HOMILI: Pesta St Klara, Prw

“Apabila saudaramu berbuat dosa tegorlah dia di bawah empat mata.”

(Yeh 9:1-7; 10:18-22; Mat 18:15-20)

"Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali. Jika ia tidak mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan. Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada jemaat. Dan jika ia tidak mau juga mendengarkan jemaat, pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga. Dan lagi Aku berkata kepadamu: Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apa pun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga. Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.” (Mat 18:15-20), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Klara, perawan, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Ketika ada orang kumpul-kumpul, dua, tiga orang atau lebih, pada umumnya ada kecenderungan umum untuk membicarakan kekurangan atau kesalahan orang lain yang tidak pada saat itu tidak bersama mereka. Ngrumpi atau ‘ngrasani’ yang isinya membicarakan kekurangan atau kelemahan orang lain memang terasa nikmat dan meriah pada saat itu. Yesus mengingatkan kita bahwa jika saudara kita berbuat dosa hendaknya ditegor di bawah empat mata, dengan kata lain hendaknya dimana dua atau tiga orang atau lebih berkumpul senantiasa dalam nama Tuhan, sehingga apa-apa yang dikatakan atau dibicarakan semakin mendekatkan yang berkumpul dalam Tuhan alias semakin suci bersama-sama. Ketika yang ditegor tidak mendengarkan atau tidak menerima barulah diusahakan pihak ketiga yang diharapkan dapat menegor dengan berhasil dan yang bersangkutan dengan rendah hati berani mengakui kesalahaan atau kekurangannya. St.Klara yang kita rayakan pada hari ini kiranya dapat menjadi teladan kesucian serta motivasi atau dorongan bagi rekan-rekan gadis untuk mengikuti cara hidup St.Klara dengan mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan dalam pelayanan bagi sesama, lebih-lebih yang miskin dan berkekurangan. Kami juga mengingatkan rekan-rekan gadis untuk menjaga keperawanannya sebelum hidup berkeluarga, tidak melakukan hubunngan seks sebelum nikah. Persembahkan keperawanan anda kepada ‘yang terkasih’, entah Tuhan atau suami anda, sebagai wujud kasih dan syukur atas anugerah Tuhan.


· Kelihatannya muka mereka adalah serupa dengan muka yang kulihat di tepi sungai Kebar. Masing-masing berjalan lurus ke mukanya.” (Yeh 10:22). Kutipan ini merupakan bagian dari sharing Yeheskiel perihal penglihatan akan makhluk-makluk yang baik. “Masing-masing berjalan lurus ke mukanya”, kata-kata inilah kiranya yang baik kita renungkan atau refleksikan. Kita semua dipanggil untuk berjalan lurus ke muka, artinya senantiasa berujud lurus serta mengusahakan terwujudnya ujud tersebut dengan cara yang lurus juga, cara yang baik dan berbudi pekerti luhur. Maka dengan ini kami mengingatkan dan mengajak baik bagi mereka yang masih belajar maupun sudah bekerja. Bagi yang masih belajar, yaitu para murid/peserta didik, pelajar maupun mahasiswa, kami ajak untuk sungguh belajar sehingga terampil belajar. Usahakan terus menerus selama belajar agar semakin terampil belajar. Tanamkan dalam diri anda sikap mental ‘belajar terus menerus’, ongoing education, ongoing formation. Kepada para pekerja, entah dalam bidang pekerjaan atau pelayanan apapun, kami harapkan selama bekerja berusaha agar semakin terampil bekerja atau melayani. Percayalah bahwa jika anda semakin terampil bekerja atau melayani pasti akan semakin sejahtera dan damai-bahagia juga. Kepada para orangtua kami berharap sungguh mendampingi dan mendidik anak-anaknya untuk senantiasa memiliki ujud lurus serta mewujudkannya dengan cara yang lurus juga, tentu saja teladan orangtua sungguh menjadi kunci keberhasilan pendidikan atau pendampingan.tersebut. Kita semua dipanggil untuk hidup dan bertindak dengan jujur dimanapun dan kapanpun. “Jujur adalah sikap dan perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat curang, berkata-kata apa adanya dan berani mengakui kesalahan, serta berkorban untuk kebenaran” (Prof Dr. Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997 , hal 12).

Haleluya! Pujilah, hai hamba-hamba TUHAN, pujilah nama TUHAN! Kiranya nama TUHAN dimasyhurkan, sekarang ini dan selama-lamanya. Dari terbitnya sampai kepada terbenamnya matahari terpujilah nama TUHAN. TUHAN tinggi mengatasi segala bangsa, kemuliaan-Nya mengatasi langit. Siapakah seperti TUHAN, Allah kita, yang diam di tempat yang tinggi, yang merendahkan diri untuk melihat ke langit dan ke bumi?”

(Mzm 113:1-6)


Jakarta, 11 Agustus 2010


Romo I. Sumarya, SJ