“Aku datang bukan untuk meniadakannya melainkan untuk menggenapinya” (Ul 4:1.5-9; Mzm 147:12-13.15-16; Mat 5:17-19)


"Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga” (Mat 5:17-19), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

• Di dalam hidup bersama dimana pun pasti ada aturan atau tata tertib yang harus dilaksanakan, entah aturan atau tata tertib tersebut berupa lisan atau tradisionil atau tertulis. Dengan kata lain dalam hidup bersama kita perlu berpedoman pada norma-norma yang ada, entah itu norma sopan santun, norma hukum maupun norma moral. Para generasi muda masa kini kiranya mengalami kemerosotan dalam hal sopan santun dan ada kemungkinan karena orangtuanya kurang mendidiknya atau pengaruh pergaulan dengan teman sebaya yang pada umumnya sangat dipengaruhi sikap mental instant karena kemajuan sarana-prasarana komunikasi elektronik saat ini. Sopan santun antara lain berarti senantiasa menghormati yang lain sesuai dengan jati diri dan fungsinya, entah itu manusia, binatang, tanaman, harta benda atau tempat atau “sikap dan perilaku yang tertib sesuai dengan adat istiadat atau norma-norma yang berlaku dalam masyaerakat”(Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Pennaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 26). Maka kami berharap agar anak-anak sedini mungkin di dalam keluarga dididik dan dibina dalam hal sopan santun. Ketika orang hidup dengan sopan santun, maka yang bersangkutan akan dengan mudah mentaati aneka norma hukum, yang berupa tulisan dalam bentuk aturan atau tata tertib, dan pada gilirannya hidup dan bertindak berdasarkan norma moral alias sesuai dengan kehendak Allah. Keunggulan hidup beriman atau beragama ada dalam pelaksanaan atau penghayatan, yaitu melaksanakan atau menghayati aneka tata tertib dan aturan yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusannya, yang kemudian unggul dalam pelaksanaan atau penghayatan kehendak Allah. Marilah kita meneladan Yesus yang datang ke dunia untuk menggenapi atau melaksanakan hukum Taurat, dan bagi kita berarti mentaati dan melaksanakan aneka tata tertib dan aturan yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing.
• “Ingatlah, aku telah mengajarkan ketetapan dan peraturan kepadamu, seperti yang diperintahkan kepadaku oleh TUHAN, Allahku, supaya kamu melakukan yang demikian di dalam negeri, yang akan kamu masuki untuk mendudukinya. Lakukanlah itu dengan setia, sebab itulah yang akan menjadi kebijaksanaanmu dan akal budimu di mata bangsa-bangsa yang pada waktu mendengar segala ketetapan ini akan berkata: Memang bangsa yang besar ini adalah umat yang bijaksana dan berakal budi” (Ul 4:5-6). Kita semua dipanggil untuk setia melaksanakan aneka ketetapan dan peraturan yang berlaku. “Setia adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan keterikatan dan kepedulian atas perjanjian yang telah dibuat” (Prof Dr.Edi Setyawati/edit:..ibid..hal 24). Mungkin baik sebagai orang yang telah dibaptis saya mengajak anda sekalian untuk mawas diri sejauh mana setia pada janji baptis, yaitu dalam hidup dan bertindak dimana pun dan kapan pun senantiasa ‘hanya mau mengabdi Allah saja serta menolak semua godaan setan’. Janji baptis merupakan dasar atau landasan bagi siapapun yang telah dibaptis, beriman kepada Yesus Kristus, maka jika janji baptis dapat dihayati dengan setia, kiranya janji-janji berikutnya, seperti janji imamat, janji perkawinan, kaul membiara dst.. dapat dihayati dengan setia juga. Dengan ini kami mengajak dan mengingatkan siapa saja yang telah dibaptis, entah itu imam, bruder, suster maupun awam untuk saling membantu dan mengingatkan dalam hal penghayatan janji baptis, dan biarlah di malam Paskah nanti dengan meriah dan bangga serta bergairah kita bersama-sama memperbaharui janji baptis, dan kemudian hidup baru sesuai dengan panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing.

“Megahkanlah TUHAN, hai Yerusalem, pujilah Allahmu, hai Sion! Sebab Ia meneguhkan palang pintu gerbangmu, dan memberkati anak-anakmu di antaramu. Ia menyampaikan perintah-Nya ke bumi; dengan segera firman-Nya berlari. Ia menurunkan salju seperti bulu domba dan menghamburkan embun beku seperti abu” (Mzm 147:12-13.15-16)


Rabu, 6 Maret 2013

Romo Ignatius Sumarya, SJ