“Kemudian Yesus berjalan keliling dari kota ke kota dan dari desa ke desa sambil mengajar dan meneruskan perjalanan-Nya ke Yerusalem. Dan ada seorang yang berkata kepada-Nya: "Tuhan, sedikit sajakah orang yang diselamatkan?" Jawab Yesus kepada orang-orang di situ: "Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu! Sebab Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat. Jika tuan rumah telah bangkit dan telah menutup pintu, kamu akan berdiri di luar dan mengetok-ngetok pintu sambil berkata: Tuan, bukakanlah kami pintu! dan Ia akan menjawab dan berkata kepadamu: Aku tidak tahu dari mana kamu datang. Maka kamu akan berkata: Kami telah makan dan minum di hadapan-Mu dan Engkau telah mengajar di jalan-jalan kota kami. Tetapi Ia akan berkata kepadamu: Aku tidak tahu dari mana kamu datang, enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu sekalian yang melakukan kejahatan! Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi, apabila kamu akan melihat Abraham dan Ishak dan Yakub dan semua nabi di dalam Kerajaan Allah, tetapi kamu sendiri dicampakkan ke luar. Dan orang akan datang dari Timur dan Barat dan dari Utara dan Selatan dan mereka akan duduk makan di dalam Kerajaan Allah. Dan sesungguhnya ada orang yang terakhir yang akan menjadi orang yang terdahulu dan ada orang yang terdahulu yang akan menjadi orang yang terakhir."(Luk 13:22-30), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St. Alfonsus Rodriguez, biarawan SJ, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Hidup dengan rendah hati, lemah lembut dan sabar kiranya tidak mudah untuk masa kini, karena budaya instant yang berarti ingin cepat-cepat dan segera dilayani begitu menjiwai orang masa kini. Kebiasaan untuk antri atau menunggu dengan sabar dan rendah hati kiranya telah mengalami erosi, karena orang senantiasa ingin menjadi yang pertama atau nomor satu. Sabda hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk hidup dan bertindak sesuai dengan panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing, tidak menyeleweng atau berselingkuh. St. Alfonsus Rodriguez yang kita kenangkan hari ini adalah seorang bruder SJ, yang tugas pekerjaan hariannya selama bertahun-tahun menjadi penjaga pintu dan penerima tamu. Bukankah dalam melaksanakan tugas ini ada kemungkinan sepanjang hari orang kelihatan menganggu karena harus berjaga-jaga terus-menerus dan ada kemungkinan sangat sibuk karena begitu banyak tamu berdatangan. Pengalaman dalam kesesakan begitu dominan dalam diri orang yang bertugas sebagai penjaga pintu atau penerima tamu, sesak karena pada umumnya kurang dihormati atau bahkan sering dimarahi, sesak karena apa yang dikerjakan kelihatan hina atau tidak penting dst… , dengan kata lain rasanya tidak banyak orang bersedia ditugaskan sebagai penjaga pintu. Tetapi ingatlah bahwa penjaga pintu sangat penting, karena ia dapat menentukan hidup dan kinerja anggota rumah, kantor/tempat kerja atau komunitas, yaitu menolak atau menerima tamu. Kiranya masih cukup banyak tugas pekerjaan yang kelihatan sederhana tetapi begitu penting dalam kehidupan bersama dan sering kurang menjadi perhatian kita, misalnya tukang masak, tukang kebersihan dst.. Sabda hari ini juga mengajak dan mengingatkan kita semua untuk senantiasa siap sedia berjuang dan berkorban dalam mengusahakan kesuksesan.
· “Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia dengan takut dan gentar, dan dengan tulus hati, sama seperti kamu taat kepada Kristus, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan hati orang, tetapi sebagai hamba-hamba Kristus yang dengan segenap hati melakukan kehendak Allah, dan yang dengan rela menjalankan pelayanannya seperti orang-orang yang melayani Tuhan dan bukan manusia” (Ef 6:5-7). Kutipan dari surat Paulus kepada umat di Efesus mengingatkan segenap anggota keluarga atau rumah tangga untuk senantiasa hidup dan bertindak saling melayani dengan rendah hati, lemah lembut dan sabar, serta berusaha tidak pernah mengecewakan orang lain sedikitpun. Kita semua juga dipannggil untuk hidup dengan tulus hati dan taat. Tulus hati berarti hati yang bersih dan suci, tidak pernah melakukan kejahatan dosa, hatinya seperti Hati Yesus, yang dari HatiNya mengalir ‘air dan darah segar’, lambang kehidupan dan kesegaran: dari hati tulus akan keluar segala sesuatu yang menghidupkan dan menyegarkan. Maka marilah kita senantiasa berusaha untuk hidup dengan tulus hati, dan hemat saya ketulusan hati ini hendaknya sedini mungkin dibiasakan atau dididikkan pada anak-anak di dalam keluarga, dan tentu saja dengan teladan konkret orangtua. Kami berharap ketulusan hati juga menjadi perhatian dalam proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan tinggi. Semoga ketulusan hati menjiwai semua warga negara Republik Indonesia tercinta ini.
“Segala yang Kaujadikan itu akan bersyukur kepada-Mu, ya TUHAN, dan orang-orang yang Kaukasihi akan memuji Engkau. Mereka akan mengumumkan kemuliaan kerajaan-Mu, dan akan membicarakan keperkasaan-Mu, untuk memberitahukan keperkasaan-Mu kepada anak-anak manusia, dan kemuliaan semarak kerajaan-Mu. Kerajaan-Mu ialah kerajaan segala abad, dan pemerintahan-Mu tetap melalui segala keturunan. TUHAN setia dalam segala perkataan-Nya dan penuh kasih setia dalam segala perbuatan-Nya. TUHAN itu penopang bagi semua orang yang jatuh dan penegak bagi semua orang yang tertunduk” (Mzm 145:10-14)
Rabu, 31 Oktober 2012
Romo Ignatius Sumarya, SJ