“Ketika Yesus selesai mengajar, seorang Farisi mengundang Dia untuk makan di rumahnya. Maka masuklah Ia ke rumah itu, lalu duduk makan. Orang Farisi itu melihat hal itu dan ia heran, karena Yesus tidak mencuci tangan-Nya sebelum makan. Tetapi Tuhan berkata kepadanya: "Kamu orang-orang Farisi, kamu membersihkan bagian luar dari cawan dan pinggan, tetapi bagian dalammu penuh rampasan dan kejahatan. Hai orang-orang bodoh, bukankah Dia yang menjadikan bagian luar, Dia juga yang menjadikan bagian dalam? Akan tetapi, berikanlah isinya sebagai sedekah dan sesungguhnya semuanya akan menjadi bersih bagimu” (Luk 11:37-41), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Cukup banyak orang dalam cara hidup dan cara bertindaknya lebih menekankan apa yang kelihatan di luar atau bagian luarnya dan kurang menunjukkan bagian dalamnya, atau bahkan apa yang di dalam hati, pikiran dan perasaannya disimpan rapat-rapat. Berpakaian rapi serta tampil cantik atau tampan ternyata yang bersangkutan adalah orang jahat atau tak bermoral. Sabda hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk bersih luar-dalam, dan kiranya lebih-lebih dan terutama adalah yang bagian dalam yaitu bersih hati, jiwa dan akal budinya. Kami percaya jika bagian dalam ini sungguh bersih, maka orang yang bersangkutan pasti akan memikat, mempesona dan menarik semua orang dalam keadaan atau kondisi apapun. Maka kami berharap kita semua tidak munafik dan hidup bersandiwara, melainkan hendaknya jujur terhadap diri sendiri, tidak menipu atau mengelabui diri sendiri. Hendaknya kita juga terbuka, tiada sesuatu pun yang tertutupi dalam diri kita, tentu saja tidak secara fisik, melainkan secara spiritual dimana kita dengan rendah hati berani membuka dan membagikan isi hati, jiwa dan akal budi maupun perasaan kepada orang lain. Tentu saja pertama-tama dant terutama kami mengingatkan kita semua yang setiap hari hidup bersama, entah di dalam keluarga maupun komunitas, untuk senantiasa saling terbuka satu sama lain, misalnya antar suami dan isteri, antar orangtua dan anak-anak, antar anggota komunitas dst… Semoga kita semua senantiasa menjauhkan diri dari sikap Farisi, yang menekankan apa yang kelihatan, sementara apa yang ada di dalam hati, pikiran dan jiwa, yang tidak kelihatan kurang memperoleh perhatian. Marilah kita perhatikan pendidikan moral atau budi pekerti bagi anak-anak atau peserta didik kita dengans secara inklusif melalui aneka kegiatan dan derap langkah kita.
· “Kamu lepas dari Kristus, jikalau kamu mengharapkan kebenaran oleh hukum Taurat; kamu hidup di luar kasih karunia. Sebab oleh Roh, dan karena iman, kita menantikan kebenaran yang kita harapkan. Sebab bagi orang-orang yang ada di dalam Kristus Yesus hal bersunat atau tidak bersunat tidak mempunyai sesuatu arti, hanya iman yang bekerja oleh kasih” (Gal 5:4-6). Kutipan ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk senanitiasa hidup dan bertindak dijiwai oleh iman. Maka baiklah di Tahun Iman ini kita berusaha terus menerus agar cara hidup dan cara bertindak kita dijiwai oleh iman kita, dan untuk itu sebagaimana dianjurkan kepada kita semua, marilah kita baca, renungkan dan cecap dalam-dalam apa yang tertulis di dalam Kitab Suci. “Hanya iman yang bekerja oleh kasih”, demikian peringatan Paulus. Kita semua mengaku diri sebagai umat beriman, maka baiklah hal itu tidak hanya manis di mulut dalam kata-kata saja, melainkan menjadi nyata dalam cara hidup dan cara bertindak, dalam perilaku kita sehari-hari. Salah satu wujud penghayatan iman adalah hidup saling mengasihi dengan siapapun tanpa pandang bulu, SARA, karena kasih sejati tak dapat dibatasi atau tak terbatas. Kita juga diingatkan untuk mensikapi dan menghayati aneka aturan atau tata tertib dalam dan oleh kasih, karena aneka aturan dan tata tertib dibuat dan diundangkan dalam kasih dengan tujuan membantu kita semua untuk saling mengasihi secara konkret. Maka jika ada aturan atau tata tertib yang mendorong atau menuntun orang untuk hidup saling mengasihi, hendaknya dengan tegas diluruskan atau dibetulkan. Saya percaya bahwa semua agama mengajarkan hidup saling mengasihi, maka ketika ada orang beragama cara hidup dan cara bertindaknya merusak dan mencelakakan orang lain, hemat saya yang bersangkutan sungguh munafik: mengaku beragama tetapi tidak menghayati ajaran utama atau pokok agamanya.
“Kiranya kasih setia-Mu mendatangi aku, ya TUHAN, keselamatan dari pada-Mu itu sesuai dengan janji-Mu, supaya aku dapat memberi jawab kepada orang yang mencela aku, sebab aku percaya kepada firman-Mu. Janganlah sekali-kali mencabut firman kebenaran dari mulutku, sebab aku berharap kepada hukum-hukum-Mu. Aku hendak berpegang pada Taurat-Mu senantiasa, untuk seterusnya dan selamanya.Aku hendak hidup dalam kelegaan, sebab aku mencari titah-titah-Mu”
(Mzm 119:41-45)
Selasa, 16 Oktober 2012
Romo Ignatius Sumarya, SJ