“Ia pun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu.” (1Kor 1;26-31; Mzm 23:1-4; Mat 13:44-46)


"Hal Kerajaan Sorga itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu dipendamkannya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu. Demikian pula hal Kerajaan Sorga itu seumpama seorang pedagang yang mencari mutiara yang indah. Setelah ditemukannya mutiara yang sangat berharga, ia pun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu.” (Mat 13:44-46), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta Sta. Agnes, perawan dan martir, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Keperawanan bagi gadis atau perempuan merupakan hal yang sangat berharga atau bernilai, dan boleh dikatakan merupakan harga dirinya, maka ketika ada gadis ‘menjual keperawanan’ dengan berhubung-an seks dengan seorang lelaki yang membayarnya sering disebut ‘menjual diri’. Keperawanan seorang gadis akan dipersembahkan kepada orang yang paling dikasihi, yaitu orang yang menjadi suaminya, itulah yang benar dan baik. Namun sering dikatakan lebih baik lagi adalah gadis yang mempersembah-kan kepada Allah yang telah menciptakan dan mengasihinya, itulah yang dihayati atau terjadi pada diri St.Agnes, yang kita kenangkan pada hari ini. Ia adalah seorang gadis yang masih perawan, sangat cantik, mempesona dan menarik. Ia baru berumur 13 tahun ketika terjadi penganiaayaan terhadap orang-orang Kristus, para murid Yesus Kristus, dimana orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus dibunuh. Agnes pernah ditawari menikah dengan seorang pemuda tampan asal meninggalkan imannya, namun Agnes tetap teguh dalam iman, meskipun untuk itu ia harus mengalami penganiaayaan yang akhirnya harus mati karena imannya. Kita semua, sebagai orang beriman atau beragama, memiliki rahmat atau panggilan kemartiran, maka kami harapkan kita setia menghayati panggilan itu. Pertama-tama dan terutama, meneladan St.Agnes, kami mengajak dan mengingatkan rekan-rekan gadis, remaja putrid, untuk tidak menjual keperawanannya, melainkan persembahkan keperawanan anda kepada yang paling dikasihi, bukan sembarang orang asal membayar mahal. Kepada kita semua kami ajak untuk mengusahakan diri senantiasa hidup suci, artinya membaktikan diri sepenuhnya dalam cara hidup dan cara bertindak setiap hari kepada Penyelenggaraan Ilahi, kehendak dan perintah Allah. Dengan kata lain kami mengajak kita semua untuk menghormati dan menjunjung tinggi harkat martabat atau hak-hak asasi manusia. 

· “Ingat saja, saudara-saudara, bagaimana keadaan kamu, ketika kamu dipanggil: menurut ukuran manusia tidak banyak orang yang bijak, tidak banyak orang yang berpengaruh, tidak banyak orang yang terpandang. Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada seorang manusia pun yang memegahkan diri di hadapan Allah” (1Kor 1:25-29). Kutipan ini kiranya sampai saat ini isinya masih up to date, antara lain dapat kita lihat dan cermati munculnya tokoh-tokoh Gereja, masyarakat, bangsa dan Negara, dari kalangan bawah. Contoh konkret dalam pemerintahan misalnya Jokowi, yang terpilih sebagai Gubernur DKI, sedangkan di dalam Gereja Katolik kiranya yang terpilih menjadi imam maupun uskup pada umumnya juga berasal dari kalangan bawah, pedesaan. Kerajaan Allah memang berbeda dengan Kerajaan dunia, Kerajaan Allah lebih mengutamakan hati, sedangkan kerajaan dunia kiranya lebih mengutamakan pikiran dan kekayaan/harta benda. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan siapapun yang menyatakan atau mengakui diri sebagai Umat Allah untuk senantiasa mengutamakan hati dalam hidup dan bertindak setiap hari, yang kami maksudkan adalah mendengarkan suara hati yang bersih dan jernih, yang tidak lain adalah suara Allah sendiri yang menggema dalam lubuk hati kita yang terdalam. Ingat akan peribahasa “Dalamnya laut dapat diduga, dalamnya hati siapa tahu”. Kiranya hanya mereka yang memiliki hati yang tahu kedalaman hati seseorang. Hemat saya hanya orang yang hidup sungguh saling mengasihi akan mampu menduga kedalaman hati orang, atau orang-orang bijak, seperti guru-guru rohani atau spiritual yang sering didatangi oleh banyak orang guna minta nasihat dan pertolongan atau pencerahan.

“TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya. Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku.” (Mzm 23:1-4)

Senin, 21 Januari 2013

Romo Ignatius Sumarya, SJ