"Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu”
Allah adalah Mahasetia, maka apapun yang pernah dijanjikan-Nya pasti akan menjadi nyata atau terwujud. Memang janji Allah akan menjadi nyata atau terwujud butuh kerjasama manusia untuk mewujudkannya, dengan kata lain butuh kesanggupan total manusia agar janji menjadi nyata. Dalam Minggu Adven IV atau terakhir menjelang Hari Raya Kelahiran Penyelamat Dunia ini, kepada kita ditampilkan tokoh Maria, teladan umat beriman, yang menerima tugas atau panggilan untuk mengandung dan melahirkan Penyelamat Dunia, Allah yang menjadi manusia seperti kita kecuali dalam hal dosa. Maria adalah seorang perawan dan akan mengandung serta melahirkan anak, padahal belum bersuami. Anda rekan remaja putri kiranya dapat membayangkan bagaimana jika anda belum bersuami atau belum menikah tiba-tiba diketahui hamil, dan tidak diketahui siapa sebenarnya yang menghamili. Bukankah anda akan dicibir, direndahkan dan ada kemungkinan disingkirkan alias harus menanggung malu dengan penuh derita dan sengsara? Perasaan macam itu kiranya juga dialami Maria ketika diberi tahu bahwa ia akan mengandung karena Roh Kudus dan melahirkan anak. Namu karena hal itu merupakan panggilan Allah, maka Maria pasrah dan taat, serta menanggapi tawaran atau panggilan Allah dengan berkata “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk 1:38). Marilah kita yang beriman kepada Bunda Maria mawas diri: sejauh mana kita juga memiliki kesiap-siagaan menyambut kehahiran Penyelamat Dunia atau merayakan Natal dengan benar?
"Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk 1:38)
“Hamba Tuhan” berarti menjadi pelayan atau pesuruh Tuhan, dan karena Tuhan Maha Segalanya maka apa yang diperintahkan atau disabdakan oleh Tuhan mau tak mau harus melaksanakannya, tak kuasa menolak atau menyingkirinya. Sebagai orang beriman kiranya kita juga memiliki panggilan untuk menjadi hamba-hamba Tuhan, yang senantiasa dalam keadaan siap-siaga untuk melaksanakan semua perintah atau sabda Tuhan dalam keadaan atau kondisi apapun, dimana pun dan kapan pun. Menjadi hamba Tuhan juga berarti senantiasa ‘membahagiakan Tuhan’, dan dengan demikian secara otomatis juga membahagiakan saudara-saudarinya melalui cara hidup dan cara bertindaknya.
Pesta Natal yang akan segera kita rayakan juga merupakan pesta kebahagiaan, bahagia karena kelahiran Penyelamat Dunia, Pembawa Damai Sejahtera. Maka marilah di hari-hari menjelang Pesta Natal ini kita mempersiapkan diri dengan mawas diri: apakah kita senantiasa berusaha membahagiakan saudara-saudari kita sehingga di Pesta Natal nanti kita saling membahagiakan. “Jadilah padaku menurut perkataanmu itu”, demikian pernyataan lebih lanjut dari Maria setelah ia menjatakan diri sebagai hamba Tuhan. Beranikah kita juga berkata seperti Maria ini, dan tentu saja tidak hanya para sabda Tuhan, tetapi juga melalui kepanjangan sabda seperti kehendak baik, saran dan nasihat baik dari saudara-saudari kita?
Kami percaya kebanyakan orang berkehendak baik, dan karena keterbatasan maupun kelemahannya kehendak baik tersebut dapat sedikit berbeda atau berlainan satu sama lain, dan mungkin juga tidak sesuai dengan kehendak baik kita. Namun marilah kita sadari dan hayati bahwa kehendak baik kita juga terbatas dan belum tentu sesuai dengan kehendak Tuhan. Dengan kata lain marilah dengan berpkiran positif kita saling membuka diri terhadap kehendak kita, sehingga tiada permusuhan atau perseteruan di antara kita, melainkan semakin terjadi persaudaraan atau persahabatan sejati di antara kita. Marilah kita sadari dan hayati bahwa panggilan Tuhan melalui malaikat-Nya kepada Maria untuk mengandung dan melahirkan Penyelamat Dunia juga merupakan ‘empati’ atau panggilan persaudaraan dari Tuhan kepada umat manusia. Dengan belaskasih dan kemurahan-Nya Tuhan menjadikan kita orang-orang berdosa, yang melawan sabda atau perintah Tuhan, saudara-saudari-Nya. Kita tanggapi belaskasih dan kemurahanNya dengan menyalurkan belas kasih dan kemurahan Tuhan kepada saudara-saudari kita, dan dengan demikian kita saling berbelas kasih dan bermurah hati, artinya kita memperhatikan siapapun tanpa pandang bulu, SARA, usia, pengalaman, jabatan dst…
“Bagi Dia, yang berkuasa menguatkan kamu, -- menurut Injil yang kumasyhurkan dan pemberitaan tentang Yesus Kristus, sesuai dengan pernyataan rahasia, yang didiamkan berabad-abad lamanya, tetapi yang sekarang telah dinyatakan dan yang menurut perintah Allah yang abadi, telah diberitakan oleh kitab-kitab para nabi kepada segala bangsa untuk membimbing mereka kepada ketaatan iman -- bagi Dia, satu-satunya Allah yang penuh hikmat, oleh Yesus Kristus: segala kemuliaan sampai selama-lamanya! Amin.” (Rm 16:25-27)
Kutipan di atas ini merupakan kata-kata terakhir surat Paulus kepada umat di Roma. “Menurut perintah Allah yang abadi, telah diberitakan oleh kitab-kitab para nabi kepada segala bangsa untuk membimbing mereka kepada ketaatan iman”, kutipan inilah yang kiranya baik kita renungkan atau refleksikan bersama di hari-hari terakhir menjelang Pesta Natal yang akan segera datang. Kami percaya kita semua telah mendengarkan dan mungkin juga merefleksikan dan merenungkan apa yang tertulis di dalam kitab-kitab para nabi, entah secara pribadi maupun bersama dalam ibadat atau doa bersama. Apakah dengan itu semua kita semakin taat pada iman kita, artinya hidup dan bertindak dijiwai oleh iman kita kapan pun dan dimana pun?
Kita akan menyambut kedatangan Allah menjadi Manusia, Yesus Kritus, yang taat untuk mewujudkan janji Allah untuk menyelamatkan seluruh dunia. Maka baiklah kita mempersiapkan diri dengan mawas diri: sejauh mana kita taat pada iman kita. Hidup dan bertindak dijiwai oleh iman akan mulia kini dan selamanya, meskipun harus menghadapi aneka tantangan, hambatan dan masalah. Marilah kita dengan semangat iman hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sebagaimana sering dicanangkan sebagai visi-misi aneka LSM Kristiani dalam anggaran dasarnya. Maka pertama-tama dan terutama kami mengajak dan mengingatkan para pemimpin atau pengurus aneka lembaga atau gerakan untuk dapat menjadi teladan dalam cara hidup dan cara bertindak yang dijiwai oleh iman.
Hidup dan bertindak dijiwai oleh iman merupakan salah satu bentuk penghayatan rahmat kenabian yang dianugerahkan kepada kita semua umat beriman. Menghayati rahmat kenabian berarti senantiasa menjadi saksi dan menyebarluaskan kebenaran-kebenaran serta dengan berani dan gigih, tanpa takut dan tanpa gentar menghadapi dan memberantas aneka kebohongan, yang masih marak pada masa kini. Maka menghayati rahmat kenabian harus hidup dan bertindak jujur. “Jujur adalah sikap dan perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat curang, berkata-kata apa adanya dan berani mengakui kesalahan serta rela berkorban untuk kebenaran” (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997 hal 17). Hidup jujur memang akan hancur untuk sementara, tetapi akan mulia dan bahagia selamanya. Marilah kita biasakan dan didik anak-anak kita untuk hidup dan bertindak jujur kapan pun dan dimana pun.
“Aku hendak menyanyikan kasih setia TUHAN selama-lamanya, hendak memperkenalkan kesetiaan-Mu dengan mulutku turun-temurun. Sebab kasih setia-Mu dibangun untuk selama-lamanya; kesetiaan-Mu tegak seperti langit. Engkau telah berkata: "Telah Kuikat perjanjian dengan orang pilihan-Ku, Aku telah bersumpah kepada Daud, hamba-Ku: Untuk selama-lamanya Aku hendak menegakkan anak cucumu, dan membangun takhtamu turun-temurun." (Mzm 89:2-5)
Minggu, 18 Desember 2011
Romo Ignatius Sumarya, SJ