“
Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke
dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang
di sorga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku:
Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan
demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada
waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku
tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat
kejahatan!" "Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan
melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan
rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir,
lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab
didirikan
di atas batu. Tetapi setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan
tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan
rumahnya di atas pasir.Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir,
lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah
kerusakannya.”(Mat 7:21-27), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi
atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Sesilia, perawan
dan martir, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:
· “Saya ingin hatiku bersih dan tubuhku tidak tercemar. Keperawananku telah saya janjikan bagi Tuhan”, demikian
kata Sesilia kepada calon suaminya yang bernama Valerianus. Dua insan
yang sedang jatuh cinta ini akhirnya memang tidak jadi menikah, karena
Valerianus menghormati Sesilia sepenuhnya. Pada masa ini memang setia
menjadi murid Yesus atau orang Kristen pasti akan menghadapi tantangan
berat, siap sedia untuk menjadi martir. Sesilia sendiri akhirnya harus
menerima hukuman cukup berat dan menjelang
kematiannya ia tersenyum gembira. Ia sungguh setia melakukan kehendak
Allah dalam hidup sehari-hari yang sarat dengan tantangan dan hambatan.
Sebagai orang beriman kita semua juga dipanggil untuk setia pada rahmat
kemartiran, antara lain meneladan St.Sesilia: berusaha dengan rendah
hati agar hati kita bersih dan tubuh kita tidak tercemar, alias suci
hatinya dan tubuh sungguh menjadi ‘bait Tuhan’. Hati bersih atau suci
berarti tidak pernah melukai atau mengecewakan sedikit pun pada orang
lain, melainkan senantiasa membahagiakan dan menyelamatkan yang lain.
Jika hati sungguh bersih, maka kami percaya tubuhnya juga tak tercemar.
Maka secara khusus kami mengajak dan berharap kepada rekan-rekan
muda-mudi dan remaja untuk menjaga kebersihan hati dan tubuh tak
tercemar. Memang pada masa ini cukup banyak godaan untuk mencemarkan
tubuh, antara lain dengan tindakan yang bersifat seksual sampai hubungan
seksual di kalangan muda-mudi dan remaja. Dengan kata
lain rekan-rekan remaja putri atau mudi kami harapkan manjaga
keperawanannya, demikian juga rekan-rekan remaja putra menjaga
kejantanannya. Rekan perempuan hendaknya juga tidak memancing nafsu jahat laki-laki, dan sebaliknya rekan laki-laki hendaknya mengendalikan nafsunya.
· “Janganlah
engkau membenci saudaramu di dalam hatimu, tetapi engkau harus berterus
terang menegor orang sesamamu dan janganlah engkau mendatangkan dosa
kepada dirimu karena dia. Janganlah engkau menuntut balas, dan janganlah
menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu, melainkan kasihilah
sesamamu manusia seperti dirimu sendiri; Akulah TUHAN.” (Im
19:17-18). Kutipan di atas ini sungguh bagus untuk kita renungkan dan
hayati. Kerajaan Allah adalah kerajaan hati, hidup beriman adalah urusan
hati, maka
seruan “janganlah engkau membenci saudara di dalam hatimu”
selayaknya kita hayati. Memang di permukaan orang kelihatan bersaudara,
tetapi apa yang ada dalam hatinya bermusuhan, saling membenci. Kami
berharap kita semua jujur terhadap diri sendiri, tidak menipu diri atau
bersikap munafik seperti orang-orang Farisi. Sebagai pelatihan jujur
terhadap diri sendiri antara lain dapat dilakukan ketika kita berada
sendirian, entah di dalam rumah/ kamar atau di perjalanan: hendaknya
kita tetap setia berbuat baik alias melakukan apa yang baik dan tidak
mencemarkan hati maupun anggota tubuh kita. Jika kita terbiasa jujur
terhadap diri sendiri, maka dengan mudah kita jujur terhadap orang lain,
kita juga tidak akan balas dendam terhadap mereka yang menyakiti kita. “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” inilah
yang hendaknya juga kita hayati dan sebarluaskan.
Jika kita tidak mau disakiti hendaknya juga jangan menyakiti orang
lain, terutama dalam hal hati. Memang menyakiti hati orang lain sering
tak terasa, maka baiklah kepada mereka yang disakiti hatinya kami
harapkan dengan jujur menyampaikannya kepada yang menyakiti, dan
hendaknya juga mengampuninya.
“TUHAN
memandang ke bawah dari sorga kepada anak-anak manusia untuk melihat,
apakah ada yang berakal budi dan yang mencari Allah. Mereka semua telah
menyeleweng, semuanya telah bejat; tidak ada yang berbuat baik, seorang
pun tidak. Tidak sadarkah semua orang yang melakukan kejahatan, yang
memakan habis umat-Ku seperti memakan roti, dan yang tidak berseru
kepada TUHAN? Di sanalah mereka ditimpa kekejutan yang besar, sebab Allah
menyertai angkatan yang benar.” (Mzm 14:2-5)
Kamis, 22 November 2012
Romo Ignatius Sumarya, SJ