“Mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya” (Why 14:1-3.4b-5; Mzm 24:1-3; Luk 21:1-4)


“Ketika Yesus mengangkat muka-Nya, Ia melihat orang-orang kaya memasukkan persembahan mereka ke dalam peti persembahan. Ia melihat juga seorang janda miskin memasukkan dua peser ke dalam peti itu. Lalu Ia berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang itu. Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya."(Luk 21:1-4), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·    Memberi persembahan atau sumbangan atau derma dari kelimpahannya” berarti ‘membuah sampah’ dan dengan demikian memperlakukan si penerima sebagai ‘tempat sampah’, dengan kata lain merendahkan atau melecehkan yang lain. Apakah hal yang demikian ini sering dilakukan orang, hemat saya kiranya cukup banyak orang melakukannya. Pengalaman yang sangat mengesan bagi saya pribadi adalah ketika terlibat untuk pengumpulan dan pengiriman sumbangan bagi korban tsunami di Aceh beberapa tahun lalu. Ada penyumbang pakaian secara konkret berupa pakaian yang sungguh bekas alias tidak layak digunakan lagi, sehingga waktu itu kurang lebih 40% sumbangan berupa pakaian terpaksa kami teruskan ke saudara-saudara kita di TPA Bantar Gebang dengan harapan jika mau diperlakukan sebagai sampah biarlah ditumpuk di tempat sampah, tetapi jika ada orang yang mau menggunakannya juga tidak apa-apa. Kami berharap kepada kita semua, segenap umat beriman untuk tidak memberi sumbangan atau persembahan dari kelimpahan, melainkan dari kekurangan atau keterbatasan. Persembahan atau sumbangan tanpa pengorbanan diri hemat saya sungguh merupakan ‘pembuangan sampah’, sedangkan persembahan atau sumbangan yang benar senantiasa disertai atau dijiwai oleh pengorbanan. Sebagai orang-orang yang beriman kepada Yesus Kristus, marilah kita meneladan Yesus yang telah mengorbankan DiriNya demi keselamatan banyak orang, bukan mengorbankan orang lain. Kami berharap anak-anak di dalam keluarga sedini mungkin dibina dan dididik untuk siap sedia berkorban demi kebahagiaan atau keselamatan yang lain, sehingga mereka tumbuh berkembang “to be man/woman with/for others”. Marilah kita meneladan janda miskin yang memberi persembahan dari kekurangannya, bahkan seluruh nafkah atau pribadinya.
·   Aku mendengar suatu suara dari langit bagaikan desau air bah dan bagaikan deru guruh yang dahsyat. Dan suara yang kudengar itu seperti bunyi pemain-pemain kecapi yang memetik kecapinya. Mereka menyanyikan suatu nyanyian baru di hadapan takhta dan di depan keempat makhluk dan tua-tua itu, dan tidak seorang pun yang dapat mempelajari nyanyian itu selain dari pada seratus empat puluh empat ribu orang yang telah ditebus dari bumi itu” (Why 14:1-2). Penglihatan macam itu akan dapat kita alami juga jika kita sungguh ‘to be man/woman with/for others’, orang yang memiliki kepekaan handal terhadap yang lain. Mungkin tidak persis sama penglihatan yang dialami sebagaimana dikatakan di atas ini, namun orang dapat melihat dana memahami atau memaknai aneka peristiwa alam raya yang sedang terjadi, dengan kata lain orang peka terhadap tanda-tama zaman. Kepekaan akan tanda-tanda zaman juga dapat dilatih antara lain dengan setia mengadakan pemeriksaan batin atau refleksi diri setiap hari, dimana dilatih untuk peka atas apa yang terjadi dalam dirinya dan kemudian dan kembangkan ke kepekaan terhadap yang lain. Tentu saja pertama-tama hendaknya terjadi kepekaan satu sama lain antar anggota keluarga, antar suami dan isteri, antar kakak dan adik, yang setiap hari hidup bersama. Secara khusus kami berharap juga kepada rekan-rekan perempuan yang setiap bulan mengalami menstruasi atau datang bulan, kami harapkan peka apa yang terjadi dalam dirinya menjelang menstruasi, yang pada umumnya orang cenderung agak emosional, agar kemudian dapat menempatkan atau menghadirkan diri dalam kebersamaan dengan baik. Pendek kata: hendaknya kita semua peka terhadap aneka peristiwa alam yang terjadi pada diri kita masing-masing, agar dengan demikian kita juga tumbuh berkembang untuk menjadi peka terhadap apa yang terjadi di lingkungan hidup kita. Marilah kita sadari dan hayati bahwa masing-masing dari kita adalah buah kerjasama atau korban kerjasama kasih antara bapak dan ibu kita masing-masing, maka hanya dalam kebersamaan dan bekerjasama kita dapat hidup bahagia dan damai sejahtera.
“TUHANlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya. Sebab Dialah yang mendasarkannya di atas lautan dan menegakkannya di atas sungai-sungai. "Siapakah yang boleh naik ke atas gunung TUHAN? Siapakah yang boleh berdiri di tempat-Nya yang kudus?" (Mzm 24:1-3)
Senin, 26 November 2012
 
Romo Ignatius Sumarya, SJ