“Maka tampaklah kepada Zakharia seorang malaikat Tuhan berdiri di sebelah kanan mezbah pembakaran ukupan. Melihat hal itu ia terkejut dan menjadi takut. Tetapi malaikat itu berkata kepadanya: "Jangan takut, hai Zakharia, sebab doamu telah dikabulkan dan Elisabet, isterimu, akan melahirkan seorang anak laki-laki bagimu dan haruslah engkau menamai dia Yohanes. Engkau akan bersukacita dan bergembira, bahkan banyak orang akan bersukacita atas kelahirannya itu. Sebab ia akan besar di hadapan Tuhan dan ia tidak akan minum anggur atau minuman keras dan ia akan penuh dengan Roh Kudus mulai dari rahim ibunya; ia akan membuat banyak orang Israel berbalik kepada Tuhan, Allah mereka, dan ia akan berjalan mendahului Tuhan dalam roh dan kuasa Elia untuk membuat hati bapa-bapa berbalik kepada anak-anaknya dan hati orang-orang durhaka kepada pikiran orang-orang benar dan dengan demikian menyiapkan bagi Tuhan suatu umat yang layak bagi-Nya." Lalu kata Zakharia kepada malaikat itu: "Bagaimanakah aku tahu, bahwa hal ini akan terjadi? Sebab aku sudah tua dan isteriku sudah lanjut umurnya." Jawab malaikat itu kepadanya: "Akulah Gabriel yang melayani Allah dan aku telah diutus untuk berbicara dengan engkau dan untuk menyampaikan kabar baik ini kepadamu. Sesungguhnya engkau akan menjadi bisu dan tidak dapat berkata-kata sampai kepada hari, di mana semuanya ini terjadi, karena engkau tidak percaya akan perkataanku yang akan nyata kebenarannya pada waktunya." Sementara itu orang banyak menanti-nantikan Zakharia. Mereka menjadi heran, bahwa ia begitu lama berada dalam Bait Suci. Ketika ia keluar, ia tidak dapat berkata-kata kepada mereka dan mengertilah mereka, bahwa ia telah melihat suatu penglihatan di dalam Bait Suci. Lalu ia memberi isyarat kepada mereka, sebab ia tetap bisu. Ketika selesai jangka waktu tugas jabatannya, ia pulang ke rumah. Beberapa lama kemudian Elisabet, isterinya, mengandung dan selama lima bulan ia tidak menampakkan diri, katanya:"Inilah suatu perbuatan Tuhan bagiku, dan sekarang Ia berkenan menghapuskan aibku di depan orang." (Luk 1:11-25), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Pada hari ini kita diingatkan akan anugerah agung Allah kepada hambanya yang taat dan setia pada iman serta senantiasa berbakti kepada Allah kapan pun dan dimana pun. Elisabeth, isteri Zakharia, yang telah lansia mengandung dan akan melahirkan anaknya. Saya percaya suami-isteri yang telah lama menikah dan tidak dianugerahi anak pasti akan merasa aib atau rendah diri, namun ketika pada suatu saat dianugerahi anak pasti akan berkata seperti Elisabeth “Inilah suatu perbuatan Tuhan bagiku, dan sekarang Ia berkenan menghapuskan aibku di depan orang”. Anak adalah anugerah Tuhan Allah, itulah kebenaran iman yang harus kita hayati dan sebarluaskan. Jika anak adalah anugerah Tuhan Allah, maka selayaknya anak-anak dididik dan dibesarkan sesuai dengan kehendak dan perintah Tuhan Allah, dan tentu saja pertama-tama orangtua/bapak-ibu harus hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak dan perintah Allah seperti Zakharia dan Elisabeth. Menghayati anak sebagai anugerah Allah berarti juga menghayati diri sebagai anugerah Allah karena juga pernah menjadi anak, dengan kata lain kita semua diharapkan dan dipanggil untuk menghayati diri sebagai anugerah Allah, dan dengan demikian senantiasa hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Allah serta menghayati semua yang ada pada diri kita, entah kecantikan/ketampanan, kesehatan, kepandaian/kecerdasan, kekayaan dan umur panjang sebagai buah perbuatan Tuhan Allah bagiku.
· “Lalu perempuan itu melahirkan seorang anak laki-laki dan memberi nama Simson kepadanya. Anak itu menjadi besar dan TUHAN memberkati dia. Mulailah hatinya digerakkan oleh Roh TUHAN di Mahane” (Hak 13:24-25a), demikian kutipan perihal kelahiran Simson, anugerah Allah, sehingga ketika telah dilahirkan “hatinya digerakkan oleh Roh Tuhan”. Sebagai orang yang beriman, secara khusus yang beriman kepada Yesus Kristus, hendaknya hati kita juga digerakkan oleh Roh Tuhan, tidak hanya mengikuti keingingan atau kerinduan hati pribadi, sehingga cara hidup dan cara bertindak kita akan menghasilkan buah Roh seperti “kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri” (Gal 5:22-23). Ingatlah dan sadari bahwa yang kita sambut kedatanganNya adalah pembawa sukacita dan damai sejahtera, maka selayaknya kita yang menantikan kedatanganNya juga berusaha untuk senantiasa hidup dalam sukacita dan damai sejahtera. Hidup dalam sukacita dan damai sejahtera berarti senantiasa ceria, gembira, dinamis, penuh harapan dalam menghadapi segala sesuatu yang sedang atau akan terjadi. Jika kita dengan demikian itu menghadapi segala sesuatu yang mendatangi kita, maka kita akan mampu mengerjakan dan menghayati dengan baik dan sukses, dan dengan demikian kita juga akan semakin bersukacita dan damai sejahtera. Sukacita dan damai sejahtera menjadi dambaan atau kerinduan semua umat manusia di bumi ini, maka hendaknya kita bersama-sama mengusahakan, memperdalam dan menghayatinya, sehingga damai sejahtera dan sukacita sungguh menjadi nyata di bumi.
“Aku datang dengan keperkasaan-keperkasaan Tuhan ALLAH, hendak memasyhurkan hanya keadilan-Mu saja! Ya Allah, Engkau telah mengajar aku sejak kecilku, dan sampai sekarang aku memberitakan perbuatan-Mu yang ajaib” (Mzm 71:16-17)
Ign 19 Desember 2011
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Pada hari ini kita diingatkan akan anugerah agung Allah kepada hambanya yang taat dan setia pada iman serta senantiasa berbakti kepada Allah kapan pun dan dimana pun. Elisabeth, isteri Zakharia, yang telah lansia mengandung dan akan melahirkan anaknya. Saya percaya suami-isteri yang telah lama menikah dan tidak dianugerahi anak pasti akan merasa aib atau rendah diri, namun ketika pada suatu saat dianugerahi anak pasti akan berkata seperti Elisabeth “Inilah suatu perbuatan Tuhan bagiku, dan sekarang Ia berkenan menghapuskan aibku di depan orang”. Anak adalah anugerah Tuhan Allah, itulah kebenaran iman yang harus kita hayati dan sebarluaskan. Jika anak adalah anugerah Tuhan Allah, maka selayaknya anak-anak dididik dan dibesarkan sesuai dengan kehendak dan perintah Tuhan Allah, dan tentu saja pertama-tama orangtua/bapak-ibu harus hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak dan perintah Allah seperti Zakharia dan Elisabeth. Menghayati anak sebagai anugerah Allah berarti juga menghayati diri sebagai anugerah Allah karena juga pernah menjadi anak, dengan kata lain kita semua diharapkan dan dipanggil untuk menghayati diri sebagai anugerah Allah, dan dengan demikian senantiasa hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Allah serta menghayati semua yang ada pada diri kita, entah kecantikan/ketampanan, kesehatan, kepandaian/kecerdasan, kekayaan dan umur panjang sebagai buah perbuatan Tuhan Allah bagiku.
· “Lalu perempuan itu melahirkan seorang anak laki-laki dan memberi nama Simson kepadanya. Anak itu menjadi besar dan TUHAN memberkati dia. Mulailah hatinya digerakkan oleh Roh TUHAN di Mahane” (Hak 13:24-25a), demikian kutipan perihal kelahiran Simson, anugerah Allah, sehingga ketika telah dilahirkan “hatinya digerakkan oleh Roh Tuhan”. Sebagai orang yang beriman, secara khusus yang beriman kepada Yesus Kristus, hendaknya hati kita juga digerakkan oleh Roh Tuhan, tidak hanya mengikuti keingingan atau kerinduan hati pribadi, sehingga cara hidup dan cara bertindak kita akan menghasilkan buah Roh seperti “kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri” (Gal 5:22-23). Ingatlah dan sadari bahwa yang kita sambut kedatanganNya adalah pembawa sukacita dan damai sejahtera, maka selayaknya kita yang menantikan kedatanganNya juga berusaha untuk senantiasa hidup dalam sukacita dan damai sejahtera. Hidup dalam sukacita dan damai sejahtera berarti senantiasa ceria, gembira, dinamis, penuh harapan dalam menghadapi segala sesuatu yang sedang atau akan terjadi. Jika kita dengan demikian itu menghadapi segala sesuatu yang mendatangi kita, maka kita akan mampu mengerjakan dan menghayati dengan baik dan sukses, dan dengan demikian kita juga akan semakin bersukacita dan damai sejahtera. Sukacita dan damai sejahtera menjadi dambaan atau kerinduan semua umat manusia di bumi ini, maka hendaknya kita bersama-sama mengusahakan, memperdalam dan menghayatinya, sehingga damai sejahtera dan sukacita sungguh menjadi nyata di bumi.
“Aku datang dengan keperkasaan-keperkasaan Tuhan ALLAH, hendak memasyhurkan hanya keadilan-Mu saja! Ya Allah, Engkau telah mengajar aku sejak kecilku, dan sampai sekarang aku memberitakan perbuatan-Mu yang ajaib” (Mzm 71:16-17)
Ign 19 Desember 2011