“ Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah”
Dalam
rangka mengenangkan Hari Raya Semua Orang Kudus hari ini saya coba
refleksikan sabda Yesus tentang “Sabda Bahagia”, sebagaimana diajukan
dalam bacaan Injil hari ini, sebagai berikut:
"Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.(Mat 5:3)
Apa yang dimaksudkan dengan ‘miskin di hadapan Allah’ antara
lain adalah sikap mental senantiasa terbuka terhadap kehendak Allah
atau Penyelenggaraan Ilahi, sehingga orang tidak hidup dan bertindak
hanya mengikuti selera atau keinginan pribadi, melainkan kehendak dan
perintah Tuhan. Dengan demikian orang yang bersangkutan adalah orang
suci, orang yang sungguh membaktikan diri sepenuhnya kepada Tuhan dalam
dan melalui hidup sehari-hari kapan pun dan dimana pun. Saya percaya
bahwa kita semua mendambakan hidup suci dan kelak setelah meninggal
dunia hidup mulia selamanya di sorga, maka dengan ini kami harapkan anda
semua senantiasa membuka diri terhadap Penyelenggaraan Ilahi.
“Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur” (Mat 5:4).
Hidup
suci sesuai dengan perintah dan kehendak Allah atau senantiasa terbuka
pada Penyelenggaraan Ilahi tak akan pernah terlepas dari aneka
penderitaan dan perjuangan alias dukacita. Maka ada pepatah: “jer
basuki mowo beyo” (=untuk hidup mulia dan berbahagia orang harus
berjuang dan berkorban), “berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke
tepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian”. Dua
pepatah atau peribahasa di atas ini kiranya senada dengan sabda di atas,
maka dengan ini kami mengajak anda sekalian untuk senantiasa siap sedia
berjuang dan berkorban alias berduka cita demi penghiburan sejati yang
akan kita terima atau nikmati serta dambaan.
“Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.” (Mat 5:5)
Orang
yang setia berjuang dan berkorban karena kesetiaan kepada
Penyelenggaraan Ilahi akan tumbuh berkembang menjadi pribadi yang lemah
lembut, tidak kasar. Orang yang lembah lembut pada umumnya juga akan
hidup dan bertindak ‘membumi’, artinya sungguh merakyat atau mencermati
dan memperhatikan kebutuhan sehari-hari sekecil dan sesederhana apapun.
Hidup merakyat alias memperhatikan rakyat dan anak-anak kecil harus
dengan lemah lembut, demikian juga memeperhatikan perkara atau hal-hal
kecil dan sederhana. Kami berharap mereka yang berperan dalam hidup
bersama untuk senantiasa hidup dan bertindak dengan lemah lembut,
sehingga kita semua juga hidup dan bertindak dengan lemah lembut.
“Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan” (Mat 5:6)
Orang yang lemah lembut pasti akan ‘lapar dan haus akan kebenaran’, rindu
untuk mengetahui, memiliki dan menghayati apa yang benar dan baik,
menyelamatkan dan membahagiakan, terutama keselamatan jiwa manusia.
Dengan demikian yang bersangkutan kapan pun dan dimana pun senantiasa
berusaha untuk melakukan apa yang benar dan yang baik. Saya percaya jika
siapapun dapat melakukan apa yang baik dan benar dengan sukses pasti
akan sungguh puas, dan kepuasannya akan tinggal lama dalam dirinya atau
bahkan membekas dalam dirinya sampai mati.
`“Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.” (Mat 5:7)
Jika
orang sungguh puas atas pengalaman hidup dan cara bertindaknya, maka
yang bersangkutan akan bermurah hati kepada siapapun, artinya akan
memperhatikan siapapun yang membutuhkan perhatian, tanpa pandang bulu.
Hatinya senantiasa terbuka kepada siapapun sepanjang waktu, dan tentu
saja juga akal budi, jiwa, tenaga maupun harta bendanya juga siap sedia
untuk memperhatikan orang lain. Dengan kata lain orang yang bersangkutan
akan menjadi orang yang sungguh social, dan dengan demikian akan
memiliki banyak teman, saudara atau sahabat.
“Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.” (Mat 5:8)
Karena
perhatian orang lain begitu melimpah ruah, maka orang yang bermurah
hati juga akan berkembang menjadi suci hatinya, memiliki suara hati yang
bersih dan jernih. Ia bagaikan dalam pewayangan seperti Puntadewa, yang
memiliki kesucian hati sehingga dikatakan darahnya pun berwarna putih.
Orang yang suci hatinya akan melihat Allah hadir dan berkarya dalam
semua ciptaanNya, tentu saja terutama dalam diri manusia, yang
diciptakan sesuai dengan gambar atau citra Allah. Dengan demikian yang
bersangkutan pun juga menjadi wahana atau sarana kerja Allah, karena apa
yang dilakukan senantiasa sesuai dengan kehendak dan perintah Allah,
maka yang bersangkutan pun senantiasa ‘membawa damai’ bagi siapapun yang
dijumpai.
“Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.” (Mat 5:9)
“Orang yang membawa damai” kemana pun dan dimana pun berarti menjadi sahabat-sahabat Allah, karena Allah senantiasa mendambakan damai di bumi. “Mereka akan disebut anak-anak Allah”, orang
yang senantiasa kehadiran dan sepak terjangnya dimana pun dan kapan pun
merupakan perwujudan kehendak dan perintah Allah, Allah sungguh hidup
dan berkarya dalam dirinya yang lemah dan rapuh. Sebagai orang beriman
sering kita juga disebut sebagai Umat Allah, maka marilah kita saling
membawa damai bagi saudara-saudari kita, dan dimana ada pertentangan
atau permusuhan hendak kita segera datang untuk mendamaikan.
“Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.” (Mat 5:10)
Pada
masa kini pembawa damai atau pewarta kebenaran pasti tak akan terlepas
dari aneka bentuk penganiayaan atau penderitaan, mengingat dan
memperhatikan pertentangan dan kebohongan masih marak di sana-sini.
Kepada mereka yang harus mengalami penganiayaan atau penderitaan karena
mewartakan damai dan kebenaran, kami harapkan tetap setia melakukannya
seraya mengenangkan Yesus yang rela menderita dan wafat di kayu salib
demi keselamatan dan kebahagiaan umat manusia seluruh dunia. Pandang dan
nikmati Dia yang tergantung di kayu salib, karena dengan demikian anda
telah ‘empunya Kerajaan Sorga’, artinya sewaktu-waktu anda meninggal dunia akan langsung menikmati hidup mulia dan bahagia selamanya di sorga.
“Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat.” (Mat 5:11)
Akhirnya
menjadi orang yang hidup dan bertindak dalam kuasa Allah alias dirajai
atau dikuasai oleh Allah dan secara konkret hidup baik, jujur, disiplin,
menghayati rahmat kenabian yang berarti pada suatu saat harus melawan
arus, maka yang bersangkutan akan mengalami celaan dan aniaya maupun
fitnah. Jangan menjadi kecil hati atau penakut jika harus mengalami yang
demikian itu, tetapi tetap berbahagia dan bergembiralah, karena para
santo dan santa pelindung kita dan menandai nama kita, telah mengalami
yang sama. Nikmati dan hayati aneka celaan, aniaya dan fitnah sebagai
kesempatan menghayati iman kita kepada Yang Tersalib. Marilah kita
renungkan kutipan ini : “Lihatlah, betapa besarnya kasih
yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak
Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah. Karena itu dunia tidak
mengenal kita, sebab dunia tidak mengenal Dia. Saudara-saudaraku yang
kekasih, sekarang kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa
keadaan kita kelak; akan tetapi kita tahu, bahwa apabila Kristus
menyatakan diri-Nya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan
melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya. Setiap orang yang
menaruh pengharapan itu kepada-Nya, menyucikan diri sama seperti Dia
yang adalah suci.” (1Yoh 3:1-3)
“TUHANlah
yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di
dalamnya. Sebab Dialah yang mendasarkannya di atas lautan dan
menegakkannya di atas sungai-sungai. "Siapakah yang boleh naik ke atas
gunung TUHAN? Siapakah yang boleh berdiri di tempat-Nya yang kudus?"
"Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan
dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu.” (Mzm 24:1-4) .
Kamis, 1 November 2012
Romo Ignatius Sumarya SJ