Menggali Makna Bagian-bagian Misa: Percampuran Air dan Anggur; Pendupaan Saat Persiapan Persembahan (Edisi 12)

Pencampuran Air dan Anggur



Pada saat misa, imam menuangkan anggur ke dalam piala. Setelah menuangkan anggur, imam menuangkan sedikit air ke dalam piala. Sambil menuangkan air, imam berkata dalam hati atau suara lembut: “Sebagaimana dilambangkan oleh pencampuran air dan anggur ini, semoga kami boleh mengambil bagian dalam keallahan Kristus, yang telah berkenan menjadi manusia seperti kami”.

Pencampuran air dan anggur sebenarnya merupakan kebiasaan jaman dulu agar anggur tidak terlalu pekat. Dari kebiasaan ini, tradisi kristiani menafsirkan pencampuran air dan anggur memiliki makna teologis: (1) pencampuran air dan anggur melambangkan air dan darah yang mengalir dari lambung Kristus; (2) air dan anggur melambangkan keilahian dan kemanusiaan. Pencampuran anggur dan air mengungkapkan peristiwa Sang Putra menjadi manusia; yakni Yesus Kristus, dan partisipasi kita dalam keilahian Kristus. Makna partisipasi kita dalam keilahian Kristus sejalan dengan 2 Petrus 1:4: Dengan jalan itu Ia telah menganugerahkan kepada kita janji-janji yang berharga dan yang sangat besar, supaya olehnya kamu boleh mengambil bagian dalam kodrat ilahi, dan luput dari hawa nafsu duniawi yang membinasakan dunia; (3) pencampuran air dan anggur juga mengungkapkan makna kesatuan tak terpisahkan antara Kristus dan kita.


Pendupaan Saat Persiapan Persembahan

Pada hari-hari besar seperti Paskah, Natal, hari-hari raya Gereja, diadakan pendupaan atas bahan-bahan persembahan. Dalam liturgi Gereja, pendupaan melambangkan penghormatan, pemberkatan dan pengudusan. Pendupaan atas bahan-bahan persembahan melambangkan “persembahan dan doa Gereja yang naik ke hadirat Allah seperti kepulan asap dupa”.

Imam juga mendupai salib dan altar selain mendupai bahan-bahan persembahan. Setelah selesai mendupai bahan-bahan persembahan, salib, dan altar, imam juga didupai. Pendupaan kepada imam ini karena pelayanan kudus yang ia sandang; yakni martabatnya sebagai in persona Christi dan pelayan Gereja. Umat juga didupai karena martabat luhurnya yang diperoleh melalui pembaptisan. Sebelum dan sesudah pendupaan, imam atau misdinar yang mendupai selalu membungkuk khidmat ke arah barang atau orang yang didupai. Hanya saja saat mendupai altar dan bahan persembahan, imam tidak perlu membungkuk hormat terlebih dahulu. [Fr. A. Pramono].

Sumber:
Martasudjita, E. Pr., Ekaristi: Tinjauan Teologis, Liturgis, dan Pastoral, Yogyakarta: Kanisius 2005.
Fr. Antonius Pramono, www.reginacaeli.org

Sabtu-Minggu, 27-28 Februari 2010 Hari Minggu Prapaskah II/C


BACAAN PERTAMA: Kej 15:5-12.17-18
MAZMUR TANGGAPAN: Mzm 27:1.7-9abc.13-14
BACAAN KEDUA: Flp 3:17 – 4:1; (Flp 3:20 – 4:1)
INJIL: Luk 9:28b-36.


SIAPAKAH YESUS ITU?

Rekan-rekan sekalian!

Luk 9:28b-36 menceritakan bagaimana Petrus, Yakobus dan Yohanes mengalami penampakan kemuliaan Yesus di atas gunung. Peristiwa ini juga diceritakan dalam Mat 17:1-9 dan Mrk 9:2-10 dengan penekanan yang berbeda-beda. Ketiga Injil itu sama-sama mengatakan bahwa ketiga murid itu diajak naik ke gunung, tetapi hanya Lukaslah yang menambahkan "untuk berdoa". Kemudian diceritakan bagaimana wajah dan pakaian Yesus menampakkan kemuliaannya. Saat itu juga tampillah Musa dan Elia. Dari situ pokok perhatian Injil Markus dan Matius beralih kepada Petrus serta tawarannya untuk mendirikan tiga kemah. Injil Lukas menampilkan beberapa hal khusus (Luk 9:31-33a; akan dibicarakan di bawah) sebelum menceritakan tawaran Petrus. Sesudah usulan Petrus muncullah awan dan suara yang terdengar dari dalam awan itu. Di sini hanya Matius sajalah yang menyebutkan murid-murid itu tersungkur ketakutan tetapi Yesus datang menyentuh mereka agar tidak takut (Mat 17:6-7). Seterusnya ketiga Injil mengutarakan bahwa mereka hanya melihat Yesus sendirian saja. Dan peristiwa itu berakhir di situ. Injil Yohanes menyebutkan penampakan kemuliaan Yesus dengan cara lain, yakni dalam Yoh 1:14 "Firman itu telah menjadi manusia dan tinggal di antara kita dan kita telah melihat kemuliaannya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepadanya sebagai anak tunggal Bapa, penuh anugerah dan kebenaran." Kata-kata ini mengungkapkan pengalaman salah satu dari ketiga murid yang menyaksikan kemuliaan Yesus di gunung, yaitu Yohanes sendiri.

PERTANYAAN ORANG: SIAPA YESUS ITU?

Penampakan kemuliaan Yesus ini diceritakan untuk menjawab pertanyaan siapa dia itu sebenarnya. Menurut Luk 7:18-23, ketika mendengar tindakan-tindakan Yesus, Yohanes Pembaptis mengutus dua orang muridnya bertanya kepada Yesus apakah dia itulah yang dinantikan-nantikan orang banyak. Yesus menjawab dengan menunjuk kepada hal-hal yang telah dikerjakannya: yakni membuat orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta bersih, orang tuli mendengar kembali, orang mati bangkit, orang miskin menerima kabar baik. Kenyataan-kenyataan ini menggambarkan memang dia itulah Mesias yang dinanti-nantikan, karena tokoh seperti ini diharapkan datang untuk mewujudkan hal-hal itu. Selanjutnya dalam Luk 9:7-9 disebutkan Herodes menjadi cemas mendengar ada orang yang amat berpengaruh di wilayahnya. Orang beranggapan dia itu Yohanes Pembaptis yang hidup kembali atau Nabi Elia yang dulu diangkat ke surga kini kembali, atau seorang nabi lain lagi. Maka Herodes ingin menemuinya dan menanyainya siapa dia itu sesungguhnya. Ia baru akan berjumpa dengan Yesus nanti ketika Pilatus menyuruh orang menghadapkan Yesus kepada Herodes yang ketika itu sedang berada di Yerusalem (Luk 23:7).

Kedua orang yang amat berbeda itikadnya itu sama-sama bertanya-tanya siapa sebenarnya Yesus. Ia sendiri sadar dirinya menjadi pertanyaan banyak orang. Satu ketika, seperti diceritakan dalam Luk 9:18-21, Yesus menanyai murid-muridnya siapa dia itu menurut kata orang. Laporan mereka seperti yang didengar Herodes: ada orang yang mengatakan dia itu Yohanes Pembaptis, ada pula yang mengiranya Elia, yang lain berpikir mengenai seorang nabi lain. Namun bagi Petrus, dia itu "Mesias dari Tuhan". Yesus tidak menyangkal, tetapi ia lebih suka menjelaskan dirinya itu "Anak Manusia" yang harus mengalami penderitaan, wafat dan kebangkitan (Luk 9:22). Inilah sebetulnya ke-Mesias-an yang dijalankannya.

Jadi ada pelbagai gambaran mengenai siapa Yesus itu: dia itulah yang dinanti-nantikan banyak orang yang kehadirannya tak mungkin didiamkan saja, karena memang ia Mesias dari Tuhan, tapi yang betul-betul manusia. Dan kini dalam peristiwa penampakan kemuliaan ia dinyatakan Tuhan sebagai "anakKu yang Kupilih" (Luk 9:35), suatu ungkapan yang menggarisbawahi penugasan yang khusus. (Markus dan Matius memakai istilah "anak-Ku yang Kukasihi" yang menekankan hubungan khusus dengan Tuhan.) Penugasan apa? Bagaimana dimengerti oleh Yesus? Pembicaraan antara Yesus dengan Musa dan Elia dapat menjelaskannya.

PERCAKAPAN MENGENAI TUJUAN PERJALANAN

Gunung serta awan melambangkan tempat hadirnya Yang Keramat. Umat Perjanjian Lama meninggalkan Mesir dan menyeberang laut untuk menemui Tuhan mereka di gunung Sinai. Dalam Kel 24:12-18 dikisahkan bagaimana Musa disuruh Tuhan naik ke atas gunung itu. Dan ketika Musa sudah di atas, ada awan menutupinya. Musa berada di atas menerima Taurat dari Tuhan sedangkan orang-orang lain berada di bawah. Begitu pula menurut 1 Raj 19:8-18 Tuhan menyatakan diri kepada Elia di gunung Horeb. Kedua tokoh yang muncul dalam peristiwa penampakan kemuliaan Yesus itu adalah tokoh-tokoh yang pernah menjumpai Tuhan dalam kemuliaanNya di gunung-Nya yang keramat. Kedua orang yang akrab dengan Tuhan itu kini datang bercakap-cakap dengan Yesus, juga di atas gunung.

Diutarakan dalam Luk 9:31 bahwa Musa dan Elia berbicara dengan Yesus mengenai "tujuan perjalanan"-nya yang akan dipenuhinya nanti di Yerusalem. Yang dimaksud ialah penderitaannya: ditolak oleh para pemimpin dan bahkan dibunuh, tetapi ia akan dibangkitkan pada hari ketiga. Hal ini sudah disebutkannya sendiri dalam Luk 9:22, beberapa ayat sebelum kisah penampakan kemuliaan di gunung. Kata Yunani yang diterjemahkan sebagai tujuan perjalanan itu ialah "exodos", sama dengan nama kitab kedua dalam Taurat yang mengisahkan keluaran umat Tuhan dari perbudakan di Mesir untuk menjadi umat Tuhan yang merdeka. Penderitaan, wafat dan kebangkitannya di Yerusalem itu adalah juga keluaran. Yang dimaksud ialah keluaran bagi umat manusia dari perbudakan kekuatan dosa, dari kekuatan-kekuatan yang memisahkan manusia dari Tuhan. Yang dilakukan Yesus di Yerusalem ialah membawa manusia kembali kepada Tuhan. Inilah kiranya yang dimaksud dengan penugasan kepada Yesus sebagai anak yang dipilih Tuhan sendiri.

Pada saat itu terdengar suara "Dengarkanlah Dia!" Kata-kata ini bukan saja ditujukan kepada ketiga murid yang diajak ke gunung, tetapi kepada tiap orang yang mendengarkan Injil. Diajarkan agar ada perubahan dari sikap bertanya-tanya siapa Yesus itu dan usaha mencari jawabannya menjadi sikap mendengarkannya dengan khidmat. Hanya dengan demikian orang akan sampai pada pengertian yang mendalam mengenai siapa Yesus itu sebenarnya. Juga sikap mendengarkan ini akan membantu orang menerima hal-hal yang terasa sulit diterima: penderitaan dan wafatnya nanti.

PETRUS DAN KEDUA MURID LAIN

Dalam Injil Lukas disebutkan tujuan Yesus naik ke gunung ialah untuk berdoa. Injil-Injil lain tidak menyebutkannya. Bukan berarti mereka tidak mengetahuinya. Mengapa Lukas menambahkan hal ini? Amat boleh jadi untuk menjelaskan bahwa Yesus naik ke gunung bukan untuk menampakkan kemuliaannya, melainkan untuk berdoa. Dan justru ketika ia sedang berdoa di tempat itu, murid-muridnya menyaksikan kemuliaannya. Kemuliaan Yesus ialah kemuliaan orang yang terbuka bagi kehadiran Tuhan. Inilah yang dimaksud dengan berdoa.

Lebih jauh dalam Luk 9:32 dikatakan bahwa "Sementara itu Petrus dan teman-temannya telah tertidur dan ketika mereka terbangun, mereka melihat Yesus dalam kemuliaannya dan kedua orang yang berdiri di dekatnya itu." Sebenarnya mereka dibangunkan oleh penampakan kemuliaan Yesus. Jadi bukan terbangun dan kemudian menyaksikannya. Reaksi Petrus dalam ayat 33 yang menawarkan tiga tenda itu penuh arti. Dulu Tuhan hadir di tengah-tengah umatNya di dalam tenda. Petrus kiranya berpikir kini keilahian sebaiknya dihadirkan dalam tenda juga. Namun sesaat kemudian dalam ayat 36 dikatakan, ketika terdengar suara yang mengatakan Yesus itu anak terpilih yang patut didengarkan, "tampaklah Yesus seorang diri". Ia kembali seperti biasa. Dan dia itulah yang kini patut didengarkan. Bukan usaha untuk mendengar atau mencari kehadiran yang ada di "tenda". Boleh dikata "tenda" kehadiran ilahi yang sesungguhnya kini ada dalam ujud Yesus yang berada di tengah-tengah orang banyak itu.

Tentu saja pikiran Petrus dan kedua murid yang lain belum amat jelas. Mereka butuh waktu untuk menggarap pengalaman di atas gunung itu. Mereka belum dapat merumuskannya dan dikatakan mereka "diam seribu bahasa" mengenai hal itu. Terjemahan Indonesia "merahasiakannya" kurang baik karena menimbulkan kesan mereka tahu tetapi mau menutup-nutupi. Padahal maksudnya ialah untuk mengatakan bahwa kini mereka mengambil sikap "mendengarkan terus" agar makin menyadari apa yang sedang terjadi dalam diri Yesus.

MENDENGARKAN TUHAN PADA JALANNYA

Kita masing-masing memiliki pelbagai perkiraan dan anggapan mengenai siapa Yesus itu. Masalah yang paling penting bukan salah atau benar melainkan apakah kita bisa tetap membuka diri mendengarkan dia yang memang bisa dimengerti dengan macam-macam cara oleh banyak orang, termasuk kita sendiri. Masa Prapaskah adalah masa untuk memahami Yesus lewat jalan yang dilaluinya sendiri: jalan yang membangun kembali kemanusiaan di hadapan Tuhan. Dalam perjalanan ini secercah tanda kebesarannya tampak, juga bagi kita yang masih di sini. Seperti ketiga murid itu, kita juga boleh "diam dulu" untuk mengendapkan pengalaman sebelum berbicara mengenai siapa dia kepada banyak orang nanti. Masa Prapaskah ini masa yang dikhususkan agar kita makin akrab dengan dia yang kita dengarkan itu.

Salam hangat,
A.Gianto




Bagikan

Menggali Makna Bagian-bagian Misa: Perarakan Persembahan dan Nyanyian Persiapan Persembahan (Edisi 11)

Perarakan Persembahan

Yang dibawa ke depan altar saat perarakan persembahan adalah roti dan anggur, buah-buahan, bunga, lilin, kolekte. Kolekte atau pengumpulan uang dilakukan agar umat memiliki kesempatan untuk partisipasi dalam bahan persembahan yang disiapkan untuk perayaan kenangan kurban Kristus di altar. Bahan persembahan ini memiliki makna rohani sebagai ungkapan syukur atas kebaikan Allah, dan atas tanggapan kasih Allah melalui tanda persembahan uang atau barang-barang bagi keperluan Gereja dan orang miskin. Umat perlu menyadari bahwa kolekte itu bukan untuk membebani umat atau memperkaya Gereja. Kolekte menjadi ungkapan syukur dan keinginan kita untuk berpartisipasi dalam hidup Gereja, dan sekaligus solider kepada orang-orang miskin. Maka hasil kolekte juga digunakan untuk membantu orang miskin.

Hasil kolekte bersama dengan roti, anggur, dan bahan-bahan persembahan lain sebaiknya dibawa umat dalam perarakan persembahan. Imam atau diakon kemudian menerimanya. Hanya roti dan anggur saja (dan atau lilin – bila ada), yang diletakkan di atas altar. Sementara itu uang kolekte dan bahan persembahan ditempatkan di tempat yang pantas, dan tidak di atas altar.

Nyanyian Persiapan Persembahan

Nyanyian persiapan persembahan dimaksudkan untuk mengiringi perarakan persembahan. Bahan persembahan yang dibawa dalam perarakan sebaiknya diiringi dengan nyanyian persiapan persembahan. Nyanyian ini berlangsung sampai bahan persembahan tertata di atas altar. Kalau tidak ada perarakan persembahan, tidak perlu ada nyanyian. Selama ini banyak terjadi kebiasaan untuk menyanyikan lagu pada saat persiapan persembahan, entah itu ada atau tidak ada perarakan persembahan.

Nyanyian persiapan persembahan ini sudah dikenal sejak zaman Santo Agustinus. Nyanyian ini digunakan untuk mengiringi perarakan persembahan. Pada waktu itu yang biasa dipakai untuk nyanyian persiapan persembahan adalah Kitab Mazmur – misalnya Mazmur 72 dan Mazmur 96. Nyanyian persiapan persembahan dapat diganti dengan musik instrumental ataupun saat hening.


Sumber:
Fr. Antonius Pramono, www.reginacaeli.org
Martasudjita, E. Pr., Ekaristi: Tinjauan Teologis, Liturgis, dan Pastoral, Yogyakarta: Kanisius 2005.



Bagikan

Liputan Paroki: Ibadat Syukur Natal Lingkungan Yosep - Gandekan


Jumat, 8 Januari 2010, lingkungan Yosep - Gandekan mendapat giliran sebagai penyelenggara perayaan Natal di Wilayah. Perayaan dilakukan dengan mengadakan Ibadat Syukur, yang dimulai pukul 19.00 WIB, bertempat di Kediaman Ketua Lingkungan Yosep Bp. Y. Pareng P. dan dipimpin oleh Bp. Gesang Dulngadmadi, Prodiakon Wilayah Fransiskus Asisi Gandekan. Ibadat yang dihadiri oleh seluruh Umat Lingkungan Yosep serta pengurus lingkungan lainnya di wilayah Gandekan ini memberikan suka cita serta berkesan di hati umat.

Romo A. Mangunhardjana, SJ turut hadir di tengah umat untuk memberikan Homili. Dalam Homilinya Romo Mangun bercerita mengenai pengalaman masa kecil hingga apa yang dicitak-citakan beliau. Romo juga memberikan kesempatan kepada umat untuk bertanya tentang apapun yang belum dipahami. Beberapa pertanyaan yang diungkapkan antara lain; Apa yang dimaksud dengan Habitus Baru? Apakah Misa Lingkungan hanya intern lingkungan yang mengadakan atau mengundang lingkungan lain?, juga Peringatan Natal dan Paskah mana yang harus dimeriahkan? Secara singkat Romo memberikan penjelasan kepada umat, bahwa habitus baru merupakan "sistem disposisi atau keadaan batin, berupa kecenderungan dan cara memandang, berpikir dan bertindak". Sistem disposisi itu bersifat tahan lama dan dinamis, dapat berubah kedudukan dan pentingnya. Disposisi tercipta dan berkembang dalam diri manusia, sebagai hasil tanggapannya terhadap struktur-struktur masyarakat yang menentukan, seperti kelas sosial, keluarga, pendidikan, dan kondisi luar, seperti kondisi alam, sosial, ekonomi, politik, kebudayaan, keagamaan, yang dijumpai manusia dalam hidupnya. Untuk penyelenggaraan Misa Lingkungan, lingkungan yang mengadakan adalah Lingkungan yang mengkoordinasi dan pada akhirnya mengundang seluruh Umat di Wilayah Fransiskus Asisi. Untuk pertanyaan terakhir dijelaskan bahwa secara makna memang lebih bermakna Paskah, namun dalam budaya yang berkembang, perayaan Natal dirayakan secara lebih meriah. Menutup Homili, Romo mengungkapkan harapan beliau agar gereja dapat menjadi tempat untuk belajar, sehingga umat bisa lebih berkembang dan maju.

Ibadat Syukur Perayaan Natal diakhiri dengan pengundian 33 doorprice sehingga membuat suasana menjadi lebih meriah. Rangkaian ibadat ini selesai tepat pukul 21.30.

Oleh: Redaksi LIFRA - Liputan Fransiskus Asisi Gandekan - Buletin Pelegrina Purbayan edisi No.04 Tahun ke-1, 05 Februari 2010

Liputan Paroki: Ibadat Syukur Natal Lingkungan Yosep - Gandekan

Jumat, 8 Januari 2010, lingkungan Yosep - Gandekan mendapat giliran sebagai penyelenggara perayaan Natal di Wilayah. Perayaan dilakukan dengan mengadakan Ibadat Syukur, yang dimulai pukul 19.00 WIB, bertempat di Kediaman Ketua Lingkungan Yosep Bp. Y. Pareng P. dan dipimpin oleh Bp. Gesang Dulngadmadi, Prodiakon Wilayah Fransiskus Asisi Gandekan. Ibadat yang dihadiri oleh seluruh Umat Lingkungan Yosep serta pengurus lingkungan lainnya di wilayah Gandekan ini memberikan suka cita serta berkesan di hati umat.

Romo A. Mangunhardjana, SJ turut hadir di tengah umat untuk memberikan Homili. Dalam Homilinya Romo Mangun bercerita mengenai pengalaman masa kecil hingga apa yang dicitak-citakan beliau. Romo juga memberikan kesempatan kepada umat untuk bertanya tentang apapun yang belum dipahami. Beberapa pertanyaan yang diungkapkan antara lain; Apa yang dimaksud dengan Habitus Baru? Apakah Misa Lingkungan hanya intern lingkungan yang mengadakan atau mengundang lingkungan lain?, juga Peringatan Natal dan Paskah mana yang harus dimeriahkan? Secara singkat Romo memberikan penjelasan kepada umat, bahwa habitus baru merupakan "sistem disposisi atau keadaan batin, berupa kecenderungan dan cara memandang, berpikir dan bertindak". Sistem disposisi itu bersifat tahan lama dan dinamis, dapat berubah kedudukan dan pentingnya. Disposisi tercipta dan berkembang dalam diri manusia, sebagai hasil tanggapannya terhadap struktur-struktur masyarakat yang menentukan, seperti kelas sosial, keluarga, pendidikan, dan kondisi luar, seperti kondisi alam, sosial, ekonomi, politik, kebudayaan, keagamaan, yang dijumpai manusia dalam hidupnya. Untuk penyelenggaraan Misa Lingkungan, lingkungan yang mengadakan adalah Lingkungan yang mengkoordinasi dan pada akhirnya mengundang seluruh Umat di Wilayah Fransiskus Asisi. Untuk pertanyaan terakhir dijelaskan bahwa secara makna memang lebih bermakna Paskah, namun dalam budaya yang berkembang, perayaan Natal dirayakan secara lebih meriah. Menutup Homili, Romo mengungkapkan harapan beliau agar gereja dapat menjadi tempat untuk belajar, sehingga umat bisa lebih berkembang dan maju.

Ibadat Syukur Perayaan Natal diakhiri dengan pengundian 33 doorprice sehingga membuat suasana menjadi lebih meriah. Rangkaian ibadat ini selesai tepat pukul 21.30.

Oleh: Redaksi LIFRA - Liputan Fransiskus Asisi Gandekan - Buletin Pelegrina Purbayan edisi No.04 Tahun ke-1, 05 Februari 2010