Bacaan Injil Minggu terakhir pada Masa Adven tahun ini (Mat 1:18-24)
menyampaikan sebuah tradisi mengenai kelahiran Yesus dari sudut pandang
Yusuf, yang di dalam silsilah sebelum bacaan ini disebut sebagai "suami
Maria, yang melahirkan Yesus yang disebut Kristus" (Mat 1:16).
Disebutkan dalam Mat 1:18 dan 20 bahwa Maria mengandung dari Roh Kudus
sebelum hidup sebagai suami istri dengan Yusuf. Dalam adat-istiadat
Yahudi, sejak usia remaja seorang gadis sudah dipertunangkan dengan
calon suaminya jauh-jauh sebelum pernikahan, yang baru terjadi setelah
kedua-duanya siap membangun rumah tangga yang mandiri. Ikatan ini dapat
dibatalkan karena macam-macam alasan. Salah satunya ialah bila calon
istri didapati mengandung sebelum pernikahan. Menurut hukum, bakal suami
wajib membatalkan ikatan pertunangan tadi. Demikian pihak perempuan
akan merdeka dan dapat diperistri orang lain secara sah. Kerap terjadi,
perempuan yang bersangkutan tidak dimaui siapapun dan akan mendapat aib.
Yusuf tidak hendak menyusahkan Maria, tapi tetap mau menaati hukum
tadi. Maka ia bermaksud membatalkan pertunangannya dengan Maria secara
"diam-diam", artinya, di hadapan dua saksi tetapi tanpa mengumumkannya.
Dengan demikian pembatalan itu akan sah menurut hukum tetapi tidak
mendatangkan aib bagi Maria. Sebelum niatan ini dijalankan, terjadilah
sesuatu yang luar biasa. Dalam sebuah mimpi (ay. 20-21) malaikat Tuhan
datang dan mengatakan kepada Yusuf agar jangan takut mengambil Maria
sebagai istrinya. Malaikat itu menjelaskan bahwa anak yang dikandung
Maria itu berasal dari Roh Kudus. Jadi kandungan itu bukan dari manusia
dan Yusuf tak usah merasa terikat pada kewajiban mengikuti hukum adat.
Selanjutnya diberitahukan bahwa anak tadi hendaknya diberi nama Yesus,
artinya "Tuhan itu keselamatan". Yusuf pun melakukan yang diperintahkan
kepadanya oleh sang malaikat.
PENJELASAN MATIUS
Bagi umat Matius dan umat awal, kelahiran Yesus itu jelas bukan
kejadian lumrah. Yesus dikandung dari Roh Kudus tetapi dilahirkan secara
manusiawi oleh Maria dan dibesarkan oleh Yusuf. Matius memberikan
penjelasan kejadian yang tidak biasa ini lewat kata-kata malaikat dalam
mimpi Yusuf tadi. Dalam ay. 22 ditambahkan, semua yang dikatakan
malaikat tadi menggenapkan nubuat nabi Yesaya 7:14 yang menyebutkan
bahwa seorang anak dara akan melahirkan anak lelaki yang dikenal dengan
nama Imanuel, yang artinya "Tuhan menyertai kita".
Teks Ibrani Yes 7:14 memakai kata yang maknanya ialah anak perempuan
yang sudah dewasa, tapi belum menikah. Dalam teks Yunani, yakni teks
yang dipakai Matius, kata itu diterjemahkan sebagai dengan sebuah kata
yang artinya "perawan". Perbedaan dalam terjemahan ini memang bahan
menarik bagi telaah teks Kitab Suci, tapi tak usah dijadikan dasar
perbincangan mengenai keperawanan Maria. Matius menulis Injilnya bagi
mereka yang percaya bahwa Maria itu perawan yang mengandung dari Roh
Kudus. Sebaiknya lebih dipahami bahwa yang ditekankan dalam kutipan dari
Yes 7:14 itu ialah kelahiran sang "Imanuel", yang artinya "Allah
menyertai kita". Ia tidak lagi membiarkan manusia sendirian. Dan mulai
saat itu kehadiran "Imanuel" memang menyertai manusia sepanjang zaman.
Nanti dalam penutupan Injil Matius (28:20) diperdengarkan kata-kata
Yesus, "...ketahuilah, aku menyertai kamu senantiasa sampai akhir
zaman."
ni diceritakan juga oleh Lukas, tapi dengan
penekanan yang berbeda. Bila Matius mencerminkan ingatan dari kalangan
Yusuf, Lukas menceritakan kelahiran Yesus dari sudut pandang Maria.
Namun intinya sama: anak itu dikandung dari Roh Kudus (Mat 1:20, Luk
1:35), Maria dan Yusuf bertunangan ( Mat 1:18, Luk 1:27), perintah agar
anak yang lahir nanti dinamai Yesus (Mat 1:21 kepada Yusuf, Luk 1:31
kepada Maria), kelahiran Yesus di Betlehem (Mat 2:5, Luk 2:4), Yesus
besar di Nazaret (Mat 2:23, Luk 1:51-52). Matius menampilkan perasaan
Yusuf, pergulatan rohaninya, rasa hormatnya yang besar terhadap Yang
Keramat yang mendatanginya. Juga ditonjolkan perhatian Yusuf terhadap
Maria dan Yesus. Ia betul-betul menjalankan tugas dan kewajibannya
sebagai bapa keluarga ini. Pembaca dari kalangan Yahudi yang menjadi
pengikut Yesus dari generasi pertama menangkap maksud penekanan pada
Yusuf tadi. Dalam adat keluarga Yahudi, pendidikan seorang anak sejak
tidak lagi menyusu ibunya hingga akil balig pada usia 12-13 tahun
menjadi tanggung jawab bapa keluarga. Begitulah kebesaran hati Yusuf,
kepekaannya, kematangan imannya ikut membentuk pribadi Yesus. Pembaca
Injil Matius mengerti apa artinya menjadi anak yang dibesarkan oleh
orang seperti Yusuf itu. Juga menjadi jelas bahwa karya "Tuhan
menyelamatkan umatNya" itu menjadi tepercaya justru karena memakai jalan
manusiawi. Karya Roh Kudus, daya luar alam itu baru betul-betul bisa
membawakan keselamatan bila tumbuh dan menjadi besar dalam lingkungan
yang sungguh manusiawi. Inilah kiranya keyakinan iman orang-orang yang
terungkap dalam kisah Matius tadi.
SIAPA TUJUAN WARTA INI
Sebetulnya kisah kelahiran dan masa kecil Yesus tidaklah mutlak perlu
untuk menjelaskan karya, penderitaan, kebangkitan Yesus nanti. Injil
yang paling awal, yakni Injil Markus, tidak memuat kisah itu. Begitu
pula dalam Injil Yohanes tidak didapati kisah yang mirip. Bagi Yohanes
jelas Firman yang mengawali segala sesuatu itu "telah menjadi manusia
dan tinggal di antara kita" (Yoh 1:14). Dan ini cukup guna mengungkapkan
kehadiran Yang Ilahi dalam ujud manusia. Maklumlah, Injil Yohanes
ditulis bagi orang-orang yang sudah paham akan karya penebusan yang
dijalankan Yesus dan sudah maju jauh dalam pengetahuan hidup batin dan
berhasrat maju terus. Injil Markus sebaliknya disiapkan sebagai pegangan
ringkas bagi mereka yang baru mulai tertarik untuk mengenal siapa Yesus
itu. Lalu, setelah tahap awal ini dilalui, apa yang terjadi? Orang
tentu butuh pendalaman. Kepada mereka inilah Injil Matius dan Lukas
ditulis. Penjelasannya begini. Orang yang sudah mulai kenal Yesus dan
hidup menurut wartanya ("setelah mendengar Markus"), tentu ingin
mengenal asal usul Yesus. Karena itulah Matius dan Lukas menuliskan
tradisi mengenai kelahirannya.
Nanti mereka yang maju lebih jauh tidak butuh bertanya-tanya mengenai
asal-usul badaniah dan peristiwa-peristiwa di seputar kelahiran dan masa
kecil Yesus. Kepada mereka itulah Injil Yohanes berbicara. Ditekankan
hubungan dengan Bapa. Diungkapkan pula keinginan Yesus untuk berbagi
"sangkan paran", berbagi kehidupan rohani yang sejati dengan orang-orang
yang dikasihinya dan setia kepadanya. Tentu saja pengetahuan ini hanya
dapat dicapai bukan dengan usaha sendiri, bukan pula oleh orang yang
belum masuk dan mendalami sampai utuh. Kisah kelahiran Yesus dalam
Matius mengarahkan orang ke sana.
MENYONGSONG HARI NATAL
Suasana menyongsong pesta Natal sudah terasa lama. Hiasan Natal
terlihat di mana-mana. Kita saling berkirim kartu dan pesan Natal.
Apakah orang-orang sekarang ini seperti umatnya Matius atau Lukas dulu,
umat yang menjadi dewasa dan maju terus dan mau mendalami makna
kehadiran Kristus di tengah-tengah umat manusia? Bila warta kisah
kelahiran Yesus dimaksud untuk memajukan hidup rohani, apa masih ada
relevansinya bagi kebanyakan orang pada zaman kita ini? Khususnya di
bumi Indonesia?
Tetap berlaku
ajakan untuk mulai mengenal lebih jauh siapa Yesus yang diikuti orang
banyak, siapa dia yang diimani sepanjang zaman sebagai Penyelamat itu.
Orang beriman bisa pula menjadi seperti Matius dan Lukas. Mereka mulai
mencari tahu asal usul Yesus sehingga pengenalan mereka semakin dalam.
Baik Lukas maupun Matius menekankan hadirnya daya ilahi ("Maria
mengandung dari Roh Kudus") dan penerimaan utuh dari pihak Maria dan
Yusuf. Yang dilakukan Yusuf diungkapkan Matius dalam bacaan hari ini.
Menerima karya ilahi dalam ujud yang amat mengguncang tadi menjadi
ungkapan iman yang paling nyata. Yusuf itu orang yang bisa menerima
kehadiran ilahi yang tidak lumrah sekalipun dan tetap menghormatinya.
Bahkan ia memeliharanya dengan penuh perhatian. Ia memikirkan
kepentingan Maria, tidak hanya mau meninggalkannya begitu saja. Kemudian
ia juga berani mendengarkan Yang Keramat yang mengubah rencananya sama
sekali. Ia bersedia menjadi orang yang bertanggung jawab membesarkan
Yesus. Ringkasnya, Yusuf itu pribadi yang dapat dipercaya karena juga
bisa mempercayai. Mendalami peristiwa kelahiran Yesus dalam terang Injil
Matius itu merayakan kebesaran hati seorang manusia yang bukan saja
memungkinkan karya Allah dapat mulai terjadi, tetapi juga yang
memelihara dan membesarkannya. Dan semuanya ini terjadi dengan tak
banyak kata. Orang beriman yang ingin maju menjadi pemerhati gerak-gerik
Yang Ilahi tentu dapat belajar banyak dari Yusuf si pendiam itu.
Salam hangat,
A. Gianto