HOMILI: Hari Minggu Biasa XIV

Sabtu-Minggu, 03-04 Juli 2010

HARI MINGGU BIASA XIV: Yes 66: 10-14; Gal 6:14-18; Luk 10:1-12.17-20

"Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada Tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu”

Akhir-akhir ini kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh sementara imam/pastor diangkat alias menjadi wacana publik, sementara itu jumlah imam/pastor yang mengundurkan diri terus berlangsung dan panggilan untuk menjadi imam merosot. Jumlah pekerja dalam Gereja, imam, bruder atau suster semakin merosot dan kebutuhn pelayanan umat semakin meningkat. Sering saya dengar keluh kesah umat betapa sulitnya minta bantuan imam untuk memimpin ibadat atau penerimaan sakramen, misalnya penerimaan sakramen minyak suci bagi mereka yang menderita sakit keras, perayaan ekaristi untuk pemakaman, dst.. Memang tantangan dan godaan menjadi imam, bruder atau suster maupun hidup berkeluarga pada masa kini sungguh berat dan banyak, maka baiklah kita tanggapi sabda Yesus hari ini, sebagaimana menjadi Warta Gembira hari ini.

"Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada Tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu. Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala. Janganlah membawa pundi-pundi atau bekal atau kasut, dan janganlah memberi salam kepada siapa pun selama dalam perjalanan” (Luk 10:2-4).

Kita dipanggil oleh Yesus untuk mohon dengan rendah hati agar Tuhan mengirimkam pekerja-pekerja, imam, bruder atau suster yang siap sedia serta dengan belas kasih melayani umat Allah. Kami merasa dalam hal ini peran orangtua atau keluarga dominan alias penting sekali, antara lain suasana hidup berkeluarga atau di dalam keluarga. Hidup suami-isteri didasari dan dijiwai oleh cinta kasih dan ketika mengawali hidup baru sebagai suami-isteri saling berjanji untuk saling mengasihi baik dalam sehat maupun sakit, untung maupun malang sampai mati. Maka suasana hidup berkeluarga hendaknya sungguh dijiwai oleh cintakasih, yang antara lain relasi antar anggota keluarga ditandai atau diwarnai oleh ‘saling sabar, saling bermurah hati, saling tidak marah dan tidak menyimpan kesalahan, saling rendah hati, saling menghormati, saling percaya, saling peka akan kebutuhan yang lain lebih-lebih bagi yang sakit, sedih dan menderita, dst” (lih 1Kor 13:4-7),.

Dalam kebersamaan cintakasih hendaknya diusahakan setiap hari ada doa bersama, antara lain berdoa kepada Tuhan mohon agar Ia mengirimkan pekerja-pekerja dalam kebun anggur Tuhan. Kepada para orangtua kami ingatkan dan harapkan bahwa ketika salah seorang anaknya ada yang merasa tergerak dan terpanggil untuk menjadi imam, bruder dan suster hendaknya didukung, dan tidak dihalang-halangi melalui aneka cara. Yesus mengingatkan bahwa ada serigala-serigala yang siap menerkam dalam perjalanan hidup kita. Serigala-serigala itu ada kemungkinan ada di dalam hati kita masing-masing, yaitu berupa ketakutan atau kekhawatiran. Pada uumnya mereka yang khawatir adalah orang-orang kota yang kaya dan hanya memiiki dua atau tiga anak.

Sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus kita juga diutus untuk mewartakan kabar baik, yaitu hidup dan bertindak sesuai dengan ajaran-ajaran atau sabda-sabdaNya dalam keadaan atau situasi apapun, kapanpun dan dimanapun. Kita diingatkan oleh Yesus bahwa kita ‘seperti anak domba ke tengah serigala-seigala. Janganlah membawa pundit-undi atau bekal atau kasut, dan janganlah memberi salam kepada siapapun selama dalam perjalanan”. Peringatan atau pesan Yesus ini kiranya dapat kita hayati dengan hidup dan bertindak sederhana atau.lebih mengandalkan diri pada manusia daripada aneka macam sarana-prasarana seperti uang, alat-alat, kendaraan dst.. Dengan kata lain hendaknya berpegang pada motto “the man behind the gun” (manusia yang berada dibalik senjata atau aneka sarana-prasarana). Aneka sarana-prasarana memang dapat menjadi ‘serigala-serigala’yang siap menerkam, melumpuhkan atau melemahkan serta membuat frustrasi manusianya. Kita juga diingatkan untuk ‘tidak memberi salam kepada siapapun selama di perjalanan’, artinya tidak menyeleweng atau mengerjakan pekerjaan sambilan.

“Aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia.” (Gal 6:14)

Kebanyakan dari kita bermegah atas apa yang kita miliki atau kuasai saat ini, misalnya pangkat, kedudukan, harta benda/uang, kecantikan, ketampanan, kepandaian, dst.. alias bermegah atas halhal duniawi. Paulus memberi kesaksian bahwa ia hanya bermegah dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus “sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia”. Entah sudah berapa kali kita yang beriman kepada Yesus Kristas nenbuat tanda salib, kiranya tak ada seorangpun yang sempat menghitung atau nengingat-ingatnya. Dalam membuat tanda salib antara lain dengan telunjuk jari kita menunjuk atau menepuk dahi, dada dan bahu, yang berarti otak/pikiran, hati/jantung dan kekuatan kita. Bukankah hal itu berarti kita menyalibkan atau mempersembahkan pikiran, perasaan dan kekuatan kita kepada Yang Tersalib?

Dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia” berarti aku harus bekerja keras menyelamatkan dunia seisinya dengan hidup mendunia, berpartisipasi dalam seluk-beluk atau hal ihkwal duniawi. Kita menycikan dunia dan dengan semakin mendunia kita semakin suci. Dengan kata lain mendunia, entah belajjar atau bekerja, entah sedang rekreasi, berjalan, dst.. bagaikan beribadat. Dalam bahasa /spiritualitas Ignatian hal itu berarti menemukan Tuhan dalam segala sesuatu atau menghayati segala sesuatu di dalam Tuhan (‘contemplativus in actione’). Dalam hal ini Romo JB Mangunwijaya pr alm. sering mengingatkan demikian dalam berbagai kesempatan “Jangan mencari kesucian di kapel, di gedung gereja, di tempat ziarah dst.., tetapi carilah kesucian di kamar mandi, di WC/toilet, di kamar makan, di dapur, di tempat tidur, di kantor, di jalanan dst.”

“Bersukacitalah bersama-sama Yerusalem, dan bersorak-soraklah karenanya, hai semua orang yang mencintainya! Bergiranglah bersama-sama dia segirang-girangnya, hai semua orang yang berkabung karenanya” (Yes 66:10), demikian peringatan atau ajakan Yesaya. Yerusalem adalah kota suci, kota atau tempat idaman, sedangkan yang menjadi tempat idaman kita masa kini atau ‘Yerusalem’ kita adalah keluarga dan tempat kerja/belajar, dimana kita memoboroskan waktu dan tenaga kita setiap hari. Di dalam keluarga atau tempat kerja/belajar kita masing-masing kita diharapkan untuk senantiasa bersukacita, bergirang bersama segirang-girangnya. Maka marilah kita mawas diri apakah di dalam keluarga dan tempat kerja/belajar kita sungguh bersukacita meskipun harus menghadapi aneka tantangan, masalah dan hambatan. Menghadapi tantangan, masalah dan hambatan dengan sukacita atau girang berarti akan mampu mengatasinya, tentu saja sukacita atau kegirangan dalam dan bersama dengan Tuhan, karena Tuhan senantiasa mendampingi perjalanan hidup dan pelaksanaa pekerjaan atau tugas. .

“ Bersorak-sorailah bagi Allah, hai seluruh bumi, mazmurkanlah kemuliaan nama-Nya, muliakanlah Dia dengan puji-pujian!....Seluruh bumi sujud menyembah kepada-Mu, dan bermazmur bagi-Mu, memazmurkan nama-Mu." Pergilah dan lihatlah pekerjaan-pekerjaan Allah; Ia dahsyat dalam perbuatan-Nya terhadap manusia: Ia mengubah laut menjadi tanah kering, dan orang-orang itu berjalan kaki menyeberangi sungai. Oleh sebab itu kita bersukacita karena Dia

(Mzm 66:1-2.4-6)

Jakarta, 4 Juli 2010


Romo Ign. Sumarya, SJ





Share|