“Ia dapat melihat segala sesuatu dengan jelas” (Yak 1:19-27; Mzm 15; Mrk 8:22-26)


“Kemudian tibalah Yesus dan murid-murid-Nya di Betsaida. Di situ orang membawa kepada Yesus seorang buta dan mereka memohon kepada-Nya, supaya Ia menjamah dia. Yesus memegang tangan orang buta itu dan membawa dia ke luar kampung. Lalu Ia meludahi mata orang itu dan meletakkan tangan-Nya atasnya, dan bertanya: "Sudahkah kaulihat sesuatu?" Orang itu memandang ke depan, lalu berkata: "Aku melihat orang, sebab melihat mereka berjalan-jalan, tetapi tampaknya seperti pohon-pohon." Yesus meletakkan lagi tangan-Nya pada mata orang itu, maka orang itu sungguh-sungguh melihat dan telah sembuh, sehingga ia dapat melihat segala sesuatu dengan jelas. Sesudah itu Yesus menyuruh dia pulang ke rumahnya dan berkata: "Jangan masuk ke kampung!” (Mrk 8:22-26), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Mata atau penglihatan merupakan salah satu indera dari pancaindera yang vital disamping indera pendengaran atau telinga. Orang yang buta matanya tak mampu melihat dan menikmati keindahan ciptaan Allah di dunia ini, entah itu manusia, binatang atau tanaman. Maka sungguh berbahagialah siapapun yang memiliki mata yang masih sehat alias tidak buta, demikian pula si buta yang disembuhkan oleh Yesus sehingga dapat melihat segala sesuatu dengan jelas. Kami percaya bahwa hampir kita semua memiliki penglihatan yang baik, meskipun di antara kita juga telah dibantu dengan kacamata agar dapat melihat segala sesuatu dengan jelas. Maka marilah kita hayati perintah Yesus kepada si buta yang telah disembuhkan dari kebutaannya, yaitu ‘pulang ke rumah kita masing-masing’, artinya marilah kita lihat dan cermati dengan tekun dan teliti apa-apa yang ada di ‘rumah’ kita atau lingkungan hidup dan kerja kita masing-masing. Karena kita orang beriman maka marilah kita lihat segala sesuatu dengan katamata iman, artinya melihat bersama dan bersatu dengan Tuhan. Dengan melihat melalui kacamata iman diharapkan kita akan melihat segala sesuatu dengan jelas serta akan lebih melihat karya Tuhan dalam ciptaan-ciptaan-Nya alias lebih melihat apa-apa yang baik, indah, mulia dan luhur di lingkungan hidup dan kerja kita masing-masing. Percayalah jika kita dapat melihat dengan cara demikian itu, maka segala sesuatu sungguh indah, menarik dan mempesona, dan sekiranya ada sesuatu yang tidak indah dan baik, maka akan menarik dan mempesona bagi kita untuk memperbaiki dan membuatnya indah. Melihat bersama dan bersatu dengan Tuhan berarti ketika melihat ada yang tidak beres segera dibereskan, apa yang tidak baik segera diperbaiki, dst..

· “Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah; sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah. Sebab itu buanglah segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu dan terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu. Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri. Sebab jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah seumpama seorang yang sedang mengamat-amati mukanya yang sebenarnya di depan cermin.” (Yak 1:19-23). Apa yang dikatakan oleh Yakobus di atas ini kiranya sungguh merupakan perintah moral yang sangat jelas, dan kita dipanggil untuk melaksanakan atau menghayatinya. ‘Mendengarkan dan melaksanakan firman atau sabda Tuhan”, itulah yang hendaknya kita hayati atau laksanakan dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari dimana pun dan kapan pun. Keunggulan hidup orang beriman adalah dalam pelaksanaan atau penghayatan. Firman atau sabda Tuhan antara lain telah diterjemahkan atau dibahasakan ke dalam aneka tata tertib hidup dan kerja bersama yang terkait dengan hidup, painggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing. Baiklah tata tertib tersebut kita laksanakan atau hayati dengan sepenuh hati, jang hanya dihafalkan saja, karena ada hubungan timbal balik antara beriman dan pelaksanaan atau penghayatan tata tertib; beriman dan penghayatan tata tertib bagaikan mata uang bermuka dua, dapat dibedakan namun tak dapat dipisahkan. Orang yang setia melaksanakan atau menghayati tata tertib akan semakin mendalam dalam iman, sebaliknya orang beriman senantiasa tergerak dan termotivasi untuk melaksanakan atau menghayati aneka tata tertib. Kami berharap anak-anak di dalam keluarga sedini mungkin dibiasakan dan dididik untuk menjadi unggul dalam penghayatan iman atau aneka ajaran dan tata tertib yang terkait.

“TUHAN, siapa yang boleh menumpang dalam kemah-Mu? Siapa yang boleh diam di gunung-Mu yang kudus? Yaitu dia yang berlaku tidak bercela, yang melakukan apa yang adil dan yang mengatakan kebenaran dengan segenap hatinya, yang tidak menyebarkan fitnah dengan lidahnya, yang tidak berbuat jahat terhadap temannya dan yang tidak menimpakan cela kepada tetangganya; yang memandang hina orang yang tersingkir, tetapi memuliakan orang yang takut akan TUHAN; yang berpegang pada sumpah, walaupun rugi; yang tidak meminjamkan uangnya dengan makan riba dan tidak menerima suap melawan orang yang tak bersalah. Siapa yang berlaku demikian, tidak akan goyah selama-lamanya.” (Mzm 15)

Rabu, 15 Februari 2012

Romo Ignatius Sumarya, SJ