Hari Raya Kemerdekaan RI : Sir 10: 1-8; 1Ptr 2:13-17; Mat 22:15-21
Peralihan dari Orde Baru ke Orde Reformasi memang menimbulkan aneka macam reaksi maupun peristiwa, yang bersifat positif maupun negatif. Yang bersifat positif antara lain ‘gerakan demokrasi’ yang ditandai adanya kebebasan berpendapat dan berorganisasi, sehingga muncul partai-partai politik baru. Orde Reformasi juga ditandai dengan ‘gerakan desentralisasi pemerintahan’, yang ditandai dengan otonomi daerah, pemberian beberapa wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengurus diri sendiri. Dalam suasana yang demikian itu para pejuang kebenaran dan kejujuran tanpa takut dan gentar menyuarakan kebenaran-kebenaran serta memperjuangkan kebenaran-kebenaran melalui aneka kesempatan dan kemungkinan. Sedangkan yang bersifat negatif antara lain terjadi pemerataan korupsi, dimana para pejabat daerah dengan bebas melakukan korupsi. Karena korupsi yang dilakukan oleh para pejabat daerah inilah kiranya muncul reaksi atau komentar di sementara lingkungan rakyat kecil “Masa Orde Baru lebih enak dari pada masa Reformasi ini”. Reformasi berarti pembaharuan, dan memang dalam proses pembaharuan pada umumnya terjadi aneka macam gesekan dan pertentangan, apalagi ada tokoh-tokoh yang bersikap mental ‘status quo’, yang menentang pembaharuan. Aneka macam ketegangan dan kekacauan terjadi karena kurang setia mentaati aneka kewajiban, maka baiklah kami mengajak anda sekalian dalam rangka mengenangkan Kemerdekaan Negara kita untuk mawas diri dengan cermin dari sabda-sabda hari ini.
Hidup kita dan segala sesuatu yang kita miliki, kuasai atau nikmati sampai saat ini adalah anugerah Allah, maka kewajiban kepada Allah antara lain bersyukur dan berterima kasih kepadaNya serta mewujudkan syukur dan terima kasih tersebut kepada sesama manusia dimanapun dan kapanpun, selain dalam doa atau beribadat. Kepada rekan-rekan umat beragama kami berharap untuk setia dalam berdoa maupun beribadat sesuai dengan ketentuan atau peraturan agama masing-masing. Kami berharap juga, entah kepada pemerintah maupun rekan umat beragama untuk memberi kebebasan kepada para penganut agama apapun untuk berdoa dan beribadat sesuai dengan keyakinan iman masing-masing. Hendaknya perizinan untuk mendirikan rumah ibadat tidak dipersulit. Aneh dan nyata: izin untuk mendirikan hotel atau losmen begitu mudah, tetapi izin untuk mendirikan rumah ibadat begitu sulit dan berbelit-belit, padahal sudah menjadi rahasia umum bahwa sementara hotel atau losmen menjadi tempat maksiat atau pelacuran terselubung. Marilah kita saling bersyukur dan berterima kasih dalam keadaan atau kondisi apapun, sebagai wujud bahwa kita sungguh beriman kepada Allah, mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah.
“Hormatilah semua orang, kasihilah saudara-saudaramu” inilah yang kiranya baik kita renungkan atau refleksikan. Kita semua adalah manusia yang diciptakan sesuai dengan gambar atau citra Allah, maka kita dipanggil untuk saling menyikapi dan memperlakukan diri sebagai ‘bait Allah’. Allah hidup dan berkarya di dalam diri kita masing-masing, maka marilah kita saling menghormati dan mengasihi. “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu” (1Kor 13:4-7), demikian ajaran kasih Paulus, marilah kita hayati ajaran kasih ini di dalam hidup kita sehar-hari, sebagai perwujudan bahwa kita adalah orang-orang yang bebas merdeka.
Memperhatikan dan mencermati masih maraknya aneka bentuk kebohongan yang terjadi masa kini, maka hemat saya berbuat benar dan menjadi pewarta kebenaran sebagai perwujudan kasih sungguh mendesak dan up to date. Berbuat benar berarti jujur dan disiplin; “berdisiplin adalah kesadaran akan sikap dan perilaku yang sudah tertanam dalam diri sesuai degan tata tertib yang berlaku dalam suatu keteraturan secara berkesinambungan yang diarahkan pada suatu tujuan atau sasaran yang telah ditentukan”, sedangkan “jujur adalah sikap dan perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat curang, berkata-kata benar apa adanya dan berani mengakui kesalahan, serta rela berkorban untuk kebenaran” (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 10 dan 17).
Sebagai orang yang bebas merdeka kita semua dipanggil untuk menghayati sabda ini:“Hendaklah engkau tidak pernah menaruh benci kepada sesamamu apapun juga kesalahannya, dan jangan berbuat apa-apa terpengaruh oleh nafsu” (Sir 10:6) Nafsu yang mempengaruhi hidup kita untuk berbuat jahat antara lain nafsu seks, nafsu uang, kedudukan atau jabatan, dst, yang ketika kita turuti atau hayati begitu saja pasti akan menimbulkan kebencian. Kepada mereka yang melakukan kesalahan demikian itu kita diharapkan tidak membenci, melainkan mengasihi, maka baiklah kita doakan mereka agar bertobat atau jika mungkin kita dekati dengan rendah hati dan kasih untuk dibimbing menuju perbuatan-perbuatan yang benar, menyelamatkan dan membahagiakan sesamanya.
Jakarta, 17 Agustus 2010 .
Romo. I. Sumarya, SJ
"Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah."
Peralihan dari Orde Baru ke Orde Reformasi memang menimbulkan aneka macam reaksi maupun peristiwa, yang bersifat positif maupun negatif. Yang bersifat positif antara lain ‘gerakan demokrasi’ yang ditandai adanya kebebasan berpendapat dan berorganisasi, sehingga muncul partai-partai politik baru. Orde Reformasi juga ditandai dengan ‘gerakan desentralisasi pemerintahan’, yang ditandai dengan otonomi daerah, pemberian beberapa wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengurus diri sendiri. Dalam suasana yang demikian itu para pejuang kebenaran dan kejujuran tanpa takut dan gentar menyuarakan kebenaran-kebenaran serta memperjuangkan kebenaran-kebenaran melalui aneka kesempatan dan kemungkinan. Sedangkan yang bersifat negatif antara lain terjadi pemerataan korupsi, dimana para pejabat daerah dengan bebas melakukan korupsi. Karena korupsi yang dilakukan oleh para pejabat daerah inilah kiranya muncul reaksi atau komentar di sementara lingkungan rakyat kecil “Masa Orde Baru lebih enak dari pada masa Reformasi ini”. Reformasi berarti pembaharuan, dan memang dalam proses pembaharuan pada umumnya terjadi aneka macam gesekan dan pertentangan, apalagi ada tokoh-tokoh yang bersikap mental ‘status quo’, yang menentang pembaharuan. Aneka macam ketegangan dan kekacauan terjadi karena kurang setia mentaati aneka kewajiban, maka baiklah kami mengajak anda sekalian dalam rangka mengenangkan Kemerdekaan Negara kita untuk mawas diri dengan cermin dari sabda-sabda hari ini.
Kutipan sabda Yesus di atas ini kiranya yang menjiwai Mgr.A.Sugijapranata SJ (alm) menciptakan motto bagi umat Katolik “Jadilah 100% warganegara dan 100% Katolik”. Apa yang wajib kita berikan kepada ‘Kaisar’/pemerintah dan apa yang wajib kita persembahkan kepada Allah? Salah satu bentuk kewajiban utama warganegara adalah membayar pajak sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam bidang kehidupan dan pelayanan atau usaha masing-masing. Pendapatan dari pajak pada umumnya merupakan bagian terbesar pendapatan Negara guna membeayai perjalanan pemerintahan. Ada aneka macam pajak, misalnya pajak pribadi, pajak kendaraan, pajak perusahaan/usaha, pajak turis atau wisatawan, dst.. Untuk menggalakkan dan mendisiplinkan pembayaran pajak hemat saya para pejabat atau petugas pajak di tingkat atau bagian pelayanan apapun harus jujur, disiplin dan tidak korupsi, sehingga rakyat atau wajib pajak suka melaksanakan kewajibannya untuk membayar pajak. Tetapi ketika pajak dikorupsi oleh pejabat atau pegawai pajak, sebagaimana masih terjadi di Indonesia pada saat ini, para wajib pajak ragu-ragu untuk membayar pajak dengan benar dan jujur, bahkan ada kecenderungan untuk korupsi juga. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan para pejabat atau petugas yang terlibat dalam aneka perpajakan untuk jujur dan disiplin dalam melaksanakan tugasnya. “Pemerintah yang bijak mempertahankan ketertiban pada rakyatnya, dan pemerintahan orang arif adalah teratur.” (Sir 10:1)
"Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah." (Mat 22:21)
Hidup kita dan segala sesuatu yang kita miliki, kuasai atau nikmati sampai saat ini adalah anugerah Allah, maka kewajiban kepada Allah antara lain bersyukur dan berterima kasih kepadaNya serta mewujudkan syukur dan terima kasih tersebut kepada sesama manusia dimanapun dan kapanpun, selain dalam doa atau beribadat. Kepada rekan-rekan umat beragama kami berharap untuk setia dalam berdoa maupun beribadat sesuai dengan ketentuan atau peraturan agama masing-masing. Kami berharap juga, entah kepada pemerintah maupun rekan umat beragama untuk memberi kebebasan kepada para penganut agama apapun untuk berdoa dan beribadat sesuai dengan keyakinan iman masing-masing. Hendaknya perizinan untuk mendirikan rumah ibadat tidak dipersulit. Aneh dan nyata: izin untuk mendirikan hotel atau losmen begitu mudah, tetapi izin untuk mendirikan rumah ibadat begitu sulit dan berbelit-belit, padahal sudah menjadi rahasia umum bahwa sementara hotel atau losmen menjadi tempat maksiat atau pelacuran terselubung. Marilah kita saling bersyukur dan berterima kasih dalam keadaan atau kondisi apapun, sebagai wujud bahwa kita sungguh beriman kepada Allah, mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah.
“Hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka, tetapi hiduplah sebagai hamba Allah.Hormatilah semua orang, kasihilah saudara-saudaramu, takutlah akan Allah, hormatilah raja!” (1Ptr 2:16-17)
“Hormatilah semua orang, kasihilah saudara-saudaramu” inilah yang kiranya baik kita renungkan atau refleksikan. Kita semua adalah manusia yang diciptakan sesuai dengan gambar atau citra Allah, maka kita dipanggil untuk saling menyikapi dan memperlakukan diri sebagai ‘bait Allah’. Allah hidup dan berkarya di dalam diri kita masing-masing, maka marilah kita saling menghormati dan mengasihi. “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu” (1Kor 13:4-7), demikian ajaran kasih Paulus, marilah kita hayati ajaran kasih ini di dalam hidup kita sehar-hari, sebagai perwujudan bahwa kita adalah orang-orang yang bebas merdeka.
Memperhatikan dan mencermati masih maraknya aneka bentuk kebohongan yang terjadi masa kini, maka hemat saya berbuat benar dan menjadi pewarta kebenaran sebagai perwujudan kasih sungguh mendesak dan up to date. Berbuat benar berarti jujur dan disiplin; “berdisiplin adalah kesadaran akan sikap dan perilaku yang sudah tertanam dalam diri sesuai degan tata tertib yang berlaku dalam suatu keteraturan secara berkesinambungan yang diarahkan pada suatu tujuan atau sasaran yang telah ditentukan”, sedangkan “jujur adalah sikap dan perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat curang, berkata-kata benar apa adanya dan berani mengakui kesalahan, serta rela berkorban untuk kebenaran” (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 10 dan 17).
Sebagai orang yang bebas merdeka kita semua dipanggil untuk menghayati sabda ini:“Hendaklah engkau tidak pernah menaruh benci kepada sesamamu apapun juga kesalahannya, dan jangan berbuat apa-apa terpengaruh oleh nafsu” (Sir 10:6) Nafsu yang mempengaruhi hidup kita untuk berbuat jahat antara lain nafsu seks, nafsu uang, kedudukan atau jabatan, dst, yang ketika kita turuti atau hayati begitu saja pasti akan menimbulkan kebencian. Kepada mereka yang melakukan kesalahan demikian itu kita diharapkan tidak membenci, melainkan mengasihi, maka baiklah kita doakan mereka agar bertobat atau jika mungkin kita dekati dengan rendah hati dan kasih untuk dibimbing menuju perbuatan-perbuatan yang benar, menyelamatkan dan membahagiakan sesamanya.
“Aku hendak memperhatikan hidup yang tidak bercela: Bilakah Engkau datang kepadaku? Aku hendak hidup dalam ketulusan hatiku di dalam rumahku. Tiada kutaruh di depan mataku perkara dursila; perbuatan murtad aku benci, itu takkan melekat padaku.Mataku tertuju kepada orang-orang yang setiawan di negeri, supaya mereka diam bersama-sama dengan aku. Orang yang hidup dengan cara yang tak bercela, akan melayani aku. Orang yang melakukan tipu daya tidak akan diam di dalam rumahku, orang yang berbicara dusta tidak akan tegak di depan mataku.”
(Mzm 101:2-3.6-7)
Jakarta, 17 Agustus 2010 .
Romo. I. Sumarya, SJ