HOMILI: Pesta Pembaptisan Tuhan ( Yes 40:1-5.9-11; Mzm 104:1b-2.3-4.24-25.27-28.29-30; Tit 2:11-14; 3:4-7; Luk 3:15-16.21-22)


"Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan."

Hari ini adalah hari terakhir setelah kita mengenangkan kelahiran Penyelamat Dunia, dan mulai besok pagi kita memasuki masa Biasa dalam Tahun Liturgi. Dalam Warta Gembira hari ini dikisahkan Yesus, yang meninggalkan Nazaret dan pergi ke sungai Yordan untuk menggabung-kan Diri dengan banyak orang, pengikut Yohanes Pembaptis, dan menerima baptisan dari Yohanes; Ia mengawali tugas pengutusan-Nya dengan menerima baptisan. Maka marilah dalam memasuki Masa Biasa Tahun Liturgi kita dalam hidup sehari-hari menghayati rahmat baptisan yang telah kita terima, agar kita sebagai umat Allah juga berkenan kepadaNya, sebagai orang yang sungguh dikasihi Allah dan selanjutnya menyalurkan kasih Allah tersebut kepada saudara-saudari kita dimana pun dan kapan tanpa pandang bulu.

“Ketika seluruh orang banyak itu telah dibaptis dan ketika Yesus juga dibaptis dan sedang berdoa, terbukalah langit dan turunlah Roh Kudus dalam rupa burung merpati ke atas-Nya. Dan terdengarlah suara dari langit: "Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan.” (Luk 3:21-22).

Ketika dibaptis kita mendengar kata-kata imam/pastor yang membaptis, seraya mecurahi dari kita dengan air baptisan :”…,aku membaptis engkau dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus”. Kita menerima baptisan setelah dengan mantap dan penuh harapan berjanji untuk senantiasa hanya mengabdi Tuhan dan menolak semua godaan setan, maka diharapkan setelah dibaptis kita senantiasa dalam cara hidup dan cara bertindak hanya mengabdi Tuhan dan menolak semua godaan atau rayuan setan. Sejauh mana selama ini kita setia pada janji baptis tersebut, marilah kita dengan jujur mawas diri.

Mengabdi Tuhan harus menjadi nyata dalam cara hidup dan cara bertindak setiap hari, antara terhadap orang lain atau siapapun senantiasa bersikap mengabdi atau melayani. Buah pengabdian atau pelayanan tidak lain adalah kebahagiaan yang dilayani dan tentu saja yang melayani juga berbahagia. Maka sebagai orang yang telah dibaptis marilah kita berusaha dengan rendah hati saling membahagiakan dan menyelamatkan, tentu saja sekali lagi saya angkat, terutama dan pertama-tama adalah keselamatan jiwa manusia. Orang yang selamat jiwanya hemat saya senanitasa melakukan apa yang baik, yang berkenan pada Tuhan maupun sesama manusia. Baptisan merupakan rahmat terdasar, maka baiklah pertama-tama kita usahakan untuk saling berkenan dan membahagiakan dalam komunitas basis atau dasar, yaitu dalam keluarga kita masing-masing. Ketika dalam keluarga semua anggota keluarga memiliki pengalaman melayani dan dilayani, membahagiakan dan dibahagiakan, maka kepada orang lain di luar keluarganya, dimana pun dan kapanpun akan tergerak untuk melayani dan membahagiakan.

Godaan atau rayuan menggejala dan menjadi nyata setiap hari dalam dan melalui aneka cara dan bentuk. Memang godaan-godaan tersebut pada umumnya erat kaitannya dengan kenikmatan-kenikmatan fisik, misalnya kenikmatan seks, makan dan minum, tidur, bermalas-malasan, bertindak seenaknya hanya mengikuti selera atau keinginan pribadi, dst.. Memang akar dari godaan dan rayuan tersebut hemat saya adalah kemalasan, maka kami harapkan kita tidak bermalas-malas dalam hidup, tugas, panggilan dan pekerjaan kita. Dengan kata lain apapun yang menjadi tugas atau kewajiban anda laksanakan atau hayati sebaik mungkin, dengan kerja keras dan penuh perhatian: hati, jiwa, akal budi dan tubuh diarahkan sepenuhnya pada tugas atau kewajiban. Jika kita berbuat demikian, percayalah godaan atau rayuan setan tak akan ada kesempatan mendatangi kita. Sekiranya anda harus menghadapi godaan atau rayuan setan, hendaknya dihadapi dengan doa, mohon rahmat dan bantuan Tuhan untuk melawan godaan atau rayuan setan tersebut.

Hemat saya jika kita semua sungguh-sungguh menghayati janji baptis, maka janji-janji lain, entah itu janji perkawinan, kaul membiara, janji imamat, janji pegawai, pelajar atau mahasiswa, dst.. akan dengan mudah dihayati atau dilaksanakan. Maka ketika kita melihat entah itu imam, bruder, suster, bapak atau ibu, pegawai, mahasiswa-mahasiswi, dst. yang telah dibaptis tidak sesuai dengan panggilannya dalam cara hidup dan cara bertindak, hendaknya yang bersangkutan ditegor dan diingatkan seraya ditanyakan: “Apakah anda telah dibaptis?”. Maka jangan menegor dengan kata-kata seperti: “hendaknya anda menjadi imam/bruder/suster/bapak-ibu, mahasiwa-mahasiswi..yang baik”. Marilah kita berlomba mengahayati janji baptis, agar perbedaan panggilan dan cara hidup kita yang berbeda satu sama lain kondusif mendukung kebersamaan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita.

“Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan penyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus, yang telah menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diri-Nya suatu umat, kepunyaan-Nya sendiri, yang rajin berbuat baik” (Tit 2:12-14) .

Orang yang berkenan pada Tuhan memang harus “hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan pernyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar”. Tentu saja pertama-tama dan terutama yang diharapkan hidup demikian adalah siapapun yang menentukan hidup dan kerja bersama, dalam bentuk apapun dan dimanapun, misalnya direktur, pimpinan, rector, kepala atau ketua dst.. Tindakan bijaksana senantiasa membuat orang yang kena dampak tindakan merasa bahagia dan senang, serta kemudian akan melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan giat, kerja keras dan sepenuh hati. Sedangkan tindakan adil yang paling mendasar adalah menghormati dan menjunjung tinggi harkat martabat manusia alias tidak pernah melecehkan manusia siapapun. Semoga siapapun yang menentukan hidup dan kerja bersama senantiasa bertindak bijaksana dan adil. Kami berharap juga anda dapat menjadi teladan sebagai manusia yang sungguh beribadah kepada Tuhan di dalam dunia sekarang ini.

Perihal ‘beribadah di dalam dunia sekarang ini’ hemat saya merupakan panggilan dan tugas pengutusan semua umat beriman atau beragama, entah iman atau agamanya apapun. Tanda orang yang sungguh beribadah kepada Tuhan hemat saya antara lain orang yang bersangkutan hidup dan bertindak dengan rendah hati, lembah lembut, budi pekerti luhur, sehingga semakin dikasihi oleh Tuhan maupun sesama manusia. Memang secara konkret juga tidak pernah melupakan doa-doa harian atau ibadah harian/mingguan, sesuai dengan panggilan dan tugas pengutusan masing-masing. Tuhan hadir dan berkarya dimana-mana dan kapan saja melalui ciptaan-ciptaan-Nya di bumi ini, tentu saja pertama-tama dan terutama adalah dalam diri manusia yang diciptakan sesuai dengan gambar atau citra Allah, maka hendaknya antar kita senantiasa saling memuji, menghormati, dan melayani.

Panggilan untuk beribadah kepada Tuhan tidak hanya menjadi nyata dalam kegiatan liturgy atau upacara keagamaan, tetapi juga menjadi nyata dalam cara hidup dan cara bertindak setiap hari. Dengan kata lain hidup ini adalah ibadah kepada Tuhan, sehingga bekerja atau belajar bagaikan sedang beribadah, teman kerja/belajar bagaikan teman ibadah, aneka sarana-prasarana kerja/ belajar bagaikan sarana-prasarana ibadah. Bukankah kita dalam ibadah senantiasa bersikap hormat dan rendah hati, maka hendaknya kita saling menghormati dan menjunjung tinggi, serta merawat dan mengurus aneka sarana-prasarana kerja/ibadah bagaikan mengurus sarana-prasarana ibadah. Dengan demikian semakin belajar atau bekerja diharapkan orang semakin suci, semakin membaktikan diri sepenuhnya kepada Penyelenggaraan Ilahi.

“Betapa banyak perbuatan-Mu, ya TUHAN, sekaliannya Kaujadikan dengan kebijaksanaan, bumi penuh dengan ciptaan-Mu Lihatlah laut itu, besar dan luas wilayahnya, di situ bergerak, tidak terbilang banyaknya, binatang-binatang yang kecil dan besar. Semuanya menantikan Engkau, supaya diberikan makanan pada waktunya. Apabila Engkau memberikannya, mereka memungutnya; apabila Engkau membuka tangan-Mu, mereka kenyang oleh kebaikan. Apabila Engkau menyembunyikan wajah-Mu, mereka terkejut; apabila Engkau mengambil roh mereka, mereka mati binasa dan kembali menjadi debu. Apabila Engkau mengirim roh-Mu, mereka tercipta, dan Engkau membaharui muka bumi” (Mzm 104:24-25.27-30)

Minggu, 13 Januari 2013

Romo Ignatius Sumarya, SJ