Pesan Bapa Suci Benediktus XVI Pada Hari Komunikasi Sedunia ke-44

PESAN BAPA SUCI BENEDIKTUS XVI
PADA HARI KOMUNIKASI SEDUNIA ke-44
16 MEI 2010

Imam dan Pelayanan Pastoral di Dunia Digital: Media Baru demi Pelayanan Sabda


Saudara dan Saudariku Terkasih,
1. Tema Hari Komunikasi Sedunia tahun ini – Imam dan Pelayanan Pastoral di Dunia Digital: Media Baru demi Pelayanan Sabda – disampaikan bertepatan dengan perayaan Gereja tentang Tahun Imam. Tema ini memusatkan perhatian pada komunikasi digital, suatu bidang pastoral yang peka dan penting, yang memberikan kemungkinan baru bagi para imam dalam menunaikan pelayanan kegembalaannya demi dan untuk Sabda. Berbagai komunitas Gereja sebenarnya telah menggunakan media modern untuk mengembangkan komunikasi, melibatkan diri dalam masyarakat serta mendorong dialog pada tingkat yang lebih luas. Akan tetapi penyebarannya yang tak terbendung serta dampak sosial yang besar pada jaman kini, media itu semakin menjadi penting bagi pelayanan imam yang berhasilguna.

2. Tugas utama semua imam adalah mewartakan Yesus Kristus, Sabda Allah yang inkarnasi dan mengkomunikasi rahmat penyelamatan-Nya melalui sakramen-sakramen. Dihimpun dan dipanggil oleh Sabda, Gereja menjadi tanda dan sarana persekutuan yang Allah ciptakan dengan semua orang. Setiap imam dipanggil untuk membangun persekutuan dalam Kristus dan bersama Kristus. Disinilah terletak martabat yang luhur dan indah perutusan seorang imam, yang secara istimewa menjawabi tantangan yang ditampilkan oleh Rasul Paulus: 'Barangsiapa yang percaya kepada Dia, tidak akan dipermalukan.'...Sebab barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan. Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya jika mereka tidak percaya kepada Dia? Dan bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia jika mereka tidak mendengarkan tentang Dia? Bagaimana mereka mendengarkan tentang Dia jika tidak ada yang memberitakan-Nya? Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya jika mereka tidak diutus? (Rom 10:11, 13-15).

3. Menggunakan tekonologi komunikasi baru merupakan hal yang perlu dilakukan dalam menjawab secara tepat tantangan-tantangan yang dirasakan kaum muda di tengah pergeseran budaya masa kini. Dunia komunikasi digital dengan kemampuan ekspresi yang nyaris tak terbatas mendorong kita untuk mengakui apa yang disampaikan oleh St.Paulus: 'celakalah aku jika aku tidak mewarta*kan Injil’ (1Kor 9:16). Kemudahan mendapatkan teknologi baru yang kian berkembang menuntut tanggungjawab yang lebih besar dari orang-orang terpanggil untuk mewartakan Injil serta termotivasi, terarah dan efisien menunaikan usaha-usaha mereka.
Para imam berada di ambang 'era baru': karena semakin intensifnya relasi lintas batas yang dibentuk oleh pengaruh media komunikasi, demikian pula para imam dipanggil untuk memberikan jawaban pastoral dengan menempatkan media secara berdaya guna demi pelayanan Sabda.

4. Penyebaran komunikasi multimedia dengan ragam 'menu pilihan' tidak dimaksudkan untuk sekadar menghadirkan para imam di internet atau sekadar menjadikan internet ruang untuk diisi. Para imam diharapkan menjadi saksi setia terhadap Injil di dalam dunia komunikasi digital dengan menunaikan perannya sebagai pemimpin-pemimpin komunitas yang terus menerus mengungkapkan dirinya dengan 'suara yang berbeda' yang dihadirkan oleh pasaraya digital. Dengan demikian, para imam ditantang untuk mewartakan Injil dengan menggunakan generasi teknologi audiovisual yang paling mutakhir (gambar, video, fitur animasi,blog dan website) berdampingan dengan media tradisional dapat membuka wawasan baru dan luas demi dialog evangelisasi dan katekese.

5. Dengan menggunakan teknologi komunikasi baru, para imam dapat memperkenalkan kehidupan menggereja kepada umat dan membantu orang-orang jaman sekarang menemukan wajah Kristus. Hal ini akan dicapai dengan baik apabila mereka belajar -sejak dari masa pembinaan mereka- bagaimana memanfaatkan teknologi komunikasi secara kompeten dan cocok dengan pemahaman teologis yang mendalam dan spiritualitas imam yang kokoh, berakar pada dialog terus menerus dengan Tuhan. Dalam dunia komunikasi digital, para imam -lebih dari sekadar sebagai ahli media- seharusnya mengungkapkan kedekatannya dengan Kristus untuk memberikan 'jiwa' baik bagi pelayanan pastoralnya maupun bagi aliran komunikasi internet yang tak terbendung.

6. Kasih Allah kepada semua orang dalam Kristus mesti diungkapkan dalam dunia digital bukan sekadar sebagai benda purba atau teori orang terpelajar tetapi sebagai sesuatu yang sungguh nya*ta, hadir dan melibatkan diri. Oleh karena itu, kehadiran pastoral kita di dalam dunia yang demikian harus bermanfaat untuk memperkenalkan orang-orang pada jaman sekarang teristimewa mereka yang mengalami ketidakpastian dan kebingungan, 'bahwa Allah itu dekat, bahwa di dalam Kristus kita semua saling memiliki' (Benediktus XVI, Address to the Roman Curia,21 December 2009)

7. Siapakah yang lebih baik dari seorang imam, yang sebagai abdi Allah dan melalui kemampuan*nya di bidang teknologi digital dapat mengembangkan dan menunaikan pelayanan pastoralnya, menghadirkan Allah secara nyata di dunia jaman sekarang dan menampakkan kebijaksanaan rohani masa lampau sebagai harta yang mengilhami usaha kita untuk hidup layak dimasa kini sambil membangun masa depan yang lebih baik? Kaum laki-laki dan perempuan religius yang bekerja di bidang media komunikasi memiliki tangggjawab istimewa untuk membuka pintu bagi berbagai pendekatan baru, mempertahankan mutu interaksi manusia, menunjukkan perhatiannya bagi individu serta kebutuhan rohaninya yang sejati. Dengan demikian, mereka dapat menolong kaum laki-laki dan perempuan pada jaman digital ini untuk merasakan kehadiran Tuhan, menumbuhkan kerinduan dan harapan serta mendekatkan diri pada Sabda Allah yang menganugra*kan keselamatan dan membangun manusia secara utuh. Dengan demikian, Sabda Allah dapat berjalan melintasi berbagai persimpangan yang tercipta oleh simpangsiurnya aneka ragam 'jalan tol' yang membentuk 'ruang maya' dan menunjukkan bahwa Allah memiliki tempat-Nya yang tepat pada setiap jaman, termasuk di jaman kita ini. Berkat media komunikasi baru, Tuhan dapat menapaki jalan-jalan perkotaan kita sambil berhenti di depan ambang rumah dan hati kita dan mengatakan lagi: Lihatlah, Aku berdiri de depan pintu dan mengetuk, Jika ada yang mendengar suaraku dan membukakan pintu, Aku akan masuk ke dalam rumahnya dan makan bersama dia dan dia bersama aku" (Why.3:20)

8. Dalam Pesan tahun lalu, saya telah mendorong para pemimpin di dunia komunikasi untuk memajukan budaya menghormati demi nilai dan martabat manusia. Ini merupakan salah satu cara dimana Gereja dipanggil untuk menunaikan 'palayanan terhadap budaya-budaya' di 'benua digital' jaman sekarang. Dengan Injil di tangan dan di hati, kita mesti menegaskan lagi tentang perlunya memper*siapkan cara mengantar orang kepada Sabda Allah sambil memberikan perhatian kepada mereka untuk terus mencari bahkan kita harus mendorong pencarian mereka sebagai langkah awal evangelisasi. Kehadiran pastoral di dunia komunikasi digital justru mengantar kita untuk berkontak dengan penganut agama lain, dengan orang-orang tak beriman dan orang-orang dari berbagai budaya, menuntut kepekaan terhadap orang yang tidak percaya, putus asa dan yang memiliki kerinduan mendalam dan tak terungkapkan akan kebenaran abadi dan mutlak, Demikianlah seperti yang diramalkan oleh Nabi Yesaya tentang sebuah rumah doa bagi segala bangsa (bdk Yes 56:7), dapatkah kita tidak melihat internet sebagai ruang yang diberikan kepada kita -semacam 'pelataran bagi orang-orang bukan Yahudi' di Bait Allah Yerusalem- yakni mereka yang belum mengenal Allah?

9. Perkembangan dunia digital dan teknologi baru merupakan sumber daya yang besar bagi manusia secara keseluruhan dan setiap individu sebagai daya dorong untuk perjumpaan dan dialog. Akan tetapi perkembangan ini juga memberikan peluang besar bagi orang beriman. Tidak ada pintu yang dapat dan harus ditutup bagi setiap orang yang atas nama Kristus yang bangkit, memiliki komitmen untuk semakin mendekatkan diri kepada orang lain. Secara khusus bagi para imam, media baru ini memberikan kemungkinan pastoral yang baru dan kaya, mendorong mereka untuk melibatkan diri ke dalam universalitas perutusan Gereja, membangun persahabatan yang luas dan konkrit serta memberikan kesaksian di dunia jaman kini tentang hidup baru yang berasal dari mendengar Injil Yesus, Putra Abadi yang datang demi keselamatan kita. Seiring dengan itu, para imam mestinya mengingat bahwa keberhasilan utama dari pelayanan mereka datang dari Kristus sendiri, yang ditemukan dan didengar dalam doa, diwartakan dalam kotbah dan dihidupi lewat kesaksian; dan diketahui, dicinta dan dirayakan dalam sakramen-sakramen, khususnya sakramen ekaristi dan rekonsiliasi.

Untuk para imamku yang terkasih, sekali lagi saya mendorong anda untuk memanfaatkan kesempat*an-kesempatan unik yang disumbangkan oleh komunikasi modern. Semoga Tuhan menjadikan kalian bentara-bentara Injil yang bersemangat di 'ruang publik' baru media dewasa ini.

Dengan penuh keyakinan, saya memohonkan perlindungan Bunda Maria dan Santo Yohanes Maria Vianey (Pastor dari Ars, Pelindung para imam) dan dengan penuh kasih saya memberikan kepada anda sekalian berkat apostolikku.

Vatikan, 24 Januari 2010, Pesta Santo Fransiskus de Sales.
Paus Benediktus XVI

MESSAGE OF HIS HOLINESS

POPE BENEDICT XVI
FOR THE 44th WORLD COMMUNICATIONS DAY

"The Priest and Pastoral Ministry in a Digital World:
New Media at the Service of the Word"

[Sunday, 16 May 2010]

Dear Brothers and Sisters,

The theme of this year’s World Communications Day - The Priest and Pastoral Ministry in a Digital World: New Media at the Service of the Word – is meant to coincide with the Church’s celebration of the Year for Priests. It focuses attention on the important and sensitive pastoral area of digital communications, in which priests can discover new possibilities for carrying out their ministry to and for the Word of God. Church communities have always used the modern media for fostering communication, engagement with society, and, increasingly, for encouraging dialogue at a wider level. Yet the recent, explosive growth and greater social impact of these media make them all the more important for a fruitful priestly ministry.

All priests have as their primary duty the proclamation of Jesus Christ, the incarnate Word of God, and the communication of his saving grace in the sacraments. Gathered and called by the Word, the Church is the sign and instrument of the communion that God creates with all people, and every priest is called to build up this communion, in Christ and with Christ. Such is the lofty dignity and beauty of the mission of the priest, which responds in a special way to the challenge raised by the Apostle Paul: “The Scripture says, ‘No one who believes in him will be put to shame … everyone who calls on the name of the Lord will be saved.’ But how can they call on him in whom they have not believed? And how can they believe in him of whom they have not heard? And how can they hear without someone to preach? And how can people preach unless they are sent? (Rom 10:11, 13-15).

Responding adequately to this challenge amid today’s cultural shifts, to which young people are especially sensitive, necessarily involves using new communications technologies. The world of digital communication, with its almost limitless expressive capacity, makes us appreciate all the more Saint Paul’s exclamation: “Woe to me if I do not preach the Gospel” (1 Cor 9:16) The increased availability of the new technologies demands greater responsibility on the part of those called to proclaim the Word, but it also requires them to become become more focused, efficient and compelling in their efforts. Priests stand at the threshold of a new era: as new technologies create deeper forms of relationship across greater distances, they are called to respond pastorally by putting the media ever more effectively at the service of the Word.

The spread of multimedia communications and its rich “menu of options” might make us think it sufficient simply to be present on the Web, or to see it only as a space to be filled. Yet priests can rightly be expected to be present in the world of digital communications as faithful witnesses to the Gospel, exercising their proper role as leaders of communities which increasingly express themselves with the different “voices” provided by the digital marketplace. Priests are thus challenged to proclaim the Gospel by employing the latest generation of audiovisual resources (images, videos, animated features, blogs, websites) which, alongside traditional means, can open up broad new vistas for dialogue, evangelization and catechesis.

Using new communication technologies, priests can introduce people to the life of the Church and help our contemporaries to discover the face of Christ. They will best achieve this aim if they learn, from the time of their formation, how to use these technologies in a competent and appropriate way, shaped by sound theological insights and reflecting a strong priestly spirituality grounded in constant dialogue with the Lord. Yet priests present in the world of digital communications should be less notable for their media savvy than for their priestly heart, their closeness to Christ. This will not only enliven their pastoral outreach, but also will give a “soul” to the fabric of communications that makes up the “Web”.

God’s loving care for all people in Christ must be expressed in the digital world not simply as an artifact from the past, or a learned theory, but as something concrete, present and engaging. Our pastoral presence in that world must thus serve to show our contemporaries, especially the many people in our day who experience uncertainty and confusion, “that God is near; that in Christ we all belong to one another” (Benedict XVI, Address to the Roman Curia, 21 December 2009).

Who better than a priest, as a man of God, can develop and put into practice, by his competence in current digital technology, a pastoral outreach capable of making God concretely present in today’s world and presenting the religious wisdom of the past as a treasure which can inspire our efforts to live in the present with dignity while building a better future? Consecrated men and women working in the media have a special responsibility for opening the door to new forms of encounter, maintaining the quality of human interaction, and showing concern for individuals and their genuine spiritual needs. They can thus help the men and women of our digital age to sense the Lord’s presence, to grow in expectation and hope, and to draw near to the Word of God which offers salvation and fosters an integral human development. In this way the Word can traverse the many crossroads created by the intersection of all the different “highways” that form “cyberspace”, and show that God has his rightful place in every age, including our own. Thanks to the new communications media, the Lord can walk the streets of our cities and, stopping before the threshold of our homes and our hearts, say once more: “Behold, I stand at the door and knock. If anyone hears my voice and opens the door, I will enter his house and dine with him, and he with me” (Rev 3:20).

In my Message last year, I encouraged leaders in the world of communications to promote a culture of respect for the dignity and value of the human person. This is one of the ways in which the Church is called to exercise a “diaconia of culture” on today’s “digital continent”. With the Gospels in our hands and in our hearts, we must reaffirm the need to continue preparing ways that lead to the Word of God, while being at the same time constantly attentive to those who continue to seek; indeed, we should encourage their seeking as a first step of evangelization. A pastoral presence in the world of digital communications, precisely because it brings us into contact with the followers of other religions, non-believers and people of every culture, requires sensitivity to those who do not believe, the disheartened and those who have a deep, unarticulated desire for enduring truth and the absolute. Just as the prophet Isaiah envisioned a house of prayer for all peoples (cf. Is 56:7), can we not see the web as also offering a space – like the “Court of the Gentiles” of the Temple of Jerusalem – for those who have not yet come to know God?

The development of the new technologies and the larger digital world represents a great resource for humanity as a whole and for every individual, and it can act as a stimulus to encounter and dialogue. But this development likewise represents a great opportunity for believers. No door can or should be closed to those who, in the name of the risen Christ, are committed to drawing near to others. To priests in particular the new media offer ever new and far-reaching pastoral possibilities, encouraging them to embody the universality of the Church’s mission, to build a vast and real fellowship, and to testify in today’s world to the new life which comes from hearing the Gospel of Jesus, the eternal Son who came among us for our salvation. At the same time, priests must always bear in mind that the ultimate fruitfulness of their ministry comes from Christ himself, encountered and listened to in prayer; proclaimed in preaching and lived witness; and known, loved and celebrated in the sacraments, especially the Holy Eucharist and Reconciliation.

To my dear brother priests, then, I renew the invitation to make astute use of the unique possibilities offered by modern communications. May the Lord make all of you enthusiastic heralds of the Gospel in the new “agorà” which the current media are opening up.

With this confidence, I invoke upon you the protection of the Mother of God and of the Holy Curè of Ars and, with affection, I impart to each of you my Apostolic Blessing.

From the Vatican, 24 January 2010, Feast of Saint Francis de Sales.

BENEDICTUS XVI


DHAWUH DALEM SRI PAUS BÉNÉDIKTUS XVI
ING DINA KOMUNIKASI SADONYA KAPING – 44
16 MEI 2010

Pangon lan Pakaryané ing Jagad Digital: Wadhah Anyar tumrap Pamedharing Sabda.

Sadulur-sadulurku Kinasih,

1. Téma Dina Komunikasi Sadonya taun iki –Pangon lan Pakaryané ing Jagad Digital: Wadhah Anyar tumrap Pamedharing Sabda – katur kapinujon karo pèngetan Taun Imam, tauning Pangon Pasamuwan Suci. Téma iki mligèkaké kawigatèn marang komunikasi digital, sawenèhing pérangan pangon kang mranani lan wigati, kang awèh kalodhangan anyar marang para imam kanggo nindakaké pakaryan pangoné tumrap lan kagem Sabda. Sadhéngah komunitas Pasamuwan Suci yektiné wis migunakaké wadhah modern kanggo mekaring komunikasi, cawé-cawé ing bebrayan sarta mbuka wawan rembug sing luwih ombèr. Nanging sumebaré sing ora cinandhet sarta gedhéning dayané ing jaman saiki, wadhah iku saya wigati tumrap pakaryaning imam kang migunani.

2. Tugasé baku kabèh imam iku martakaké Gusti Yésus, Sabdaning Allah kang ngéjawantah lan martakaké berkah panebusanNé lumantar sakramèn-sakramèn. Ditunggalaké lan ditimbali karana Sabda, Pasamuwan Suci dadi tandha lan sarana panunggalan yasan Dalem kanggo kabèh wong. Saben imam ditimbali supaya mbangun panunggalan ing lan karo Gusti Yesus. Ing kéné iki dunungé luhur lan éndahé drajating imam minangka utusan Dalem kang sacara mirunggan nanggapi tantangané Rasul Paulus: ‘Sing sapa ngandel marang Gusti, ora bakal kawirangan’…. Sebab sing sapa sesambat konjuk Gusti, bakal slamet. Nanging piyé wong bisa sambat konjuk Gusti, yèn wong ora ngandel marang Gusti? Lan piyé wong bisa ngandel marang Gusri yèn wong ora krungu bab Gusti? Piyé wong krungu bab Gusti, yèn ora ana sing martakaké bab Gusti? Lan piyé wong bisa martakaké, yèn ora diutus? (Rom 10:11, 13-15).

3. Migunakaké piranti komunikasi anyar iku perlu kanggo mangsuli kanthi maton tantangané kaum mudha ngadhepi owah-owahan kabudayan saiki. Jagading komunikasi digital kang katyasané mèh tanpa wates iku ndayani kita ngakoni pratélané Santo Paulus: ‘cilaka yèn aku ora martakaké Injil’ (1 Kor 9:16). Kalodhangan nganggo piranti anyar sing saya mekar mbutuhaké tanggung jawab kang luwih gedhé tumrap para imam anggoné martakaké Injil kanthi maton, cetha juntrungé lan premati. Para imam iku ana ing tlundaking jaman anyar. Awit sangsaya prematiné lelayanan tanpa wates ing jagading piranti komunikasi, semono uga imam-imam prayoga suka pangonan kanthi mrenahaké piranti sing trep karo pawarta Sabda.

4. Sumebaré komunikasi multimedia jinis ‘menu pilihan’ ora mung awujud nyungulaké para imam ing internèt utawa mung nyawisaké internèt supaya diisi. Para imam diajap dadi seksi kang setya marang Injil ing jagading komunikasi digital kanthi nindakaké jejibahané minangka pangarsané paguyuban sing tansah mratélakaké dhiri kanthi ‘ swara kang béda’ lumantar piranti digital. Istingarah para imam diajap martakaké Injil lumantar piranti audiovisual sing anyar dhéwé (gambar, vidéo, fitur animasi, blog lan wèbsite) amping-ampingan karo piranti lawas, bisa mbukak wawasan anyar lan jembar tumrap piwulang lan pangibadah.

5. Lumantar piranti komunikasi anyar, para imam bisa nepungaké urip katulik marang umat lan mbiyantu wong-wong jaman saiki ketemu pasuryan Dalem. Iki bisa lumaku becik yèn wong sinau – wiwit mangsané sinau—carané nggunakaké piranti komunikasi kanthi bener lan laras karo kawruh téologis kang jero lan jiwaning imam kang kukuh, ngoyod krana tansah wawancara karo Gusti. Ing jagading komunikasi digital, para imam –ora mung ahli bab pirantiné – mesthiné bisa nuduhaké anggoné caket Gusti amrih awèh ‘jiwa’ kang trep tumrap karya pangon lan dayané komunikasi internèt kang ora kena disayuti.

6. Sih Dalem marang kabèh wong lumantar Gusti Yésus kudu diwartakaké ing jagading digital ora mung minangka barang kuna utawa téoriné wong sinau, nanging minangka bab kang nyata, ana lan makarya. Mulané, karya pangon kita ing donya iki kudu migunani amrih wong-wong saiki sing bingung ngadhepi kahanan, bisa tepung Gusti, ‘bilih Gusti iku cedhak, bilih jroning panunggalaning Sang Kristus, kita kabèh padha darbèk-dinarbèkan’ (Benediktus XVI, Address to the Roman Curia, 21 Desember 2009).

7. Sapa sing luwih becik tinimbang imam, sing minangka abdining Allah lumantar kawruhé ing babagan tèknologi digital bisa mekaraké lan nindakaké karya pangoné, ngrawuhaké Gusti kanthi nyata ing donya jaman saiki lan ngéjawantahaké kawicaksanan rohani kang kapungkur dadi bandha kang awèh wisik kita amrih urip becik kanthi mbangun dina sesuk kang luwih becik? Para priya lan wanita mukmin kang makarya ing babagan komunikasi duwé tanggung jawab mirunggan kanggo mbukak kalodhangan anyar, njaga pangajiné pasrawungan, nggatèkaké pribadi sarta kabutuhan rohaniné kang sejati. Yèn ngono Sabda Dalem bisa nrabas manéka simpangan sing dumadi saka pating sluruné ‘jalan tol’ warna-warna kang ‘ngayawara’ lan paring pituduh bilih Gusti kagungan papan gumathok ing saben jaman, klebu ing jaman kita iki. Berkahé piranti komunikasi anyar, Gusti saged klangkungi dalan-dalan ing kutha sinambi kèndel ing ngarep omah lan atiku, paring pangandika: ‘Delengen, Aku jumeneng ing ngarep lawang lan thothok-thothok. Yèn ana sing krungu swaraku lan mengani lawang, Aku bakal mlebu omahé lan mangan bebarengan dhèwèké, lan dhèwèké bareng Aku’ (Why. 3:20)

8. Ing Dhawuh taun kapungkur, aku ngajak para pemimpin ing jagading komunikasi supaya gawé majuné budaya kurmat-kinurmatan minangka aji lan drajating manungsa. Iki sawenèhing cara tumrap Pasamuwan Suci amrih ngladosi budaya-budaya ing ‘jagad digital’ jaman saiki. Kanthi Injil ing tangan lan ing ati, kita kudu nandhesaké manèh bab perluné nyawisaké cara nglarapaké wong mring Sabda Dalem Gusti, ngiras pantes migatèakaké wong mau amrih tansah nggolèki, mandar kita kudu manjurung wong mau tansah nggolèki minangka mulabukané wulangan. Tumanduké pangon ing jagad komunikasi digital dhestun nglantaraké kita srawung karo pangilut agama liya, karo wong-wong tanpa agama lan wong-wong manéka budaya, mbutuhaké kawigatèn tumrap wong sing ora ngandel, nglokro lan kang kapang banget marang bebener langgeng lan tan jinajagan nanging ora winedhar. Mangkono kaya wewecané Nabi Yésaya bab wisma ndedonga kanggo kabèh bangsa (ktd Yes 56:7). Apa bisa kita ora nonton internèt minangka piranti kita – kaya ‘plataran kanggo wong-wong dudu Yahudi’ ing Bait Allah Yerusalem – yaiku wong-wong sing durung tepung Gusti Allah?

9. Mekaring jagad digital lan piranti anyar iku mujudaké pangaribawa gedhé tumrap manungsa sawutuhé lan saben pribadi minangka panyengkuyung kanggo sapatemon lan rembugan. Nanging pamekar iki uga awèh kalodhangan gedhé tumrap wong percaya. Ora ana kori kang bisa lan kudu ditutup tumrap saben wong kang ndhèrèk wungu Dalem, duwé keyakinan saya rumaket marang wong liya. Mligine tumrap para imam, piranti anyar iki awèh kalodhangan pangon kang anyar lan sugih, nyengkuyung para imam amrih tumanggap jroning karya mangrasulé Pasamuwan Suci sawegung. Mbangun paseduluran kang jembar lan nyata, sarta awèh paseksèn ing donya jaman saiki, bab urip anyar amarga krungu Injil Dalem Putra Abadi kang rawuh kanggo slametku. Kejaba iku, para imam mesthi ngèlingi yèn kasiling pangonané iku saka pitulungan Dalem piyambak kang tinemu lan kaprungu jroning sembahyangan, diwartakaké ing kutbah lan diamalaké ing paseksèn. Kabèh mau diweruhi, ditresnani lan diriayakaké ing sakramèn-sakramèn, mliginé sakramèn ékaristi lan rékonsiliasi.

Kanggo para imamku kinasih, sapisan manèh aku nyengkuyung sliramu supaya migunakaké kalodhangan-kalodhangan mligi, pisambungé komunikasi modern. Muga-muga Gusti mberkahi sliramu dadi prajurit-prajurit Injil kang semangat ana ing ‘ruang publik’ anyar ing wektu iki.

Kanthi kebak yakin, aku nyuwunaké pangayoman dalem Kanjeng Ibu Dèwi Maria lan Santo Yohanes Maria Vianey (Pastur saka Ars, pangayomané para imam) lan kanthi kebak asih aku suka berkah apostolik marang sliramu kabèh.

Vatikan, 24 Januari 2010, Pésta Santo Fransiskus de Sales.
Paus Bénédiktus XVI


Sing nJawakaké saka basa Indonesia:
Émmanuèl Suharjéndro.



www.vatican.va

www.mirifica.net

http://www.keuskupan-purwokerto.net/index.php?pilih=hal&id=37

HOMILI: Sabtu-Minggu, 08-09 Mei 2010


BACAAN I: Kis. 15:1-2,22-29

MAZMUR TANGGAPAN: Mzm. 67:2-3,5,6,8

BACAAN II: Why. 21:10-14,22-23

INJIL: Yoh. 14:23-29



"Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu.”


Seorang pemimpin atau atasan atau orangtua yang akan bepergian cukup lama atau merasa akan dipanggil Tuhan tidak lama lagi, pada umumnya memberi pesan-pesan atau nasihat-nasihat kepada mereka yang ditinggalkan, lebih-lebih kepada para pembantu atau anak-anaknya. Ia mendelegasikan atau menyerahkan tanggungjawab tertentu serta menunjuk seseorang yang mungkin dapat dimintai bantuan dalam perjalanan atau langkah-langkah yang akan datang. Pesan atau nasihat tersebut pada umumnya sungguh diperhatikan dan diusahakan untuk dilaksanakan sebaik mungkin. Tidak lama lagi Yesus akan naik ke sorga dan Ia memberi nasihat serta pesan kepada para murid yang ditinggalkan serta kepada kita semua yang beriman kepada-Nya :"Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku dan Bapa-Ku akan mengasihi dia dan Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia. Barangsiapa tidak mengasihi Aku, ia tidak menuruti firman-Ku; dan firman yang kamu dengar itu bukanlah dari pada-Ku, melainkan dari Bapa yang mengutus Aku. Semuanya itu Kukatakan kepadamu, selagi Aku berada bersama-sama dengan kamu; tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu” (Yoh 14:23-26). Marilah pesan atau nasihat ini kita renungkan dan hayati.

”Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu” (Yoh 14:26)

Segala sesuatu yang telah diajarkan oleh Yesus kiranya dapat dipadatkan ke dalam ajaran untuk saling mengasihi, sedangkan cara hidup dan cara bertindak-Nya dijiwai oleh ketaatan dan kerendahan hati. Pertama-tama dan terutama kita dipanggil untuk mengasihi Yesus dengan mentaati dan melaksanakan ajaran-ajaran atau perintah-perintahNya. Pada saat mengikrarkan janji seperti janji baptis, janji perkawinan, janji imamat, dll..pada umumnya kita bergairah melaksanakan janji tersebut, yaitu janji untuk saling mengasihi, namun dalam perjalanan waktu, karena kesibukan dan banyak pekerjaan, sering kita lupa atau mengabaikan janji-janji tersebut. Kepada kita diingatkan bahwa dalam perjalanan waktu dan tugas pekerjaan atau penghayatan panggilan ada pribadi-pribadi tertentu yang siap membantu dan mengingatkan kita perihal janji-janji tersebut, yaitu mereka yang berkehendak baik, tangan-tangan panjang Tuhan, yang penuh Roh Kudus. Maka ketika diingatkan oleh siapapun yang berkehendak baik, hendaknya diterima dengan penuh ketaatan dan kerendahan hati.

Kepada siapapun yang berkehendak baik kami harapkan tidak takut untuk menyampaikan bisikan Roh atau kehendak baik tersebut kepada siapapun yang terkait. Dalam system perpajakan ada istilah ‘pengawasan melekat’, artinya wajib pajak diharapkan dengan jujur membayar pajak dengan menghitung sendiri jumlah pajak yang harus dibayar. Sayang system yang bagus ini dengan mudah diselewengkan, sebagaimana terjadi pada akhir-akhir ini dengan istilah ‘makelar kasus’. Maka dengan ini kami berharap kepada mereka yang berfungsi untuk mengawasi pekerjaan atau kegiatan apapun dan dimanapun sungguh melaksanakan fungsinya dengan baik. Ketidak-disiplinan dan ketidak-jujuran mereka yang berkuasa, misalnya pejabat pemerintah, polisi dan jaksa/hakim, dapat menjadi wahana penyelewengan atau makelar kasus, maka kami berharap mereka yang berfungsi sebagai penentu kebijakan hidup bersama senantiasa siap sedia untuk diingatkan dan ketika diingatkan hendaknya diterima dengan rendah hati dan ketaatan. Dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara rasanya fungsi pengawasan atau kontrol dari DPR terhadap pemerintahan sangat diharapakan. Sedangkan dalam hidup bersama sehari-hari, entah di dalam keluarga, masyarakat atau tempat kerja, kami berharap kepada orangtua atau pemimpin untuk berfungsi dengan prima dalam mengawasi anak-anak atau anggotanya.

Sebenarnya peringatan dari Tuhan juga dapat kita temukan dalam aneka macam peraturan atau tatanan yang terkait dengan hidup dan panggilan serta tugas pengutusan kita masing-masing. Maka baiklah aneka peraturan dan tatanan tersebut sering dibaca dan didalami kembali, jangan disimpan rapat-rapat dalam almari besi saja atau diarsipkan saja. Peraturan atau rambu-rambu yang tertulis dan terpasang dijalanan atau di tempat-tempat umum, hendaknya ditaati dan dilaksanakan dengan baik.

“Sebab adalah keputusan Roh Kudus dan keputusan kami, supaya kepada kamu jangan ditanggungkan lebih banyak beban dari pada yang perlu ini: kamu harus menjauhkan diri dari makanan yang dipersembahkan kepada berhala, dari darah, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari percabulan. Jikalau kamu memelihara diri dari hal-hal ini, kamu berbuat baik. Sekianlah, selamat." (Kis 15:28-29)

Sidang para rasul dan penatua merupakan kuasa tertinggi dalam penentu kebijakan hidup bersama sebagai umat yang beriman kepada Yesus Kristus. Apa yang dilakukan oleh para rasul dan penatua tersebut pada masa kini antara lain berupa konsili atau sinode para uskup di tingkat internasional, sedangkan di tingkat nasional adalah sidang tahunan konferensi waligereja/uskup. Maka baiklah sebagai anggota Gereja Katolik marilah kita fahami dan laksanakan aneka kebijakan pastoral maupun moral yang telah diputuskan dalam berbagai pertemuan para gembala tersebut, entah yang bersifat nasional maupun internasional. Pada umumnya yang lebih operasional adalah kebijakan di tingkat nasional atau konferensi para uskup, karena kebijakan tersebut merupakan buah pengolahan bersama atas kebijakan kepausan/internasional sesuai dengan situasi dan kondisi Negara kita.

Jiwa atau semangat kebijakan pastoral maupun moral hemat saya adalah keselamatan jiwa, maka hendaknya menyikapi kebijakan tersebut dengan semangat yang sama juga yaitu keselamatan jiwa. Demi keselamatan jiwa kita sering harus bermatiraga atau berlakutapa, tidak boleh menikmati ini atau itu atau sebaliknya harus menikmatinya. Matiraga atau lakutapa berarti usaha mengendalikan raga atau tubuh agar berfungsi demi keselamatan jiwa, artinya agar cara hidup dan cara bertindak kita masing-masing demi keselamatan jiwa kita. Dengan kata lain matiraga atau lakutapa pada masa kini masih perlu, atau bahkan sangat diperlukan atau dibutuhkan demi keselamatan jiwa kita. Aneka macam produk makanan dan minuman maupun teknologi yang membanjiri pasar atau masyarakat masa kini pada dasarnya adalah netral, namun belum tentu semuanya menyehatkan atau menyelamatkan tubuh maupun jiwa kita. Dalam setiap kemasan makanan, minuman atau barang pada umumnya ada peraturan yang harus dilaksanakan terkait dengan cara mengkonsumsi dan sering juga ditulis bahaya-bahaya yang mungkin muncul. Maka dengan ini kami mengharapkan sebelum mengkosumsi atau memfungsikan makanan, minuman atau barang dalam kemasan tersebut, hendaknya dibaca dengan teliti aturan yang ada dan dihayati dengan baik. Masing-masing dari kita hendaknya tahu diri alias mengenal diri dengan baik, sehingga dapat mengendalikan diri dalam menghadapi aneka macam jenis makanan, minuman maupun barang.

“Kiranya Allah mengasihani kita dan memberkati kita, kiranya Ia menyinari kita dengan wajah-Nya, supaya jalan-Mu dikenal di bumi, dan keselamatan-Mu di antara segala bangsa. Kiranya suku-suku bangsa bersukacita dan bersorak-sorai, sebab Engkau memerintah bangsa-bangsa dengan adil, dan menuntun suku-suku bangsa di atas bumi. Kiranya bangsa-bangsa bersyukur kepada-Mu, ya Allah, kiranya bangsa-bangsa semuanya bersyukur kepada-Mu. Allah memberkati kita; kiranya segala ujung bumi takut akan Dia!” (Mzm 67:2-3.5-6.8)

Romo Ign Sumarya SJ




Sosialisasi Bulan Katekese Liturgi 2010 Di Asrama RS Brayat Minulya


Sosialisasi Bulan Katekese Liturgi 2010 Di Asrama RS Brayat Minulya
El. Anwar B.Th Pewarta Gereja Katolik Kleca Solo

(Jangan lupa baca artikel: Memahami Perayaan Ekaristi dalam blog ini)

SEKITAR SEJARAH DAN TEOLOGI
(No. 1 – 16)

Acara dekat KomLit
19 April 23 April 30 April 31 Mei : Dewan inti KAs + Kev + kodok di Roti Ganep : temu koster : Ekaristi Pembuka BKL di Gua Maria Mojosongo : Ekaristi Penutup BKL di Gua Maria Marganingsih Bayat - Wedi

Istilah
1. Istilah Perayaan Ekaristi dan Misa Kudus boleh sama-sama digunakan. Istilah Perayaan Ekaristi menunjuk apa yang dirayakan, yaitu syukur Gereja atas misteri penebusan Tuhan; Misa Kudus menunjuk segi perutusan kita di tengah dunia. 2. Kata Ekaristi berasal dari bahasa Yunani eucharistia yang berarti puji-syukur. Kata Yunani eucharistia ini bersama kata Yunani eulogia (=juga pujian syukur) digunakan untuk menerjemahkan kata Ibrani berakhah, yakni doa berkat dalam Perjamuan Yahudi.

Penetapan Ekaristi
• 3. Gereja merayakan Ekaristi bukan karena keinginan Paus, Uskup, atau para Imam, tetapi karena memang diperintahkan oleh Tuhan Yesus pada Perjamuan Malam Terakhir: "Lakukanlah ini sebagai kenangan akan Daku" (Luk 22:19; 1 Kor 11:24). • 4. Ekaristi ditetapkan oleh Tuhan Yesus Kristus pada Perjamuan Malam Terakhir. Tetapi, Perjamuan Malam Terakhir sendiri bukan Perayaan Ekaristi Gereja yang pertama. Ekaristi Gereja merayakan wafat dan kebangkitan Tuhan, padahal saat Perjamuan Malam Terakhir Tuhan Yesus belum wafat dan bangkit.

Bentuk Misa dalam Sejarah Gereja
• 5. Sejak Gereja abad-abad pertama, bentuk dasar Perayaan Ekaristi tersusun atas Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi. Kepastian bentuk ini dibuktikan pada kesaksian Santo Yustinus Martir pada pertengahan abad II. • 6. Pada abad IV-VI ditambahkan banyak ritus pada bentuk dasar Perayaan Ekaristi tersebut, sehingga Perayaan Ekaristi memperoleh bentuknya yang lengkap sebagaimana dikenal dalam Misa Trente dan kemudian diperbarui dalam Missale Romanum 1970 yang darinya TPE baru kita berasal.

Bahasa Latin dan Misa Pribadi
• 7. Bahasa Latin mulai digunakan di Gereja Barat sejak abad III; dan pada abad IV, Paus Damasus (th 380) memberlakukan bahasa Latin sebagai bahasa liturgi. • 8. Baru pada Konsili Vatikan II (th 1962-1964) penggunaan bahasa pribumi sebagai bahasa liturgi diizinkan. • 9. Misa Pribadi oleh seorang imam, yang biasanya hanya dilayani oleh seorang misdinar, biasa dilaksanakan sejak Abad Pertengahan karena adanya ujud-ujud Misa dan kebiasaan biara-biara monastik. • 10. Misa Pribadi itu tetap merupakan Perayaan Ekaristi yang sah dan boleh karena hakikatnya tetap perayaan seluruh Gereja. Yang berbeda dari Misa-Misa yang dihadiri umat adalah bentuknya. Misa Pribadi dirayakan dalam bentuk sederhana dan tidak dihadiri umat.

Elevasi dan Komuni Mata • 11. Kebiasaan imam mengangkat Hosti Suci sesudah kata-kata institusi atau konsekrasi (disebut elevasi) dimaksudkan agar dapat dipandang umat. Praktek ini terjadi sejak abad XIII. Sementara praktek pengangkatan piala sesudah kata-kata konsekrasi baru pada abad XVI. • 12. Memandang Ekaristi yang diangkat atau ditakhtakan dalam Adorasi Ekaristi sering juga disebut Komuni Mata atau Komuni Batin. Komuni mata atau komuni batin ini menemukan puncaknya dalam penerimaan komuni Tubuh (dan Darah) Kristus saat Misa Kudus.

Realis Praesentia

• 13. Dalam teologi, istilah realis praesentia menunjuk kehadiran Tuhan Yesus Kristus yang real dan nyata dalam Ekaristi, yakni dalam rupa roti dan anggur. • 14. Perubahan roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus disebut Transsubstantiatio; Istilah ini diajarkan secara resmi pertama kali oleh Konsili Lateran IV tahun 1215

Ajaran Konsili tentang Komuni Dua Rupa • 15. Konsili Konstanz (th 1415) menolak ajaran Yohanes Hus yang menuntut komuni dua rupa sebagai keharusan mutlak dalam Misa. Gereja mengajarkan bahwa komuni yang hanya dengan satu rupa juga tetap sah karena Kristus hadir dalam setiap rupa roti ataupun anggur. • 16. Konsili Trente (th 1551) mengajarkan bahwa seluruh Kristus (Christus totus) ada dalam setiap rupa dan dalam setiap bagian dari setiap rupa. Dengan demikian, pada komuni dalam bentuk apa pun, entah dua rupa atau satu rupa, dalam jumlah banyak atau potongan kecil, kita tetap menerima Kristus yang satu dan sama, seluruhnya dan seutuhnya.

SEKITAR LITURGI
(No. 17 – 67)

Bagian Misa Kudus

• 17. Perayaan Ekaristi terdiri atas dua bagian pokok, yaitu Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi, dan diapit oleh Ritus Pembuka dan Ritus Penutup. • 18. Perayaan Ekaristi itu merupakan satu kesatuan yang utuh sehingga harus dirayakan secara utuh dari awal sampai akhir. Terlambat datang Misa dan pulang mendahului tentulah tidak sesuai dengan makna keutuhan Misa tersebut

TPE Baru • 19. Tata Perayaan Ekaristi kita sekarang adalah TPE 2005 yang sebenarnya merupakan edisi bahasa Indonesia untukTPE Gereja Roma Katolik tahun 1970. Ternyata proses pengajuan TPE Indonesia yang definitif memakan waktu lama dan baru selesai tahun 2004. TPE Baru itu diberlakukan pada Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus, 29 Mei 2005. • 20. Istilah yang benar menurut TPE baru ialah Lagu Pembuka, bukan Lagu Pembukaan; Lagu Persiapan Persembahan, bukan Lagu Persembahan.

Tanda Salib dan jawaban ”Amin” umat
• • 21. Tanda Salib mengungkapkan inti iman kita akan Allah Tritunggal, sekaligus memasukkan kita ke dalam persekutuan Allah Tritunggal. 22. Tanda Salib yang resmi dalam Perayaan Ekaristi hanya dua kali, yakni pada awal Misa Kudus dan penutup Misa Kudus yaitu saat menerima Berkat Tuhan. Namun, apabila umat beriman membuat tanda salib di beberapa bagian lain selama Misa Kudus, hal itu dapat dipandang sebagai devosi pribadi dan tidak dilarang. 23. Jawaban "Amin" dari umat pada saat Tanda Salib awal Misa Kudus itu bila dinyanyikan mestinya: "A" diucapkan pendek, sedangkan "min" yang panjang, dan bukan "A" panjang serta malah "min" yang pendek. TPE Baru menulis: 5 5 6// A-min. 24. Kata "Amin" pada Aklamasi Anamnesis 1 telah dihilangkan pada TPE Baru. Jadi, mestinya kita hanya menyanyikan atau mengucapkan: Wafat Kristus kita maklumkan, kebangkitan-Nya kita muliakan, kedatangan-Nya kita rindukan.

Doa-Doa Presidensial • 25. Doa Syukur Agung adalah doa presidensial utama dalam Perayaan Ekaristi. Doa yang bersifat presidensial berarti bahwa doa itu hanya diucapkan oleh pemimpin perayaan. • 26. Doa-doa yang bersifat presidensial lainnya dalam Misa Kudus menurut TPE Baru ialah: Doa Pembuka (bukan Doa Pembukaan), Doa Persiapan Persembahan (bukan Doa Persembahan), dan Doa Sesudah Komuni (bukan Doa Penutup).

Doa Pembuka
• 27. Doa Pembuka dibuka oleh imam dengan kata-kata "Marilah berdoa". Lalu ada waktu hening sejenak. Waktu hening sejenak ini adalah saat bagi umat untuk menyampaikan ujud doa masing-masing dalam hati pada Misa Kudus itu; dan imam mempersatukan ujudujud pribadi itu melalui doa pembuka atau doa kolekta. • 28. Doa Pembuka yang mengakhiri Ritus Pembuka selalu diakhiri dengan rumusan penutup panjang yang Triniter, misalnya: Dengan pengantaraan Yesus Kristus, Putra-Mu, Tuhan kami, yang bersama dengan Dikau dalam persatuan Roh Kudus hidup dan berkuasa, Allah, sepanjang segala masa. Umat menjawab: Amin.

Bacaan Kitab Suci

• 29. Bacaan-bacaan Misa selalu diambilkan dari teks Kitab Suci dan tidak pernah diambilkan dari bacaan yang non Kitab Suci. • 30. Lektor tidak perlu mengucapkan: "Bacaan I ..." atau "Bacaan II ...", melainkan langsung: "Pembacaan dari Kitab Nabi Yesaya ..." atau "Pembacaan dari Surat Rasul Santo Paulus kepada umat di Roma ...".

Mazmur Tanggapan dan Bait Pengantar Injil • 31. Mazmur Tanggapan bersifat menanggapi bacaan yang baru saja diwartakan. Mazmur Tanggapan mesh diutamakan daripada Nyanyian Tanggapan. Hendaknya tidak pernah lagi menggunakan istilah Lagu Antar L3acaan. • 32. Bait Pengantar Injil atau Alleluia mempersiapkan bacaan Injil dan harus selalu dinyanyikan. Namun kalau tidak dinyanyikan, Bait Pengantar Injil atau Alleluia ini ditiadakan saja.

Injil • 33. Bacaan Injil merupakan puncak Liturgi Sabda, maka dihormati dengan berbagai rangkaian bentuk tanda: umat berdiri, ada pengantar salam, tanda salib kecil pada dahimulut-dada, pembaca Injil dalam Misa Kudus juga petugas tertahbis. • 34. Evangeliarium adalah Kitab Injil yang biasa diarak selama Bait Pengantar Injil dari altar ke mimbar. Evangeliarium inilah, dan bukan Kitab Suci, sebenarnya yang semestinya dibawa dalam perarakan masuk pada awal Misa Kudus.

Homili dan Khotbah

• 35. Homili merupakan pewartaan yang mengupas isi bacaan Kitab Suci yang dibacakan, dan homili selalu dibawakan dalam konteks liturgi atau ibadat. • 36. Khotbah merupakan pewartaan mengenai iman dan susila yang tidak selalu mengupas isi Kitab Suci, dan khotbah tidak selalu dalam rangka liturgi atau ibadat.

Doa Umat • 37. Doa Umat merupakan bentuk pelaksanaan imamat umum seluruh umat beriman, yakni umat beriman berdoa secara resmi tidak hanya untuk diri sendiri dan kelompok, tetapi untuk seluruh Gereja semesta. • 38. Doa Umat sebaiknya disusun sendiri agar isi doa sesuai dengan situasi dan kondisi setempat dan zaman. Urutan doa umat pada Misa hari Minggu umumnya sebagai berikut: untuk Gereja, negara atau pemerintah, prang-prang yang menderita, umat setempat sendiri.

Doa Syukur Agung • 39. Doa Syukur Agung adalah pusat dan puncak seluruh Perayaan Ekaristi. Doa Syukur Agung juga disebut doa syukur dan pengudusan, yaitu saat Misteri Penebusan Tuhan dihadirkan di altar dan saat roti dan anggur diubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus. • 40. Doa Syukur Agung I dalam TPE kita disebut juga Kanon Romawi. DSA I ini merupakan satusatunya DSA selama kurang lebih 15 abad sejak abad IV-VI hingga tahun 1970 ketika terbit TPE sesuai amanat Konsili Vatikan II

Bel atau Gong Selama DSA
• 41. Sebelum konsekrasi atau Kisah dan Kata-kata Institusi dapat dibunyikan bel oleh putra/i altar. Demikian pula saat Hosti Suci dan Piala diangkat oleh imam sesudah kata-kata konsekrasi, bel atau gong dapat dibunyikan oleh putra/i altar. Cara membunyikan bel atau gong dapat diatur sendiri asalkan dapat mendukung suasana yang khidmat, agung, hormat, dan artistik. • 42. Bel, gong atau juga lonceng memiliki fungsi yang praktis dalam perayaan liturgi, yaitu untuk menandai dimulainya suatu peristiwa yang penting atau menunjukkan bagian penting dari perayaan liturgi atau ibadat. Lonceng gereja juga berfungsi untuk memanggil jemaat untuk berkumpul, memaklumkan suatu doa (doa Angelus misalnya), dan memaklumkan adanya anggota jemaat yang meninggal.

Nyanyian Kudus

• 43. Kudus adalah seruan aklamasi umat bersama semua orang kudus di surga untuk memuliakan Allah, setelah bagian Prefasi. • 44. Karena merupakan bagian dari DSA, maka Kudus layak dinyanyikan oleh umat, meskipun tetap dimungkinkan untuk diucapkan. Pengumuman nyanyian Kudus disampaikan sebelum Prefasi, jangan sesudah Prefasi imam karena akan memotong alur pujian Prefasi.

Epiklese • 45. Epiklese berarti seruan permohonan atas turunnya Roh Kudus. Roh Kuduslah yang mengubah roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus saat DSA didoakan. • 46. Ada dua macam epiklese dalam Misa Kudus. Pertama, epiklese konsekratoris, yakni permohonan agar Roh Kudus mengubah roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Kedua, epiklese komuni, yaitu permohonan agar Roh Kudus mempersatukan umat beriman yang menerima Tubuh (dan Darah) Kristus itu menjadi satu tubuh

Penyebutan Nama Paus dan Uskup

• 47. Penyebutan nama Paus dalam DSA mengungkapkan kesatuan umat beriman yang merayakan Ekaristi dengan Gereja di seluruh dunia. • 48. Penyebutan nama Uskup dalam DSA mengungkapkan kesatuan umat beriman yang merayakan Ekaristi dengan Gereja setempat. Nama Uskup yang disebut selalu nama Uskup di tempat Misa Kudus itu dirayakan.

Bapa Kami • 49. Bapa Kami masuk ke bagian Komuni setelah Doa Syukur Agung sejak abad IV. Bapa Kami merupakan doa bersama yang dinyanyikan atau diucapkan oleh imam bersama seluruh umat. Itulah sebabnya doa Bapa Kami dalam Misa Kudus tidak diakhiri dengan kata "Amin". • 50. Lagu Bapa Kami yang digunakan dalam Misa Kudus tidak boleh sembarang lagu Bapa Kami. Pertama, isi syair Bapa Kami mesti sama dengan syair doa Bapa Kami yang resmi. Kedua, melodi lagu Bapa Kami mesti liturgis dan bukan model pop atau profan lainnya.

Doa dan Salam Damai • 51. Doa Damai sebenarnya doa yang hanya diucapkan oleh imam saja, dan umat menjawab dengan kata "Amin". Kebiasaan umat yang ikut mengucapkan Doa Damai tidak sesuai dengan makna liturgis doa ini. • 52. Salam Damai di antara umat beriman bukanlah salam untuk saling memaafkan, tetapi pertama-tama salam untuk menyatakan persekutuan dan cinta kasih umat satu sama lain sebelum dipersatukan dengan Tubuh Kristus.

Komuni Hosti Baru • 53. Penerimaan komuni adalah partisipasi kita dalam peristiwa karya penebusan Tuhan yang dihadirkan pada waktu DSA dibawakan oleh imam. Komuni atau Hosti Suci yang kita terima menghubungkan dan memasukkan kita dalam karya penebusan Tuhan itu! • 54. Itulah sebabnya, komuni yang ideal ialah menerima hosti baru yang tadi dikonsaklir dalam DSA pada Misa yang bersangkutan. Tentu saja penerimaan komuni dari Hosti Suci yang disimpan dalam tabernakel tetaplah penerimaan Tubuh Kristus juga.

Praktek Komuni

• 55. Praktek penerimaan komuni dengan menggunakan tangan jauh lebih tua daripada praktek penerimaan komuni dengan lidah. Pada zaman Gereja awal, umat menerima komuni dengan menggunakan tangan. Praktek penerimaan komuni dengan lidah baru dilakukan sejak abad IX. • 56. Gereja mengizinkan praktek penerimaan komuni entah dengan tangan ataupun dengan lidah (PUMR 161).

Komuni Satu atau Dua Rupa? Dan Tata Cara Menyambut Komuni
• 57. Gereja sangat mendukung penerimaan komuni dua rupa kepada umat beriman. • 58. Yang perlu diatur hanyalah bagaimana komuni dua rupa itu diterimakan. Uskup mempunyai wewenang untuk menentukan kaidah komuni dua rupa (PUMR 283); yang penting ialah bahwa umat telah diberi pengarahan yang baik dan tidak ada bahaya pencemaran terhadap kekudusan Ekaristi, seperti darah Kristus yang jatuh di lantai, dsb. • 59. Sebelum menerima Tubuh (dan Darah) Kristus saat maju komuni, umat perlu menghormat kepada Tuhan yang hadir dalam Ekaristi, entah dengan membungkuk ataupun membuat gerakan tangan menyembah kepada

Sakramen Mahakudus. • 60. Komuni Darah Kristus dilayankan oleh imam kepada umat dengan cara entah umat meminum Darah Kristus dari piala apabila jumlah umat sedikit dan banyaknya anggur suci memungkinkan, atau dengan pencelupan hosti yang telah dikonsakrir dan diletakkan oleh imam pada mulut si penerima komuni apabila jumlah umat relatif lebih banyak. • 61. Praktek mempelai yang saling menerimakan komuni, yakni meletakkan Hosti Suci ke mulut pasangannya, bukanlah praktek yang diizinkan oleh Gereja, maka praktek tersebut mesti ditinggalkan.

Frekuensi Menyambut Komuni • 62. Pada dasarnya komuni hanya disambut sekali sehari. Namun, apabila orang yang telah menyambut komuni itu mengikuti Misa Kudus lagi karena ada ujud yang lain, ia masih diperkenankan untuk menyambut komuni lagi. • 63. Yang harus dihindari adalah pandangan bahwa dengan menyambut komuni sebanyakbanyaknya dalam waktu sehari, seseorang akan memperoleh berkat Tuhan yang melimpah. Paham seperti ini sudah termasuk pandangan magis!

Waktu Hening • 64. Waktu hening merupakan waktu yang sangat penting dan berharga, sehingga perlu dijaga dan diciptakan selama Perayaan Ekaristi. Agar hati kita siap berdoa sepenuhnya kepada Allah, kita wajib mematikan Handphone (HP) kita! • 65. Makna waktu hening sendiri bisa berbeda antara satu bagian dan bagian lainnya. Waktu hening sebelum Misa untuk mempersiapkan hati, waktu hening saat doa tobat untuk meneliti batin dan dosa, waktu hening saat Liturgi Sabda untuk mendengarkan Sabda Tuhan, waktu hening saat komuni untuk bersyukur atas kehadiran Tuhan dalam Ekaristi.

Pengumuman • 66. Pengumuman bisa disampaikan dalam Perayaan Ekaristi. Pengumuman bisa dipandang sebagai hal-hal konkret yang dilaksanakan umat beriman dalam rangka perutusan ekaristis. • 67. Tempat pengumuman yang ideal ialah setelah Doa Sesudah Komuni atau awal bagian Ritus Penutup. Agar pengumuman tidak terlalu panjang, sebagian pengumuman bisa ditulis dalam teks panduan Misa.

SEKITAR PASTORAL DAN PENDUKUNG
(No. 68 – 101)

Misa Kudus yang Menyentuh
• 68. Perayaan Ekaristi yang menyentuh dipengaruhi oleh tiga faktor pokok, yaitu tata perayaannya, para petugasnya, dan juga disposisi umat sendiri. Apabila tata liturginya baik yakni dengan doa dan lagu yang baik, para petugasnya terlatih dan telah mempersiapkan diri, namun jika umatnya tidak siap (datang terlambat, HP dinyalakan), maka Misa Kudusnya juga tidak terlalu bermakna bagi umat. • 69. Homili yang baik tentu sangat membantu agar Misa menyentuh. Namun, perlu disadari bahwa homili sendiri bukan bagian pusat dan puncak Perayaan Ekaristi! Penilaian sebuah Misa Kudus yang baik karena homilinya baik adalah sebuah penyempitan makna Misa!

Penggabungan Misa Kudus • 70. Buku-buku liturgi mengizinkan berbagai ritus, khususnya perayaan sakramen-sakramen, dengan Perayaan Ekaristi. Artinya, perayaanperayaan tersebut dilaksanakan dalam rangka Misa Kudus. • 71. Namun, Gereja tidak mengizinkan suatu penggabungan yang mengurangi nilai dan keagungan Perayaan Ekaristi, misalnya: lbadat Jalan Salib yang langsung dilanjutkan dengan Liturgi Ekaristi, yakni pada bagian Persiapan Persembahan menjelang DSA.

Ibadat Sabda dengan Komuni • 72. Pada dasarnya, penerimaan komuni yang paling ideal ialah dalam rangka Perayaan Ekaristi sendiri. Sebab komuni tidak pernah bisa dipisahkan dari DSA dalam Misa tersebut. • 73. Namun, ibadat sabda yang dilanjutkan dengan komuni tetap dimungkinkan dan diperkenankan, misalnya saja pada Perayaan Sabda Hari Minggu yang tanpa imam. Sebaliknya, jangan sampai asal setiap ibadat sabda di lingkungan langsung dilanjutkan dengan pemberian komuni

Musik atau Nyanyian Liturgi • 74. Musik atau nyanyian yang digunakan dalam Misa Kudus hendaknya musik dan nyanyian liturgi dan bukan asal musik dan nyanyian yang disukai oleh peserta Misa saja. Seperti halnya pakaian, nyanyian diciptakan oleh pengarang untuk maksud dan keperluan tertentu. Musik liturgi ialah musik yang digunakan untuk mendukung perjumpaan umat dengan Tuhan. • 75. Sebaiknya kita mengatur kapan ada nyanyian atau tidak menurut tingkatan pesta liturginya. Gereja tidak menyarankan bahwa setiap hari kita selalu menggunakan nyanyian pada setiap Misa Kudus.

Pemilihan dan Pengumuman Nyanyian Misa • 76. Nyanyian Misa Kudus hendaknya dipilih menurut asas-asas dan jiwa liturgi Gereja, antara lain: melayani seluruh umat beriman, melibatkan umat, mengungkapkan iman akan misteri Kristus yang dirayakan, sesuai dengan masa dan tema liturgi, sesuai dengan hakikat masing-masing bagian, dan pertimbangan pastoral. • 77. Pengumuman nyanyian liturgi sebaiknya jelas dan komunikatif. Apabila diumumkan secara verbal, hendaknya judul nyanyian disebutkan lebih dahulu, dan baru nomornya pada buku nyanyian yang digunakan.

Tim Liturgi Paroki • 78. Sebaiknya penyelenggaraan Perayaan Ekaristi di paroki diurus oleh Tim Liturgi Paroki dan bukan sekadar Seksi Liturgi. Model Seksi Liturgi cenderung mengurus Misa ala kadarnya, dan Seksi Liturgi cuma membagi tugas saja. Model Tim Liturgi Paroki menunjuk cara kerja dalam Tim yang melibatkan banyak orang dari sejak persiapan, pelaksanaan, dan evaluasinya. • 79. Selain bertanggung jawab atas persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi perayaan liturgi paroki, Tim Liturgi Paroki juga bertanggung jawab atas peningkatan pemahaman dan keterlibatan umat dalam liturgi, dan juga pengadaan dan pemeliharaan sarana peribadatan.

Petugas Liturgi Awam • 80. Awam berpartisipasi dalam tugas-tugas Misa Kudus bukan karena di situ terjadi kekurangan imam, tetapi partisipasi awam ini termasuk hakikat liturgi sendiri yang menuntut partisipasi penuh, sadar, dan aktif dari umat (SC 14). • 81. Awam yang boleh menjadi petugas liturgi bukan hanya laki-laki saja tetapi juga perempuan, seperti petugas misdinar atau putraputri altar, prodiakon, lektor, dirigen, organis, paduan suara, pemazmur, pembaca doa umat, petuas pengumpul kolekte, pembawa bahan persembahan, pembaca pengumuman, komentator, pengatur umat, dsb.

Bahan Ekaristi • 82. Roti yang digunakan untuk Misa Kudus harus tidak beragi, masih baru, belum basi dan seluruhnya terbuat dari gandum tanpa campuran apa pun dari bahan lain, selain tentu saja air yang digunakan untuk mengolahnya. • 83. Anggur yang digunakan untuk Misa Kudus haruslah anggur yang masih alamiah, berasal dari buah anggur murni, tidak masam dan tidak tercampur bahan lain. Anggur obat yang dijual di toko-toko umum tentu saja tidak boleh digunakan untuk Misa Kudus

Busana Liturgi • 84. Busana liturgi untuk imam ialah kasula yang dipakai di atas alba dan stola. Imam yang berkonselebrasi bisa mengenakan alba dan stola saja apabila persediaan busana Misa yang lengkap tidak mencukupi. • 85. Sangat tidak layak apabila dalam Ekaristi Kaum Muda, misalnya, imam yang memimpin Ekaristi hanya mengenakan kaos dan celana jeans lalu mengenakan stola. • 86. Petugas awam mengenakan busana liturgi: alba dan singel.

Bejana-Bejana Kudus • 87. Bejana-bejana kudus, seperti piala, patena, dan sibori hendaknya dibuat dari logam mulia. Kalau bejana itu dibuat dari logam yang dapat berkarat atau lebih rendah dari emas, hendaknya dilapis emas. • 88. Konferensi Uskup dapat menentukan bahanbahan lain untuk bejana kudus, asalkan bahannya bermutu, pantas, tidak mudah pecah, dan tidak mudah rusak.

Panti Imam • 89. Panti imam memiliki tiga pusat. Pertama, altar yang diletakkan di tengah; kedua, mimbar tempat Sabda diwartakan (cukup satu mimbar saja); dan ketiga, tempat duduk imam yang sebaiknya dekat/menghadap umat. • 90. Yang paling ideal ialah bahwa imam melaksanakan seluruh bagian Ritus Pembuka dan Ritus Penutup di tempat duduk imam, melaksanakan seluruh bagian Liturgi Sabda di mimbar, dan melaksanakan seluruh Liturgi Ekaristi di altar. Apabila ruangan gereja atau kapel tidak memungkinkan, hal ini tentu saja dapat disesuaikan.

Dekorasi Altar • 91. Altar hendaknya dihias dengan tidak berlebihan. Altar bagian atas harus ditutup dengan taplak kain altar yang berwarna putih. Bentuk, ukuran, dan hiasannya hendaknya cocok dengan altar itu. • 92. Di atas altar hanya diletakkan barangbarang yang digunakan untuk Misa Kudus, seperti Salib (menghadap imam), lilin, Evangeliarium, alat-alat Misa (piala, patena, sibori, korporal, piala, purifikatorium), buku TPE, buku nyanyian, dan paling-paling mike. Hiasan bunga altar dan bahan persembahan selain roti dan anggur tidak boleh diletakkan di atas altar.

Ujud dan Stipendium Misa • 93. Pada dasarnya sebuah Perayaan Ekaristi hanya bisa dipesan untuk satu ujud Misa. Jika terpaksa mengumpulkan lebih dari satu ujud atau stipendium pada satu Misa Kudus, para pemberi stipendium harus diberi tahu mengenai penggabungan ini. • 94. Jumlah uang stipendium untuk sebuah Misa hendaknya diukur menurut asas kepantasan dari kemampuan yang memohon ujud Misa itu dan ujud Misanya sendiri.

Penyimpanan Sakramen Mahakudus
• 95. Dari sejarah, tujuan pertama penyimpanan Sakramen Mahakudus ialah untuk mengirim komuni untuk orang-orang sakit atau di penjara. Baru tujuan kemudian ialah untuk praktek sembah sujud atau penghormatan kepada Sakramen Mahakudus. • 96. Tempat-tempat suci untuk penyimpanan Sakramen Mahakudus mesti tempat yang aman dan ada penjaganya, sehingga bahaya profanasi atau sakrilegi (=dosa pencemaran atas kekudusan Sakramen Mahakudus) dihindarkan, ada orang yang secara teratur mengadakan penghormatan kepada Sakramen Mahakudus, dan sedapat mungkin di situ diadakan sekurang-kurangnya dua kali Misa Kudus sebulan.

Devosi Ekaristi
• 97. Berbagai devosi Ekaristi seperti Adorasi Ekaristi, Prosesi Sakramen Mahakudus, visitasi kepada Sakramen Mahakudus berkembang subur sejak abad XII sebagai reaksi atas Berengarius, seorang tokoh yang menolak kehadiran Tuhan Yesus dalam Ekaristi. • 98. Ada dua bentuk devosi Ekaristi. Pertama: devosi Ekaristi yang dilakukan bersama-sama, meliputi: Adorasi Ekaristi, Prosesi Sakramen Mahakudus, Kongres Ekaristi. Kedua: devosi Ekaristi yang dilakukan secara pribadi seperti visitasi dan doa syukur sesudah komuni atau Misa Kudus.

Perutusan Ekaristi
• 99. Pembubaran umat pada akhir Misa Kudus berbunyi: Ite, Missa Est! Arti harfiahnya: Pergilah, kalian diutus! Dalam teks TPE kita: Marilah kita pergi, kita diutus! Inilah perutusan kepada kehidupan konkret sehari-hari agar kita menghadirkan bagi sesama apa yang telah kita terima dari Tuhan: kasih dan hidup-Nya! • 100. Berkat Tuhan yang disampaikan melalui tangan imam pada akhir Misa Kudus adalah jaminan kita dalam menjalankan perutusan ekaristis di tengah masyarakat kita. Itulah Diri dan Hidup Allah sendiri yang dibagikan kepada kita agar kita hidup! • 101. Perutusan ekaristis berarti kesediaan untuk membagikan hidup kita kepada sesama bukan karena kita baik atau ingin balk, melainkan karena kita telah lebih dahulu diberi Hidup Allah yang telah dibagikan melalui Perayaan Ekaristi yang kita rayakan!

Menggali Makna Bagian-bagian Misa: Embolisme dan Ritus Damai

Embolisme


Embolisme berarti sisipan. Doa ini disebut doa sisipan karena melanjutkan dan mengembangkan doa permohonan terakhir dari doa Bapa Kami, yaitu: “...bebaskanlah kami dari yang jahat”. Embolisme disisipkan atau ditambahkan pada doa Bapa Kami supaya isi permohonan mengenai pembebasan dari kuasa jahat lebih dikembangkan. Permohonan akan pembebasan dari yang jahat itu dihubungkan dengan permohonan damai dan perlindungan dari berbagai cobaan dan gangguan. Doa embolisme diucapkan atau dinyanyikan imam.

Embolisme ini diakhiri dengan seruan yang berciri eskatologis (akhir jaman), yaitu: “Sebab Engkaulah Raja yang mulia dan berkuasa untuk selama-lamanya”. Seruan ini diucapkan atau dinyanyikan oleh umat. Rumusan ini merupakan pengembangan teks 1Taw 29:11 (Ya Tuhan punya-Mulah kebesaran dan kejayaan, ... segala-galanya yang ada di langit dan di bumi!); dan ditemukan pada tulisan Didakhe atau Ajaran Dua Belas Rasul pada akhir abad pertama. Seruan ini menyatakan keyakinan iman yang kuat bahwa Kerajaan Allah akhirnya akan menang. Keyakinan tersebut serupa dengan teks-teks yang memuliakan Kristus pada Wahyu 5:12; 19:1 (“Haleluya! Keselamatan dan kemuliaan dan kekuasaan adalah pada Allah kita”).


Ritus Damai

Ritus damai dilaksanakan setelah doa Bapa Kami sebagai persiapan untuk menyambut Komuni. Maksud penempatan ritus damai setelah doa Bapa kami: “Gereja memohon damai dan kesatuan bagi Gereja sendiri dan bagi seluruh umat manusia, sedangkan umat beriman menyatakan persekutuan dan cinta kasih satu sama lain sebelum dipersatukan dengan Tubuh Kristus. Maka, Salam Damai yang dilakukan bukan pertama-tama untuk saling memaafkan, akan tetapi lebih untuk mengungkapkan persekutuan dan kesatuan hidup bersama dalam damai.

Doa Damai sebenarnya doa yang hanya diucapkan oleh imam saja, dan umat menjawab dengan kata “Amin”. Kebiasaan umat yang ikut mengucapkan Doa Damai tidak sesuai dengan makna liturgis doa ini.

Salam Damai di antara umat beriman bukanlah untuk saling memaafkan, tetapi pertama-tama untuk menyatakan persekutuan dan cinta kasih umat satu sama lain sebelum dipersatukan dengan Tubuh Kristus.

Ada 3 bagian ritus damai: (1) Undangan imam kepada umat untuk berdoa, sekaligus doa imam untuk mohon damai. Damai yang dimohon bukan sekedar damai karena tidak adanya perang atau konflik. Damai menurut arti kata Ibrani-Aram: shalom menunjuk pengertian yang mencakup seluruh dimensi penyelamatan Mesias, termasuk lahir dan batin, jiwa dan badan. (2) Sapaan imam kepada umat: “Damai Tuhan bersamamu”, berarti Damai Tuhan menyertai umat. Saat imam mengucapkan “Damai Tuhan bersamamu”, imam semestinya merentangkan tangan lebar-lebar, seolah-olah hendak memeluk semua umat. (3) Imam dan umat beriman saling memberikan salam damai dengan bersalaman atau membungkuk; atau di tempat tertentu saling berpelukan atau mencium. Tapi sebaiknya diserahkan kepada kebiasaan masing-masing daerah sesuai ketentuan Konferensi Uskup.

Sumber : Martasudjita,E.Pr., Ekaristi: Tinjauan Teologis, Liturgis, dan Pastoral, Yogyakarta: Kanisius 2005.
Fr. Antonius Pramono, www.reginacaeli.org

Tanya & Jawab: Apakah anggur dan roti tak beragi dapat diganti dalam perayaan ekaristi?

Apakah anggur dan roti tak beragi
dapat diganti dalam perayaan ekaristi?

Memang setelah Konsili Vatikan II, Gereja menekankan keterbukaan dalam berliturgi. Salah satu contoh keterbukaan itu adalah penggunaan bahasa setempat sebagai bahasa yang dipakai dalam perayaan Ekaristi. Sebelumnya hanya bahasa Latin yang dipakai. Keterbukaan lain adalah dipakainya musik-musik atau lagu-lagu setempat sebagai pengiring dalam perayaan ekaristi.

Tetapi keterbukaan liturgi ini tidaklah seenaknya saja dilakukan oleh umat. Ada saat-saat atau perlengkapan-perlengkapan yang tetap dan harus sama di setiap tempat. Misalnya, anggur dan roti tak beragi tidak bisa di ganti dengan teh dan tempe. Selain imam tidak dapat seorang pun yang boleh memimpin perayaan ekaristi. Atau doa-doa presidensial seperti doa pembuka, doa persembahan, Doa Syukur Agung, doa damai setelah Bapa Kami dan doa penutup hanya di doakan oleh imam.


Renungan Bulan Katekese Liturgi Hari ke 4, 5, 6, dan 7

Merenungkan AKLAMASI-AKLAMASI

Hari ke-7

Perayaan Ekaristi selalu dibuka dengan Tanda Salib yang dij awab oleh umat dengan kata “Amin”. Nah, Amin ini merupakan salah satu aklamasi dalam perayaan liturgi. Namun sayangnya, banyak dari kita yang salah menyanyikan kata Amin menurut TPE baru. Yang betul itu A-nya pendek, min-nya yang panjang; dan bukan A-nya yang panjang dan min-nya pendek. Silahkan latihan!

Masih banyak aklamasi lain dalam Misa Kudus. Misalnya: Alleluia, klamasi sebelum dan sesudah bacaan Injil, dialog pembuka prefasi, Kudus, aklamasi anamnese, Amin untuk doksologi, aklamasi untuk embolisme, aklamasi sebelum berkat. Bila aklamasi-aklamasi tersebut tidak dinyanyikan dengan benar, Misa menjadi tampak kurang bersemangat dan panjang; apalagi bila dinyanyikan dengan nada dasar yang terlalu rendah. Memang berbunyi, bersuara, namun tidak ada greget atau semangat.

Rasanya sebuah Misa sungguh tanpa gairah atau greget, ketika tidak ada yang dinyanyikan dalam seluruh bagian Misa. Alasannya biar cepet, kan Misa harian. Namun menurut norma liturgi, aklamasi-aklamasi sebenarnya menduduki tingkat pertama yang semestinya dinyanyikan. Tentu tidak dilarang untuk didaraskan atau diucapkan, tetapi tetaplah yang paling ideal: dinyanyikan. Secara khusus, Alleluia atau bait pengantar Injil mesti dinyanyikan oleh petugas dan bukan imam! Bila tidak dinyanyikan, Alleluia atau Bait Pengantar Injil dilewati saja. Cukup banyak paroki yang belum mencoba semua alternatif nyanyian aklamasi-aklamasi dalam Misa. Ada paroki yang bisanya cuma satu macam aklamasi sesudah Injil atau aklamasi anamnese; yang itu itu saja. Waduh!

Merenungkan CARA MEMILIH NYANYIAN

Hari ke-6



Lima menit sebelum Misa di lingkungan, seorang Rama mendekati seseorang dan berkata: “Tolong pilih dan sekaligus pimpin nyanyian ya!” Orang itu kaget dan sebelum sempat memberi jawaban, Rama tadi sudah meninggalkannya. Lalu orang tadi langsung membuka buku Puji Syukur (PS) bagian “Pembukaan”(sekarang nyanyian “Pembuka”). Anda bisa melihat pada buku PS no. 319-338. Nah, langkah begini betul tidak? Sebagai langkah darurat, jawabannya: ya betul! Idealnya, sudah ada petugas yang telah mempersiapkan pilihan nyanyiannya.

Di bawah ini diberikan langkah-langkah memilih nyanyian untuk hari Minggu atau Hari Raya. Untuk Misa harian atau di lingkungan, pesta, ulang tahun dsb. bisa menyesuaikan langkah-langkah di bawah ini juga.

1. Membaca bacaan Injil, bacaan pertama, dan Mazmur Tanggapan. Dari bacaan-bacaan itu, carilah inti sarinya.

2. Dari inti sari itu kita lalu mencari nyanyian-nyanyian pembuka, persiapan persem bahan, komuni, dan penutup yang sesuai. Paling tidak ada satu yang sesuai dengan tema bacaan atau intisari bacaan tersebut. Untuk itu kita tidak perlu terikat dengan pengelompokkan nyanyian yang ada pada buku-buku Puji Syukur, Madah Bakti atau buku lainnya. Gunakan juga macam-macam indeks yang ada di bagian belakang buku Puji Syukur sebagai alat bantu mencari nyanyian yang sesuai tema.

3. Bisa juga – bila kesulitan dengan bacaan di atas – bacaan kedua kita pakai. Mengapa? Karena bacaan kedua pada masa biasa diurutkan begitu saja. Lain halnya bila Pesta dan Hari Raya, ketiga bacaan berhubungan.

4. Pada masa-masa khusus (Adven, Natal, Prapaska dan Paska) kita bisa saja mengambil nyanyiannya nyian pada kelompok masa biasa, asalkan sesuai dengan langkah 1-3 di atas. Demikian juga sebalik nya. Pada masa biasa, kita bisa memakai nyanyian-nyanyian pada kelompok masa khusus. Perlu diingat, pada masa Prapaskah, Alleluia tidak dinyanyikan.

5. Ada dua antifon, yaitu Antifon Pembuka dan Komuni. Kedua antifon itu bisa membantu untuk

mencari nyanyian pembuka dan komuni. Sedangkan nyanyian komuni bisa mengulangi tema mazmur

tanggapan hari yang bersangkutan. Selain catatan di atas, perlu diperhatikan: masa liturgi yang sedang dirayakan, siapa yang datang dalam perayaan Ekaristi, kemampuan umat yang berliturgi, tempat nyanyian dalam liturgi, serta lama perayaan liturginya bila semua lagu dinyanyikan.


Merenungkan RUMAH TUHAN

Hari ke-5


Bila kita masuk ke sebuah rumah, tentu kita memperhatikan ini rumah siapa, bagaimana bentuk dan jenis bangunan dan perabotannya. Kalau lantainya bagus dan bersih, kita mungkin akan melepas sepatu atau san dal kita. Nah, bila kita masuk ke gedung gereja, bukankah kita akan lebih menaruh hormat lagi? Kenapa? Ya karena gereja itu Rumah Allah, Rumah Tuhan. Memasuki ke rumah seorang pembesar atau atasan kita saja, kita sudah sangat sopan, apalagi ini memasuki Rumah Tuhan, mestinya kita lebih sopan lagi. (Gedung) gereja disebut Rumah Tuhan karena gedung tersebut telah diberkati dan dikhususkan sebagai tempat pertemuan Tuhan dan umat-Nya dan terutama karena di dalam rumah tersebut Tuhan hadir secara istimewa, yakni dalam Ekaristi Kudus. Karena gedung itu menjadi tempat dirayakannya kehadiran Tuhan dalam Ekaristi, tempat itu menjadi tempat yang kudus. Yang kudus pertama-tama adalah Tuhan sendiri yang hadir; dan selanjutnya umat Allah atau umat beriman yang berkumpul disebut juga orang-orang kudus karena mereka ambil bagian dalam kekudusan Allah sebagaimana dialami dan diterima melalui Ekaristi Mahakudus. Secara lahiriah kekudusan gereja sebagai Rumah Tuhan tampak dalam adanya Sakramen Mahakudus yang disimpan di dalam tabernakel. Apabila di tabernakel ada Sakramen Mahakudus, maka lampu abadi menyala!



Justru karena gereja adalah Rumah Tuhan, marilah kita memasuki gereja dengan penuh hormat dan khidmat. Kita mengambil air suci dengan jari-jari kita dan membuat tanda salib sambil memandang ke altar dan salib, dan menunduk. Apa arti air suci di sini? Untuk mengenangkan sakramen baptis kita! Kita melangkah menuju ke tempat duduk dengan tenang dan jangan lupa berlutut dahulu di hadapan Sakramen Mahakudus. Barulah kita duduk dan berdoa untuk mempersiapkan hati sebelum Misa dimulai.



Merenungkan MISA KOK PINDAH-PINDAH PAROKI

Hari ke-4

Ada umat yang suka mengikuti Misa di paroki lain dari pada di parokinya sendiri. Bahkan tidak hanya ke satu paroki namun mereka suka berpindah-pindah dari paroki yang satu ke paroki yang lain. Ada umat yang sama sekali tidak mau Misa di parokinya sendiri. Ada juga umat yang lebih memilih menjadi pengurus di paroki lain. Berbagai macam alasan diajukan, entah karena di paroki lain parkirnya luas, Misanya cepat, homilinya menarik, bisa bertemu umat lain dari berbagai tempat dan seribu macam alasan yang lain.

Sikap seperti ini sebenarnya kurang bijaksana. Mengikuti Perayaan Ekaristi tidak hanya sekedar selera atau karena pertimbangan senang atau tidak senang, menarik atau tidak menarik. Mengikuti Ekaristi berarti mengembangkan nilai ekklesial atau paguyuban gerejawi. Dan nilai ekklesial atau paguyuban gerejawi itu paling tampak dalam hidup berparoki. Untuk itu, kita diajak untuk mencintai paroki sendiri, mengembangkan nilai sense of belonging, rasa memiliki atau menjadi bagian paroki dimana kita tinggal. Entah paroki kita jelek atau baik, pendek kata seperti apapun keadaan paroki kita, itulah paroki yang wajib kita cintai. Mencintai yang benar biasanya bukan atas pertimbangan senang dan tidak senang, amun atas dasar kerelaan berkurban. Amat tidak pas bila Misa mingguannya di paroki lain, sedangkan urusan-urusan lain seperti kalau ada perlu (pernikahan, kematian saudara) baru di parokinya sendiri. Saat senang orang pergi ke paroki lain, saat sedih atau mempunyai kebutuhan orang baru mengadu pada tempatnya sendiri. Rasanya sikap seperti ini kurang bijaksana.

Marilah kita mencintai paroki kita masing-masing, entah sesuai atau tidak sesuai dengan selera kita. Suka dan duka paroki kita merupakan suka dan duka kita. Paroki kita adalah harta yang tak ternilai dalam kehidupan menggereja kita. Paroki kita adalah keluarga yang harus kita cintai dan kembangkan.


Kamis, 13 Mei 2010: HARI RAYA KENAIKAN TUHAN

HARI RAYA KENAIKAN TUHAN


Purbayan, 13 Mei 2010

RITUS PEMBUKA

LAGU PEMBUKA PS. 532 / MB. 445

TANDA SALIB

PENGANTAR:

SERUAN TOBAT (Tuhan Kasihanilah Kami PS. 353)
I. Tuhan Yesus Kristus, Engkaulah manusia pertama yang naik ke surga dan ikut, serta dalam kemuliaan dan kekuasaan Bapa.
K. Tuhan, kasihanilah kami.
U. Tuhan, kasihanilah kami.
I. Engkau telah bangkit dan naik ke surga, agar kami dapat ikut serta dalam kekuasaan yang mengalahkan maut dan dosa.
K Kristus, kasihanilah kami
U. Kristus, kasihanilah kami
I. Engkaulah jaminan, bahwa kami Gereja-Mu, akan mengikuti kemuliaan-Mu, karena Engkau kepalanya, sudah mendahului masuk ke surga.
K.Tuhan, kasihanilah kami.
U.Tuhan, kasihanilah kami.
I. Semoga Allah yang mahakuasa mengasihani kita, - mengampuni dosa kita, - dan mengantar kita ke hidup yang kekal.
U. Amin

KEMULIAAN PS. 354

DOA PEMBUKA
I. Marilah kita berdoa:
I. Allah Bapa yang mahakuasa, kami bergembira dan bersyukur kepada-Mu, karena dengan kenaikan Putera-Mu ke surga Engkau meninggikan martabat kami. Sebagai kepala kami Ia telah mendahului mencapai kemuliaan. Maka dibangkitkan-Nyalah pada kami, anggota-anggota tubuh-Nya, harapan yang mantap. Sebab Dialah Tuhan pengantara kami, yang hidup berkuasa, bersama Bapa dan Roh Kudus, Allah, sepanjang segala masa.
U.Amin.

LITURGI SABDA

BACAAN I [Kis 1:1-11]

Yesus terangkat surga disaksikan para rasul.

Pembacaan dari Kisah Para Rasul:
Hai Teofilus, dalam bukuku yang pertama aku menulis tentang segala sesuatu yang dikerjakan dan diajarkan Yesus, sampai pada hari Ia terangkat. Sebelum itu Ia telah memberi perintah-Nya oleh Roh Kudus kepada rasul-rasul yang dipilih-Nya. Kepada mereka Ia menunjukkan diri-Nya setelah penderitaan-Nya selesai, dan dengan banyak tanda Ia membuktikan, bahwa Ia hidup. Sebab selama empat puluh hari Ia berulang-ulang menampakkan diri dan berbicara kepada mereka tentang Kerajaan Allah. Pada suatu hari ketika Ia makan bersama-sama dengan mereka, Ia melarang mereka meninggalkan Yerusalem, dan menyuruh mereka tinggal di situ menantikan janji Bapa, yang--demikian kata-Nya--"telah kamu dengar dari pada-Ku. Sebab Yohanes membaptis dengan air, tetapi tidak lama lagi kamu akan dibaptis dengan Roh Kudus." Maka bertanyalah mereka yang berkumpul di situ: "Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?" Jawab-Nya: "Engkau tidak perlu mengetahui masa dan waktu, yang ditetapkan Bapa sendiri menurut kuasa-Nya. Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." Sesudah Ia mengatakan demikian, terangkatlah Ia disaksikan oleh mereka, dan awan menutup-Nya dari pandangan mereka. Ketika mereka sedang menatap ke langit waktu Ia naik itu, tiba-tiba berdirilah dua orang yang berpakaian putih dekat mereka, dan berkata kepada mereka: "Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga."
Demikianlah Sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah

MAZMUR TANGGAPAN PS. 825
Reff. Allah telah naik, diiringi sorak-sorai. Tuhan mengangkasa diiringi bunyi sangkakala.
Ayat Mazmur:
1.Hai segala bangsa bertepuk tanganlah, Elu-elukan Allah dengan sorak sorai. Sebab Tuhan, yang maha tinggi adalah dahsyat. Raja agung atas seluruh bumi.
2.Alla telah naik diiringi soraksorai, Tuhan mengangkasa diiringi bunyi sangkakala. Bermazmurlah bagi Allah, bermazmurlah, kidungkanglah mazmur bagi Raja kita, kidungkan mazmur.

BACAAN II [Ibr 9:24-28; 10:19-23]

Kristus masuk ke dalam surga sendiri.

Pembacaan dari Surat Kepada Umat Ibrani:
Saudara-saudara, Kristus telah masuk ke dalam tempat kudus bukan yang buatan tangan manusia, yang hanya merupakan gambaran dari tempat kudus yang sejati, tetapi ke dalam surga sendiri untuk menghadap hadirat Allah demi kepentingan kita. Ia pun tidak berulangulang masuk untuk mempersembahkan diri-Nya sendiri sebagaimana Imam Agung setiap tahun masuk ke dalam tempat kudus mempersembahkan darah yang bukan darahnya sendiri. Sebab kalau demikian, Kristus harus berulang-ulang menderita sejak dunia ini dijadikan. Tetapi sekarang Ia hanya satu kali saja menyatakan diri-Nya, pada zaman akhir untuk menghapuskan dosa oleh korban-Nya. Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi, demikian pula Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diri-Nya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diri-Nya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia. Jadi, saudara-saudara, oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus, karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diri-Nya sendiri, dan kita mempunyai seorang Imam Besar sebagai kepala Rumah Allah. Karena itu marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh, oleh karena hati kita telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni. Marilah kita teguh berpegang pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia.
Demikianlah Sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah

BAIT PENGANTAR INJIL PS. 962
Ref. Alleluya, Alleluya, Alleluya, Alleluya
Solis: Pergilah dan ajarlah semua bangsa, sabda Tuhan, Aku menyertai kamu senantiasa sampai akhir zaman.

INJIL [Luk 24:46-53]

Ketika sedang memberkati mereka, Yesus terangkat ke surga.

I. Tuhan bersamamu
U. Dan bersama rohmu

I. Inilah Injil Yesus Kristus menurut Lukas:
U. Dimuliakanlah Tuhan.

Sesudah bangkit dari antara orang mati, Yesus menampakkan diri kepada para murid. Kata-Nya kepada mereka: "Ada tertulis demikian: Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga, dan lagi: dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem. Kamu adalah saksi dari semuanya ini. Dan Aku akan mengirim kepadamu apa yang dijanjikan Bapa-Ku. Tetapi kamu harus tinggal di dalam kota ini sampai kamu diperlengkapi dengan kekuasaan dari tempat tinggi." Lalu Yesus membawa mereka ke luar kota sampai dekat Betania. Di situ Ia mengangkat tangan-Nya dan memberkati mereka. Dan ketika Ia sedang memberkati mereka, Ia berpisah dari mereka dan terangkat ke sorga. Mereka sujud menyembah kepada-Nya, lalu mereka pulang ke Yerusalem dengan sangat bersukacita. Mereka senantiasa berada di dalam Bait Allah dan memuliakan Allah.
Berbahagialah orang yang mendengarkan sabda Tuhan, dan tekun melaksanakan-Nya..
U.Sabda-Mu adalah jalan, kebenaran, dan hidup kami.

HOMILI

AKU PERCAYA

DOA UMAT
I. Yesus yang telah mengalami kelemahan kita telah naik ke surga. Maka marilah kita panjatkan doa dengan perantaraan-Nya kepada Bapa:

L.Bagi Sri Paus, para uskup, dan segenap pejabat Gereja:
Ya Bapa, curahkanlah, Roh-Mu kepada Sri Paus, para uskup dan segenap pimpinan Gereja, agar dengan semangat penuh dan mantap membangun Gereja untuk masa depan. Marilah kita mohon.
U.Kabulkanlah doa kami ya Tuhan.
L.Bagi para pemimpin bangsa-bangsa:
Ya Bapa, doronglah para pemimpin bangsa-bangsa agar benar-benar melayani keadilan dan membantu rakyat memperkembangkan diri mereka. Marilah kita mohon.
U. Kabulkanlah doa kami ya Tuhan.
L.Bagi para penderita:
Ya Bapa, semoga para penderita terhibur serta tumbuh harapannya berkat kenaikan Putera-Mu ke surga. Marilah kita mohon.
U. Kabulkanlah doa kami ya Tuhan.
L.Bagi kita disini:
Ya Bapa, dampingilah kami, agar kami yang berharap pada suatu waktu akan mencapai kemuliaan bersama Kristus, sanggup melaksanakan tugas di dunia ini dengan tabah dan mantap. Marilah kita mohon.
U. Kabulkanlah doa kami ya Tuhan.

I. Allah Bapa kami yang mahamulia, melalui Yesus Putera-Mu kami diberi kesempatan menghadap takhta rahmat-Mu. Perkenankanlah kami melihat kebaikan-Mu dan pada suatu waktu ikut serta dalam kemuliaan Putera-Mu, sebab Ia telah mendahului kami memasuki hidup kekal di sisi-Mu. Dialah Tuhan pengantara kami.
U.Amin.

LITURGI EKARISTI

LAGU PERSIAPAN PERSEMBAHAN PS. 540 / MB. 446

DOA PERSIAPAN PERSEMBAHAN
I. Marilah kita berdoa:
I. Allah Bapa yang mahamulia, dengan rendah hati kami mempersembahkan korban ini untuk memuliakan Putera-Mu yang naik ke surga. Kamii mohon, tukarlah persembahan kami dengan anugerah-Mu dan antarlah kami menuju kemuliaan-Mu. Dengan pengantaraan Kristus, Tuhan kami.
U. Amin

PREFASI

KUDUS PS. 393

DOA SYUKUR AGUNG

BAPA KAMI MB 144

ANAK DOMBA ALLAH PS. 414

PERSIAPAN KOMUNI
3 4 / 5 6 5 1 / 1 7 7 1 / 2 4 6 5 / 3 . 3
I. I-ni-lah Sang A-nak Domba, yang menghapus do-sa du-nia.
3 4 / 5 5 1 7 7 / 6. 6 6 / 5 1 7 2 / 1. 0 //
Berbahagi-a-lah ki-ta, di-un-dang me-nyam-but-Nya
34 / 5 6 5/ 1 1 7 71/ 2 4 6 5 / 3 . 3
U. Tu-han a-ku tak pan-tas, Tu-han masuk ji-wa-ku
34 / 5 5 1 7 / 6 . 6 / 5 1 7 2 / 1 . 0 //
Ber-sab-da-lah sa-ja, ji-wa-ku' kan sem-buh.

KOMUNI

DOA SESUDAH KOMUNI
I. Marilah kita berdoa:
Allah Bapa kami yang mahakuasa dan kekal, jadikanlah bumi ini tempat kediaman-Mu, dimana Roh Yesus Putera-Mu mengarahkan kata dan karya kami kepada keadilan, kedamaian serta kebebasan. Bimbinglah dengan demikian semua orang untuk hidup yang benar. Dengan pengantaraan Kristus, Tuhan kami.
U. Amin

RITUS PENUTUP

BERKAT PENGUTUSAN
I. Tuhan bersamamu U. Dan bersama rohmu

I. Semoga Saudara sekalian diberkati oleh Allah yang mahakuasa: Bapa dan Putra dan Roh Kudus.
U. Amin.
I. Saudara sekalian, Perayaan Ekaristi sudah selesai.
U. Syukur kepada Allah.
I. Marilah kita pergi! Kita diutus.
U. Amin.


LAGU PENUTUP PS. 541 / MB. 447