HOMILI: Pesta St. Maksimilianus Maria Kolbe, imam dan martir

Sabtu, 14 Agustus 2010


“Orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga."

(Yeh 18:1-10.13b.30-32; Mat 19:13-15)

“Lalu orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia meletakkan tangan-Nya atas mereka dan mendoakan mereka; akan tetapi murid-murid-Nya memarahi orang-orang itu. Tetapi Yesus berkata: "Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga." Lalu Ia meletakkan tangan-Nya atas mereka dan kemudian Ia berangkat dari situ” (Mat 19:13-15), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Maksimilianus Maria Kolbe, imam dan martir, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:


· Anak-anak memang lebih suci daripada orangtuanya. Cirikhas seorang anak antara lain: terbuka dan siap sedia diperlakukan apa saja, yang menandakan keterbukaan terhadap kehendak Tuhan, maka Yesus bersabda “Biarkanlah anak-anak itu, jangan menghalangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga”. St.Maksimilianus Maria Kolbe, yang kita rayakan hari ini berani mempersembahkan hidup kepada alias mati demi Tuhan karena anak-anak. Konon ada seorang bapak tahanan yang akan dihukum mati dan bapak tersebut memiliki banyak anak, maka Maria Kolbe, yang juga menjadi tahanan bersamanya, dengan rendah hati bersedia mengganti terhukum mati tersebut dan memang diizinkan; ia bersedia mati demi anak-anak yang membutuhkan cintakasih orangtuanya. Maka baiklah kami mengajak dan mengingatkan kita semua untuk senantiasa memperhatikan anak-anak secara memadai. Para orangtua maupun guru/pendidik hendaknya lebih takut jika anak-anak tidak tumbuh berkembang sebagai pribadi yang cerdas beriman daripada takut terhadap yang lain. Di dalam hidup beriman atau beragama yang dihormati, dilayani dan dimuliakan adalah mereka yang suci, maka karena anak-anak lebih suci daripada orangtua atau orang dewasa, kami berharap kepada orangtua atau orang dewasa untuk menghormati, melayani dan memuliakan anak-anak. Anak-anak, termasuk kita semua, ada dan dilahirkan serta dibesarkan dalam dan oleh ‘cintkasih dan kebebasan Injili’, maka hendaknya mereka juga dibesarkan dan dididik dalam semangat ‘cintakasih dan kebebasan’. Cintakasih itu bebas alias tak terbatas oleh apapun, sedangkan kebebasan dibatasi oleh cintakasih. Dalam dan oleh cintakasih kita dapat berbuat apapun asal tidak melecehkan atau merendahkan harkat martabat manusia, yang diciptakan sesuai dengan gambar atau citra Allah.


· “Kalau seseorang adalah orang benar dan ia melakukan keadilan dan kebenaran, dan ia tidak makan daging persembahan di atas gunung atau tidak melihat kepada berhala-berhala kaum Israel, tidak mencemari isteri sesamanya dan tidak menghampiri perempuan waktu bercemar kain, tidak menindas orang lain, ia mengembalikan gadaian orang, tidak merampas apa-apa, memberi makan orang lapar, memberi pakaian kepada orang telanjang, tidak memungut bunga uang atau mengambil riba, menjauhkan diri dari kecurangan, melakukan hukum yang benar di antara manusia dengan manusia, hidup menurut ketetapan-Ku dan tetap mengikuti peraturan-Ku dengan berlaku setia -- ialah orang benar, dan ia pasti hidup, demikianlah firman Tuhan ALLAH” (Yeh 18:5-9). Kutipan dari Kitab Yeheskiel ini hemat saya cukup jelas sebagai ajakan atau perintah moral yang harus kita lakukan atau hayati dalam hidup sehari-hari. Maka marilah kita saling membantu atau bekerjasama dalam menghayati ajakan tersebut, antara lain jika ada saudara kita yang melanggar perintah tersebut hendaknya segera ditegor, diingatkan dan dibetulkan dengan rendah hati dan dalam cintakasih. Para orangtua kami harapkan dapat menjadi teladan penghayatan perintah tersebut bagi anak-anaknya di dalam keluarga, sehingga anak-anak sedini mungkin terbiasa untuk menjadi orang-orang benar, yang hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak atau perintah Allah. Ada aneka macam ketetapan dan peraturan Allah, yang kemudian diterjemahkan kedalam aneka macam aturan dan tatanan hidup bersama, maka baiklah kita senantiasa berusaha dengan sungguh-sungguh melaksanakan aturan atau tatanan yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing. Sekali lagi secara khusus saya mengingatkan dan mengajak rekan-rekan suami-isteri untuk setia pada janji perkawinan, yaitu ‘saling mengasihi baik dalam untung maupun malang, sehat maupun sakit sampai mati’.

“Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh! Janganlah membuang aku dari hadapan-Mu, dan janganlah mengambil roh-Mu yang kudus dari padaku! Bangkitkanlah kembali padaku kegirangan karena selamat yang dari pada-Mu, dan lengkapilah aku dengan roh yang rela! Maka aku akan mengajarkan jalan-Mu kepada orang-orang yang melakukan pelanggaran, supaya orang-orang berdosa berbalik kepada-Mu” (Mzm 51:12-15)


Jakarta, 14 Agustus 2010


Romo Maryo