“Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya” (Kis 9:26-31; Mzm 22:26b-30; 1Yoh 3:18-24; Yoh 15:1-8)



Setiap manusia atau kita semua diciptakan didalam kebersamaan atau gotong-royong oleh Allah yang bekerjasama dengan orangtua kita masing-masing yang saling bergotong-royong atau kerjasama dalam cintakasih. Dengan kata lain masing-masing dari kita adalah buah kesatuan cintakasih atau kerjasama, antara laki-laki dan perempuan yang berbeda satu sama lain dalam banyak hal. Maka kita semua dapat tumbuh dan berkembang dengan baik sesuai dengan kehendak Allah maupun dambaan kita yang baik jika kita hidup dan bekerja dalam kebersamaan atau gotong-royong. Berbagai kasus telah menjadi bukti, yaitu mereka yang jarang berkumpul atau sama sekali tak mau berkumpul dengan saudara-saudarinya, misalnya imam dengan sesama imam, suster dengan sesama suster, bruder dan sesama bruder, antar anggota keluarga atau komunitas/Tarekat, pada umumnya tidak lama kemudian ‘hilang’ atau ‘mengundurkan diri’ dari kebersamaan hidup terpanggil. Jika yang bersangkutan tidak mundur pada umumnya buah karya atau pelayanannya juga kurang memberi buah keselamatan jiwa. Kebersamaan atau kegotong-royongan dengan saudara-saudari merupakan wujud kebersamaan kita dengan Allah, maka marilah kita mawas diri sejauh mana kita hidup dan bertindak dalam  kebersamaan atau gotong-royong.
“Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yoh 15:5).
Sebagai ciptaan Allah jika kita mendambakan hidup berbahagia, damai sejahtera dan selamat lahir maupun batin, fisik maupun jiwa, dan tentu saja terutama dan pertama-tama jiwa, maka kita senantiasa harus bersatu dan bersama dengan Allah kapan pun dan dimana pun. Kebersamaan atau persatuan dengan Allah harus menjadi nyata juga dalam kebersamaan atau persatuan dengan saudara-saudari kita. Apa yang disabdakan oleh Yesus di atas rasanya secara konkret telah dihayati oleh para suami dan isteri yang saling mengasihi satu sama lain sebagai kebersamaan atau persatuan, yang antara lain ditandai dalam hubungan seks dan akhirnya menghasilkan buah cintakasih atau kerjasama, seorang anak atau keturunan. Semoga kesatuan para suami-isteri tidak sebatas fisik saja, melainkan juga sampai pada kesatuan hati, jiwa dan akal budi, karena dengan demikian buahnya atau keturunannya akan mewarisi kesatuan tersebut.
Tinggal dan hidup maupun  bekerja bersama dengan Allah memang dapat kita wujudkan dalam hidup dan bekerja bersama dalam cintakasih, dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap tenaga. Kesatuan dengan Allah juga dapat menjadi nyata dalam kesatuan dengan Yesus Kristus, Allah yang telah menjadi manusia seperti kita kccuali dalam hal dosa, menderita sengsara, wafat disalibkan dan dibangkitkan dari mati. Dengan kata lain kita sungguh mencintai Yesus Kristus. “Menghayati cinta mendalam kepada pribadi Kristus menyebabkan bahwa kita ingin mengenakan ‘pikiran Kristus’, supaya kita menjadi, nampak dan berbuat seperti Dia. Itulah yang merupakan corak pertama daan dasar cara kita bertindak” (SJ, Teman Dalam Perutusan, Penerbit Kanisius 1985, hal 330).
Nampak dan berbuat seperti Dia” alias menjadi sahabat-sahabat Yesus itulah kiranya yang baik kita renungkan dan hayati.  Pertama-tama hendaknya kita sungguh mengenal Yesus Kristus dan untuk itu kiranya dapat kita lakukan dengan membaca dan mencecap dalam-dalam apa yang tertulis di dalam Kitab Suci atau Injil. Di dalam Injil dikisahkan ‘cara melihat, cara merasa, cara berpikir, cara bersikap dan cara bertindak’ Yesus terhadap aneka manusia maupun peristiwa kehidupan, yang dijiwai oleh cintakasih. Maka sebagai sahabat-sahabat atau murid-murid Yesus Kristus kita semua dipanggil untuk senantiasa hidup dan bertindak dijiwai oleh cintakasih, apalagi kita semua diadakan/diciptakan dan dibesarkan sebagaimana adanya saat ini karena dan oleh cintakasih. Pertama-tama dalam mengasihi saudara-saudari kita hendaknya dengan rendah hati dan lemah lembut sesuai dengan apa yang mereka butuhkan demi kesejahteraan dan keselamatan mareka, terutama jiwanya. Pada masa kini yang mungkin sulit dan berat adalah ‘dikasihi’. Dikasihi tidak hanya enak dan nikmat di dalam tubuh, melainkan juga sering tidak enak dan menyakiti, yaitu ketika kita diejek, dikritik, diberitahu, dididik/dibimbing dst.. Hendaknya semua sapaan, perlakuan dan sikap saudara-saudari kita dihayati sebagai kasih mereka kepada kita.
Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran. Demikianlah kita ketahui, bahwa kita berasal dari kebenaran. Demikian pula kita boleh menenangkan hati kita di hadapan Allah, sebab jika kita dituduh olehnya, Allah adalah lebih besar dari pada hati kita serta mengetahui segala sesuatu.” (1Yoh 3:18-20)
Cintakasih sejati memang harus menjadi nyata dalam tindakan atau perilaku, tidak berhenti pada kata-kata manis dan mesra di lidah saja. Anda semua yang menjadi suami-isteri kiranya telah menghayati cintakasih tidak hanya dalam perkataan manis dengan lidah saja, melainkan menjadi nyata dalam tindakan atau perilaku yaitu dalam hubungan seksual dimana anda saling memberikan diri seutuhnya secara terbuka atau telanjang bulat, tak ada sesuatupun yang disembunyikan: semuanya dipersembahkan kepada yang terkasih. Kami berharap pengalaman tersebut menjadi nyata juga atau dihayati dalam mengasihi anak-anak yang dianugerahkan Tuhan kepada anda, sehingga anak-anak tumbuh berkembang dalam cintakasih yang nyata dan kelak kemudian hari mereka juga akan mengasihi sesamanya lebih dalam tindakan atau perilaku daripada kata-kata atau omongan.
Kita semua dapat mewujudkan cintakasih dalam saling memberi perhatian, dan perhatian tersebut dapat menjadi nyata dalam aneka bentuk tergantung situasi dan kondisi atau kesempatan dan kemungkinan. Perhatian antara lain dapat diwujudkan dengan tinggal bersama, menghadiri atau mendatangi, mendoakan dst.. Secara khusus kami ingatkan kepada mereka yang mengunjungi saudara-saudarinya yang sedang menderita sakit, hendaknya lebih mengutamakan hadir atau bersama mereka daripada omong-omong, apalagi menanyakan sebab-sebab mereka menderita sakit. Kepada para pimpinan karya atau hidup bersama kami harapkan sering mendatangi anak buah atau anggota seraya memberi sapaan secukupnya. Yang juga tak pernah boleh dilupakan adalah cintakasih atau perhatian orangtua bagi anak-anaknya: hendaknya dengan besar hati dan pengorbanan memboroskan waktu dan tenaga bagi anak-anaknya. Cintakasih memang antara lain harus diwujudkan dalam pemborosan waktu dan tenaga bagi yang terkasih.
Selama beberapa waktu jemaat di seluruh Yudea, Galilea dan Samaria berada dalam keadaan damai. Jemaat itu dibangun dan hidup dalam takut akan Tuhan. Jumlahnya makin bertambah besar oleh pertolongan dan penghiburan Roh Kudus” (Kis 9:31), demikian berita yang menggembirakan perihal pertambahan jumlah mereka yang percaya kepada Yesus Kristus karena kehadiran Paulus dan Barnabas. Hal ini kiranya merupakan contoh atau teladan yang baik bagi para gembala umat atau para pastor/imam. Secara khusus kami harapkan pada para pastor paroki: hendaknya memberi perhatian dalam pelayanan pastoral dengan mengunjungi umat di wilayah parokinya secara bergiliran sehingga seluruh umat pernah dikunjungi. Berpatoral berarti mengunjungi atau mendatangi, lebih-lebih atau terutama mereka yang kurang memperoleh perhatian atau mereka yang miskin dan berkekurangan.
Nazarku akan kubayar di deapan mereka yang takut akan Dia. Orang yang rendah hati akan makan dan kenyang, orang yang mencari TUHAN akan memuji-muji Dia; biarlah hatimu hidup untuk selamanya! Segala ujung bumi akan mengingatnya dan berbalik kepada TUHAN; dan segala kaum dari bangsa-bangsa akan sujud menyembah di hadapan-Nya. Sebab TUHANlah yang empunya kerajaan, Dialah yang memerintah atas bangsa-bangsa. Ya, kepada-Nya akan sujud menyembah semua orang sombong di bumi, di hadapan-Nya akan berlutut semua orang yang turun ke dalam debu, dan orang yang tidak dapat menyambung hidup.”
 (Mzm 22:26b-30)
Minggu, 6 Mei 2012

Romo Ignatius Sumarya, SJ