"Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya. Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah. Kamu memang sudah bersih karena firman yang telah Kukatakan kepadamu. Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa. Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar.Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya. Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku." (Yoh 15:1-8) ,demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Teresia dari Avila, perawan dan pujangga Gereja, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· St Teresa dari Avila yang kita kenangkan hari ini dikenal sebagai perawan yang sungguh membaktikan diri sepenuhnya kepada Tuhan, ia penuh wibawa, polos, cantik dan menyenangkan. Dalam hal hidup membiara ia juga dikenal sebagai pembaharu Ordo Karmelit. Ia membukukan pengalaman iman dan rohaninya dalam sebuah buku tebal yang sampai ini sangat membantu dalam hidup membiara di dalam Gereja Katolik. “Tinggal di dalam Dia, dalam Tuhan” alias berusaha hidup suci itulah yang senantiasa diusahakan. Maka perkenankan secara khusus saya mengingatkan dan mengajak segenap anggota Lembaga Hidup Bakti, para biarawan dan biarawati atau religius, untuk dapat menjadi teladan hidup suci bagi umat Allah. “Kerasulan semua religius pertama-tama terletak dalam kesaksian hidup mereka yang sudah dibaktikan, yang harus mereka pelihara dengan doa dan tobat” (kan 673), demikian dan peringatan pimpinan Gereja Katolik. Bukan jabatan, kedudukan, ijasah, pengalaman hidup dst.. yang utama dan pertama-tama, melainkan cara hidup dan cara bertindak yang sungguh dibaktikan kepada Allah alias hidup suci, bermoral dan berbudi pekerti luhur. Cirikhas orang suci memang senantiasa menarik, menawan, mempesona dan memikat siapapun untuk mendekat serta memotivasi orang lain untuk berusaha menjadi suci, semakin membaktikan diri kepada Allah. Maka semoga para religius yang pada umumnya berpakaian resmi warna putih, tidak hanya putih pakaiannya, tetapi juga putih hati, jiwa, akal budi maupun tubuhnya alias bersih, tiada dosa dan noda sedikitpun. Sekiranya sekarang belum putih dan masih abu-abu, baiklah dengan rendah hati bersama dengan Tuhan, dalam doa dan tobat, kita berusaha untuk menjadi putih.
· “Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan. Dan Allah yang menyelidiki hati nurani, mengetahui maksud Roh itu, yaitu bahwa Ia, sesuai dengan kehendak Allah, berdoa untuk orang-orang kudus” (Rm 8:26-27). Bahwa kita dapat berdoa dengan baik dan benar memang bukan semata-mata hasil usaha atau jerih payah kita, melainkan merupakan karya atau anugerah Allah, yang melalui RohNya senantiasa ‘membantu kita dalam kelemahan kita”. Para religius atau biarawan-biarawati sering juga disebut sebagai rohaniwan-rohaniwati alias orang yang sungguh hidup dari dan oleh Roh atau hobbynya bergaul bersama dengan Roh. Maka jika ada biarawan atau birawati bersikap mental materialistis dalam hidup dan pelayanannya berarti yang bersangkutan tidak hidup dan bertindak dalam dan oleh Roh, melainkan hanya mengikuti selera atau keinginan pribadi. Kami harapkan segenap biarawan dan biarawati dimana pun dan kapan pun dapat saling bekerjasama dan membantu dalam mengusahakan hidup suci, maka jika ada rekan biarawan atau biarawati tidak hidup suci, kami harapkan kepada siapapun tidak takut menegor dan mengingatkannya. Tentu saja antar biarawan dan birawati sendiri harus saling mengingatkan dan menegor ketika ada rekan-rekannya hidup seenaknya. Kami juga mendambakan semoga aneka pelayanan pastoral para biarawan-biarawati, entah pendidikan, social maupun kesehatan, juga lebih mengutamakan keselamatan jiwa manusia daripada aneka macam sarana-prasarana. Kesuksesan pelayanan terletak pada semakin banyak jiwa manusia diselamatkan.
“Sebab aku tetap mengikuti jalan TUHAN dan tidak berlaku fasik terhadap Allahku. Sebab segala hukum-Nya kuperhatikan, dan ketetapan-Nya tidaklah kujauhkan dari padaku; aku berlaku tidak bercela di hadapan-Nya, dan menjaga diri terhadap kesalahan. Karena itu TUHAN membalas kepadaku sesuai dengan kebenaranku, sesuai dengan kesucian tanganku di depan mata-Nya. Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia, terhadap orang yang tidak bercela Engkau berlaku tidak bercela, terhadap orang yang suci Engkau berlaku suci”
(Mzm 18:22-27)
Senin, 15 Oktober 2012
Romo Ignatius Sumarya, SJ