HOMILI: Pesta Kelahiran SP Maria

08.09.2010


“Anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki”

(Rm 8:28-30; Mat 1:1-6.18-23)

“Kelahiran Yesus Kristus adalah seperti berikut: Pada waktu Maria, ibu-Nya, bertunangan dengan Yusuf, ternyata ia mengandung dari Roh Kudus, sebelum mereka hidup sebagai suami isteri. Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam. Tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata: "Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka." Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi: "Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel" -- yang berarti: Allah menyertai kita.”(Mat 1:18-23), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta kelahiran SP Maria hari ini, saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Kelahiran seorang anak merupakan kegembiraan atau kebahagiaan luar biasa bagi kita semua, khususnya bagi orangtua atau bapak-ibu dari anak yang bersangkutan, tentu saja jika kita sungguh beriman. Anak adalah anugerah Tuhan, anak yang baru saja dilahirkan suci dan bersih adanya, maka kelahiran seorang anak boleh dikatakan sebagai penyertaan dan kehadiran Tuhan khususnya dalam keluarga yang bersangkutan dan masyarakat pada umumnya, “Allah menyertai kita”. Anak-anak memang lebih suci daripada orangtuanya atau orang-orang dewasa, maka baiklah dalam rangka mengenangkan kelahiran SP Maria hari ini, kami mengajak anda sekalian untuk mengenangkan kelahiran kita masing-masing serta memperhatikan anak-anak sebagai anugerah Tuhan dengan baik. Kelahiran atau kedatangan kita masing-masing di bumi ini juga merupakan kepanjangan kehadiran Tuhan, maka hendaknya kita senantiasa berusaha menjadi pribadi yang menarik, memikat dan mempesona, bagaikan seorang anak yang baru saja dilahirkan. Marilah kita tunjukkan ketampanan atau kecantikan kita lebih dalam hati dan jiwa bukan dalam tubuh, artinya kita menjadi pribadi yang menarik, memikat dan mempesona karena kita adalah orang baik, berbudi pekerti luhur. Kami juga mengharapkan kita semua untuk memperhatikan anak-anak secara memadai, karena mereka adalah masa depan kita. Anak-anak atau mereka yang lebih muda dari kita harus lebih baik daripada kita ketika mereka dewasa, jika mereka kelak tidak lebih baik daripada kita berarti kita sebagai orangtua, kakak, pendidik/guru dst..tidak memperhatikan anak-anak secara memadai. Marilah ‘Allah menyertai kita’ kita hayati dengan menghadirkan diri sebagai penyalur berkat atau rahmat Allah bagi sesama kita.

· “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah” (Rm 8:28), demikian kesaksian iman Paulus kepada umat di Roma, kepada kita semua umat beriman.. “Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan”, itulah yang hendaknya kita renungkan dan hayati dalam perjalanan hidup kita sehari-hari. Apa yang baik, indah, luhur dan mulia adalah berasal dari Allah, karya Allah dalam ciptaan-ciptaanNya. Segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah adalah baik adanya, maka jika ada yang tidak baik kiranya bukan berasal dari Allah, melainkan dari manusia yang kurang atau tidak beriman. Allah hidup dan berkarya di dalam diri kita masing-masing untuk mendatangkan kebaikan, maka beriman kepada Allah berarti senantiasa berbuat baik kepada sesama manusia, ciptaan-ciptaan Allah lainnya maupun lingkungan hidup kita. Karena masing-masing dari kita dipanggil untuk berbuat baik, maka kebersamaan hidup kita dimanapun dan kapanpun senantiasa diwarnai dengan saling berbuat baik, sehingga kebersamaan hidup sungguh menarik, memikat, mempesona dan siapapun yang ada didalamnya hidup damai sejahtera, tumbuh berkembang menjadi pribadi yang cerdas beriman. Kami berharap keluarga-keluarga atau komunitas-komunitas kita masing-masing menarik, memikat dan mempesona bagi siapapun yang melihat atau mampir di keluarga atau komunitas kita. Masing-masing dari kita adalah ‘bait Allah’, maka hendaknya kita saling bersembah-sujud dengan rendah hati, dan semoga tidak ada di antara kita yang melecehkan atau merendahkan sesamanya. Rencana Allah bagi kita semua adalah kita hidup bahagia, damai sejahtera lahir maupun batin, jasmani maupun rohani.

“Kepada kasih setia-Mu aku percaya, hatiku bersorak-sorak karena penyelamatan-Mu. Aku mau menyanyi untuk TUHAN, karena Ia telah berbuat baik kepadaku” (Mzm 13:6)

Jakarta, 8 September 2010

Romo. Ign. Sumarya, SJ

Mengenal Kitab Suci Katolik

  • Apa itu Kitab Suci?
Kitab Suci disebut juga Alkitab. Istilah “Kitab Suci” lebih akrab di hati umat Katolik. Karena Allah dan Sabda-Nya adalah suci, maka kitab yang memuat sabda-Nya disebut Kitab Suci. Sedangkan “Alkitab”, berasal dari bahasa Arab yang artinya sang kitab, lebih akrab di hati umat Protestan. Kitab Suci merupakan kumpulan buku yang ditulis oleh penulis manusia dengan ilham dari Allah. Buku-buku tersebut berisi tulisan tentang wahyu Tuhan dan rencana keselamatan umat manusia.
  • Berapa jumlah kitab dalam Kitab Suci?
Menurut Gereja Katolik, Kitab Suci terdiri dari 72 atau 73 kitab, tergantung dari cara kita menghitungnya. Perinciannya adalah 46 kitab Perjanjian Lama dan 27 kitab Perjanjian Baru; jumlah seluruhnya 73 kitab. Namun, karena Konsili Trente (tahun 1545-1563) menghitung Kitab Ratapan sebagai bagian dari Kitab nabi Yeremia, maka jumlah kitab menjadi 72 saja.

Kitab-kitab dalam Kitab Suci ditulis dalam beberapa bentuk literatur yang berbeda. Penting bagi kita mengenali bentuk-bentuk literatur yang berbeda tersebut ketika membaca Kitab Suci, sama halnya penting bagi kita mengenali bentuk-bentuk tulisan yang berbeda dalam suatu surat kabar. Misalnya, ketika membaca surat kabar kita harus tahu apakah kita sedang membaca bagian editorial, atau berita, atau iklan.
  • Apa itu Perjanjian Lama?
Perjanjian Lama, atau Kitab-kitab Yahudi, merupakan tulisan tentang hubungan Tuhan dengan Israel, “bangsa pilihan”. Ditulis antara tahun 900 SM hingga 160 SM. Ke-46 kitab dalam Perjanjian Lama dapat dibagi dalam empat bagian: 5 Kitab Pentateukh, 16 Kitab Sejarah, 7 Kitab Puitis dan Hikmat, serta 18 Kitab Para Nabi.

Sebagian besar Perjanjian Lama dipengaruhi oleh literatur negara-negara tetangga Israel di Timur Tengah. Untuk menceritakan kisah-kisah mereka sendiri, bangsa Israel meminjam kebudayaan bangsa-bangsa sekitarnya serta meniru bentuk-bentuk literatur mereka.
  • Apa itu Pentateukh?
Pentateukh adalah kelima kitab pertama dalam Perjanjian Lama, yaitu:

5 Kitab Pentateukh:

1
Kejadian
Kej
2
Keluaran
Kel
3
Imamat
Im
4
Bilangan
Bil
5
Ulangan
Ul



Banyak kisah-kisah Kitab Suci yang terkenal ditemukan dalam kitab-kitab Pentateukh termasuk kisah penciptaan, Adam dan Hawa, bahtera Nuh serta kisah-kisah lain tentang asal-mula bangsa Israel dan pelarian mereka di bawah pimpinan Musa dari perbudakan Mesir.

Sepuluh Perintah Allah dan hukum-hukum lainnya menyangkut hidup dan ibadat bangsa Israel juga didapati dalam Kitab Pentateukh. Oleh sebab itu, Kitab Pentateukh disebut juga Kitab Hukum atau Kitab Taurat.

Apa itu Kitab Sejarah?

Sesuai namanya, Kitab Sejarah berisi kisah tentang sejarah bangsa Israel serta campur tangan Allah dalam sejarah mereka.

16 Kitab Sejarah:

1
Yosua
Yos
2
Hakim-hakim
Hak
3
Rut
Rut
4
1 Samuel
1 Sam
5
2 Samuel
2 Sam
6
1 Raja-raja
1 Raj
7
2 Raja-raja
2 Raj
8
1 Tawarikh
1 Taw
9
2 Tawarikh
2 Taw
10
Ezra
Ezr
11
Nehemia
Neh
12
Tobit
Tob
13
Yudit
Ydt
14
Ester
Est
15
1 Makabe
1 Mak
16
2 Makabe
2 Mak


* 7 Kitab yang termasuk Deuterokanonika

Kisah-kisah tentang para tokoh terkenal, baik pria maupun wanita, dalam sejarah Israel dapat ditemukan dalam kitab-kitab ini, termasuk tentang Raja Daud dan Raja Salomo, juga Debora, Yudit, Ratu Ester. Kitab-kitab Sejarah mengungkapkan suatu pola hubungan yang menarik antara Tuhan dengan Bangsa Pilihan-Nya. Apabila mereka setia pada Tuhan dan pada hukum-hukum-Nya, maka hidup mereka sejahtera dan Tuhan melindungi mereka dari para musuh. Tetapi, apabila mereka menyembah allah-allah lain dan hidup penuh cela di hadapan Tuhan, dengan kata lain mengatakan kepada-Nya, “Kami tidak membutuhkan Engkau,” maka bencana datang susul-menyusul menimpa mereka.
  • Apa itu Kitab Puitis dan Hikmat?
Ada tujuh Kitab Puitis dan Hikmat yang agak berbeda dalam gaya literatur serta isinya. Termasuk di dalamnya adalah Mazmur, yaitu doa-doa yang ditulis dalam bentuk puitis. Terdapat kitab-kitab tentang bagaimana mencapai hidup bahagia, seperti Amsal dan Putera Sirakh. Kidung Agung, salah satu puisi cinta paling sensual yang pernah ditulis, menggambarkan kasih mesra Tuhan yang begitu besar bagi umat-Nya.

7 Kitab Puitis dan Hikmat:
1
Ayub
Ayb
2
Mazmur
Mzm
3
Amsal
Ams
4
Pengkotbah
Pkh
5
Kidung Agung
Kid
6
Kebijaksanaan Salomo
Keb
7
Putera Sirakh
Sir

  • Apa itu Kitab Para Nabi?
Kitab Para Nabi berisi tulisan-tulisan para nabi besar Israel. Peran para nabi adalah menjaga agar Bangsa Terpilih tetap setia pada perjanjian yang telah mereka buat dengan Tuhan dan membawa mereka kembali apabila mereka menyimpang dari Tuhan. Tulisan-tulisan yang amat berpengaruh ini menggambarkan dengan jelas ganjaran jika mereka setia dan hukuman jika mereka tidak setia. Di samping itu, secara misterius, kitab-kitab para nabi menubuatkan kedatangan Sang Mesias dan memberikan gambaran tentang-Nya. Kelahiran Yesus di Betlehem dari seorang perawan, pewartaan-Nya bagi mereka yang sakit, miskin, dan tertindas, juga wafat-Nya yang ngeri, semuanya telah dinubuatkan dalam kitab-kitab para nabi.

18 Kitab Para Nabi:

1
Yesaya
Yes
2
Yeremia
Yer
3
Ratapan
Rat
4
Barukh
Bar
5
Yehezkiel
Yeh
6
Daniel
Dan
7
Hosea
Hos
8
Yoel
Yl
9
Amos
Am
10
Obaja
Ob
11
Yunus
Yun
12
Mikha
Mi
13
Nahum
Nah
14
Habakuk
Hab
15
Zefanya
Zef
16
Hagai
Hag
17
Zakharia
Za
18
Maleakhi
Mal


  • Apa itu Perjanjian Baru?

Perjanjian Baru terdiri dari dua puluh tujuh kitab yang semuanya ditulis dalam bahasa Yunani antara tahun 50 M hingga 140 M. Perjanjian Baru meliputi Injil, Kisah Para Rasul, Epistula atau Surat-surat dan Kitab Wahyu. Tema inti Perjanjian Baru adalah Yesus Kristus; pribadi-Nya, pesan-Nya, sengsara-Nya, wafat serta kebangkitan-Nya, identitas-Nya sebagai Mesias yang dijanjikan dan hubungan-Nya dengan kita sebagai Tuhan dan saudara.
  • Mengapa Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani?
Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani karena pada waktu itu bahasa Yunani merupakan bahasa percakapan yang paling umum dipergunakan di wilayah Laut Tengah.
  • Apa itu Injil?
Injil merupakan turunan kata Arab yang artinya Kabar Gembira. Dalam bahasa Yunani 'euaggelion'; dalam bahasa Latin 'evangelium'. Ada empat Injil. Masing-masing Injil menceritakan kisah hidup, ajaran-ajaran, sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus Kristus:

4 Injil: Matius, Markus, Lukas, Yohanes

Ketiga Injil pertama: Matius, Markus dan Lukas disebut Injil Sinoptik. Sinoptik berasal dari kata Yunani yang artinya 'satu pandangan', sebab ketiga Injil tersebut mirip dalam struktur maupun isinya. Injil Yohanes, meskipun tidak bertentangan dengan Injil Sinoptik, berbeda dalam struktur dan mencakup beberapa kisah dan perkataan-perkataan Yesus yang tidak ditemukan dalam Injil Sinoptik.

Banyak kisah Kitab Suci yang terkenal tentang Yesus ditemukan dalam Injil, termasuk kisah kelahiran-Nya di Betlehem, kisah-kisah tentang Yesus menyembuhkan mereka yang sakit, juga perumpamaan-perumpamaan, misalnya perumpamaan tentang Anak yang Hilang.
  • Apa itu Kisah Para Rasul?
Kisah Para Rasul ditulis oleh St. Lukas sekitar tahun 70 M hingga 75 M. Kitab ini berisi catatan tentang iman, pertumbuhannya dan cara hidup Gereja Perdana. Kisah Kenaikan Yesus ke surga, turunnya Roh Kudus atas Gereja pada hari Pentakosta, kemartiran St. Stefanus dan bertobatnya St. Paulus, semuanya dapat ditemukan dalam kitab ini.
  • Apa itu Epistula?
Epistula atau Surat-surat merupakan bagian terbesar dari Perjanjian Baru. Epistula dibagi dalam dua kelompok: Surat-surat Paulus dan Surat-surat Apostolik lainnya. Semua surat mengikuti format penulisan surat pada masa itu. Setiap surat biasanya diawali dengan salam dan identitas pengirim serta penerima surat. Selanjutnya adalah doa, biasanya dalam bentuk ucapan syukur. Isi surat adalah penjelasan terperinci tentang ajaran-ajaran Kristiani, biasanya menanggapi keadaan penerima surat. Bagian berikutnya dapat berupa pembicaraan tentang rencana perjalanan misi penulis surat dan diakhiri dengan nasehat-nasehat praktis dan salam perpisahan.

Surat-surat Paulus ditulis oleh St. Paulus atau salah seorang muridnya; tak lama sesudah wafat dan kebangkitan Yesus, yaitu antara tahun 54 M hingga 80 M. Surat-surat tersebut menggambarkan perkembangan awal ajaran dan praktek Kristiani.

  • 14 Surat Paulus

1
Roma
Rom
2
1 Korintus
1 Kor
3
2 Korintus
2 Kor
4
Galatia
Gal
5
Efesus
Ef
6
Filipi
Flp
7
Kolose
Kol
8
1 Tesalonika
1 Tes
9
2 Tesalonika
2 Tes
10
1 Timotius
1 Tim
11
2 Timotius
2 Tim
12
Titus
Tit
13
Filemon
Flm
14
Ibrani
Ibr



Surat-surat Apostolik dimaksudkan untuk ditujukan, bukan kepada suatu komunitas atau individu tertentu, tetapi kepada pembaca yang lebih universal. Surat-surat Apostolok ditulis oleh beberapa penulis antara tahun 65 M hingga 95 M.

  • 7 Surat Apostolik


1
Yakobus
Yak
2
1 Petrus
1 Pet
3
2 Petrus
2 Pet
4
1 Yohanes
1 Yoh
5
2 Yohanes
2 Yoh
6
3 Yohanes
3 Yoh
7
Yudas
Yud

  • Apa itu Kitab Wahyu?
Kitab terakhir dalam Perjanjian Baru, yaitu Kitab Wahyu, ditulis sekitar sesudah tahun 90 M. Dengan banyak bahasa simbolik, Kitab Wahyu menyajikan kisah pertarungan antara Gereja dengan kekuatan-kekuatan jahat yang berakhir dengan kemenangan Yesus. Meskipun Kitab Wahyu menuliskan peringatan-peringatan yang mengerikan akan apa yang terjadi di masa mendatang, Kitab Wahyu pada pokoknya merupakan pesan pengharapan bagi Gereja.


Sumber : “Ask a Catholic: What is the Bible?” by Mary Ann Strain, C.P.; www.cptryon.org
tambahan: 1. “Awal Persahabatan dengan Kitab Suci” oleh I. Marsana Windhu; Penerbit Kanisius; 2. “Mempertanggungjawabkan Iman Katolik buku Kesatu” oleh Dr. H. Pidyarto O.Carm; Penerbit Dioma
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Fr. Victor Hoagland, CP.”

Mengenal Simbol Kristiani: Lilin (3)

Lilin melambangkan Kristus dan kita sebagai orang Kristiani. "Kristus adalah cahaya dunia" (bdk. Yoh 8:12) dan cahaya itu juga ditujukan kepada kita ketika Kristus berpesan, "kamulah cahaya dunia" (bdk. Mat 5:14.16). Terang melambangkan Kristus, yang datang ke dalam dunia untuk menghalau kuasa gelap kejahatan dan menunjukkan kepada kita jalan kebenaran.

Dalam liturgi Malam Paskah ada bagian yang dikenal dengan Upacara Cahaya. Dalam upacara itu diaraklah sebuah lilin besar yang dinyalakan dari api baru yang sudah diberkati. Biasanya lampu-lampu gereja dipadamkan sehingga ruangan menjadi gelap. Hanya nyala lilin paskah dan juga nantinya lilin-lilin kecil yang dipegang umat yang menyala menerangi ruang gereja hingga Madah Kemuliaan dinyanyikan.

Lilin Paskah ini melambangkan kemuliaan Kristus yang menerangi kegelapan dunia akibat kedosaan umat manusia. Ia membawa cahaya baru bagi dunia. Oleh karena itu umat juga menyanyikan lagu “Kristus Cahaya Dunia”. Lilin Paskah itu penuh simbol yang mengungkapkan Kristus Mulia sang pembawa terang bagi dunia. Dalam lilin itu tertera tanda Alfa (Δ) dan Omega (Ω) yang melambangkan awal dan akhir dan tertera pula tahun bersangkutan sebagai lambang Kristus penguasa waktu. Kemuliaan dan kekuasaan-Nya tak habis dimakan zaman.

Dalam ibadat Kristiani, baik perorangan maupun pribadi selalu dipakai lilin menyala. Hal ini mengingatkan kita pada ibadat umat Kristiani sekitar abad ke-2 yang mengadakan pertemuan-pertemuan secara sembunyi-sembunyi di dalam kuburan bawah tanah dengan penerangan lilin.

Foto: Misa Malam Paskah Purbayan (03/04/2010)
Solopos/Burhan Aris Nugraha

Injil Lukas 14:25-33 Hari Minggu Biasa XXIII/C

Rekan-rekan!

Pada awal Luk 14:25-33 yang dibacakan pada hari Minggu Biasa XXIII tahun C disebutkan bahwa "ada banyak orang berduyun-duyun mengikuti Yesus dalam perjalanannya" (ayat 25). Tentunya yang dimaksud ialah perjalanan ke Yerusalem, tempat nanti ia bakal ditolak dan disalibkan tapi akan dibangkitkan setelah wafat. Dengan berita yang bunyinya sederhana itu Lukas mau membuat pembaca merasa bertanya-tanya apakah orang banyak itu juga berani mengikutinya terus sampai ke akhir perjalanannya. Pertanyaan itu juga diharapkan timbul dalam diri siapa saja yang berusaha menyertai perjalanan Yesus.

Pada bagian selanjutnya diuraikan bagaimana caranya orang dapat mengikut Yesus sampai akhir. Menurut para ahli tafsir, kata-kata Yesus dalam ayat 25-33 disampaikan oleh Lukas guna menjelaskan maksud perumpamaan tentang seorang tuan rumah yang mengadakan perjamuan dalam Luk 14:15-24. Di situ disebutkan bahwa semua yang sanggup datang ikut perjamuan kini berdalih dengan macam-macam alasan untuk tidak jadi datang. Saking kesalnya tuan rumah itu kemudian menyuruh hamba-hambanya mengumpulkan orang miskin, orang cacat, orang buta dan orang lumpuh agar datang memenuhi rumahnya. Perumpamaan itu pada dasarnya mengatakan bahwa yang akhirnya masuk ke dalam perjamuan Kerajaan Allah justru orang-orang yang tadinya tidak diperhitungkan. Dalam sejarah tafsir acap kali para undangan yang tidak jadi datang tadi dikenakan kepada orang Yahudi, "umat terpilih zaman dulu". Bagian mereka dalam perjamuan itu kini diberikan kepada "umat baru". Namun hal yang sama bisa berlaku pula bagi siapa saja yang memperoleh ajakan menjadi umat tapi kemudian mangkir.

MASUK KERAJAAN ALLAH?

Segera timbul persoalan baru. Apakah status sebagai "orang miskin, penyandang cacat, buta, lumpuh", status sebagai "umat baru" itu jaminan menikmati kelimpahan tuan rumah tadi? Dengan kata lain menjadi miskin, dst. itu sama dengan mendapat tiket gratis masuk ke Kerajaan Allah? Kok gampang. Sesederhana itukah? Persoalan ini menjadi masalah hangat dalam kehidupan Gereja sejak awal. Luk 14:25-33 memuat salah satu pemecahan. Ditegaskan bahwa agar benar-benar nanti dapat memasuki Kerajaan Allah orang perlu menjadi murid Yesus. Apa syarat-syaratnya? Petikan itu memberi rincian lebih jauh.

Marilah sebentar ditengok cara Injil Matius menyampaikan pembicaraan yang sejalan. Dalam Mat 22:1-14 dituturkan perumpamaan yang mirip dengan Luk 14:15-24, yakni para undangan yang berdalih tidak datang. Dalam Injil Matius perumpamaan itu langsung diikuti dengan cerita mengenai orang yang datang tanpa berpakaian pantas ("pakaian perjamuan", ayat 11-14) dan oleh karenanya tidak boleh ikut berpesta meski sudah didatangkan. Bagian ini menjelaskan apa syaratnya agar orang betul-betul dapat ikut serta dalam pesta. Jadi sejajar dengan petikan Injil Lukas yang sedang dibicarakan sekarang, yakni Luk 14:25-33. Bagi Lukas, "pakaian perjamuan" dalam Matius itu dijelaskan sebagai upaya menjadi murid Yesus. Cara penyampaian Matius dalam hal ini lebih langsung dan lebih jelas, namun Lukas lebih mendalam walaupun meminta pembaca lebih memikirkan perkaranya. Dalam pembicaraan dengan ahli tafsir di bawah nanti akan didalami lebih lanjut masalah ini. Sekarang marilah kita pelajari ayat 25-33.

MENJADI MURID YESUS

Kepada para pengikut Yesus kini disampaikan pengajaran mengenai apa artinya menjadi murid yang sejati. Ujung pangkal perjalanan ini hanya dapat dijabarkan dari keakraban dengan sang tokoh yang diikuti ini. Memang berawal dari Luk 13:22 kata-kata Yesus yang ditampilkan kembali dalam Injil Lukas terasa makin menantang. Menjadi muridnya menuntut komitmen yang makin besar. Diutarakan syarat-syarat menjadi murid Yesus. Mengikutinya mengatasi ikatan sanak keluarga dan kepentingan sendiri. Menjadi muridnya sama dengan menempuh hidup baru yang bisa jadi amat berlainan dengan yang biasa dijalani hingga kini.

Petikan Injil Lukas ini menyampaikan tiga syarat yang harus dipenuhi agar orang dapat disebut murid Yesus yang sejati. Syarat pertama (Luk 14:26) kedengarannya keras. Orang yang tidak "membenci" orangtua, keluarga, sanak, nyawa sendiri tak layak menjadi muridnya. Dalam gaya bicara orang Semit yang dipakai dalam kumpulan kata-kata Yesus, ungkapan "membenci" biasa dipakai untuk menggambarkan sikap tidak memihak. Begitu pula "mengasihi" maksudnya sama dengan berpihak. Dalam mengikuti jalan menuju Kerajaan Allah orang diingatkan agar tidak lagi memihak pada ikatan-ikatan kekerabatan atau mengikuti naluri menyelamatkan diri. Mengapa? Bukan karena mengikuti Yesus itu bertolak belakang dengan ikatan-ikatan tadi, melainkan agar perkara Kerajaan Allah tidak dibataskan lagi menjadi perkara "mengurus nyawa sendiri" (mengurus keselamatan sendiri), dan dibawahkan pada kelembagaan sosial yang tumbuh dari ikatan-ikatan keluarga. Tetapi juga tak usah kita tafsirkan ajaran itu sebagai program hidup masyarakat alternatif. Yesus bukan nabi "kehidupan sosial baru". Bukan maksudnya membangun masyarakat yang merombak pelbagai bentuk kelembagaan. Ia sekadar menggarisbawahi bahwa warta Kerajaan Allah pada dasarnya bebas dari pelbagai kelembagaan yang muncul dari hubungan keluarga atau naluri mempertahankan diri dan ikatan-ikatan primordial seperti itu. Dengan demikian warta itu bisa memberi angin baru. Bila dipikirkan lebih lanjut kata-kata ini sebenarnya juga mengajak Gereja memeriksa diri apa kelembagaan yang dijalankannya berada pada jalan kemerdekaan Kerajaan Allah.

Syarat kedua (ayat 27) ialah mengangkat salib dan mengikuti Yesus. Perkataan ini janganlah kita pahami sebagai ajakan mencari-cari salib. Cara yang paling menjamin untuk menemukan salib ialah mengikutinya jejak langkah Yesus meniti jalan yang sama. Begitulah orang akan sampai ke tujuan perjalanan Yesus ("exodos" Luk 9:31 tempat kemuliaannya), bukan penderitaan melulu. Bila cara berpikir ini tak ada gunanya mencari-cari salib. Salib sudah ditemukan oleh Yesus dan orang tinggal ikut memanggulnya. Ikut meringankan beban perjalanan. Itulah makna mengangkat salib dan mengikutinya. Menjadi murid berarti menjadi rekan seperjalanan. Dalam artian itulah Yesus berkata: "Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut aku, ia tak layak mengikut aku." (lihat juga Mat 10:38; Mrk 8:34; 10:21; Mat 16:24; Luk 9:23). Dalam semua ayat itu, "memikul salib" dan "mengikut aku" tak bisa dipisahkan satu dari yang lainnya. Bila dipisahkan, beban yang dipikul orang bisa-bisa bukan lagi salib yang membawa ke "keselamatan", tapi berhenti pada penderitaan yang tanpa ujung pangkal. Dan upaya menjadi murid akan terganjal.

Syarat ketiga (ayat 33) ialah melepaskan harta milik. Syarat ini disebutkan sesudah diberikan perumpamaan mengenai membuat anggaran yang cukup sebelum mulai membangun (ayat 28-30) dan memperhitungkan kekuatan sendiri masak-masak sebelum mulai berperang (31-32). Bagaimana penjelasannya? Kedua perumpamaan itu mengajarkan agar murid belajar mempertanggungjawabkan rencana yang penting dengan cara yang matang. Hal-ihwal menjadi murid bukanlah keinginan saleh dari saat ke saat dan mudah berubah menurut keadaan. Orang harus masak-masak menimbang kekuatan sendiri dulu. Bukan hanya keberanian memulai, tetapi juga kemampuan meneruskan dan menerima segala konsekuensinya. Kepribadian murid Yesus ialah merdeka, juga dalam hal harta milik. Dalam hubungan ini lebih jelas mengapa ada syarat agar orang melepaskan ikatan harta milik. Salah satu kekhususan Kerajaan Allah dalam perspektif Lukas ialah perhatian kepada orang yang miskin. Berarti orang yang memiliki kelebihan diajak agar menggunakan kekayaan dengan mereka membantu mereka yang kurang mempunyai. Untuk itu perlu ada sikap merdeka terhadap harta. Orang sering lebih rela berbagi kekayaan dengan sanak keluarga sendiri. Menjadi murid itu gaya hidup yang membentuk yang membentuk "umat", membentuk masyarakat yang memberi ruang hidup bagi siapa saja yang hidup di dalamnya. Bukan masyarakat yang ditokohi orang-orang yang siap saling menyingkirkan agar bisa maju.

Yesus bukan pelopor sistem sosial yang berusaha menggariskan sistem ekonomi yang berciri khas melepas milik pribadi. Ia sekadar ingin mengajarkan agar mereka yang mau mengikutinya belajar makin memperhatikan orang-orang yang tidak berkesempatan cukup untuk maju. Mereka itu berhak mendapat bagian dalam kelimpahan yang dipunyai murid. Kita ingat juga bahwa para pengikut Yesus dalam abad-abad pertama banyak yang berasal dari kalangan yang berada. Mereka diajak memperhatikan orang-orang di sekitar mereka, baik yang termasuk para murid atau yang tidak. Karena itulah makin lama mereka makin dikenal sebagai komunitas baru, sebagai umat baru.

TANYA JAWAB TENTANG TEKS

TANYA: Menurut Anda, Injil mengatakan, agar bisa sungguh masuk Kerajaan Allah orang perlu menjadi murid Yesus. Begitu kan?

JAWAB: Benar.

TANYA: Belum jelas mengapa Lukas justru menampilkan macam-macam persyaratan menjadi murid untuk memasuki Kerajaan Allah. Kok tidak seperti Matius yang dengan lebih sederhana mengatakan bahwa orang mesti datang dengan pakaian pantas? Soal ini jadi rumit bila kita ingat bahwa kata-kata tentang membenci sanak saudara dan nyawa sendiri (Luk 14:26-27) muncul kembali dalam konteks lain dalam Injil Matius, yakni Mat 10:37-38.

JAWAB: Anda pinter! Memang Matius dan Lukas sama-sama mengolah kumpulan kata-kata lepas Yesus yang dikenal waktu itu untuk menjelaskan berbagai hal yang tak sama. Dalam Injil Matius kata-kata itu menjelaskan mengapa pengikut Yesus dari kalangan Yahudi akhirnya berseberangan dengan sanak saudara mereka yang tetap memeluk agama Yahudi. Komunitas Lukas tidak begitu mengalami soal ini karena mereka terutama bukan orang asal Yahudi. Bagi Lukas lebih masuk akal bila mengikuti Yesus dijelaskan sebagai keikutsertaan dalam perjalanan Yesus sendiri ke Yerusalem dengan dedikasi total.

TANYA: Wah, wah, jadi kehidupan umat awal itu penuh dinamika! Dan ternyata bukan hanya satu kelompok seragam belaka. Jadi pluralitas itu kenyataan sejak awal, begitu kan?

JAWAB: Mengikuti Yesus itu bisa dijalankan oleh macam-macam orang dan dengan macam-macam cara. Tidak berhenti pada rumus-rumus teologi atau kesalehan ibadat belaka. Ikut memanggul salib, ikut serta dalam perjalanan Yesus sendiri, itu yang ingin ditegaskan Lukas.

Salam hangat,

Romo. A. Gianto, SJ

Tidak membawa Alkitab di gereja?

Tanya:
Kenapa umat Katolik kalau ke gereja hanya membawa Puji Syukur atau Madah Bakti? atau tidak membawa apa-apa sama sekali? Kenapa tidak membawa Alkitab ? Padahal bukankah kitab sucinya Alkitab?

Jawab:
Jika umat Katolik tidak membawa Alkitab pada Misa Kudus, tentu bukan karena Alkitab itu tidak penting bagi umat, ataupun karena firman Tuhan itu hanya untuk Magisterium. Lha, ini pandangan yang keliru. Sebab Gereja Katolik dalam Katekismus mengajarkan:

KGK 133 Gereja “menasihati seluruh umat Kristen dengan sangat, agar melalui pembacaan Kitab Suci Ilahi yang kerap dilakukan, sampai kepada ‘pengenalan Yesus Kristus secara menonjol’ (Flp 3:8). ‘Tidak mengenal Kitab Suci berarti tidak mengenal Kristus’ (Hieronimus, Is. prol.)” (Dei Verbum 25).


Mungkin terjemahan bahasa Inggrisnya lebih jelas, demikian:

CCC 133 The Church “forcefully and specifically exhorts all the Christian faithful…. to learn ‘the surpassing knowledge of Jesus Christ,’ by frequent reading of the divine Scriptures. ‘Ignorance of the Scriptures is ignorance of Christ’ ” (Dei Verbum 25).

Maka umat diajarkan untuk membaca dan merenungkan Kitab Suci. Kalau ada orang Katolik yang tidak rajin membaca Kitab Suci, itu adalah kesalahan di pihak orang tersebut; dan bukan karena Gereja Katolik menyetujui demikian. Bahwa kerinduan untuk membaca dan merenungkan Kitab Suci itu harus ‘digalakkan’ di tengah umat, itu benar. Dan untuk ini perlu didorong juga oleh pastor paroki dan seksi Kitab Suci dan Katekese di paroki maupun wilayah, ataupun kegiatan komunitas yang lain seperti Pendalaman Kitab Suci, Kursus Evangelisasi ataupun Persekutuan Doa.

Jika umat tidak membawa Kitab Suci pada saat Misa, namun ia sudah merenungkannya di rumah, itu malah efeknya terhadap kehidupan kerohanian lebih besar daripada membawa Kitab Suci ke gereja, tapi sebelumnya belum membacanya. Silakan anda terapkan anjuran ini, dan alamilah perbedaannya. Selanjutnya, memang Gereja Katolik menganjurkan agar umat Katolik membaca Kitab Suci dengan terang Roh Kudus yang sama dengan terang Roh Kudus pada saat kitab itu dituliskan, sehingga di sini bimbingan dari Magisterium sangatlah penting; karena Magisterium menjelaskan segala ajaran yang berkaitan dengan iman dan moral sesuai dengan pengajaran para Rasul dan para Bapa Gereja dari abad- abad awal. Ini penting, supaya ajaran Gereja tidak didasari oleh pemahaman pribadi, karena pemahaman pribadi bisa salah atau tidak sesuai dengan maksud Yesus dan para rasul. [Ingrid Listiati-Katolisitas]

Bulan Kitab Suci 2010 Betapa Agung Nama-Mu, Ya Tuhan (Mazmur 8)

Bulan Kitab Suci Keuskupan Agung Semarang (BKS KAS) tahun 2010 ini mengambil tema syukur yang didasarkan pada kitab Mazmur: "Betapa Agung Nama-Mu, Ya Tuhan" (Mazmur 8). Tema syukur diangkat, karena pada tahun ini, titik fokus pastoral keuskupan adalah syukur berbagi berkat. Komisi Kitab Suci KAS mencoba ambil bagian dalam inspirasi iman yang penuh syukur, dengan belajar mengungkapkan rasa syukur kepada Allah bersama dengan pemazmur, yang ditulis dalam kitab mazmur.

Melalui Bulan Kitab Suci ini, diharapkan umat semakin mendalami kitab suci dan semakin akrab dengan Kitab Suci.

Bahan Pendukung BKS KAS dalam bentuk video silahkan unduh disini

HOMILI Sabtu-Minggu, 04-05 September 2010

Sabtu Pagi, 04.09.2010


"Mengapa kamu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat?"

(1Kor 4:6b-15; Luk 6:1-5)

“Pada suatu hari Sabat, ketika Yesus berjalan di ladang gandum, murid-murid-Nya memetik bulir gandum dan memakannya, sementara mereka menggisarnya dengan tangannya. Tetapi beberapa orang Farisi berkata: "Mengapa kamu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat?"Lalu Yesus menjawab mereka: "Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan oleh Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar, bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan mengambil roti sajian, lalu memakannya dan memberikannya kepada pengikut-pengikutnya, padahal roti itu tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam?" Kata Yesus lagi kepada mereka: "Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat." (Luk 6:1-5), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.


Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Orang-orang Farisi memang begitu berpegang teguh pada tata tertib yang berlaku, mentaati dan melaksanakan apa yang tertulis apa adanya, tanpa memperhatikan semangat atau jiwa tata tertib tersebut. Dasar dan tujuan pembuatan dan pemberlakuan tata tertib adalah cintakasih, dengan kata cintakasih mendasari atau mengatasi tata tertib. Yang utama dan pertama-tama dihayati dan dilaksanakan adalah cinta kasih, itulah arti dari “Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat”. Maka dengan ini kami mengingatkan dan mengajak kita semua untuk mawas diri: apakah cinta kasih menjiwai cara hidup dan cara bertindak kita dimanapun dan kapanpun. Jika kita hidup dan bertindak berdasarkan atau dijiwai oleh cinta kasih hendaknya tidak was-was jika terpaksa hidup dan bertndak tidak sesuai/persis pada tata tertib yang berlaku. Cinta kasih itu bebas alias tanpa batas, sedangkan kebebasan dibatasi cinta kasih, artiinya kita dapat bertindak apapun asal tidak melecehkan harkat martabat manusia, entah diri kita sendiri maupun saudara-saudari kita yang kena dampak tindakan kita. Sebagai contoh konkret adalah suami-isteri yang saling mengasihi dapat berbuat apapun di kamar ketika sedang berduaan memadu kasih. Hendaknya kita mengasihi tanpa pandang bulu, SARA, pangkat, jabatan atau kedudukan. Jika ada orang yang sungguh membutuhkan cinta kasih, entah suku, agama atau ras apapun hendaknya ditanggapi secara positif. Kami berharap para pemimpin, atasan, orangtua atau pemuka hidup bersama dapat menjadi teladan dalam penghayatan atau pelaksanaan tata tertib yang dijiwai oleh cintakasih. Ingat dan hayati ajaran cinta kasih dari Paulus ini, yaitu “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu” (1Kor 13:4-7).


· “Kami bodoh oleh karena Kristus, tetapi kamu arif dalam Kristus. Kami lemah, tetapi kamu kuat. Kamu mulia, tetapi kami hina. Sampai pada saat ini kami lapar, haus, telanjang, dipukul dan hidup mengembara, kami melakukan pekerjaan tangan yang berat. Kalau kami dimaki, kami memberkati; kalau kami dianiaya, kami sabar; kalau kami difitnah, kami tetap menjawab dengan ramah; kami telah menjadi sama dengan sampah dunia, sama dengan kotoran dari segala sesuatu, sampai pada saat ini” (1Kor 4:10-13), demikian kesaksian iman Paulus. Kesaksian iman Paulus ini kiranya baik menjadi bahan bagi kita untuk mawas diri: sejauh mana kita sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, hidup dan bertindak seperti Paulus tersebut, misalnya ketika dimaki memberkati, ketika dianiaya disikapi dengan sabar, ketika difitnah ditanggapi dengan ramah, dan siap sedia dinilai sebagai sampah masyarakat. Setia pada iman tidak akan terlepas dari aneka macam bentuk caci maki, fitnah maupun aniaya, entah secara jasmani maupun spiritual. Ingatlah dan hayati bahwa derita yang lahir dari kesetiaan hidup beriman adalah jalan keselamatan, jalan untuk hidup sejahtera dan damai sejati. Para ibu kiranya memiliki pengalaman penderitaan yang lahir dari kesetiaan sebagai seorang ibu yang baik bagi anak-anaknya: bukankah anak-anak sering merepotkan ibu dan ibu menanggapinya dengan sabar, ramah dan penuh berkat?. Maka dengan rendah hati kami berharap kepada para ibu agar dapat menjadi saksi atau teladan dalam hal kesabaran, keramahan dan kemurahan hati atau berkat ketika sedang menderita atau mengalami cobaan hidup. Keutamaan kesabaran dan keramahan pada saat ini sungguh mendesak untuk dihayati dan disebarluaskan dalam kehidupan bersama dimanapun dan kapanpun.


“TUHAN itu adil dalam segala jalan-Nya dan penuh kasih setia dalam segala perbuatan-Nya. TUHAN dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya, pada setiap orang yang berseru kepada-Nya dalam kesetiaan. Ia melakukan kehendak orang-orang yang takut akan Dia, mendengarkan teriak mereka minta tolong dan menyelamatkan mereka.TUHAN menjaga semua orang yang mengasihi-Nya, tetapi semua orang fasik akan dibinasakan-Nya” (Mzm 145:17-20).


Jakarta, 4 September 2010 .



Romo. Ign Sumarya, SJ


Sabtu sore-Minggu, 04-05 September 2010
HARI MINGGU BIASA XXIII - HARI MINGGU KITAB SUCI
Keb 9:13-18; Flm 9b-10.12-17; Luk 14:25-33


"Yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku."

Akhir-akhir ini kita dengarkan melalui aneka informasi bahwa kesetiaan hidup terpanggil, entah menjadi imam, bruder atau suster maupun hidup berkeluarga sebagai suami-isteri cukup memprihatinkan. Ketidak-setiaan pada panggilan tersebut antara lain karena godaan atau rayuan kenikmatan seksual alias hubungan seksual yang begitu menguasai cara hidup dan cara bertindak banyak orang. Nafsu atau gairah seksual begitu mendominasi semangat maupun gaya hidup, yang tidak lain demi kenikmatan atau kepuasan diri sendiri. Bahkan dari aneka info yang dapat saya lihat atau peroleh dari situs-situs di internet ada kasus yang sungguh memprihatinkan, yaitu ada sementara gadis/perawan dengan sadar dan sengaja menjual keperawanannya kepada para hidung belang yang bersedia membayar mahal, demi kebutuhan uang atau ekonomi. Di satu sisi ada orang yang sungguh menderita kekurangan dalam hal ekonomi atau uang, dan di sisi lain ada orang berfoya-foya dengan uang demi kenikmatan seksual, untuk memenuhi gairah atau nafsu seksual yang begitu kuat dan menggebu-gebu. Uang dan seks memang saling kait mengait dan rasanya cukup banyak orang lebih dikuasai atau dijiwai oleh uang atau seks, yang tidak lain menunjukkan sikap mental.egois, dimana orang hanya mengikuti keinginan sendiri, pribadi, hidup dan bertindak seenaknya sendiri dan tidak memiliki kepekaan sosial sedikitpun.

"Yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku." (Luk 14:33)

"Ambillah ya Tuhan kebebasanku, kehendakku budi ingatanku. Pimpinlah diriku dan Kau kuasai Perintahlah akan kutaati. Hanya rahmat dan kasih dari-Mu, yang kumohon menjadi milikku Hanya rahmat dan kasih dari-Mu, berikanlah menjadi milikku. Lihatlah semua yang ada padaku, kuhaturkan menjadi milik-Mu. Pimpinlah diriku dan Kau kuasai. Perintahlah akan kutaati" (St.Ignatius Loyola). Doa dari St. Ignatius Loyola ini kiranya dapat dikatakan sebagai perwujudan inti sabda Yesus hari ini, antara lain "Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku" (Luk 14:26-27). Maka baiklah sabda Yesus ini kita renungkan dan hayati dalam hidup kita sehari-hari sesuai dengan panggilan, tugas pengutusan atau pekerjaan kita masing-masing.

Sebagai orang yang terpanggil kita diharapkan hidup dan bertindak sesuai dengan semangat atau spiritualitas cara hidup baru yang telah kita pilih dengan bebas, entah sebagai suami-isteri, imam, bruder atau suster. Maka pada kesempatan ini kami mengajak anda sekalian untuk mawas diri sejauh mana kita setia pada spiritualitas cara hidup baru atau panggilan kita masing-masing, dan perkenankan di bawah ini saya sampaikan bantuan sederhana, mungkin dapat membantu dalam mawas diri:
1) Suami-isteri: Yang menjadi dasar dan pengikat hubungan serta hidup bersama suami-isteri adalah cintakasih, sebagaimana diikrarkan bersama ketika mengawali cara hidup baru, sebagai suami-isteri, yaitu `saling mengasihi baik dalam untung maupun malang, sehat maupun sakit sampai mati'. Dengan menjadi suami-isteri, apakah bapak-ibu, kiranya tak mungkin hidup dan bertindak hanya mengikuti keinginan atau kemauan pribadi jika mendambakan hidup bahagia, damai sejahtera. Dalam saling mengasihi dibutuhkan pengorbanan, sebagaimana Yesus mengasihi dunia, demi keselamatan dunia dan seluruh umat manusia, telah mengorbankan atau mempersembahkan Diri di kayu salib. Salah satu tanda dimana orang saling mengasihi adalah saling boros waktu dan tenaga, dan dengan demikian berarti juga saling berkorban. Maka kami harapkan anda berdua, suami dan isteri, untuk saling memboroskan waktu dan tenaga bagi pasangannya.
2) Bruder/suster atau anggota Lembaga Hidup Bakti: Awal cara hidup para anggota Lembaga Hidup Bakti antara lain ditandai dengan `kaul' atau `serah-setia', dimana orang menyerahkan diri seutuhnya kepada Tuhan melalui Lembaga Hidup Bakti yang ia masuki. Yang diserahkan antara lain apa-apa yang terkait atau ada hubungannya dengan keperawanan, kemiskinan dan ketaatan. Kesetiaan pada penyerahan diri ini butuh matiraga/lakutapa maupun pengorbanan. Apa saja yang telah diserahkan berarti bukan lagi menjadi miliknya dan jika ingin menggunakan harus minta izin kepada Tuhan melalui pembesar yang terkait. Keperawanan erat kaitannya dengan kenikmatan seksual maupun kehangatan kasih sebagaimana terjadi antar laki-laki dan perempuan yang menjadi suami-isteri. Setia pada panggilan berarti tidak mencari-cari atau memberi kesempatan pemenuhan kenikmatan seksual maupun kehangatan kasih tersebut, melainkan kenikmatan dan kehangatan bersama Tuhan. Melanggar keperawanan maupun ketaatan mungkin sulit dilihat, dan yang paling mudah dilihat adalah pelanggaran kemiskinan. Namun ketika terjadi pelanggaran kemiskinan pada umumnya keperawanan maupun ketaatan juga telah repuh. Kepada para anggota Lembaga Hidup Bakti kami ajak untuk hidup dan bertindak dengan sederhana, karena dalam kesederhanaan kiranya kita terbantu untuk setia pada panggilan kita.
3) Imam. Menjadi imam antara lain berfungsi sebagai `penyalur': penyalur rahmat atau berkat Tuhan bagi umat manusia dan doa, dambaan, keluh kesah, syukur, pujian dst.. dari umat manusia kepada Tuhan. Maka kami berharap kepada rekan-rekan imam untuk setia pada fungsi penyalur tersebut, yang antara lain ditandai oleh keutamaan-keutamaan seperti jujur, tranparant, rela berkoban, tidak korupsi dalam bentuk apapun, siap sedia menderita bagi umat manusia, dst.. Penyalur yang baik juga tidak pernah menyakiti orang lain.

"Siapa gerangan sampai mengenal kehendak-Mu, kalau Engkau sendiri tidak menganugerahkan kebijaksanaan, dan jika Roh Kudus-Mu dari atas tidak Kauutus?"(Keb 9:17)

Kutipan dari kitab Kebijaksanaan di atas ini kiranya dapat menjadi acuan bagi kita semua dalam menghayati panggilan maupun melaksanakan tugas pengutusan. Marilah kita sadari dan hayati bahwa aneka macam bentuk kebijakan yang kita terima maupun lakukan adalah anugerah Tuhan, karya Roh Kudus dalam diri kita yang lemah dan rapuh ini. Segala macam jenis kekayaan yang kita miliki dan kuasai sampai saat ini adalah anugerah Tuhan, misalnya kepandaian, kecerdasan, keterampilan, kesehatan, ketampanan atau kecantikan, harta benda atau uang, kehormatan duniawi dst.. Karena semuanya adalah anugerah Tuhan maka selayaknya kita fungsikan atau gunakan sesuai dengan kehendak Tuhan, demi keselamatan jiwa kita sendiri serta siapapun yang kita layani atau kena dampak cara hidup dan cara bertindak kita.

Tanda bahwa Roh Kudus dianugerahkan kepada kita, hidup dan berkarya dalam diri kita, maka cara hidup dan cara bertindak kita dijiwai oleh Roh sehingga menghasilkan buah-buah atau keutamaan-keutamaan seperti "kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri." (Gal 5:22-23). Maka jika kita semua hidup dari dan oleh Roh Kudus berarti kita saling mengasihi, sabar, bermurah hati, setia, lemah lembuh dan rendah hati. Kita semua setia pada panggilan kita masing-masing dan dengan demikian hidup bersama sungguh merupakan tanda hidup bahagia dan damai sejahtera selama-lamanya di sorga.

"Engkau mengembalikan manusia kepada debu, dan berkata: "Kembalilah, hai anak-anak manusia!" Sebab di mata-Mu seribu tahun sama seperti hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti suatu giliran jaga di waktu malam. Engkau menghanyutkan manusia; mereka seperti mimpi, seperti rumput yang bertumbuh, di waktu pagi berkembang dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu." (Mzm 90:3-6)


Jakarta, 5 September 2010

Romo Ign Sumarya, SJ

3 September: Santo Gregorius Agung, Paus, Pujangga Gereja

Gregorius lahir di Roma pada tahun 540. Ibunya Silvia dan dua orang tantenya, Tarsilla dan Aemeliana, dihormati pula oleh Gereja sebagai orang kudus. Ayahnya Geordianus, tergolong kaya raya; memiliki banyak tanah di Sicilia, dan sebuah rumah indah di lembah bukit Ceolian, Roma. Selama masa kanak – kanaknya, Gregorius mengalami suasana pendudukan suku bangsa Goth, Jerman atas kota Roma; mengalami berkurangnya penduduk kota Roma dan kacaunya kehidupan kota. Meskipun demikian, Gregorius menerima suatu pendidikan yang memadai. Ia pandai sekali dalam pelajaran tata bahasa, retorik dan dialetika.

Karena posisinya di antara keluarga – keluarga aristokrat (bangsawan) sangat menonjol, Gregorius dengan mudah terlibat dalam kehidupan umum kemasyrakatan, dan memimpin sejumlah kecil kantor. Pada usia 33 tahun ia menjadi Prefek kota Roma, suatu kedudukan tinggi dan terhormat dalam dunia politik Roma saat itu. Namun Tuhan menghendaki Gregorius berkarya di ladang anggurNya. Gregorius meletakkan jabatan politiknya dan mengumumkan niatnya untuk menjalani kehidupan membiara. Ia menjual sebagian besar kekayaannya dan uang yang diperolehnya dimanfaatkan untuk mendirikan biara – biara. Ada enam biara yang didirikan di Sicilia dan satu di Roma. Di dalam biara – biara itu, ia menjalani kehidupannya sebagai seorang rahib. Namun ia tidak saja hidup di dalam biara untuk berdoa dan bersemadi, ia juga giat di luar; membantu orang – orang miskin dan tertindas, menjadi diakon di Roma, menjadi Duta Besar di istana Konstantinopel. Pada tahun 586 ia dipilih menjadi Abbas di biara Santo Andreas di Roma. Di sana ia berjuang membebaskan para budak belian yang dijual di pasar – pasar kota Roma.

Pada tahun 590, dia diangkat menjadi Paus. Dengan ini dia dapat dengan penuh wibawa melaksanakan cita – citanya membebaskan kaum miskin dan lemah, terutama budak – budak dari Inggris. Ia mengutus Santo Agustinus ke Inggris bersama 40 biarawan lain untuk mewartakan Injil disana. Gregorius adalah Paus pertama yang secara resmi mengumumkan dirinya sebagai Kepala Gereja Katolik sedunia. Ia memimpin Gereja selama 14 tahun, dan dikenal sebagai seorang Paus yang masyur, negarawan dan administrator ulung pada awal abad pertengahan serta Bapa Gereja Latin yang terakhir. Karena tulisan – tulisannya yang berbobot, dia digelari sebagai Pujangga Gereja Latin. Meskipun begitu ia tetap rendah hati dan menyebut dirinya sebagai ‘Abdi para abdi Allah’ (servus servorum Dei). Julukan ini tetap dipakai sampai sekarang untuk jabatan Paus di Roma. Setelah memimpin Gereja Kristus selama 14 tahun, Gregorius meninggal dunia pada tahun 604. Pestanya dirayakan juga pada tanggal 12 Maret.

Pesan Bapa Suci Benediktus XVI untuk Hari Minggu Misi (Evangelisasi) (24 Oktober 2010)

24.10.2010


PESAN BAPA SUCI BENEDIKTUS XVI
untuk
HARI MINGGU MISI (EVANGELISASI)

24 Oktober 2010
MEMBANGUN PERSEKUTUAN GEREJANI ADALAH KUNCI MISI

Saudara- Saudari terkasih,

Bulan Oktober dengan perayaan Hari Minggu Evangelisasi, memberi kesempatan kepada keuskupan-keuskupan, paroki-paroki, tarekat-tarekat hidup bakti, serikat-serikat gerejani dan kepada seluruh umat untuk membarui komitmen mereka terhadap pewartaan Injil dan kegiatan pastoral dengan semangat misioner yang lebih besar.

Peristiwa tahunan ini mengajak kita untuk menghayati liturgi, katekese, karya sosio-karitatif-kultural secara lebih intensif yang semuanya merupakan ajakan Tuhan Yesus agar kita berhimpun pada meja Sabda-Nya dan Ekaristi, sebab Ia menghendaki kita merasakan kehadiran-Nya, bimbingan-Nya, supaya kita semakin bersatu dengan Dia sebagai Guru dan Tuhan.

Yesus menyatakan,"Barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Aku pun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya." (Yoh 14:21). Hanya berpangkal pada perjumpaan dengan kasih Allah ini - yang berdaya mengubah seluruh eksistensi kita - kita bisa hidup bersatu dengan Dia dan rukun di antara kita serta memberi kesaksian yang meyakinkan "kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kita tentang pengharapan yang ada pada kita" (1Ptr 3:15). Hanya iman yang dewasa - yang berpegang pada Allah seperti anak terhadap bapanya, yang dihidupi oleh doa, oleh renungan atas sabda Allah dan dengan memperlajari tentang kebenaran-kebenaran iman - akan mampu membangun masyarakat baru berdasarkan Injil Yesus Kristus.

Juga pada bulan Oktober, banyak negara melakukan berbagai aktivitas gerejani setelah masa liburan musim panas. Gereja mengajak kita semua untuk belajar dari Bunda Maria memperhatikan rencana kasih Allah Bapa atas umat manusia, sehingga kita pun mencintai umat manusia seperti Bapa mencintai mereka. Dan ini bukan lain dari pada tujuan misi Gereja.

Allah Bapa memanggil kita menjadi anak-anak-Nya dalam diri Anak-Nya yang terkasih Yesus Kristus dan memanggil kita hidup sebagai saudara satu sama lain. Yesus dikaruniakan oleh Bapa untuk menyelamatkan umat manusia yang terpecah belah oleh pertengkaran dan dosa, dan untuk menghadirkan wajah Allah yang benar "yang begitu besar kasih-Nya akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." Yoh 3:16).

Dalam injilnya, Yohanes mencatat bahwa di antara masyarakat yang naik ke Yerusalem untuk merayakan Paskah terdapat beberapa orang Yunani. Mereka pergi kepada Filipus dan minta,"Tuan, kami ingin bertemu dengan Yesus." (Yoh 12:21). Permintaan mereka bergema juga dalam hati kita di bulan Oktober ini, untuk mengingatkan bahwa tanggung jawab dan tugas perutusan mewartakan Injil, yaitu membantu manusia bertemu dengan Yesus, merupakan tugas utama perutusan seluruh Gereja. (Ad gentes, 2).

Di tengah-tengah masyarakat multi-etnik zaman ini yang mengalami kekosongan batin dan ketakpedulian terhadap sesama yang memrihatinkan, murid-murid Yesus terpanggil menampilkan tanda-tanda harapan dan menjalin suatu persaudaraan yang universal (=Katolik) dengan menerapkan nilai-nilai luhur yang membarui sejarah. Selain itu, secara nyata dan dengan berani, mereka terpanggil menjadikan bumi ini rumah semua orang.

Manusia zaman ini, seperti peziarah-peziarah Yunani 2000 tahun yang lalu, mungkin tanpa menyadarinya, meminta supaya umat beriman jangan hanya ‘berbicara' tentang Yesus, melainkan supaya ‘memperlihatkan' Yesus, wajah Sang Penyelamat, di setiap penjuru dunia kepada generasi millennium ini, terutama kepada kaum muda di masing-masing benua, sebab merekalah pendengar dan pewarta injil yang terpilih. Manusia zaman ini harus mengalami bahwa kaum Kristiani mewartakan Sabda Kristus sebab Dialah kebenaran, sebab dalam Dialah orang-orang Kristiani telah menemukan jawaban dan makna bagi hidup mereka.

Pengarahan saya ini bermaksud memfokuskan tugas perutusan yang dilimpahkan kepada seluruh Gereja dan kepada masing-masing anggotanya. Tugas perutusan Gereja akan menyentuh hati manusia hanya kalau mekar dari pertobatan pribadi, komuniter dan pastoral yang sejati.

Tugas perutusan mewartakan Injil mendesak setiap murid Yesus, semua keuskupan dan paroki untuk menjalankan suatu pembaruan diri yang mendalam dan membuka hati pada kerja sama antar Gereja-gereja lokal agar pesan Injil sampai pada hati setiap orang, setiap bangsa, budaya, suku di seantero dunia.

Kerja sama antar Gereja-gereja lokal menjadi nyata dan berkembang melalui karya Imam-imam Fidei donum, serikat-serikat misioner, para biarawan-biarawati, awam-awam misioner yang mengarah pada suatu persatuan gerejani yang semakin mantap di mana pluralitas budaya pun menemukan keharmonisan. Dalam pluralitas budaya, Injil berpeluang bekerja sebagai ragi bagi berkembangnya kebebasan dan kesejahteraan, serta sebagai sumber persaudaraan, kerendahan hati dan damai (Ad gentes 8). Dalam Kristus, Gereja menjadi sakramen, yaitu tanda dan sarana persatuan mesra dengan Allah dan kesatuan seluruh umat manusia. (Lumen gentium, 1)

Kesatuan Gereja lahir dari perjumpaan dengan Yesus Kristus, Putra Allah. Melalui pewartaan Gereja, Kristus menjangkau semua orang dan menciptakan kesatuan dengan diri-Nya, dengan Bapa dan Roh Kudus (1Yoh 1:3). Kristus menciptakan hubungan yang baru antara manusia dengan Allah. Ia mewahyukan bahwa "Allah adalah kasih" (1Yoh 4:8) dan sekaligus Ia menetapkan ‘perintah baru cinta kasih' sebagai hukum utama bagi kesempurnaan manusiawi - dan karena itu - untuk pembaruan dunia. Dan Kristus menjamin kepada semua orang yang percaya akan kasih sayang ilahi," bahwa jalan cinta kasih terbuka bagi semua orang, dan bahwa usaha untuk membangun persaudaraan universal tidak akan percuma. (Gaudium et spes, 38).

Gereja dibentuk menjadi ‘Persekutuan' oleh Ekaristi, di mana Kristus, yang hadir dalam roti dan anggur, berkat kurban cinta kasih-Nya mendirikan Gereja sebagai tubuh-Nya, dengan menyatukan kita dengan Allah Tritunggal dan menyatukan kita satu sama lain. (1Kor 10:1dst). Sebagaimana sudah saya tulis dalam Anjuran apostolik Sacramentum Caritatis,"Kita tidak bisa menyimpan bagi diri kita saja cinta kasih yang kita rayakan dalam sakramen, karena hakekatnya cinta itu dibagikan kepada semua orang. Apa yang dibutuhkan dunia adalah cinta kasih Allah, adalah perjumpaan dengan Kristus dan percaya kepada-Nya."(n.84). Oleh karena itu Ekaristi bukan hanya sumber dan tujuan kehidupan Gereja, tetapi juga sumber dan tujuan misi Gereja, Gereja yang ekaristis sejatinya adalah Gereja yang misioner, Gereja yang mampu mewartakan secara meyakinkan bahwa, "Apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar itu, kami beritakan kepada kamu juga, supaya kamu pun beroleh persekutuan dengan kami." (1Yoh 1:3)

Saudara sekalian yang terkasih,

pada hari Minggu Misi ini di mana mata hati kita terbuka untuk menjangkau luasnya tugas misi, hendaknya kita memastikan diri sebagai pelaku dalam melaksanan tugas Gereja mewartakan Injil. Semangat misioner tetap merupakan tanda vitalitas Gereja-Gereja Lokal kita (R.M, 2) dan kerjasama antar Gereja-Gereja Lokal menjadi bukti kokoh kesatuhan, persaudaraan dan solidaritas. Ciri-ciri ini merupakan jaminan bagi dunia bahwa pewartaan Kasih Yang Menyelamatkan sungguh dapat dipercaya!

Sekali lagi saya ajak saudara sekalian untuk berdoa dan - kendati dunia dilanda krisis ekonomi - membantu juga secara konkrit Gereja-Gereja muda. Bantuan tanda kasih ini akan diserahkan kepada Karya Kepausan untuk Evangelisasi (kepadanya saya haturkan terima kasih saya), yang kemudian akan diteruskan untuk membantu pembinaan para imam, seminaris-seminaris, katekis-katekis di daerah-daerah misi dan untuk mendukung komunitas-komunitas Gereja muda.

Sebagai penutup pesan tahunan ini untuk Hari Misi (Evanglisasi) sedunia, saya ingin menyatakan cinta kasih dan pengharaan saya bagi semua misionaris, laki-laki dan perempuan, yang menjadi saksi Kerajaan Allah di daerah terpencil dan sulit yang kadangkala menuntut penyerahan hidup. Bagi merekalah persaudaraan dan dukungan dari seluruh kaum beriman! Semoga Allah "yang mengasihi orang yang memberi dengan sukacita" (2Kor 9:7) menganugerahi mereka semangat dan kebahagiaan yang mendalam.

Sebagaimana Maria, demikian pula setiap komunitas gerejani yang mengakatan "ya' kepada panggilan Ilahi untuk melayani sesama dalam kasih, akan menjadi suatu komunitas dengan corak keibuan dan rasuli (Gal 4 : 4. 19.26), yang karena terpesona oleh misteri kasih Allah - "yang setelah genap waktunya, mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan" (Gal 4 : 4) - ia akan melahirkan rasul-rasul baru yang penuh semangat dan berani. Tanggapan akan kasih Allah itu akan menjadikan komunitas Kristiani "bersukacita dalam pengharapan" untuk membangun rencana Allah yang menghendaki "agar segenap umat manusia mewujudkan satu Umat Allah, bersatu-padu menjadi satu Tubuh Kristus serta dibangun menjadi satu kenisah Roh Kudus" (Ad gentes, 7).

Dari Vatikan, 6 Februari 2010
BENEDIKTUS PP. XVI

Pengalih dari bahasa Italia:
P. Otello Pancani, s.x.

* Lihat File Hari Minggu Misi Komplit [mirifica.net]