Waktu Liturgi

Waktu liturgi melambangkan misteri sejarah keselamatan Allah yang memuncak dalam Misteri Paskah Yesus Kristus. Tata waktu liturgi tampak jelas dalam pengaturan Tahun Liturgi, yang dibuka dengan Minggu Adven I, memuncak dalam perayaan Paskah dan diakhiri dengan Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam. Sebagai pilar penyangga tahun liturgi adalah Natal dan Paskah. Kedua Hari Raya itu didahuli dan diakhiri masa khusus.

Liturgi kita juga mengenal hari-hari raya, hari pesta, hari peringatan baik wajib maupun fakultatif dan hari biasa. Semua hari itu dengan caranya masing-masing ingin menjelaskan dan menguraikan mister Yesus Kristus. Dalam siklus mingguan, hari Minggu menjadi puncak dan memulai pekan mingguan. Hari Minggu adalah hari Tuhan (Portugis: Dominggo, Latin: Dominus) sebab pada hari itu Tuhan bangkit.

Masa atau Tahun Liturgi Gereja. Sangat lama dalam sejarah liturgi Gereja, keseluruhan perayaan pesta liturgi dalam peredaran tahun tidak dilihat dan dipahami sebagai satu kesatuan. Dengan demikian, konsepsi dan istilah “Tahun Liturgi” lama tidak dikenal. Bahkan, buku Missale Romanum 1570 pun juga belum mengenalnya. Istilah Tahun Liturgi pertama kali digunakan dalam dokumen resmi Gereja Katolik baru pada tahun 1948 dalam Mediator Dei. Dengan Konstitusi Liturgi dari Vatikan II, pengertian Tahun Liturgi disusun dan dikembangkan. Sejak itu Tahun Liturgi dimengerti sebagai Perayaan Gereja yang mengenangkan misteri karya keselamatan Allah dalam Kristus dalam rangka perjalanan peredaran lingkaran tahun. Proses terbentuknya perayaan liturgi Kristiani dalam peredaran waktu berakar dalam tahun pesta Yahudi. Ada dua akar pokok yang berasal dari tradisi Yahudi bagi pembentukan masa liturgi Kristiani.

  • Lingkaran perayaan liturgi mingguan: yakni siklus tujuh hari menurut pola hari Sabat Yahudi.
  • Lingkaran perayaan liturgi tahunan: yakni hari-hari raya dan pesta Kristiani menurut pola hari-hari raya Yahudi.

Orang-orang Kristen yang bukan Yahudi tentu saja tidak terlalu merasa terikat dengan siklus hari raya Yahudi. Namun, siklus mingguan tetap berlaku, di mana kini hari pertama minggu itu, yakni hari Minggu sebagai hari Kebangkitan Tuhan Yesus Kristus, dipandang sebagai hari yang lebih penting daripada Sabat Yahudi. Sedangkan, lingkaran hari-hari raya Yahudi dikristenkan seperti hari raya Paskah, hari raya Pentakosta, dll. Perayaan liturgi mingguan dan tahunan ini merupakan masa liturgi tertua. Baru pada abad ke-4 misalnya, muncul hari raya Natal, tgl. 25 Desember, yang sebelumnya merupakan pesta kafir yakni pesta dewa matahari yang tak terkalahkan. Dalam perkembangan sejarah liturgi, muncul aneka macam hari raya dan pesta peringatan untuk Tuhan maupun orang-orang kudus.

Teologi Tahun Liturgi

a.) Misteri Paskah sebagai Pusat dan Jantung Tahun Liturgi. Bertolak dari pengertian dasar, bahwa misteri Paskah menjadi pusat seluruh liturgi Gereja (bdk. SC 5-6) kita dapat pula menyatakan bah misteri paskah adalah pusat dan jantung hati Tahun Liturgi. Sebagaiman suatu rangkaian acara rapat, pertemuan ataupun perayaan pesta apa pun selalu mempunyai inti acara, demikian pula rangkaian perayaan liturgi sepanjang tahun inti acara juga. Inti acara tahun liturgi ilah perayaan misteri wafat dan kebangkitan Yesus Kristus. Misteri Paskah menjadi inti acara atau pusat dan jantung hati tahun liturgi, karena perayaan liturgi, dirayakan sepanjang tahun selalu merupakan perayaan kenangan penuh syukur atas karya keselamatan Allah yang terlaksana dalam wafat dan kebangkitan Kristus. Kita tahu bahwa Misteri Paskah ini pula yang menjadi pangkal tolak seluruh iman Kristiani. Dengan istilah jantung hati, kami memang dengan sengaja mau menunjuk aspek pentingnya Misteri Paskah sebagai pusat seluruh Tahun Liturgi.

Itu berarti, puncak pesta perayaan liturgi Gereja adalah Tri Hari Suci, ketiak Kristus menyerahkan diriNya, menderita, wafat, dimakamkan, dan bangkit dari kematian, yakni Kamis Putih hinggu Minggu Paskah. Lalu Malam Paskah tentu saja menjadi puncak dari segala puncak pesta. Maka, liturgi malam Paskah merupakan liturgi Gereja yang hingga kini paling meriah, menurut tata urutan, banyaknya bacaan, melimpahnya simbol, dan lamanya liturgi. Demikianlah dari pengalaman kita sendiri menjadi jelas, bagaimana perayaan liturgi Tri Hari Suci selalu terasa khusus dan meriah.

b.) Tahun Liturgi Menghadirkan Seluruh Misteri Kristus. Apabila Misteri Paskah Kristus menjadi pusat dan jantung hati seluruh perayaan liturgi sepanjang tahun, maka itu bukan berarti, bahwa misteri Kristus yang lainnya tidak menjadi penting lagi. Tahun Liturgi bagaimanapun juga selalu menghadirkan seluruh misteri Kristus. Dalam teologi, misteri Kristus dipahami sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Tahap perutusan Sang Sabda menjadi manusia (inkarnasi) dan kelahiran, hidup tersembunyi di Nazaret dan hidup publik-Nya, penderitaan dan wafat-Nya, kebangkitan dan peninggian-Nya memang secara historis merupakan kejadian yang tidak bersamaan, namun selalu terentang dalam fase-fase historis. Akan tetapi, sebagai suatu karya keselamatan Allah, seluruh misteri peristiwa Kristus itu hanyalah satu realitas, satu realitas tindakan penyelamatan Allah melalui Kristus dalam Roh Kudus.

Demikian pula setiap kali kita merayakan liturgi, entah kapan dan dengan ujub dan tema apa pun, kita sebenarnya merayakan dan menghadirkan seluruh misteri Kristus itu. Dengan amat indah dan urut, Tahun Liturgi Gereja menghadirkan aspek-aspek misteri Kristus itu, seolah-olah satu persatu, agar umat beriman terbuka kepada kekayaan, keutamaan, dan pahala Tuhannya dan dengan demikuan misteri-misteri Kristus itu dapat hadir dengan cara tertentu (SC 102)

Struktur dan Susunan Pokok Tahun Liturgi

a.) Struktur Dasar Tahun Liturgi. Tahun liturgi dibuka dengan hari Minggu Adven I. Pada mulanya waktu awal Tahun Liturgi tidaklah selalu sama. Hal ini berkaitan juga dengan soal: kapan awal tahun masing-masing bangsa terjadi. Baru mulai abad ke-10-11 ketika buku-buku liturgi selalu membuka lingkaran perayaan tahunnya pada hari Minggu Adven I, maka pelan-pelan hari Minggu Adven I semakin dipandang sebagai awal masa Liturgi Gereja. Apabila masa adven menjadi persiapan Gereja menantikan kedatangan Sang Penyelamat Yesus Kristus ke dunia yang puncaknya dirayakan dalam Hari Raya Natal, maka Tahun Liturgi diakhiri dengan hari Minggu Hari Raya Yesus Kristus Raja Semesta Alam. Suasana Hari Raya Kristus Raja ialah suasana penyelesaian keselamatan Allah dalam Kristus yang masih menjadi harapan kita. Kita menantikan langit dan dunia yang baru, di mana Kristus Sang Raja datang kembali sebagai Hakim untuk menyelesaikan segala sesuatunya dan menaklukkan segala sesuatu, sehingga “Allah menjadi semua di dalam semua” (1Kor 15:28). Inilah tujuan seluruh sejarah manusia dan seluruh Gereja. Dalam rentang waktu antara kedatangan Kristus yang pertama dan kedatangan-Nya yang kedua kalinya nanti itu hiduplah Gereja. Gereja hidup, bergerak, dan berziarah menuju kepada janji kepenuhan hari penyelamatan Allah yang di satu pihak sudah terlaksana dalam Kristus dan di lain pihak bergerak kepada penyelesaian akhirinya. Dalam rentang waktu itulah Gereja berliturgi untuk pemuliaan Allah dan dengan demikian juga pengudusan manusia.

Sebagai pilar dan tiang penyangga Tahun Liturgi itu adalah lingkaran Paskah dan Lingkaran Natal. Lingkaran Paskah dipersiapkan dengan Masa Prapaskah dan diikuti Masa Paskah yang diakhiri dengan hari raya Pentakosta. Lingkaran Natal dipersiapkan dengan Masa Adven dan dilanjutkan dengan Masa Natal hingga Pesta Pembaptisan Tuhan.

Di antara dua pilar penyangga utama “bangunan Tahun Liturgi” dipenuhi dengan oleh Masa Biasa, selama 33-34 pekan, yang senantiasa berpuncak dalam setiap hari Minggu (Biasa) yang merupakan peryaan klasik dan awali Gereja atas Misteri Paskah dan berbagai hari raya dan pesta dan peringatan oran-orang kudus.

b.) Hari Minggu sebagai Perayaan Awali Gereja akan Misteri Paskah. Lama dalam sejarah liturgi, makna dan kedudukan hari Minggu dalam perayaan liturgi tidak diperhatikan. Dulu orang selalu disibukkan dengan aneka pesta khusus entah untuk Tuhan, Bunda Maria, ataupun para kudus lainnya. Suatu kecenderungan yang masih sering kita rasakan hingga kini ialah hobi begitu banyak panitia dan komisi gerejawi yang membuat tema-tama khusus pada hari Minggu. Akibat yang kurang baik ialah bahwa rangkaian bacaan migguan dikorbankan dan makna hari Minggu sebagai perayaan awali Gereja akan Misteri Paskah kurang diperhatikan. Sebab dari tradisi hari Minggu menjadi hari pertemuan jemaat Kristiani untuk memuji dan bersyukur atas karya keselamatan Allah, sebagaimana dinampakkan dalam wafat dan kebangkitan Kristus. Acara utama pertemuan jemaat Kristiani pada hari Minggu itu adalah Perayaan Ekaristi dan mendengarkan Sabda Tuhan.

“Berdasarkan Tradisi para Rasul yang berasal mula pada hari kebangkitan Kristus sendiri, Gereja merayakan misteri Paskah sekali seminggu, pada hari yang tepat sekali disebut Hari Tuhan atau Minggu. Pada hari itu umat beriman wajib berkumpul untuk mendengarkan sabda Allah dan ikut serta dalam Perayaan Ekaristi, dan dengan demikian mengenangkan sengsara, kebangkitan dan kemuliaan Tuhan Yesus, serta mengucap syukur kepada Allah, yang melahirkan mereka kembali ke dalam pengharapan yang berkat kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati (1Ptr 1:3). Demikianlah hari Minggu itu pangkal segala hari pesta. Hari itu hendaknya dianjurkan dan ditandaskan bagi kesalehan kaum beriman, sehingga juga menjadi hari kegembiraan dan bebas dari kerja. Kecuali bila memang sungguh sangat penting, perayaan-perayaan lain jangan diutamakan terhadap hari Minggu, sebab perayaan Minggu memang merupakan dasar dan inti segenap tahun Liturgi” (SC 106).

c.) Penghormatan Kepada Orang-Orang Kudus. Perayaan liturgi untuk menghormati orang kudus tidak pernah merupakan perayaan liturgi demi kejayaan dan kehebatan dan kekudusan orang-orang suci itu. Gereja selalu merayakan liturgi penghormatan orang kudus dalam rangka mengungkapkan imannya kepada Yesus Kristus. Meski pernah ada praktek yang berlebih-lebihan dalam menghormati orang suci, Gereja sendiri secara resmi tidak pernah melupakan inti imannya, yang memandang Yesus Kristus sebagai satu-satunya pengantara Allah dan manusia (1Tim 2:5-6). Apa bila Gereja menghormati orang kudus, itu selalu berarti: Gereja merayakan rahmat kemenangan satu-satunya Penebus dan Pengantara kira: Yesus Kristus dan di situ Gereja bersyukur atas buah penebusan Kristus yang kini telah dinikmati oleh para kudus.

Masuknya peringatan orang-orang kudus dalam liturgi Gereja memuat tiga makna.

Pertama: dalam diri orang kudus Gereja mengagumi dan memuliakan buah penebusan yang unggul dan dengan gembira merenungkan apa sepenuhnya dirindukan dan dicita-citakan sekarang (bdk. SC 103). Di situ Gereja mewartakan Misteri Paskah yang telah dihidupi oleh para kudus itu.

Kedua: Gereja menggabungkan diri dengan para kudus dalam memuji dan memuliakan Allah serta memohon mereka menjadi pendoa kita di surga.

Ketiga: Kepada orang beriman Gereja menyajikan hidup orang kudus sebagai teladan hidup beriman.

Bacaan Misa Dalam Perayaan Ekaristi. Pada semua hari Minggu dan hari raya selalu ada tiga bacaan misa: bacaan pertama Perjanjian Lama, yang kedua dari Surat Perjanjian Baru, dan yang ketiga Injil. Agar umat beriman dapat mendengarkan bacaan Kitab Suci selengkapa dan seluas mungkin (hampir seluruh bagian Kitab Suci), maka untuk hari Minggu dan hari raya ini bacaan misa dibagikan menurut Tahun A, B dan C. Cara mengenali cukup mudah, yakni tahun yang habis dibagi tiga pasti tahun C; lalu tahun yang lain dihitung dari sana.

Ada dua prinsip pemilihan bacaan yakni,
- Prinsip kesesuaian tema. Prinsip kesesuain tema berarti prinsip pemilihan bacaan menurut isi tema yang sesuai satu sama lain. Prinsip ini diterapkan untuk lingakaran masa Natal dan Paskah, termasuk Minggu Adven dan Prapaskah. Untuk hari Minggu, bacaan I dan Injil juga manganut prinsip kesesuain tema.
- Prinsip lintasan atau urutan. Prinsip urutan berarti prinsip pemilihan bacaan menurut urutan bagian kitab yang sedang dibacakan. Prinpsip urutan tema diterapkan untuk bacaan II pada hari Minggu Biasa. Artinya, bagian Kitab Suci yang dibacakan sebagai bacaan II pada hari Minggu Biasa diambil dari bagian prikop berikut dari bagian Kitab Suci yang dibacakan sebagai bacaan II pada hari Minggu Biasa sebelumnya. Itulah sebabnya bacaan II tidak selalu sesuai dengan Injil dan bacaan I.

Tahun A bacaan Injil diambilkan dari Matius, Tahun B dari Markus, dan Tahun C dari Lukas. Injil Yohanes digunakan untuk minggu-minggu terakhir Masa Prapaskah dan Masa Paskah. Sedangkan Kisah Para Rasul selalu dipakai untuk bacaan I dalam masa Paskah. Pada umumnya ketiga bacaan misa pada hari Minggu dan hari raya selalu dibacakan. Konferensi Wali Gereja Indonisa memberi kemungkinan dua bacaan saja pada hari Minggu, apabila secara pastoral itu dirasakan manfaatnya.

Bacaan pada hari biasa pada umumnya selalu dua buah. Untuk bacaan I ada dua rangkaian Tahun, yaitu Tahun I dan Tahun II. Tahun I dipakai untuk tahun-tahun ganjil dan Tahun II tahun-tahun genap. Bacaan II selalu merupakan bacaan Unjil yang selalu diulang untuk setiap tahun. Bacaan Unjil untuk hari-hari biasa dibagi sbb.: pekan 1-9 Markus, pekan 10-21 Matius, pekan 22-34 Lukas.

Bacaan untuk pesta atau peringatan santo-santa selalu dipilihkan secara tematis, sesuai dengan hidup dan kekhasan santo atau santa yang diperingati.

Manusia Sebagai Simbol Liturgis --- E. Martasudjita, Pr