“Baik sekali perbuatanmu itu hai hambaku yang baik dan setia” (1Kor 1:26-31 ; Mat 25:14-30)

Oleh Romo. I. Sumarya, SJ

Jutaan atau milyardan manusia di bumi ini kiranya tidak ada yang sama persis atau identik; masing-masing berbeda satu sama lain dan dianugerahi rahmat, bakat oleh Allah berbeda juga demi kebahagiaan atau kesejahteraan hidupnya. Rahmat atau bakat tersebut dianugerahkan kepada setiap orang untuk dikembangkan dan diwujudkan dalam hidup sehari-hari, dalam panggilan atau tugas perutusan. Maka marilah kita mawas diri dengan melihat, mencermati dan melaksanakan apa yang menjadi tugas/tanggungjawab utama atau pokok kita, entah di dalam keluarga, masyarakat/Gereja maupun tempat kerja/kantor. Betapapun kecilnya tugas atau tanggungjawab hendaknya dikerjakan dengan sungguh-sungguh, jangan diremehkan; ingatlah bahwa yang besar terjadi karena yang kecil, sebagaimana disabdakan oleh Yesus:”Engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar”. Yang kita butuhkan ataupun yang harus kita kerjakan dalam hidup sehari-hari kiranya hal-hal atau perkara kecil, maka marilah kita setia terhadap perkara kecil dan mengerjakannya dengan baik. Ingat nasehat ini: “Jika anda tidak dapat mengatur kamar anda, jangan mengatur kantor, jika anda tidak dapat mengatur diri sendiri jangan mengatur orang lain, jika anda tidak dapat mengatur tempat tidur sendiri kiranya anda juga tidak dapat mengatur tata ruang maupun kebersamaan hidup di kantor dst..”. Hendaknya kita berbuat apa yang baik dalam perkara kecil seperti : makan/minum , tidur, mandi, omong-omong dst.. dan setia terhadap tuntutan atau kewajiban terkait dengan hal-hal kecil tersebut dalam hal keteraturan (makan/minum, tidur teratur itu sehat; dan jika tubuh sehat ada harapan jiwa dan hati serta akal budi sehat juga sehingga pelayanan dan kinerja kita akan menjadi baik dan setia).

“Apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti” (1Kor1:27-28). Yang terutama dan pertama-tama di dalam Kerajaan Allah atau hidup beriman kiranya bukan kepandaian, pangkat/gelar/jabatan, kekayaan melainkan penyerahan diri secara total kepada Allah sehingga memiliki ‘cara bertindak’ sebagaimana dikehendaki oleh Allah. Orang pandai, berpangkat/berkedudukan dan kaya pada umumnya ketika menerima ajakan atau tawaran untuk melakukan hal-hal baru alias pembaharuan sering terlalu banyak berpikir dan pertimbangan sehingga terlambat memperbaharui diri atau tidak jadi memperbaharui diri; demikian juga ketika ada undangan ‘gotong-royong atau kerja bakti’. Sementara itu mereka yang bodoh dan lemah menurut pandangan dunia ini ketika ada panggilan atau undangan untuk berbuat yang baru atau mengadakan pembaharuan, termasuk ajakan untuk gotong royong atau kerja bakti alias bertindak sosial pada umumnya menanggapi dengan cepat, tanpa pikir panjang dan pertimbangan. Maka marilah kita perhatikan mereka yang dipandang ‘bodoh dan lemah’ oleh dunia ini, yang tidak mungkin mengandalkan diri kepada ‘dunia’ melainkan pada ‘penyelenggaraan Ilahi’. Dari yang ‘bodoh dan lemah’ menurut pandangan dunia, kiranya kita dapat belajar perihal keutamaan-keutamaan atau nilai-nilai kehidupan, antara lain ‘pasrah’/menyerahkan diri pada penyelenggaraan Ilahi, siap-sedia, terbuka, banyak kerja sedikit bicara dst..”Preferential option for/with the poor” juga berarti belajar dari mereka yang miskin dan lemah.


"Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar." (Luk 16:10)