“Ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada”
(2Kor 9:6-10; Yoh 12:24-26)
“Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah. Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal. Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situ pun pelayan-Ku akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa” (Yoh 12:24-26), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Laurentius, diakon dan martir, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· “Memiliki iman yang utuh, terdorong oleh maksud yang benar, berilmu pengetahuan yang dituntut, mempunyai nama baik, hidup tak bercela serta dilengkapi dengan keutamaan-keutamaan yang teruji dan sifat-sifat lainnya, baik fisik maupun psikis” (KHK kan 1028), demikian kurang lebih ciri-ciri yang harus ada dalam diri sesorang yang hendak ditabiskan menjadi diakon atau imam. Fungsi utama diakon adalah pelayanan, hidup dan bertindak dengan menghayati sabda Yesus “Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa”. Hidup melayani berarti senantiasa berusaha membahagiakan atau menyelamatkan orang lain sebagaimana dilakukan oleh para pelayan atau pembantu rumah tangga yang baik di dalam keluarga-keluarga atau komunitas-komunitas. “Ia mengikuti Aku dan dimana Aku berada, di situpun pelayan-Ku akan berada”. Seorang pelayan yang baik senantiasa melihat dan menghayati kehadiran Tuhan dalam diri orang yang harus dilayani, ia memperhatikan terus-menerus mereka yang harus dilayani, entah secara phisik atau spiritual. Pelayan baik pada umumnya juga memliki nama baik dan hidup tak bercela. Maka dalam rangka mengenangkan pesta St.Laurentius, diakon dan martir, kami mengajak kita semua untuk saling membantu dan mengingatkan dalam hal hidup saling melayani, menjaga nama baik maupun hidup tak bercela. Dengan kata lain kami berharap pada kita semua untuk saling melihat dan menghayati apa yang baik, indah, luhur dan mulia dalam diri kita masing-masing, menghayati kehadiran Tuhan dalam diri kita, sehingga kita dimungkinkan untuk hidup saling melayani, membahagiakan adan menyelamatkan.
· “Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga. Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita” (2Kor 9:6-7). Menabur atau memberi dengan sukarela dan sukacita itulah panggilan dan tugas pengutusan kita semua, maka baiklah kita senantiasa berusaha untuk saling menabur dan memberi dengan sukarela dan sukacita, entah menabur atau.memberi apapun, tentu saja apa-apa yang baik dan menyelamatkan jiwa manusia. Ingat bahwa para petani senantiasa berusaha menabur benih baik serta memberi perhatian apa yang telah mereka tabur dengan penuh kasih. Maaf kalau agak kurang sopan: ingat juga bahwa lak-laki/bapak telah menabur benih ke dalam telor perempuan/ibu dengan penuh kasih mesra, kehangatan dan kegairahan serta kegembiraan ketika sedang dalam berhubungan seksual. Para orangtua memberi aneka macam bimbingan, didikan, asuhan dst..bagi anak-anaknya, para guru memberi aneka pengetahuan kepada para muridnya, dst.. Memberi dengan sukacita dan sukarela akan membuat si penerima bergembira, bergairah dan bersyukur serta berterimakasih. Kebahagiaan sejati hemat saya dalam memberi dengan sukarela dan sukacita. Marilah kita beri perhatian mereka yang miskin dan berkekurangan dengan sukarela dan sukacita, sesuai dengan kebutuhan mereka agar dapat hidup sejahtera dan damai. Semoga kia semua tidak tumbuh berkembang menjadi orang yang egois dan pelit, hanya mencari keuntungan atau kenikmatan diri sendiri. Salah satu kehausan atau kelaparan yang sungguh memprihatinkan masa kini hemat saya adalah haus dan lapar akan kasih dan perhatian, maka kami berharap para orangtua sungguh memberi kasih dan perhatian bagi anak-anaknya, bukan harta benda atau uang. Berilah anak-anak nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan hidup yang tak akan mudah luntur atau hancur karena aneka macam tantangan, masalah dan malapetaka.
“Mujur orang yang menaruh belas kasihan dan yang memberi pinjaman, yang melakukan urusannya dengan sewajarnya. Sebab ia takkan goyah untuk selama-lamanya; orang benar itu akan diingat selama-lamanya. Ia tidak takut kepada kabar celaka, hatinya tetap, penuh kepercayaan kepada TUHAN. Hatinya teguh, ia tidak takut, sehingga ia memandang rendah para lawannya. Ia membagi-bagikan, ia memberikan kepada orang miskin; kebajikannya tetap untuk selama-lamanya, tanduknya meninggi dalam kemuliaan.” (Mzm 112:5-9)
Jakarta, 10 Agustus 2010
.
Romo I. Sumarya, SJ