yang menyebabkan banyak orang menderita. Saya yakin jika kita hidup sederhana pasti tidak akan berbuat jahat, dan dengan demikian senantiasa berbuat baik dan berbudi pekerti luhur. Beriman memang juga berarti hidup baik dan berbudi pekerti luhur, sehingga setelah dipanggil Tuhan alias meninggal dunia akan hidup mulia selamanya bersama Allah di sorga. Hidup beriman berarti ‘roh kehidupan dari Allah’ menjiwai cara hidup dan cara bertindak, dan dengan demikian menghasilkan buah-buah roh seperti “kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri” (Gal 5:22 -23); ia semakin dikasihi oleh Allah dan sesama manusia selama hidup di dunia ini.

“Terpujilah TUHAN, gunung batuku, yang mengajar tanganku untuk bertempur, dan jari-jariku untuk berperang; yang menjadi tempat perlindunganku dan kubu pertahananku, kota bentengku dan penyelamatku, perisaiku dan tempat aku berlindung, yang menundukkan bangsa-bangsa ke bawah kuasaku!”(Mzm 144:1-2)


Jakarta, 20 November 2010



Romo. Ign. Sumarya, SJ

Bolehkah Komuni Lebih Dari Satu Kali Sehari?

Di dalam Perayaan Ekaristi, Tuhan Yesus Kristus memberikan Tubuh dan Darah-Nya kepada kita sebagai santapan spiritual: “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yohanes 10:10). Dengan menyantap Tubuh Kristus, segala segi kehidupan kita dijiwai oleh hidup-Nya. Tubuh Kristus yang kita santap itu memurnikan jiwa kita dengan kasih Allah sehingga tubuh dan jiwa kita dipenuhi dengan sukacita.

Vianney dalam katekese tentang Komuni Kudus mengatakan: “Ketika engkau telah menerima Kristus, engkau merasa jiwamu dimurnikan, sebab jiwamu itu membasuh dirinya dalam kasih Allah. Ketika kita pergi menyambut Komuni Kudus, kita merasakan sesuatu yang luar biasa, suatu sukacita yang merembes ke seluruh tubuh kita, dan yang merasuki jiwa kita. Dan apakah sukacita ini? Kristus, yang menjamah seluruh tubuh kita dan membuat jiwa kita gemetar”. 1

PERSIAPAN MENYAMBUT ALLAH KITA 2
1. Menyiapkan hati dan jiwa dengan sepantasnya. Adakah yang memenuhi pikiran sebelum dan selama Misa berlangsung; dalam perjalanan menyambut Komuni Kudus dan saat kembali ke tempat duduk? Apakah pikiran hanya terpusat kepada Yesus?
2. Mengakui segala dosa dan kelemahan di hadapan Hati Yesus yang Maharahim.
3. Mendengarkan Sabda Tuhan yang diwartakan selama Misa.
4. Merenungkan apa yang sesungguhnya hendak diungkapkan kepada Allah dan mempersiapkan diri bertemu dengan Yang Ilahi.
5. Mohon pada Yesus agar memenuhi segala kebutuhan. Adakah engkau merasa kesepian, depresi, atau terluka? Adakah engkau membutuhkan seorang sahabat? Yesus sanggup memenuhi setiap kebutuhan kita.
6. Mohon bantuan Bunda Maria untuk mempersiapkan hati kita agar dapat menyambut Putra-nya sebagaimana yang ia lakukan.
7. Mohon pada Yesus karunia khusus yang diperlukan untuk hari itu: kesabaran, kepercayaan, keberanian, kemurahan hati, dll.
8. Meluangkan waktu sejenak untuk mengucap syukur setelah menyambut Allah kita.
9. Mengusahakan agar Komuni Kudus berbuah sepanjang hari itu.
10. Membaca Kitab Suci dan bacaan-bacaan rohani yang bermutu mengenai Ekaristi.

Kalau Komuni Kudus merupakan rahmat kasih Allah yang memurnikan jiwa serta memberikan sukacita kepada kita, apakah kita diperkenankan menerima Tubuh Kristus lebih dari satu kali dalam hari yang sama? Pertanyaan ini menjadi relevan karena di Gereja ada banyak misa pada hari Sabtu/Minggu dan sering ditambah beberapa Misa Perkawinan. Banyak umat harus mengikuti Ekaristi lebih dari satu kali pada hari yang sama karena bertugas di dalam liturgi atau karena mengikuti peristiwa-peristiwa khusus, seperti perkawinan atau misa arwah.

Kita dapat menerima Komuni Kudus lebih dari satu kali pada hari yang sama hanya dalam Ekaristi: “Yang telah menyambut Ekaristi Mahakudus dapat menerimanya lagi hari itu hanya dalam Perayaan Ekaristi....” (Kitab Hukum Kanonik Kanon 917). Artinya adalah kita dapat menerima Komuni Kudus lebih dari satu kali pada hari yang sama ketika kita berpartisipasi secara penuh dalam Ekaristi dan bukannya datang hanya untuk menerima Komuni (The Canon Law Society of America, “The Code of Canon Law: A Text And Commentary”, p. 654). Berpartisipasi secara penuh berarti mengikuti tiga bagian dalam Perayaan Ekaristi, yaitu: 1) Mendengarkan Sabda Tuhan, 2) Mengikuti Ekaristi yang memberikan Tubuh Kristus sebagai kekuatan untuk mewujudkan Sabda Tuhan itu, 3) Mengikuti Ritus Penutup di mana kita siap untuk diutus: “Misa sudah selesai. Marilah pergi, kita diutus”. Jadi, kita sebaiknya menerima Komuni Kudus dalam Perayaan Ekaristi ketika kita tidak berada dalam halangan. Tuhan memberkati!

Sumber:
1. http://www.indocell.net/yesaya/id1056.htm
2. Untuk Apa Komuni Setiap Hari”; AVE MARIA No. AM-23 edisi Juli-Agustus 2004; diterbitkan oleh Marian Centre Indonesia

“Seluruh rakyat terpikat kepada-Nya dan ingin mendengarkan Dia” (Why 10:8-11; Mzm 119:14.24.72.103; Luk 19:45-48)


“Lalu Yesus masuk ke Bait Allah dan mulailah Ia mengusir semua pedagang di situ, kata-Nya kepada mereka: "Ada tertulis: Rumah-Ku adalah rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun." Tiap-tiap hari Ia mengajar di dalam Bait Allah. Imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat serta orang-orang terkemuka dari bangsa Israel berusaha untuk membinasakan Dia, tetapi mereka tidak tahu, bagaimana harus melakukannya, sebab seluruh rakyat terpikat kepada-Nya dan ingin mendengarkan Dia” (Luk 19:45-48), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Kehadiran dan karya Yesus, Penyelamat dunia, antara lain menyingkapkan apa yang tersembunyi dalam kedalamam lubuk hati manusia: mereka yang percaya kepada-Nya semakin terpikat dan senang mendengarkan ajaran-ajaran-Nya, sedangkan mereka yang tak percaya kepada-Nya semakin tergerak untuk memusnahkan-Nya. Memang itulah yang juga masih terjadi pada masa kini: orang-orang baik, benar dan jujur yang berani membongkar aneka kejahatan dalam hidup dan kerja bersama, terutama yang dilakukan oleh para pejabat dan penguasa, maka mereka dengan segala upaya disingkirkan oleh para penguasa atau pejabat, yang merasa terganggu dengan sepak terjang maupun suara orang-orang benar tersebut. Namun karena mereka takut terhadap rakyat, maka cara menyingkirkan nampak begitu halus dan konstitusional. Sebagai contoh yang terjadi di Indonesia antara lain kaus ‘Bank Century’. Meskipun harus menghadapi aneka ancaman atau terror dari mereka yang berkuasa, kami berharap kepada para pejuang kebenaran dan kejujuran jalan terus dan tetaplah tegar serta jangan takut, dan percayalah bahwa ‘rakyat terpikat pada cara hidup dan cara kerja serta perjuangan anda’. Dengan ini kami juga berharap kepada para penguasa dan pejabat untuk dengan rendah hati mendengarkan suara dan dambaan rakyat serta menanggapinya dengan sungguh-sungguh: bekerjalah sedemikian rupa sehingga rakyat terpikat pada anda serta senang mendengarkan arahan atau omongan anda. Kasus penyelamatan 33 orang pegawai tambang di Chile yang terjebak selama 69 hari dalam kedalaman lebih dari 600 m bulan lalu sungguh menjadi inspirasi luar biasa bagi para penguasa maupun pejabat. Semoga apa yang dilakukan oleh presiden Chile menjadi teladan dan dicontoh oleh para pemimpin Negara di dunia ini.

· "Engkau harus bernubuat lagi kepada banyak bangsa dan kaum dan bahasa dan raja." (Why 10:11), demikian kata malaikat kepada seseorang yang telah ‘makan gulungan kitab kehidupan’. Saya merasa apa yang dilakukan oleh presiden Chile sesuai dengan apa yang dikatakan oleh malaikat tersebut: ia telah makan gulungan kitab kehidupan, sehingga berani mengorbankan milyardan rupiah demi 33 warganya yang harus diselamatkan, dan apa yang dilakukan sungguh menjadi nubuat bagi seluruh bangsa dan pemimpin dunia, sehingga para pemimpin dunia berterima kasih dan bersyukur kepada presiden Chile maupun rakyatnya. Banyak bangsa dan pemimpin yang baik dan berbudi pekerti luhur terkesima menyaksikan peristiwa penyelamatan tersebut dan tergerak untuk melakukan apa yang sama di negaranya. Pada hari-hari terakhir tahun Liturgy ini kita memang diingatkan pentingnya memperhatikan keselamatan jiwa manusia, maka hendaknya keselamatan jiwa manusia senantiasa menjadi barometer atau ukuran keberhasilan usaha dan pelayanan, bukan harta benda atau uang. Ada motto ‘vox populi, vox Dei’ = suara rakyat/bangsa, suara Tuhan.
Motto ini kiranya mengingatkan dan mengajak para pemimpin dunia atau Negara dimanapun untuk senantiasa mendengarkan dambaan rakyat serta melayaninya demi kesejahteraan dan keselamatan mereka. Tanda keberhasilan utama dan pertama-tama pelayanan seorang pemimpin adalah rakyatnya atau yang ia pimpin hidup dalam damai sejahtera baik lahir maupun batin, phisik maupun spiritual. Kami berharap kepada para bupati/walikota, gubernur, presiden beserta para menteri atau pembantunya di negeri Indonesia tercinta ini sungguh berpihak para rakyat, melayani, membahagiakan dan mensejahterakan rakyat, bukan untuk memperkaya diri, keluarga maupun kerabat-kerabatnya. Semoga pemberitaan di berbagai mass media, entah cetak maupun elektorik tentang penyelamatan 33 pegawai tambang di Chile menjadi contoh yang inspiratif dan selanjutnya juga diusahakan di seluruh dunia.

“Atas petunjuk peringatan-peringatan-Mu aku bergembira, seperti atas segala harta Ya, peringatan-peringatan-Mu menjadi kegemaranku, menjadi penasihat-penasihatku Taurat yang Kausampaikan adalah baik bagiku, lebih dari pada ribuan keping emas dan perak. Betapa manisnya janji-Mu itu bagi langit-langitku, lebih dari pada madu bagi mulutku.” (Mzm 119:14.24.72.103)


Jakarta, 19 November 2010


Romo. Ign. Sumarya, SJ

Seputar Drama dan Tablo Natal

Tanya:

Dalam liturgi Natal sering diadakan semacam drama/tablo natal yang memerankan kisah kelahiran Yesus, apakah itu termasuk dalam ritual resmi liturgi Natalatau hanya sekedar tambahan? Kapan/di bagian mana dalam liturgi selayaknyapementasan drama/tablo itu diadakan? Apakah boleh menggantikan bacaan Injiltentang kelahiran Yesus?

Jawab:

Pedoman umum yang baik untuk pendidikan menyangkut tata liturgi yang benar dan sekaligus juga keterbukaan untuk kreativitas ekspresi iman:

a. Penting sekali kita juga belajar liturgi yang baik dan benar. Nah, sebenarnya amat tidak dianjurkan mengubah (menambahkan atau mengurangi) bagian-bagian liturgi baku Ekaristi yang ada. Maka sedapat mungkin liturgi ekaristi dirayakan sebagai satu kesatuan lengkap tanpa dicampur adukkan dengan kepentingan tambahan, yang tidak diijinkan. Maksud kata diijinkan di sini adalah misalnya memang ada liturgi ekaristi tahbisan, perkawinan, dll – bagian ini sudah ada pedoman baku dan urut-urutan yang direstui dan dibakukan.

b. Maka sebaiknya kalau mau ada ekspresi atau kreativitas lain untuk mendukung peristiwa yang dirayakan hari itu, misalnya Natal, Jumat Agung dan mau ada tablo atau drama, sebaiknya ditempatkan :

(a) sebelum Misa; atau biasanya bukan pilihan menarik

(b) sesudah Misa. Mengapa tidak boleh menggantikan Injil? Injil harus tetap diwartakan; sementara tablo atau drama seringkali merupakan kombinasi dan plus tafsiran atas peristiwa kelahiran Yesus ini. Mengapa di luar Misa? Sesuai dengan maksudnya untuk membantu umat agar bisa mempersiapkan diri dengan baik untuk merayakan, merasakan, dan meresapkan makna Natal atau Jumat Agung yang dirayakan. Dan lagi supaya selama perayaan Ekaristi kita fokus kepada perayaan Penebusan Kristus yang diperbaharui di atas altar, dan bukan kepada yang lain: anak-anak pemain drama, panggung, dll. Kalau maksudnya untuk membantu anak-anak “merayakan Natal” – lebih baik buatlah acara (semacam resepsi Natalan – sesudah Misa) dan di situlah dipentaskan drama Natal itu.

c. Juga akibatnya kalau ditempatkan di dalam kesatuan liturgi, misalnya setelah Injil atau sebelum Injil – akan bisa memecahkan fokus dan kekhidmatan liturgi dan perhatian kita. Mau tidak mau kalau ada pementasan seolah kita pause sebentar, mengundang komentar dan penilaian langsung atau tidak langsung. Juga perhatikan reaksi anak-anak lain saat melihat teman mereka pentas. Apalagi kalau ada yang lucu (bukan melucu, tetapi karena keluguannya, misalnya anak kecil yang jadi malaikat atau gembala tampil dengan ragu entah selalu melihat pelatih, teman dll ---- sehingga umat seolah sejenak “dikeluarkan” atau digeserkan dari liturgi ekaristi dan diajak menikmati “dunia panggung” itu.) Seturut ketentuan PUMR 60, Bacaan Injil merupakan Puncak Liturgi Sabda. Dan bacaan Injil mendapat tempat dan penghormatan liturgis yang lebih istimewa dibanding bacaan-bacaan lainnya. Lihat saja, pembacanya harus klerus (PUMR 59), ada aklamasi-aklamasi khusus, umat harus berdiri ketika pemakluman injil, ada pendupaan Injil, dan kadangkala dalam perayaan-perayaan meriah Kitab Bacaan Injil (Evangeliarum) dipakai untk memberkati hadirin.

d. Drama atau tablo tidak dipentaskan di atas altar, tetapi di bawah altar, misalnya di antara altar dan bangku umat, kalau tetap menggunakan gereja (walau sebenarnya tidak dianjurkan) untuk pementasan ini. Persoalannya biasanya orang (pelatih, dan yang main) tidak puas karena tidak begitu terlihat oleh semua umat. Maunya pentasnya menjadi pusat dan diperhatikan oleh semua umat lain.

Itulah prinsip umum sekitar dramatisasi yang biasa muncul dalam perayaan kita, melengkapi komentar atau tanggapan dari teman-teman lain.


Foto: Ilustrasi

Pesan Natal Bersama Tahun 2010

PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA (PGI)
KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA (KWI)
TAHUN 2010

"Terang yang sesungguhnya sedang datang ke dalam dunia"
(bdk. Yoh. 1:9)

Saudara-saudari yang terkasih,
segenap umat Kristiani Indonesia di mana pun berada,
Salam sejahtera dalam kasih Tuhan kita Yesus Kristus.

•1. Pada saat ini kita semua sedang berada di dalam suasana merayakan kedatangan Dia, yang mengatakan: "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup"1. Dalam merenungkan peristiwa ini, rasul Yohanes dengan tepat mengungkapkan: "Terang yang sesungguhnya itu sedang datang ke dalam dunia. Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh-Nya, tetapi dunia tidak mengenal-Nya. Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya"2. Suasana yang sama juga meliputi perayaan Natal kita yang terjalin dan dikemas untuk merenungkan harapan itu dengan tema: "Terang yang sesungguhnya sedang datang ke dunia".

•2. Saudara-saudari terkasih,

Kita bersyukur boleh hidup dalam suatu negara yang secara konsti-tusional menjamin kebebasan beragama. Namun akhir-akhir ini gejala-gejala kekerasan atas nama agama semakin tampak dan mengancam ke-rukunan hidup beragama dalam masyarakat. Hal ini mencemaskan pihak-pihak yang mengalami perlakuan yang tidak wajar dalam masyarakat kita. Kita semakin merasa risau akan perkembangan "peradaban" yang mengarus-utamakan jumlah penganut agama; "peradaban" yang memenangkan mereka yang bersuara keras berhadapan dengan mereka tidak memiliki kesempatan bersuara; "peradaban" yang memenangkan mereka yang hidup mapan atas mereka yang terpinggirkan. Peradaban yang sedemikian itu pada gilirannya akan menimbulkan perselisihan, kebencian dan balas-dendam: suatu peradaban yang membuahkan budaya kematian dari pada budaya cinta yang menghidupkan.

Keadaan yang juga mencemaskan kita adalah kehadiran para penang-gungjawab publik yang tidak sepenuhnya memperjuangkan kepentingan rakyat kebanyakan. Para penanggungjawab publik memperlihatkan kiner-ja dan moralitas yang cenderung merugikan kesejahteraan bersama. So-rotan media massa terhadap kinerja penanggungjawab publik yang kurang peka terhadap kepentingan masyarakat, khususnya yang terung-kap dengan praktek korupsi dan mafia hukum hampir di segala segi kehidupan berbangsa, sungguh-sungguh memilukan dan sangat mempri-hatinkan, karena itu adalah kejahatan sosial.

Kenyataan ini yang berlawanan dengan keadaan masyarakat yang sema-kin jauh dari sejahtera, termasuk sulitnya lapangan kerja, semakin mem-perparah kemiskinan di daerah pedesaan dan perkotaan. Keadaan ini diperberat lagi oleh musibah dan bencana yang sering terjadi, baik karena faktor murni alami maupun karena dampak campur-tangan kesalahan manusiawi, terutama dalam penanganan dan penanggulangannya. Sisi-sisi gelap dalam peradaban masyarakat kita dewasa ini membuat kita semakin membutuhkan Terang yang sesungguhnya itu.

Terang yang sesungguhnya, yaitu Yesus Kristus menjelma menjadi ma-nusia, sudah datang ke dalam dunia. Walaupun banyak orang menolak Terang itu, namun Terang yang sesungguhnya ini membawa pengha-rapan sejati bagi umat manusia. Di tengah kegelapan, Terang itu me-numbuhkan pengharapan bagi mereka yang menjadi korban ketidak-adilan. Bahkan di tengah bencana pun muncul kepedulian yang justru melampaui batas-batas suku, agama, status sosial dan kelompok apa pun. Terang itu membawa Roh yang memerdekakan kita dari pelbagai kege-lapan, sebagaimana dikatakan oleh Penginjil Lukas: "Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang"3.

Natal adalah tindakan nyata Allah untuk mempersatukan kembali di dalam Kristus sebagai Kepala segala sesuatu yang telah diciptakan-Nya4. Semua yang dilihat-Nya baik adanya itu5, yang telah dirusakkan dan diceraiberaikan oleh kejahatan manusia, menemukan dirinya di dalam Terang itu. Oleh karena itu, dengan menyambut dan merayakan Natal sebaik-baiknya, kita menerima kembali, „Ÿ dan demikian juga menya-tukan diri kita dengan „Ÿ karya penyelamatan Allah yang baik bagi semua orang.

Di dalam merayakan Natal sekarang ini, kita semua kembali diingatkan, bahwa Terang sejati itu sedang datang dan sungguh-sungguh ada di da-lam kehidupan kita. Terang itu, Yesus Kristus, berkarya dan membuka wawasan baru bagi kesejahteraan umat manusia serta keutuhan ciptaan. Inilah semangat yang selayaknya menjiwai kita sendiri serta suasana di mana kita sekarang sedang menjalani pergumulan hidup ini.

•3. Saudara-saudari terkasih,

Peristiwa Natal membangkitkan harapan dalam hidup dan sekaligus memanggil kita untuk tetap mengupayakan kesejahteraan semua orang. Kita juga dipanggil dan diutus untuk menjadi terang yang membawa pengharapan, dan terus bersama-sama mencari serta menemukan cara-cara yang efektif dan manusiawi untuk memperjuangkan kesejahteraan ber-sama.

•· Bersama Rasul Paulus, kami mengajak seluruh umat kristiani di tanah air tercinta ini: "Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan"6, karena dengan membalas kejahatan dengan kejahatan, kita sendirilah yang dikalahkannya.

•· Selanjutnya kita wajib ikut-serta mewujudkan masyarakat yang sejah-tera, adil dan makmur, bahkan melalui usaha-usaha kecil tetapi konkrit seperti menjalin hubungan baik dengan sesama warga masyarakat demi kesejahteraan bersama. Kita turut menjaga dan memelihara serta melestarikan lingkungan alam ciptaan, antara lain dengan menanam pohon dan mengelola pertanian selaras alam, dengan tidak membuang sampah secara sembarangan; mempergunakan air dan listrik seperlunya, mempergunakan alat-alat rumahtangga yang ramah lingkungan.

•· Dalam situasi bencana seperti sekarang ini kita melibatkan diri secara proaktif dalam pelbagai gerakan solidaritas dan kepedulian sosial bagi para korban, baik yang diprakarsai gereja, masyarakat maupun pemerintah.

•· Marilah kita memantapkan penghayatan keberimanan kristiani kita, terutama secara batiniah, sambil menghindarkan praktik-praktik iba-dat keagamaan kita secara lahiriah, semu dan dangkal. Hidup beragama yang sejati bukan hanya praktik-praktik lahiriah yang ditetap-kan oleh lembaga keagamaan, melainkan berpangkal pada hubungan yang erat dan mesra dengan Allah secara pribadi.

Akhirnya, marilah kita menyambut dan merayakan kedatangan-Nya dalam kesederhanaan dan kesahajaan penyembah-penyembah-Nya yang pertama, yakni para gembala di padang Efrata, tanpa jatuh ke dalam perayaan gegap-gempita yang lahiriah saja. Marilah kita percaya kepada Terang itu yang sudah bermukim di antara kita, supaya kita menjadi anak-anak Terang7.[1]Dengan demikian perayaan Natal menjadi kesempatan mulia bagi kita untuk membangkitkan dan menggerakkan peradaban kasih sebagai tanda penerimaan akan Terang itu dalam lingkungan kita masing-masing. Dengan pemikiran serta ungkapan hati itu, kami mengucapkan:

SELAMAT NATAL 2010 DAN TAHUN BARU 2011

Jakarta, 12 November 2010

Atas nama

PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA KONFERENSI WALIGEREJA
DI INDONESIA (PGI), INDONESIA (KWI),

Pdt. Dr. A.A. Yewangoe Mgr. M.D. Situmorang OFMCap.

Ketua Umum Ketua

Pdt. Gomar Gultom, M.Th. Mgr. J.M. Pujasumarta

Sekretaris Umum Sekretaris Jenderal


[1] Yoh.8:12; 2Lih.Yoh.1:9-11; 3Luk.4:18-19; 4Lih.Ef.1:10; 5Lih.Kej.1:10;6Rom.12:21;7Lih.Yoh.12:36.

Apa Yang Kuinginkan Dalam Doa


Apa Yang Kuinginkan Dalam Doa
14 x 21 cm; 162 hlm

Harga buku: Rp 28.000,-

Dalam buku ini, William A. Barry SJ, seorang pembimbing rohani yang berpengalaman, mengidentifikasi keinginan-keinginan yang bisa diungkapkan orang dalam doa. Secara garis besar keinginan tersebut terkait erat dengan relasi. Orang berkata, “Saya ingin mengenal Allah dengan lebih baik,” atau “Saya ingin kepastian bahwa Tuhan mengasihi saya.”

Bab-bab dalam buku ini ditata secara teratur dan berkesinambungan. Pastor A. Barry menghubungkan ayat-ayat succi dengan keinginan-keinginan tersebut dengan kata-kata Kitab Suci dan dengan melihat ke dalam batin kita masing-masing.


***

Buku ini layak disebarluaskan, dan kiranya akan membantu para pembaca untuk menemukan jati dirinya, teristimewa dalam membangun relasi yang sejati dan mendalam dengan Allah, Sang Pencinta Kehidupan. Sebagai Fransiskan, saya belajar “berdoa” secara intensif juga dari William A. Barry SJ, yang berhasil mengolah Latihan Rohani St. Ignatius Loyola. Mudah-mudahan para pembaca yang memanfaatkan buku ini mencerap permata rohani dalam bahasa yang popular, injili, dan komplit ini – Eddy Kristiyanto, OFM


Spiritualitas Pertobatan


Spiritualitas Pertobatan

Mgr. Hubertus Leteng

14 x 21 cm; 224 hlm

Harga buku: Rp 37.500,-


Sebentar lagi kita memasuki masa adven. Masa penantian akan kelahiran Sang Kristus. Masa yang diisi dengan sikap tapa dan pertobatan. memeriksa batin kita dan merenungi segala dosa yang telah kita perbuat selama ini. Masa dimana antrean panjang tampak di depan kamar pengakuan. Sehingga dengan guyon bisa dibilang sedang musim pengakuan dosa .

Kita disadarkan bahwa pertobatan adalah jalan masuk menuju Kerajaan Allah, maka kita akan berlomba-lomba untuk tiba di kamar pengakuan. Akibatnya sang pastor akan kewalahan melayani permintaan umatnya.

Namun, Kerajaan Allah tak berjalan secara otomatis laksana mesin. Ia bukan hanya sekadar cita-cita umat beriman. Tetapi, harus diperjuangkan sepanjang hidup manusia. Sama dengan pertobatan, yang merupakan pergulatan tanpa batas dalam kehidupan manusia.

Buku ini merupakan goresan pena dan hasil permenungan Uskup Ruteng yang baru, Mgr Hubertus Leteng Pr. yang diluncurkan bertepatan dengan acara Tahbisan Uskup Dioses Ruteng, 14 April 2010.

Wajah dosa

Dalam buku ini kita akan menemukan hal-hal baru, yang selama mi mungkin belum terpikirkan. Kita diajak memahami spiritualitas pertobatan dalam kehidupan kita sehari-hari. Pemahaman itu dapat menuntun kita pada penghayatan yang lebih mendalam karena dalam setiap bab, kita menimba inspirasi dari Kitab Suci.

Bahasa yang disajikan mudah dicerna, sehingga tak membosankan. Ulasan-ulasan diwarnai dengan dialog-dialog singkat yang menjiwai spiritualitas dan membawa kita masuk lebih jauh ke dalam permenungan.

Manusia yang berproses kerap mendapat cobaan dan godaan yang datang dan luar maupun dalam dirinya. Namun, cobaan terbesar justru datang dari dalam diri sendiri. Kita kerap mendengar nasihat, “Kalahkan din Anda sendiri!” Atau kita juga kerap mendengar, “Jika kita mampu mengalahkan diri sendiri, kita juga mengalahkan dunia!”

Tetapi, mengapa manusia kerap jatuh dalam dosa? Mgr Hubertus Leteng menyatakan, karena manusia Iemah, manusia mudah tergoda dan tertarik dengan tawaran-tawaran yang menggiurkan. Wajah dosa sela!u tampi! mempesona, menarik, dan menawan. Rayuannya maut. Daging dosa itu lembut, halus, empuk, dan enak. Dosa sangat mudah membuat manusia tergiur. Padahal, dosa yang berwajah manis justru menuntun manusia ke arah kematian. Dosa melahirkan ketakutan dan kematian. Laksana tumbuhan; dosa tumbuh dengan cepat jika disirami. Dan jika tidak segera ditebang, pohon dosa akan menghasilkan buah-buah dosa yang berlipat ganda.

Maka, manusia tak bisa mengandalkan kekuatan diri sendini. Untuk bertobat, ia membutuhkan rahmat Allah yang mampu membalikkan hatinya kepada-Nya. Hal tersebut senada dengan apa yang dikatakan Kristus, “Di luar Aku, kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yoh 15:5). Saat bertobat, manusia berarti memilih Tuhan. Maka, ia kembali kepada Tuhan dan tidak lagi berpaling kepada setan. Sebagai pengikut Kristus, titik tolak manusia hanya kepada Dia yang telah bangkit dan dimulyakan.

Spiritualitas Kebangkitan

Peristiwa kebangkitan Kristus telah memerdekakan dan membebaskan manusia dari belenggu dan keinginan duniawi. Spiritualitas kebangkitan adalah semangat yang hidup, berkobar-kobar, yang mengandung kesetiaan dan ketekunan, keteguhan dan keuletan dalam setiap perjuangan, sehingga manusia tidak mudah pesimis, putus asa, dan kecewa dengan pengalaman pahit dan penderitaan hidup.

Lewat tuntunan Roh Kudus yang memberi rahmat penyesalan dan pertobatan, manusia dibimbing agar Tuhan memimpin, meraja dan menguasai dalam hidupnya. Dalam bimbingan Roh Kudus manusia tak akan mudah tergoda dalam bujuk rayu setan dan terperosok dalam perangkap dosa.

Pertobatan adalah jalan masuk menuju Kerajaan Allah. Karena dengan bertobat, manusia membuka kembali hubungan denganNya. Salah satu upaya pertobatan adalah dengan berpuasa agar manusia dapat memperbaiki dan membangun hidup yang lebih balk. Lewat berpuasa, manusia menjadi baru kembali. Berpuasa adalah satu langkah penting untuk menghayati makna spiritualitas pertobatan.

Mgr Hubertus Leteng memang piawai dalam bidang spiritualitas. Lewat bukunya ini, ia mengajak kita menyelami spiritualitas pertobatan di tengah dunia yang kian hiruk-pikuk dengan beragam tawaran. Rupanya Mgr Hubertus Leteng ingin mengawali masa tugasnya sebagai uskup dengan berbagi dan memberikan tuntunan bagi kita semua sebagai mund-munid Kristus, sehingga kita dapat melangkah dengan arab dan langkah yang benar menuju Kerajaan Allah.




Keputusan Sidang KWI 2010

Berita SAGKI 2-5 November sudah diberitakan Para Uskup seluruh Nusantara melanjutkannya dengan Sudang tahunan 2010 , 7- 12 November.

Masih ada keputusan Sadang KWI 2010, yang kiranya baik Anda mengetahuinya:

1. KWI menyetujui dilaksanaakannya Indonesian Youth Day 2011
2. KWI menyetujuai diadakanya Hari Studi Katekese dalam Sidang KWI 2011
3. KWI memberikan aprobasi ad experimentum untuk lima tahun buku Tata Perayaan Perkawinan.
4. Dalam rangka peringatan 50 tahun hirarki di Indonesia, KWI menyetujui:

a. Tiap Keuskupan merayakan ekaristi dengan intensi 50 tahun hirarki Indonesia pada awal Januari 2011.
b. Diharapkan ada surat dari KWI yang berisi, refleksi syukur, ajakan solidaritas dan kemandirian.
c. Pada Sidang tahunan 2011, akan dirayakan puncak peringatan 50 tahun hirarki Gereja Indonesia.
d. Diharapkan melanjutkan penulisan Sejarah Gereja Indonesia.


Di samping itu semua, ada berita dari Vatikan bahwa Bapa Suci akan menerima kunjungan para uskup Indonesia ke Vatikan " Kunjungan ad limina" pada tanggal 22 September - 8 Oktober 2011.

Teriring salam kasih dan doa :

J. Sunarka,SJ

"Engkau tidak mengetahui saat, bilamana Allah melawat engkau." (Why 5:1-10; Mzm 149:1-4; Luk 19:41-44)

"Dan ketika Yesus telah dekat dan melihat kota itu, Ia menangisinya, kata-Nya: "Wahai, betapa baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu. Sebab akan datang harinya, bahwa musuhmu akan mengelilingi engkau dengan kubu, lalu mengepung engkau dan menghimpit engkau dari segala jurusan, dan mereka akan membinasakan engkau beserta dengan pendudukmu dan pada tembokmu mereka tidak akan membiarkan satu batu pun tinggal terletak di atas batu yang lain, karena engkau tidak mengetahui saat, bilamana Allah melawat engkau." (Luk 19:41-44), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.



Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Sabda hari ini kiranya mengingatkan kita semua bahwa masing-masing dari kita tidak tahu kapan dipanggil Allah atau meninggal dunia; kita dapat dipanggil Allah setiap saat, kapan saja dan dimana saja. Jika kita dipanggil Allah kiranya kita mendambakan kemudian hidup damai sejahtera dan mulia selama-lamanya di sorga bersama Allah yang telah menciptakan kita. Karena kita tidak tahu kapan meninggal dunia, maka hendaknya kita senantiasa siap sedia, tahu dan menghayati apa yang perlu untuk hidup damai sejahtera baik lahir maupun batin, phisik maupun spiritual. Dengan kata lain hendaknya kita senantiasa hidup baik dan berbudi pekerti luhur kapanpun dan dimanapun. Kami berharap masing-masing dari kita secara pribadi dengan bersungguh-sungguh berusaha hidup baik dan berbudi pekerti luhur, namun karena keterbatasan kita masing-masing baik kita bekerjasama, terutama dan saudara-saudari atau mereka yang hidup dan bekerja dekat dengan kita setiap hari, misalnya dengan segenap anggota keluarga atau rekan kerja/belajar. Di dalam keluarga hendaknya orangtua dapat menjadi teladan hidup baik dan berbudi pekerti luhur, sehingga dapat mendampingi anak-anak yang dianugerahkan Tuhan. Anak-anak adalah anugerah Tuhan maka selayaknya dididik dan didampingi sesuai dengan kehendak Tuhan. Pengalaman hidup baik dan berbudi pekerti luhur di dalam keluarga kemudian dapat dikembangkan dan diperdalam baik di sekolah maupun tempat kerja. Jika kita sungguh dalam keadaan siap sedia sewaktu-waktu dipanggil Allah alias meninggal dunia, maka pada detik-detik terakhir hidup kita, kita akan berdoa seperti penjahat yang disalibkan bersama Yesus: "Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja."(Luk 23:42), dan menerima jawaban "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus."(Luk 23-43)

· "Engkau layak menerima gulungan kitab itu dan membuka meterai-meterainya; karena Engkau telah disembelih dan dengan darah-Mu Engkau telah membeli mereka bagi Allah dari tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa. Dan Engkau telah membuat mereka menjadi suatu kerajaan, dan menjadi imam-imam bagi Allah kita, dan mereka akan memerintah sebagai raja di bumi." (Why 5:9-10), demikian nyanyian baru bagi mereka yang telah hidup mulai kembali di sorga, setelah meninggal dunia. Nyanyian ini kiranya juga menjadi nyata atau terwujud dalam diri orang yang sungguh baik dan berbudi pekerti luhur selama hidup dunia ini. Orang baik dan berbudi pekerti luhur telah dibeli bagi Allah dari tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa alias hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak dan perintah Allah bukan tradisi-tradisi atau kebiasaan-kebiasaan suku maupun bangsa yang tidak baik. Orang-orang baik dan berbudi pekerti luhur juga menjadi imam-imam bagi Allah dan akan memerintah sebagai raja di bumi, dengan kata lain ia dapat menjadi penyalur rahmat, anugerah dan kasih karunia Allah kepada sesama manusia dimanapun dan kapanpun. Maka marilah dengan rendah hati dan bantuan rahmat Allah kita hayati panggilan imamat umum kaum beriman, sehingga cara hidup dan cara bertindak kita dimanapun dan kapanpun dapat menjadi berkat atau rahmat bagi sesama, dan kita sendiri semakin dikasihi oleh Allah dan sesama manusia. Orang baik dan berbudi pekerti luhur dengan enak dan gembira dapat membuka gulungan kitab, artinya dengan enak dan gembira melakukan apa yang baik dan berbudi pekerti luhur. Kehadiran, sepak terjangnya dimanapun dan kapanpun senantiasa menarik, mempesona dan memikat, sehingga banyak orang tergerak untuk mendekat dan bersahabat. Marilah kita hidup dan bertindak dalam dambaan hidup damai sejahtera, sehat walafiat baik seeara phisik maupun spiritual.



"Haleluya! Nyanyikanlah bagi TUHAN nyanyian baru! Pujilah Dia dalam jemaah orang-orang saleh. Biarlah Israel bersukacita atas Yang menjadikannya, biarlah bani Sion bersorak-sorak atas raja mereka! Biarlah mereka memuji-muji nama-Nya dengan tari-tarian, biarlah mereka bermazmur kepada-Nya dengan rebana dan kecapi! Sebab TUHAN berkenan kepada umat-Nya, Ia memahkotai orang-orang yang rendah hati dengan keselamatan." (Mzm 149:1-4)



Jakarta, 18 November 2010


Romo. Ign. Sumarya, SJ

Kubertanya Kepada-Mu

Aku bertanya kepada Tuhan, mengapa aku tidak kaya...
Lalu Dia menunjukkan seorang pria dengan banyak harta, tetapi hidup
kesepian, dan tidak memiliki siapapun untuk berbagi.

Aku bertanya kepada Tuhan, mengapa aku tidak cantik...
Lalu Dia menunjukkan seorang wanita dengan kecantikan yang melebihi
lainnya, tetapi memiliki karakter yang buruk.

Aku bertanya kepada Tuhan, mengapa Ia membiarkan aku menjadi tua...
Lalu Dia menujukkan seorang anak laki-laki berusia 16 tahun sedang
terbujur kaku, meninggal karena kecelakaan mobil.

Aku bertanya kepada Tuhan, mengapa aku tidak memiliki rumah besar...
Lalu Dia menunjukkan sebuah keluarga yang beranggotakan 6 orang, baru
saja diusir dari rumah yang kecil sesak...dan terpaksa tinggal di
jalanan.

Aku bertanya kepada Tuhan, mengapa aku harus bekerja...
Lalu Dia menunjukkan seorang pria, yang tidak bisa menemukan satu
pekerjaan pun, karena tidak memiliki kesempatan untuk belajar membaca.

Aku bertanya kepada Tuhan, mengapa aku tidak menjadi orang terkenal...
Lalu Dia menunjukkan seseorang yang memiliki banyak sahabat, tetapi
semuanya pergi ketika orang itu tidak memiliki harta lagi.

Aku bertanya kepada Tuhan, mengapa aku tidak pintar...
Lalu Dia menunjukkan seorang yang terlahir jenius, tetapi dipenjara
karena menyalahgunakan kepintarannya untuk kejahatan.

Aku tahu sekarang betapa besar Ia mengasihiku...
Dan itu cukup bagiku.

Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki
Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu (1 Tesalonika 5:18). ^..^
[ Redaksi Salam Damai November 3 at 2:33pm]

Marilah Kita Terlibat Dalam Menata Hidup Bangsa (Surat KWI kepada Umat Katolik di Indonesia)

MARILAH TERLIBAT DALAM MENATA HIDUP BANGSA
Surat Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) kepada Umat Katolik di Indonesia

Kepada Saudara-saudari umat Katolik di seluruh wilayah tanah air yang terkasih dalam Tuhan kita Yesus Kristus,

Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI), 1-5 November 2010 di Wisma Kinasih, Caringin, Bogor baru saja berakhir. Kami para Uskup juga baru saja mengakhiri sidang tahunan yang berlangsung 8-12 November 2010. Dengan para peserta SAGKI yang merupakan wakil-wakil umat dari keuskupan-keuskupan, kami sudah mengalami kebersamaan dan persekutuan dalam iman pada SAGKI yang lalu. Kini kami ingin menyapa saudara-saudari umat Katolik di Indonesia dan membagi sukacita serta berkat Tuhan secara lebih melimpah kepada Anda yang tidak ikut SAGKI.

SAGKI dan sidang tahunan KWI terlaksana di tengah keprihatinan seluruh anak bangsa karena berbagai bencana yang melanda beberapa wilayah negeri ini, seperti banjir bandang di Wasior (Papua Barat), gempa bumi dan tsunami di Kepulauan Mentawai (Sumatera Barat), serta meletusnya Gunung Merapi (di perbatasan Jateng-DIY) yang menelan banyak korban jiwa, harta, dan hancurnya sebagian sarana-prasarana serta menyuramkan hari depan mereka. Situasi itu semakin mendorong kami untuk menyapa dan meneguhkan Anda semua yang telah bersama dengan warga masyarakat lainnya mewujudkan kepeduliaan untuk membantu saudara-saudari yang sedang terkena musibah.

Kami sungguh bergembira dan bersyukur atas berbagai inisiatif dan karya nyata yang telah Anda lakukan di tengah dan bersama masyarakat sebagai usaha untuk menemukan dan menampilkan wajah Yesus dalam hidup sehari-hari. Kenyataan keterlibatan Anda dalam masyarakat dapat kami dengar melalui penuturan para utusan keuskupan yang ambil bagian dalam SAGKI yang lalu. Karya nyata itu kami dengar dalam SAGKI melalui kisah sejumlah saudara seiman bagaimana mereka menghayati imannya dalam perjumpaan dengan berbagai kebudayaan dan gaya hidup, keragaman agama, dan kemiskinan. Juga kisah beberapa orang yang berbeda agama mengenai pengalaman mereka dalam perjumpaan dengan orang-orang Katolik.

Saudara-saudari yang terkasih,
Guna semakin nyata menghadirkan wajah Yesus dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, kami ingin berbicara dengan Anda dari hati-ke-hati mengenai beberapa hal yang kami anggap penting bagi kita sebagai umat Katolik warga negara Indonesia. Hal-hal yang kami maksud adalah pemberantasan korupsi, pengentasan kemiskinan, upaya mengembangkan toleransi yang didasari kasih dan penegakan hukum yang berkeadilan. Kegembiraan, peneguhan, dan pencerahan yang ditimba dalam SAGKI memberi inspirasi untuk menjalankan panggilan untuk lebih terlibat dalam menata kehidupan bangsa terlebih menjawab empat persoalan mendesak di atas.

Pemberantasan korupsi: Godaan untuk melakukan korupsi hadir sebagai sebuah hal yang nampaknya baik. Dalam membujuk untuk berkorupsi, roh jahat menunjukkan diri sebagai malaikat. Maka untuk mencermati masalah korupsi, kita pertama-tama harus mengamati bagaimana kita bersama-sama melatih diri untuk mampu membedakan gerak-gerik roh dalam diri maupun dalam masyarakat. Pembujuk jahat yang menggoda untuk melakukan korupsi, dengan wajahnya yang manis membujuk kita untuk melakukan hal-hal yang nampaknya baik dan besar, penting dan berguna bagi kemanusiaan. Dari buahnya kita kenali pohonnya. Dan buah itu ternyata buah busuk dan membuat koruptor itu menjadi berbau. Buah itu ternyata merusak nama baiknya, keluarganya dan pada gilirannya merusak masyarakat.

Korupsi kini telah meresap ke seluruh sendi kehidupan bangsa. Praktek hidup yang koruptif amat luas dan dalam, sehingga dirasakan seakan-akan hal itu normal dan baik. Kita melihat, pihak-pihak yang semestinya mengusahakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, semakin cerdik mencari jalan untuk mendapatkan keuntungan bagi diri, keluarga, kelompok atau golongannya sendiri dengan memanfaatkan kekuasaan yang dimilikinya. Sebagai orang beriman dan warga negara kita harus mencari upaya untuk menghapus dan menghentikannya. Sebagai orang beriman kita harus bersikap jujur, bertindak benar, serta bertanggungjawab atas kepercayaan orang lain.
Pengentasan kemiskinan: Kemiskinan tidak berdiri sendiri. Kemiskinan adalah sebuah wajah yang menunjukkan tiadanya cintakasih dan struktur sosial yang adil. Di dalam masyarakat kita ada segolongan orang yang menguras kekayaan negeri ini secara berkelebihan sehingga tidak ingat lagi pada saudara-saudarinya yang juga memerlukan rejekinya dari tanah air yang sama. Kenyataannya sekitar 40 persen bangsa kita belum hidup sejahtera. Setelah 65 tahun merdeka kenyataan ini mesti menggugah kita. Rakyat mengharapkan kebijakan politik dan ekonomis yang secara kasatmata berpihak pada orang kecil. Rakyat terpaksa menjadi penonton proyek-proyek besar atau bahkan mengalami penggusuran karena adanya proyek-proyek tersebut. Orang kecil tidak mengharapkan peminggiran atau penggusuran, melainkan pemberdayaan agar semakin berdaya.

Pengembangan toleransi yang didasari kasih: Jarak antara mereka yang kaya dan miskin semakin lebar. Akibatnya, mereka yang miskin menjadi putus asa. Mungkin mereka sudah mengusahakan agar dapat hidup secara pantas sebagai manusia, tetapi usaha itu tidak membawa hasil. Ketika hal semacam itu menjadi pengalaman semakin banyak orang, maka agama menjadi satu-satunya kekuatan yang ada di dalam diri mereka. Agama, di satu pihak bisa dipergunakan sebagai pendorong untuk menghancurkan struktur yang tidak adil, tetapi di lain pihak bisa dimanfaatkan untuk mempertahankan struktur yang tidak adil itu guna mencari keuntungan diri. Akhir-akhir ini kekerasan dan tindakan-tindakan anarkhis dengan mengatasnamakan agama kembali menguat. Sikap dan tindakan seperti itu memunculkan intoleransi yang semakin meningkat, yang merusak hak asasi warga negara untuk bebas menjalankan agama dan kepercayaannya yang telah dijamin oleh Pancasila dan UUD NRI 1945.

Penegakan hukum yang berkeadilan: hingga kini kita sering mendengar ungkapan yang menyatakan bahwa setiap warga negara memiliki kedudukan sama dan setara di hadapan hukum. Hukum perlu ditegakkan agar kebenaran dan keadilan menjadi nyata, hukum harus dijadikan panglima sesuai amanat UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Namun kita kerap menyaksikan bahwa penegakan hukum yang berkeadilan baru sampai pada ungkapan niat baik tetapi belum sampai kepada pelaksanaan yang konsisten. Proses penegakan hukum masih memberi kesan kuat tebang pilih dan membeda-bedakan. Penerapan hukum sepertinya ”tajam ke bawah, tumpul ke atas”. Maksudnya, terhadap rakyat kecil atau warga biasa hukum bisa diterapkan secara efektif, tetapi hukum menjadi tumpul dan tidak berdaya terhadap yang besar, berkedudukan dan memiliki kekuasaan, serta punya banyak uang.

Empat hal tersebut kami anggap penting dan menentukan dalam kehidupan bermasyarakat. Maka melalui surat ini, kami ingin menegaskan sikap dan menyampaikan ajakan kepada Anda semua untuk cermat melihat akar-akarnya, cara berkembangnya, tipu dayanya, dan akibat-akibat buruk yang ditimbulkannya. Sungguh merupakan celaka bagi bangsa ini kalau hal-hal itu tidak segera diatasi, sebab dengan itu kita bisa menyebabkan negara ini terus mengalami pembusukan dari dalam dan menyebabkan rapuhnya bangunan kesatuan dan persatuan kita serta sulitnya mewujudkan hidup yang adil dan makmur.

Saudara-saudari yang terkasih,
Marilah kita cermati diri kita masing-masing, keluarga, komunitas, dan Gereja kita agar tidak terbujuk oleh godaan untuk berkorupsi. Jangan sampai perilaku kita melukai rasa religius umat beriman, menyakiti hati kaum marjinal dan terabaikan. Kita tingkatkan bersama kualitas dialog dan karya-karya nyata bersama umat yang berbeda agama. Kita usahakan pengentasan kemiskinan melalui perbaikan struktur sosial yang tidak adil dan dengan mengembangkan semangat saling membantu. Marilah kita mengawal proses penegakan hukum yang berkeadilan dengan menjadi warga yang hormat dan taat pada aturan serta hukum yang berlaku.

Secara langsung, mungkin tak akan lekas nampak hasilnya. Tetapi bila kita mampu membedakan gerak-gerak roh dalam diri kita, kami percaya bahwa usaha ini akan membawa perubahan. Perubahan yang berasal dari batin dan yang berakar pada iman yang teguh akan memiliki dampak yang dahsyat. Semoga secara batin kita diperkaya oleh Kristus sehingga kita menjadi mampu untuk menolak godaan roh jahat.

Semoga iman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita, menjadi daya kekuatan bagi kita agar kita semakin mampu mendengarkan suara Roh, hidup arif dan berani mengambil keputusan-keputusan yang berdasarkan iman dan moral Katolik demi keselamatan bangsa dan kemuliaan Allah.

Pengalaman kebersamaan sebagai umat Katolik Indonesia selama SAGKI 2010 meneguhkan kita bahwa keberagaman budaya, perbedaan agama merupakan modal sosial yang sangat baik untuk mewujudkan persatuan sebagai bangsa Indonesia. Modal sosial itu akan semakin kuat apabila ada kesediaan berdialog dan bekerjasama, saling melengkapi dan saling memperkaya. Marilah kita membangun masa depan Indonesia yang lebih baik, berawal dari diri kita sendiri, keluarga, komunitas, dan paguyuban-paguyuban yang bertumbuh subur di tengah-tengah umat.
Tuhan memberkati kita semua.

Jakarta, 12 November 2010

"Setiap orang yang mempunyai kepadanya akan diberi tetapi siapa yang tidak mempunyai dari padanya akan diambil" (Why 4:1-11; Mzm 150; Luk 19:11-28)


"Untuk mereka yang mendengarkan Dia di situ, Yesus melanjutkan perkataan-Nya dengan suatu perumpamaan, sebab Ia sudah dekat Yerusalem dan mereka menyangka, bahwa Kerajaan Allah akan segera kelihatan……..Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, dari padanya akan diambil, juga apa yang ada padanya. Akan tetapi semua seteruku ini, yang tidak suka aku menjadi rajanya, bawalah mereka ke mari dan bunuhlah mereka di depan mataku." Dan setelah mengatakan semuanya itu Yesus mendahului mereka dan meneruskan perjalanan-Nya ke Yerusalem." (Luk 19:11.26-28), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Elisabeth dari Hungaria, biarawati, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:


· Perkembangan masing-masing dari kita setelah mengarungi perjalanan hidup dan tugas pengutusan sampai saat ini kiranya ada dua kemungkinan, yaitu semakin baik/suci/terampil/cerdas/rajin dst…atau semakin buruk/jahat/bodoh /malas dst.. Cukup menarik jika diperhatikan yaitu, sebagaimana disabdakan oleh Yesus hari ini, mereka yang baik/suci/terampil/cerdas/rajin dst. semakin baik/suci/terampil/cerdas/rajin, sedangkan mereka yang buruk/jahat/ bodoh/ malas dst..semakin buruk/jahat/bodoh/malas. Maka dengan ini saya mengajak kita semua untuk mawas diri: apa yang terjadi dalam diri kita masing-masing. Kami berharap, karena cara hidup dan cara bertindak, kita semua tumbuh berkembang semakin baik/suci/termpil/cerdas/rajin, dst.. Dengan kata lain kita semakin siap sewaktu-waktu dipanggil Tuhan, meninggal dunia, mendahului perjalanan untuk menghadap Bapa di sorga dan hidup selama-lamanya. Bukankah semakin tambah usia berarti juga semakin dekat kematian kita? Kami juga berharap kepada mereka yang mengalami kemandegan dalam hidup beriman untuk dengan rendah hati membuka diri, siap sedia untuk dirubah dan dikembangkan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Dengan kata lain mereka yang buruk kami harapkan memperbaiki diri, yang jahat bertobat, yang malas segera berlatih bekerja keras dan yang bodoh menyadari serta menghayati kebodohannya sambil siap sedia untuk diajar atau dibina. Dalam warta gembira hari ini Yesus mengumpamakan anugerah yang telah kita terima bagaikan mata uang: uang agar dapat bertambah harus 'berjalan-jalan' alias difungsikan, tidak disimpan di bawah bantal atau di brankas. 'Jalankan' anugerah Allah yang anda terima dalam hidup sehari-hari, apapun bentuk anugerah Allah tersebut!


· "Ya Tuhan dan Allah kami, Engkau layak menerima puji-pujian dan hormat dan kuasa; sebab Engkau telah menciptakan segala sesuatu; dan oleh karena kehendak-Mu semuanya itu ada dan diciptakan" (Why 4:11). Doa ini kiranya baik sering kita doakan, renungkan dan hayati dalam hidup sehari-hari. Segala sesuatu yang ada di dunia, di bumi ini adalah ciptaan Allah, dapat tumbuh berkembang bersama Allah, tanpa Allah tidak dapat tumbuh berkembang sebagaimana diharapkan atau dicita-citakan. Sebagai ciptaan Allah kita diharapkan hidup dan bertindak dengan memuji, menghormati, memuliakan dan melayani Allah melalui ciptaan-ciptaan-Nya terutama melalui ciptaanNya yang terluhur di bumi ini, manusia. Dengan kata lain sebagai umat beriman kita dipanggil untuk saling memuji, menghormati, memuliakan dan melayani, saling melihat dan mengimani Allah yang hidup dan berkarya dalam diri manusia, yang diciptakan sebagai gambar atau citra Allah. Kebetulan hari ini kita merayakan St.Elisabet dari Hungaria, biarawati: salah satu ciri khas biarawati atau menggota lembaga hidup bakti adalah menjadi saksi hidup yang "sudah dikuduskan, yang harus mereka pelihara dengan doa dan tobat" (KHK kan 673). Maka kami berharap kepada para anggota lembaga hidup bakti, biarawan dan biarawati, dapat menjadi teladan dalam hal hidup yang telah dikuduskan, yang antara lain juga ditandai dengan saling memuji, menghormati, memuliakan dan melayani. Para anggota lembaga hidup bakti memiliki kebiasaan untuk mempersembahkan puji-pujian kepada Tuhan di dalam ibadat harian, semoga juga menjadi nyata dengan memberi pujian kepada sesama manusia. Semoga suatu saat ketika kita dipanggil Tuhan juga dapat menjadi pujian bagi Tuhan, artinya mereka yang melayat kita dengan rendah hati dan jujur memuji hidup kita selama ini, sehingga kita layak memasuki 'Yerusalem abadi', hidup mulia di sorga selama-lamanya.



"Haleluya! Pujilah Allah dalam tempat kudus-Nya! Pujilah Dia dalam cakrawala-Nya yang kuat! Pujilah Dia karena segala keperkasaan-Nya, pujilah Dia sesuai dengan kebesaran-Nya yang hebat! Pujilah Dia dengan tiupan sangkakala, pujilah Dia dengan gambus dan kecapi! Pujilah Dia dengan rebana dan tari-tarian, pujilah Dia dengan permainan kecapi dan seruling! Pujilah Dia dengan ceracap yang berdenting, pujilah Dia dengan ceracap yang berdentang! Biarlah segala yang bernafas memuji TUHAN! Haleluya!"

(Mzm 150)

Jakarta, 17 November 2010


Romo. Ign. Sumarya, SJ.

17 November: Pw. St Elisabeth dari Hungaria

Elisabeth Hungaria adalah janda kudus mendiang Pangeran Ludwig IV dari Turingia. Sepeninggal suaminya, ia menjadi anggota Ordo Ketiga Santo Fransiskus dan sangat aktif melayani orang-orang miskin dengan kekayaannya. Elisabeth lahir di Pressbura atau Bratislava atau Saros Patak (sekarang: Cekoslovakia), ibukota Hungaria Utara, pada tahun 1207 dari pasangan Andreas II, Raja Hungaria, dan Gertrude dari Andechs Meran.

Ketika berusia 4 tahun, kedua orang-tuanya mempertunangkan dia dengan putera tertua Pangeran Hermann I dari Thuringia, Jerman Barat. Semenjak itu Elisabeth kecil tinggal di istana Wartburg di Jerman Tengah. Di sana ia dan putera Pangeran Herman I itu dibesarkan dan dididik bersama. Namun sayang, rencana pernikahan mereka menemui jalan buntu: sang pangeran muda itu mati dalam usia yang masih begitu muda. Sebagai gantinya Elisabeth lalu dipertunangkan dengan Ludwig IV, putera Hermann I yang lebih muda. Pernikahan mereka diselenggarakan pada tahun 1221 ketika Elisabeth berusia 14 tahun dan Ludwig berusia 21 tahun. Mereka dikaruniai tiga orang anak. Perkawinan ini berakhir pada tahun 1227, ketika Ludwig meninggal dunia karena serangan wabah pes sementara mengikuti Perang Salib di Tanah Suci.

Selagi hidup bersama suaminya, Elisabeth tetap hidup sederhana, tidak seperti penghuni istana lainnya yang serba mewah. Ia bahkan sangat sosial dan menunjukkan perhatian dan cintakasih yang besar kepada orang-orang miskin. Ia mendermakan uang, makanan dan pakaian kepada para fakir miskin itu. Hal itu tidak disukai oleh kaum keluarganya; mereka menuduh Elisabeth memboroskan harta suaminya. Suatu hari, ia dipergoki suaminya ketika sedang keluar membawa sebuah keranjang berisi roti. "Apa yang kaubawa itu?" tanya suaminya dengan suara agak keras. Elisabeth agak takut tetapi dengan serta merta ia menjawab: "Bunga mawar, Mas!". Suaminya tak percaya dan segera menggeledah bungkusan di dalam keranjang itu. Dan ternyata betul: keranjang itu berisi bunga-bunga mawar yang masih segar. Tuhan kiranya telah menyelamatkan hambanya. Sejak itu, Ludwig semakin menyayangi Elisabeth dan hidup rukun dengannya. Ludwig semakin memahami tujuan perbuatan sosial Elisabeth kepada orang-orang miskin. Kepada penghuni-penghuni istana lain yang tidak menyukai Elisabeth, Ludwig mengatakan: "Perbuatan amal Elisabeth akan membawa berkat Tuhan bagi kita. Kita tentu tidak akan dibiarkan Allah menderita suatu kekurangan pun, selama kita mengizinkan Elisabeth untuk meringankan penderitaan orang lain."
Sebelum kepergian suaminya ke Tanah Suci guna mengikuti Perang Salib, Elisabeth telah banyak menunjukkan perbuatan-perbuatan cintakasih yang mengagumkan kepada orang-orang miskin dan sakit. Ia mendirikan rumah-rumah sakit, dan memberikan makanan kepada orang-orang malang itu. Kegiatan amalnya ini diperganda, ketika Elisabeth menjadi anggota Ordo Ketiga Santo Fransiskus.

Kegiatan-kegiatannya semakin memperhebat kebencian anggota keluarga istana padanya. Ia diusir dari istana tanpa membawa apa-apa kecuali tiga orang puteranya. Kemudian ketiga anaknya itu dititipkan pada seorang sahabatnya yang terpercaya. Ia sendiri lalu masuk Ordo Ketiga Santo Fransiskus dan giat menjalankan berbagai kegiatan amal kepada orang-orang miskin dan anak-anak yatim-piatu. Ia mengakhiri hidupnya sebagai hamba Tuhan yang setia dan wafat di Marburg, Jerman pada tanggal 17 November 1231, dalam usia 24 tahun. Banyak sekali terjadi mujizat berkat perantaraannya.

Pada tahun 1235, empat tahun setelah kematiannya, ia sudah dinyatakan 'kudus' berkat permohonan dari orang-orang yang mengenal baik dia dan semua kebajikan yang dilakukannya semasa hidupnya. Tak ketinggalan di antara orang-orang itu, bapa pengakuannya, yang sungguh mengagumi kepribadian dan karyanya. Elisabeth adalah seorang ibu yang memberi teladan hidup yang luar biasa kepada para ibu rumah tangga. Ia diangkat menjadi pelindung kudus karya-karya sosial. (imankatolik.or.id)

Vatikan Sumbang USD40 Ribu untuk Mentawai

16 November 2010 08:08

(Jakarta 12/11/10) Bantuan dana kemanusiaan bagi korban bencana alam di Mentawai terus berdatangan. Salah satunya, bantuan juga datang dari pemerintah Vatikan. Hal ini dilakukan sebagai bentuk solidaritas kemanusiaan di dunia.

"Cukup besar jumlahnya, USD40 ribu dan sudah disalurkan," kata Ketua Presidium Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) Mgr Martinus D Situmorang di kantor KWI Jakarta, Jumat (12/11/2010).

Sedangkan bantuan untuk korban Merapi, lanjutnya, belum diberikan secara cash oleh pihak Vatikan. "Secara cash belum, tapi pasti ada. Uskup-uskup belum melapor ke KWI, jadi harus dicek ke uskup," ujarnya.

KWI juga merespons positif cepatnya masyarakat membantu mereka yang terkena musibah bencana alam di Indonesia. "Mereka spontan untuk peduli kepada korban. Itu saya kira yang harus kita hargai," kata Sekjen KWI Mgr Johanes Pujasumarta.

Di sisi lain, Situmorang meminta kesiapan gereja-gereja dalam menghadapi bencana alam di Indonesia. "Ke depan gereja harus menolong masyarakat untuk lebih siap menghadapi bencana terutama daerah yang rentan terhadap bencana," tutupnya.(okezone.com)

“Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang." (Why 3:1-6.14-22; Mzm 15:2-5; Luk 19:1-10)


“Yesus masuk ke kota Yerikho dan berjalan terus melintasi kota itu. Di situ ada seorang bernama Zakheus, kepala pemungut cukai, dan ia seorang yang kaya. Ia berusaha untuk melihat orang apakah Yesus itu, tetapi ia tidak berhasil karena orang banyak, sebab badannya pendek. Maka berlarilah ia mendahului orang banyak, lalu memanjat pohon ara untuk melihat Yesus, yang akan lewat di situ. Ketika Yesus sampai ke tempat itu, Ia melihat ke atas dan berkata: "Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu." Lalu Zakheus segera turun dan menerima Yesus dengan sukacita. Tetapi semua orang yang melihat hal itu bersungut-sungut, katanya: "Ia menumpang di rumah orang berdosa." Tetapi Zakheus berdiri dan berkata kepada Tuhan: "Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat." Kata Yesus kepadanya: "Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang ini pun anak Abraham. Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang." (Luk 19:1-10), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Dalam kisah Warta Gembira hari ini ada dua tokoh yang kiranya baik menjadi bahan permenungan kita, yaitu ‘Zakheus’ dan ‘orang kebanyakan’: Zakheus yang tergerak untuk melihat dan bertemu dengan Yesus dan orang kebanyakan yang bersungut-sungut ketika melihat orang bertobat, tumbuh berkembang semakin baik, semakin beriman, semakin suci, semakin mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan. Menempatkan diri seperti Zakheus berarti kita diajak untuk menyadari dan menghayati bahwa segala harta benda atau kekayaan yang ada pada kita atau kita miliki dan kuasai sampai saat ini adalah anugerah Tuhan, yang telah kita terima melalui siapapun yang telah berbuat baik kepada kita atau membantu tugas dan pelayanan kita. Yang layak menempatkan diri seperti Zakheus kiranya adalah mereka yang kaya akan uang atau harta benda, seperti para pengusaha atau para koruptor: ingat dan sadari bahwa kekayaan anda tak pernah terlepas dari jasa dan jerih payah para buruh atau pekerja alias rakyat keci, maka sejahterakan mereka sesuai dengan kebutuhan atau tuntutan hidup sehari-hari yang layak. Ada kemungkinan kita menempatkan diri seperti orang banyak yang bersungut-sungut ketika melihat orang lain tumbuh berkembang menjadi baik, kaya atau sejahtera: kepada kita yang bersikap mental demikian saya ajak untuk bertobat dan merenungkan sabda Yesus, yaitu “Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang”. Berarti kita termasuk orang yang hilang, maka baiklah dengan rendah hati kita berani menyadari dan mengakui kelemahan, dosa dan kerapuhan kita serta kemudian bertobat seperti Zakheus dengan siap sedia mengorbankan diri demi kebahagiaan atau keselamatan sesama.

· “Barangsiapa menang, ia akan dikenakan pakaian putih yang demikian; Aku tidak akan menghapus namanya dari kitab kehidupan, melainkan Aku akan mengaku namanya di hadapan Bapa-Ku dan di hadapan para malaikat-Nya. Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat.” (Why 3:5-6). Kita akan menjadi pemenang yang unggul jika kita setia ‘mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat’. Mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat berarti melihat, mengakui dan menghayati apa yang baik, indah, luhur dan mulia dalam diri sesama manusia, dan kemudian dengan rendah belajar dari atau meneladan kebaikan, keindahan, keluhuran dan kemuliaannya. Dengan kata lain kita semua dipanggil untuk bersikap mental belajar sepanjang hayat, seumur hidup, sampai mati. Belajar tidak hanya di sekolah atau perguruan tinggi, tetapi kita juga dapat belajar dari kehidupan dan aneka peristiwa yang terjadi setiap hari di lingkungan hidup kita. Pengalaman menunjukkan bahwa mereka yang bersikap mental belajar terus-menerus sepanjang hayat sungguh unggul dan menjadi pemenang dalam panggilan maupun tugas pengutusannya, dalam karya atau usahanya. Maka dengan ini kami mengingatkan kita semua: hendaknya jangan bangga akan aneka gelar atau ijazah yang telah diperolehnya, namun tidak terampil dalam mengaplikasikan apa yang telah dipelajari dan diketahuinya. Dengan kata lain marilah kita bekerja keras dalam melaksanakan segala sesuatu yang menjadi tugas pekerjaan atau kewajiban kita. “Bekerja keras adalah sikap dan perilaku yang suka berbuat hal-hal yang positif dan tidak suka berpangku tangan serta selalu gigih dan sungguh-sungguh dalam melakukan sesuatu” (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 10).

“Dia yang berlaku tidak bercela, yang melakukan apa yang adil dan yang mengatakan kebenaran dengan segenap hatinya, yang tidak menyebarkan fitnah dengan lidahnya, yang tidak berbuat jahat terhadap temannya dan yang tidak menimpakan cela kepada tetangganya; yang memandang hina orang yang tersingkir, tetapi memuliakan orang yang takut akan TUHAN; yang berpegang pada sumpah, walaupun rugi; yang tidak meminjamkan uangnya dengan makan riba dan tidak menerima suap melawan orang yang tak bersalah. Siapa yang berlaku demikian, tidak akan goyah selama-lamanya.” (Mzm 15:2-5)

Jakarta, 16 November 2010


Romo. Ign. Sumarya, SJ


Hari Raya Tuhan Kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam



artikel terkait:
· Waktu Liturgi

TUHAN KITA YESUS KRISTUS RAJA SEMESTA ALAM kita rayakan pada hari Minggu terakhir tahun liturgi sebagai puncak kebaktian kita sepanjang tahun. Tetapi hari Minggu ini bukanlah titik terakhir, bukan pula saat buku kas kita ditutup, dan bukan pula saat kita membalik lagi piringan atau kaset musik liturgi. Perayaan hari ini menunjuk ke hari depan, yang kini dimulai, namun masih harus menuju paripurnanya, ialah Kerajaan Allah, di mana Kristus menjadi segala-galanya bagi semua orang.

Asal usul hari raya ini begini: Pada tahun 1922, Mussolini menjadi Perdana Menteri Itali dan ia menerapkan fasisme, suatu nasionalisme ekstrim yang menempatkan kepentingan negara di atas segala-galanya. Lalu dengan alasan “kepentingan negara” ia mulai merongrong Vatikan; beberapa gereja dan kantor milik Vatikan diduduki Itali. Vatikan tidak bisa mencegah itu karena Vatikan tidak punya angkatan bersenjata. Tetapi Vatikan tidak diam saja. Tahun 1925 Paus Pius XI menetapkan Hari Raya Kristus Raja ini, untuk menegaskan kuasa Kristus dan, karenanya, kedaulatan Gereja. Oleh kekuatan iman ini pada tahun 1929 Itali dan Vatikan menanda-tangani Pakta Lateran, di mana Itali mengakui kedaulatan Vatikan; dan gereja dan kantor yang diduduki Itali dikembalikan ke Vatikan.

Pesan Paus Bagi Pemimpin G20

(Kota Vatikan 11/11/10)Pertemuan puncak G20 berlangsung hari ini di Seoul, Korea Selatan. Salah satu yang menjadi fokus: perang mata uang. Paus Benediktus XVI pun berpesan kepada para pemimpin negara di pertemuan tersebut.

Paus Benediktus XVI meminta para pemimpin dunia bekerjasama untuk solusi terhadap krisis ekonomi global. Menulis di Osservatore Romano, harian resmi Vatikan, Paus mengatakan para pemimpin dari 20 ekonomi terkemuka di dunia harus menghormati "martabat manusia" dan menghindari kebijakan yang menguntungkan beberapa negara atas orang lain.

"Dunia mengamati anda," kata Paus. "Karena itu saya mendorong Anda untuk mengatasi berbagai masalah serius yang dihadapi Anda untuk mencari solusi jangka panjang, berkelanjutan dan adil."

Pertemuan puncak dikabarkan diselimuti ketegangan. Ketegangan ini dipicu perang kurs antara Yuan dan Dolar. Cina selama ini melindungi mata uang Yuan. Mata uang Yuan diproteksi oleh pemerintah Cina dalam kisaran tertentu. Dengan begitu, mata uang tidak bisa terlalu melemah atau menguat.

Proteksi mata uang Yuan di antaranya menyebabkan melemahnya dolar. Hal itu diikuti perkuatan beberapa mata uang termasuk rupiah. Menguatnya rupiah terhadap dolar membuat berkurangnya daya saing barang ekspor.(tempointeraktif)

“Melihatlah engkau!" (Why 1:1-4; 2:1-5a; Mzm 1:1-4; Luk 18:35-43)

“Waktu Yesus hampir tiba di Yerikho, ada seorang buta yang duduk di pinggir jalan dan mengemis. Waktu orang itu mendengar orang banyak lewat, ia bertanya: "Apa itu?" Kata orang kepadanya: "Yesus orang Nazaret lewat." Lalu ia berseru: "Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!" Maka mereka, yang berjalan di depan, menegor dia supaya ia diam. Namun semakin keras ia berseru: "Anak Daud, kasihanilah aku!" Lalu Yesus berhenti dan menyuruh membawa orang itu kepada-Nya. Dan ketika ia telah berada di dekat-Nya, Yesus bertanya kepadanya: "Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu?" Jawab orang itu: "Tuhan, supaya aku dapat melihat!" Lalu kata Yesus kepadanya: "Melihatlah engkau, imanmu telah menyelamatkan engkau!" Dan seketika itu juga melihatlah ia, lalu mengikuti Dia sambil memuliakan Allah. Seluruh rakyat melihat hal itu dan memuji-muji Allah.” (Luk 18:35-43), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Dalam kisah Warta Gembira hari ini ada dua tokoh berdialog, yaitu Yesus dan seorang buta, maka sebagai refleksi kiranya kita dapat memilih seperti Yesus yang membuka mata orang buta sehingga dapat melihat atau sebagai orang buta yang telah disembuhkan. Bagi yang memilih seperti Yesus, saya ajak mawas diri: apakah cara hidup dan cara bertindak kita dapat membuka mata hati, jiwa, akal budi dan tubuh orang untuk melihat siapa itu Tuhan dan sesama manusia dan apa itu harta benda, sebagaimana dikehendaki oleh Tuhan. Namun kiranya lebih mungkin dan lebih dekat jika kita menempatkan diri sebagai seorang buta, yang mendambakan penyembuhan agar dapat melihat segala sesuatu dengan benar, tepat dan jelas. Orang buta pada umumnya indera pendengarannya sangat peka, sehingga ia dapat mendengarkan segala sesuatu yang ada disekitarnya. Dengan kata lain apakah masing-masing dari kita memiliki indera pendengaran yang baik, atau kita semakin peka mendengarkan segala sesuatu yang ada di sekitar kita? Kami percaya jika kita dapat mendengarkan dengan baik apa yang ada disekitar hidup kita, maka kita pasti dirubah oleh apa yang kita dengarkan, dan saya percaya yang diperdengarkan di sekitar lebih banyak apa yang baik daripada apa yang buruk, maka berarti kita semakin baik, semakin dikasihi oleh Tuhan dan sesama manusia. Dengan kata lain kami percaya bahwa kita semua semakin hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan ‘sambil memuliakan Allah’ dalam berbagai kesibukan dan pelayanan kita setiap hari. Maka marilah kita semakin hidup dengan penuh syukur dan terima kasih, karena hal itu terjadi berkat kasih karunia Allah.

· “Engkau tetap sabar dan menderita oleh karena nama-Ku; dan engkau tidak mengenal lelah. Namun demikian Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula. Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan” (Why 2:3-5a). Kutipan dari kitab Wahyu ini kiranya baik menjadi permenungan bagi kita semua. Di satu sisi mungkin kita sabar, dan di sisi lain ‘meninggalkan kasih yang semula’. Apa yang dimaksudkan dengan kasih yang semula antara lain adalah panggilan utama/pokok atau tugas utama/pokok kita masing-masing. Dengan kata lain kita diingatkan untuk ‘back to basic’, kembali ke semangat semula, ketika baru mengawali jalan panggilan atau tugas pekerjaan. Bukankah sebagai imam baru, bruder atau suster baru, suami-isteri baru, pegawai baru, dst.. kita senantiasa dalam keadaan gembira, bergairah dan dinamis menghayati panggilan maupun melaksanakan tugas pengutusan kita masing-masing? Sebagai contoh konkret baik saya angkat hidup suami-isteri: apakah cara hidup suami-isteri saat ini masih dijiwai oleh semangat ketika masih dalam pacaran atau tunangan, atau bulan-bulan pertama sebagai pengantin/suami-isteri baru? Benarkah pada masa kini senantiasa masih saling mengasihi baik dalam untung maupun malang, sehat maupun sakit? Tanda bahwa anda sebagai suami-isteri yang setia saling mengasihi antara lain anda berdua semakin nampak bagaikan manusia kembar, semakin banyak kesamaaan yang ada dalam diri anda berdua (tidak sama jenis pakaian saja). Mengapa saya mengajak para suami-isteri untuk mawas diri, karena hidup berkeluarga merupakan dasar dan kekuatan hidup bersama yang lebih luas, dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tentu saja bagi kita semua selayaknya mawas diri: apakah saya semakin suci, semakin mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan, semakin dikasihi oleh Tuhan dan sesama manusia.

“Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil. Bukan demikian orang fasik: mereka seperti sekam yang ditiupkan angin” (Mzm 1:1-4).

Jakarta, 15 November 2010

ign sumarya,sj

Agenda Minggu Ini

Dalam rangka memperingati Hari Jadi Paroki San Inigo Dirjodipuran, Solo ke 34, Paroki San Inigo akan mengadakan Ekaristi Novena, Novena yang ke 6 pada hari Kamis, 18 November 2010, pukul 17.30 dengan tema: "Syukur atas perkembangan iman Gereja" di Gereja San Inigo bersama Romo Nikolaus Anto Saputro, MSF.

To Live is To Prepare To Say Goodbye

Teman-teman Ytk., ketika kemarin Jumat, 12 November 2010, pada jam 18.00 (WIB) diumumkan secara resmi penugasan baru saya di Keuskupan Agung Semarang, kami Presidium KWI sedang mengadakan Rapatnya yang pertama setelah Sidang Tahunan KWI (8-12 November 2010). Menjelang jam 19.00 kami menyusul rekan-rekan Uskup lain yang telah berada di Nuntiatura untuk santap malam atas undangan Nuncio. Ketika kami sudah berkumpul, Nuncio menyampaikan pengumuman tentang penugasan tersebut. Saya ditugaskan di Semarang, dan Mgr. Suharyo di Bandung. Terimakasih atas dukungan doa dari teman-teman semua.

Sementara itu di Pondok Bamboe, Lembang diselenggarakan Rapat Kerja Keuskupan Bandung, 12 - 14 November 2010. Untuk bisa menghadiri Raker tersebut seusai santap malam dijemput oleh mas Alex saya kembali ke Bandung. Selama perjalanan itu saya menerima dukungan dari teman-teman melalui berbagai macam cara. Terimakasih.

Menjelang tengah malam saya sampai di Green House (GH) tempat kediaman kami. Saya bermaksud esok harinya berangkat ke Pondok Bamboe untuk memimpin perayaan Ekaristi, jam 06.30. Kami sampai di Lembang tepat waktu. Perayaan Ekaristi diadakan di gereja Biara Lembang bersama para rubiah dan umat yang hadir, memperingati Santa Perawan Maria Bunda Kesatuan.

Pertemuan Raker dimulai jam 08.00 kami mendengarkan sharing dari Ibu Afra tentang pemberdayaan kelompok basis sampai waktu minum. Seusai minum saya diminta Rm. Didiek menyampaikan beberapa hal berkaitan dengan fokus pastoral 2011, SAGKI 2010 dan Sidang KWI yang baru saja usai dan keprihatinan-keprihatinan kami. Informasi tentang peringatan 50 tahun hirarki Gereja Katolik di Indonesia yang terjadi pada tgl. 3 Januari 2011 merupakan informasi penting, agar bisa dilakukan persiapan memadai untuk perayaan peringatan itu pada tingkat keuskupan. Raker ini menjadi kesempatan bagi saya untuk pamitan.

Seusai makan siang di pastoran Lembang Kuria mengadakan pembicaraan tentang hal-hal yang perlu dilakukan berkaitan dengan penugasan baru. Direncanakan awal Januari 2011 saya meninggalkan Bandung ke Semarang.

Kemudian, segera kami meluncur ke GH, untuk bersiap-siap berangkat ke Jakarta lagi. Setelah berkemas sejenak pada jam 17.00 kami berangkat menuju Wisma KWI. Setelah 3 jam perjalanan kami tiba di Jl. Kemiri 15, mampir untuk makan malam. Jam 19.30 kami meluncur lagi menuju Cengkareng, untuk melanjutkan perjalanan ke Korea. Oleh KWI Mgr. Mandagi dan saya diutus untuk menghadiri pertemuan 'Global Christian Forum' Asia Regional Meeting, 12-16 November 2010, di Seoul, Korea.

Sekarang ini saya sedang di ruang tunggu bandara Cengkareng menuju keberangkatan ke Korea menumpang Garuda pada jam 23.40.

Mohon doa, agar perjalanan lancar, dan kembali ke rumah dengan selamat. Saya mengucapkan terimakasih kepada para rama / pastor, suster, bruder, dan teman-teman semua yang menyampaikan dukungan doa, perhatian melalui berbagai macam cara. Surat ini saya tulis untuk menyampaikan terimakasih kepada Anda semua.

To live is to prepare to say goodbye.


Jakarta, 13 November 2010, 22.20

Salam, doa 'n Berkat Tuhan,
+ Johannes Pujasumarta

notes: Kami mendengar dua kali berita penundaan keberangkatan pesawat GA 878 ini: 00.20 dan 01.00. Kami tunggu saja dengan sabar. Selamat malam, good nite. GBU full,