“Barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya”

“Barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya”

St Ignatius Loyola terkenal dan diakui sebagai salah satu guru rohani/spiritual dalam Gereja Katolik dengan Latihan Rohaninya. Buku Latihan Rohani merupakan hasil buah permenungan atau refleksi St.Ignatius Loyola dalam perjalanan hidup dan panggilannya bertahun-tahun dengan berinspirasi pada apa yang tertulis dalam Kitab Suci, Injil, khususnya riwayat perutusan Yesus Kristus, Penyelamat Dunia. Buku Latihan Rohani merupakan tuntutan olah rohani, agar mereka yang menjalani Latihan atau Olah Rohani tumbuh berkembang menjadi sahabat Yesus, hidup dan bertindak meneladan cara hidup dan cara bertindak Yesus Kristus, yang datang dan diutus untuk menyelamatkan seluruh dunia. Maka mereka yang telah menjalani Latihan Rohani dalam cara hidup dan cara bertindaknya dalam tugas, panggilan atau pekerjaan apapun senantiasa berusaha untuk berpartisipasi dalam karya penyelamatan dunia. Berparitisipasi dalam karya penyelamatan dunia masa kini hemat saya harus mahir dalam pembedaan roh atau spiritual discernment, maka baiklah dalam rangka mengenangkan pesta St.Ignatius Loyola hari ini kami ajak anda sekalian untuk mawas diri perihal kemahiran pembedaan roh yang oleh St. Ignatius Loyola sungguh menjadi ciri khas sahabat-sahabat Yesus Kristus.

"Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia membinasakan atau merugikan dirinya sendiri?” (Luk 9:23-25)

Mahir dalam pembedaan roh atau spiritual discernment memang ‘harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari’, alias tidak hidup dan bertindak mengikuti selera atau kehendak pribadi. Memikul salibnya setiap hari berarti setia melaksanakan tugas dan pekerjaan atau kewajiban setiap hari alias setia menghayati atau melaksanakan aneka tata tertib atau aturan yang terkait dengan tugas, panggilan dan perutusannya. Pelatihan awal agar terampil atau mahir dalam pembedaan roh adalah membiasakan diri mentaati dan melaksanakan aneka tata tertib atau aturan. Dalam hidup dan kerja kita setiap hari dimana pun dan kapan pun kiranya kita terikat oleh tata tertib atau aturan, maka kami harapkan kita tidak meremehkan aturan atau tata tertib tersebut. Hendaknya selama diperjalanan, entah sebagai pengemudi kendaraan atau pejalan kaki, mentaati dan melaksanakan aneka rambu-rambu lalu lintas, karena tertib dijalanan hemat saya merupakan cermin kwalitas bangsa.

Menyangkal diri atau ‘kehilangan nyawa karena Tuhan’ berarti mengarahkan dambaan, kerinduan atau cita-cita kepada Tuhan, dengan harapan dapat melaksanakan aneka perintah dan kehendak Tuhan dalam cara hidup dan cara bertindak setiap hari. Setiap dari kita kiranya memiliki dambaan, kerinduan atau cita-cita yang berbeda satu sama lain, demikian setiap suku dan bangsa memiliki ‘budaya’ (=cara melihat, cara merasa, cara berpikir, cara bersikap dan cara bertindak) yang berbeda satu sama lain. Marilah kita sadari dan hayati bahwa aneka perbedaan yang ada merupakan anugerah Tuhan, yang hendaknya dihayati sebagai wahana untuk saling melengkapi dan mengasihi. Hemat saya di antara perbedaan-perbedaan yang ada pasti ada kesamaan, maka baiklah dalam rangka saling mengasihi pertama-tama kita hayati apa yang sama di antara kita secara mendalam dan handal, sehingga apa yang berbeda fungsional memperteguh dan memperdalam hidup saling mengasihi.

Dengan saling menyangkal diri diharapkan dalam kebersamaan hidup dan kerja kita terjadi kesatuan hati dan budi serta jiwa. Tindakan ada kemungkinan berbeda sesuai dengan situasi dan kondisi di mana kita hidup dan bekerja, tetapi tetap dalam kesatuan hati, budi dan jiwa. Jika kita sungguh dalam kesatuan hati, jiwa dan budi maka kebersamaan hidup dan kerja kita menyelamatkan diri kita maupun mereka yang kena dampak hidup dan kinerja kita. “Ingatlah, aku menghadapkan kepadamu pada hari ini kehidupan dan keberuntungan, kematian dan kecelakaan, karena pada hari ini aku memerintahkan kepadamu untuk mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya dan berpegang pada perintah, ketetapan dan peraturan-Nya, supaya engkau hidup dan bertambah banyak dan diberkati oleh TUHAN, Allahmu, di negeri ke mana engkau masuk untuk mendudukinya” (Ul 30:15-16). Kita semua mendambakan kehidupan sejati dan keberuntungan, maka marilah kita bersama-sama, bergotong-royong ‘hidup menurut jalan yang ditunjukkan oleh Tuhan dan berpegang pada perintah, ketetapan dan peraturan-Nya’. Pada saat ini saudara-saudari kita, umat Islam, sedang menjalani puasa, ibadah guna semakin mendekatan diri pada perintah, ketetapan dan peraturan Tuhan, maka baiklah kita menyatukan diri dengan saudara-saudari kita yang sedang berpuasa, menyangkal diri dan berusaha setia pada aturan dan tata tertib hidup beriman atau beragama.

Buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu. Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya. Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh” (Gal 5:22-25)

Hidup dari dan oleh Roh Kudus , ‘dipimpin oleh Roh’, berarti dapat menemukan Tuhan dalam segala sesuatu dan menghayati segala sesuatu dalam Tuhan. Segala sesuatu yang ada di dunia ini ada karena diciptakan oleh Tuhan bekerjasama dengan orang-orang yang sungguh memper-sembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan. Tanpa Tuhan segala sesuatu di dunia ini tidak ada sebagaimana adanya saat ini. Tuhan hidup dan berkarya dalam segala sesuatu dan tentu saja terutama dalam diri manusia, yang diciptakan sesuai dengan gambar atau citraNya. Karya Tuhan dalam diri manusia menjadi nyata dalam penghayatan keutamaan-keutamaan sebagaui buah Roh, yaitu “kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemah-lembutan, penguasaan diri”.

Orang yang mahir atau terampil dalam pembedaan roh senantiasa juga hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Roh dan dengan demikian cara hidup dan cara bertindaknya dijiwai sekaligus menghasilkan keutamaan-keutamaan sebagai buah Roh tersebut di atas. Keutamaan-keutamaan tersebut di atas sungguh perlu dan dibutuhkan oleh siapapun yang mendambakan hidup selamat, damai sejahtera dan bahagia lahir-batin, jasmani-rohani, fisik-spiritual. Hemat saya kita semua mendambakan keselamatan, damai dan kebahagiaan macam itu, maka marilah kita saling membantu atau bekerja sama mengusahakan, memperdalam, memperteguh dan menyebarluaskan keutamaan-keutamaan sebagai buah Roh di atas. Mungkin baik saya angkat perihal keutamaan ‘penguasaan diri’.

Menguasai diri berarti dapat mengendalikan diri, sehingga dirinya hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak dan perintah Tuhan. Jika kita dapat mengendalikan atau menguasa diri kita, maka sikap hidup kita terhadap orang lain akan melayani, sedangkan jika kita tak dapat mengendalikan atau menguasai diri maka sikap terhadap orang lain akan menindas. Marilah kita senantiasa berusaha setia dan taat kepada perintah dan kehendak Tuhan, dan untuk itu memang harus dapat mengendalikan diri. Maka mengakhiri refleksi sederhana ini, marilah kita renungkan dan hayati doa St.Ignatius Loyola ini: “Ambillah Tuhan, dan terimalah seluruh kemerdekaanku, ingatanku, pikiranku dan segenap kehendakku, segala kepunyaan dan milikku. Engkaulah yang memberikan, pada-Mu Tuhan kukembalikan. Semuanya milik-Mu, pergunakanlah sekehendakMu. Berilah aku cinta dan rahmat-Mu, cukup itu bagiku” (St.Ignatius Loyola, LR no 234)

“Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh,tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil.Bukan demikian orang fasik: mereka seperti sekam yang ditiupkan angin.” (Mzm 1:1-4)



Selasa, 31 Juli 2012


Romo Ignatius Sumarya, SJ