“Kemudian dari pada itu Tuhan menunjuk tujuh puluh murid yang lain, lalu mengutus mereka berdua-dua mendahului-Nya ke setiap kota dan tempat yang hendak dikunjungi-Nya. Kata-Nya kepada mereka: "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada Tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu. Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala. Janganlah membawa pundi-pundi atau bekal atau kasut, dan janganlah memberi salam kepada siapa pun selama dalam perjalanan. Kalau kamu memasuki suatu rumah, katakanlah lebih dahulu: Damai sejahtera bagi rumah ini. Dan jikalau di situ ada orang yang layak menerima damai sejahtera, maka salammu itu akan tinggal atasnya. Tetapi jika tidak, salammu itu kembali kepadamu. Tinggallah dalam rumah itu, makan dan minumlah apa yang diberikan orang kepadamu, sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya. Janganlah berpindah-pindah rumah.Dan jikalau kamu masuk ke dalam sebuah kota dan kamu diterima di situ, makanlah apa yang dihidangkan kepadamu, dan sembuhkanlah orang-orang sakit yang ada di situ dan katakanlah kepada mereka: Kerajaan Allah sudah dekat padamu.” (Luk 10:1-9), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Sirilus, pertapa, dan St.Metodeus, uskup, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Melaksanakan tugas pengutusan untuk mewartakan Kerajaan Allah atau Allah yang Meraja memang cukup berat dan sarat dengan tantangan, hambatan maupun masalah, maka tak mungkin dilaksanakan sendirian saja. Tugas pengutusan tersebut harus kita laksanakan bersama-sama, saling membantu satu sama lain alias harus bergotong-royong. Dua santo yang kita kenangkan hari ini berbeda satu sama lain dalam tugas pekerjaan mereka serta kita kenangkan bersama-sama; dengan kata lain dalam rangka mengenangkan dua santo hari ini kita diingatkan pentingnya kerjasama dalam hidup, panggilan dan tugas pengutusan. Kerjasama itu sungguh kita butuhkan karena kita berbeda satu sama lain. Pertama-tama marilah kita ingat, sadari dan hayati bahwa masing-masing dari kita adalah buah kerjasama bapak-ibu kita masing-masing bersama dengan Tuhan. Karena kita adalah buah kerjasama, maka hanya akan tumbuh berkembang dengan baik, serta kemudian dapat melaksanakan tugas pekerjaan maupun menghayati panggilan, jika kita bekerjasama. Untuk dapat bekerjasama dengan baik hemat kami kita harus bersikap rendah hati, terbuka dan rela berkorban. Pengorbanan kita wujudkan dengan mengerahkan kemampuan, bakat, keterampilan bagi saudara-saudari kita, sedangkan rendah hati berarti kita terbuka atas kebaikan dan sumbangan saudara-saudari kita. Dengan demikian kita akan saling belajar dan mengajar, saling memberi dan menerima, sehingga kita semakin diperkaya satu sama lain.
Dalam kerjasama hendaknya masing-masing menyadari dan menghayati fungsinya sendiri, dan dengan sungguh-sungguh berfungsi ketika dibutuhkan; selain itu hendaknya kita juga peka terhadap yang lain, lebih-lebih mereka yang membutuhkan bantuan kita.
· “ Aku telah menentukan engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, supaya engkau membawa keselamatan sampai ke ujung bumi." (Kis 13:47), demikian pesan atau sabda Tuhan kepada Paulus, yang selayaknya kita hayati juga sebagai pesan kepada kita semua umat beriman. Kita semua dipanggil untuk menjadi ‘terang’ bagi saudara-saudari kita, semua bangsa di dunia. Kehadiran, sepak terjang, cara hidup dan cara bertindak kita dimana pun dan kapan pun diharapkan menjadi ‘terang’ bagi siapapun, artinya dapat menjadi fasilitator bagi orang lain dalam rangka melaksanakan tugas pengutusan atau menghayati panggilan. Memang untuk itu kita sendiri diharapkan senantiasa berada di dalam ‘terang’ alias berjalan dalam kehendak Tuhan. Secara konkret hal itu berarti kita setia pada panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing: sebagai imam, bruder, suster atau suami-isteri yang baik serta layak menjadi teladan atau inspirator bagi rekan-rekan sepanggilan dan setugas pengutusan. Fungsi menjadi ‘terang’ secara khusus kiranya perlu dihayati oleh mereka yang menjadi pemimpin, guru/pendidik atau siapapun yang berpengaruh bagi kehidupan dan kerja bersama. Cara hidup dan cara bertindak mereka hendaknya menjadi ‘terang’ bagi orang lain: bawahan, peserta didik dst.. Tentu saja kita semua umat beriman dipanggil untuk saling menerangi satu samaa lain, maka baiklah ketika kita melihat sahrudara-saudari kita yang berada di dalam kegelapan alias sedang bingung, frustrasi atau tertekan, hendaknya segera didatangi dan ditolong, jangan dibiarkan saja.
“Aku mengasihi TUHAN, sebab Ia mendengarkan suaraku dan permohonanku. Sebab Ia menyendengkan telinga-Nya kepadaku, maka seumur hidupku aku akan berseru kepada-Nya.” (Mzm 116:1-2)
Selasa, 14 Februari 2012
Romo Ignatius Sumarya, SJ
Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Sirilus, pertapa, dan St.Metodeus, uskup, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Melaksanakan tugas pengutusan untuk mewartakan Kerajaan Allah atau Allah yang Meraja memang cukup berat dan sarat dengan tantangan, hambatan maupun masalah, maka tak mungkin dilaksanakan sendirian saja. Tugas pengutusan tersebut harus kita laksanakan bersama-sama, saling membantu satu sama lain alias harus bergotong-royong. Dua santo yang kita kenangkan hari ini berbeda satu sama lain dalam tugas pekerjaan mereka serta kita kenangkan bersama-sama; dengan kata lain dalam rangka mengenangkan dua santo hari ini kita diingatkan pentingnya kerjasama dalam hidup, panggilan dan tugas pengutusan. Kerjasama itu sungguh kita butuhkan karena kita berbeda satu sama lain. Pertama-tama marilah kita ingat, sadari dan hayati bahwa masing-masing dari kita adalah buah kerjasama bapak-ibu kita masing-masing bersama dengan Tuhan. Karena kita adalah buah kerjasama, maka hanya akan tumbuh berkembang dengan baik, serta kemudian dapat melaksanakan tugas pekerjaan maupun menghayati panggilan, jika kita bekerjasama. Untuk dapat bekerjasama dengan baik hemat kami kita harus bersikap rendah hati, terbuka dan rela berkorban. Pengorbanan kita wujudkan dengan mengerahkan kemampuan, bakat, keterampilan bagi saudara-saudari kita, sedangkan rendah hati berarti kita terbuka atas kebaikan dan sumbangan saudara-saudari kita. Dengan demikian kita akan saling belajar dan mengajar, saling memberi dan menerima, sehingga kita semakin diperkaya satu sama lain.
Dalam kerjasama hendaknya masing-masing menyadari dan menghayati fungsinya sendiri, dan dengan sungguh-sungguh berfungsi ketika dibutuhkan; selain itu hendaknya kita juga peka terhadap yang lain, lebih-lebih mereka yang membutuhkan bantuan kita.
· “ Aku telah menentukan engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, supaya engkau membawa keselamatan sampai ke ujung bumi." (Kis 13:47), demikian pesan atau sabda Tuhan kepada Paulus, yang selayaknya kita hayati juga sebagai pesan kepada kita semua umat beriman. Kita semua dipanggil untuk menjadi ‘terang’ bagi saudara-saudari kita, semua bangsa di dunia. Kehadiran, sepak terjang, cara hidup dan cara bertindak kita dimana pun dan kapan pun diharapkan menjadi ‘terang’ bagi siapapun, artinya dapat menjadi fasilitator bagi orang lain dalam rangka melaksanakan tugas pengutusan atau menghayati panggilan. Memang untuk itu kita sendiri diharapkan senantiasa berada di dalam ‘terang’ alias berjalan dalam kehendak Tuhan. Secara konkret hal itu berarti kita setia pada panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing: sebagai imam, bruder, suster atau suami-isteri yang baik serta layak menjadi teladan atau inspirator bagi rekan-rekan sepanggilan dan setugas pengutusan. Fungsi menjadi ‘terang’ secara khusus kiranya perlu dihayati oleh mereka yang menjadi pemimpin, guru/pendidik atau siapapun yang berpengaruh bagi kehidupan dan kerja bersama. Cara hidup dan cara bertindak mereka hendaknya menjadi ‘terang’ bagi orang lain: bawahan, peserta didik dst.. Tentu saja kita semua umat beriman dipanggil untuk saling menerangi satu samaa lain, maka baiklah ketika kita melihat sahrudara-saudari kita yang berada di dalam kegelapan alias sedang bingung, frustrasi atau tertekan, hendaknya segera didatangi dan ditolong, jangan dibiarkan saja.
“Aku mengasihi TUHAN, sebab Ia mendengarkan suaraku dan permohonanku. Sebab Ia menyendengkan telinga-Nya kepadaku, maka seumur hidupku aku akan berseru kepada-Nya.” (Mzm 116:1-2)
Selasa, 14 Februari 2012
Romo Ignatius Sumarya, SJ