"Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya.” (Yl 3:12-21; Mzm 97:1-2,5-6,11-12; Luk 11:27-28)

“Ketika Yesus masih berbicara, berserulah seorang perempuan dari antara orang banyak dan berkata kepada-Nya: "Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau dan susu yang telah menyusui Engkau." Tetapi Ia berkata: "Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya.” (Luk 11:27-28), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Seorang ibu yang baik pasti sangat mengasihi anaknya dalam keadaan atau situasi apapun, meskipun anaknya bersalah ia pasti akan membela dan melindungi sekuat tenaga, apalagi ketika anaknya berhasil maka ia akan sangat berbagia dan bangga. Perkembangan dan pertumbuhan kepribadian anak memang sangat tergantung dari orangtuanya, lebih-lebih ibunya yang telah mengandungnya selama kurang lebih sembilan bulan, melahirkannya dengan penderitaan dan pengorbanan, menyusui, membelainya dengan penuh kasih dst… Maka ketika ada anak berhasil dalam belajar maupun bekerja, maka rekan-rekan perempuan yang menyaksikannya pasti akan memberi pujian kepada ibunya, sebagaimana diwartakan dalam Injil hari ini. Ada seorang perempuan yang terharu dan kagum atas pengajaran dan cara hidup Yesus, dan ia berkata kepada-Nya: ”Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau dan susu yang telah menyusui Engkau”. Dan Yesus pun menjawabnya: “Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya”. Jawaban Yesus kiranya lebih menjelaskan dan menegaskan siapa ‘ibu mengandung dan menyusui-Nya’, yaitu Bunda Maria, teladan hidup beriman. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan kita semua, tidak hanya para ibu saja, untuk meneladan Bunda Maria yang “mendengarkan firman Allah dan memeliharanya atau melaksanakannya’. Menjadi pendengar dan pelaksana yang baik dan handal ‘firman Allah’ itulah keutamaan hidup beriman. Marilah setiap hari kita bacakan, dengarkan, renungkan dan laksanakan firman Allah sebagaimana tertulis di dalam Kitab Suci. Kita dapat memulai secara berurutan sebagaimana tertulis di dalam Kitab Suci atau mengikuti apa yang tertulis di dalam Kalendarium Liturgi. Kepada rekan-rekan klerus maupun anggota Lembaga Hidup Bakti, kiranya setiap hari membacakan dan mendengarkan firman Allah, entah dalam atau melalui Perayaan Ekaristi maupun Ibadat Harian. Kutipan-kutipan dari Kitab Suci yang ada didalam Ibadat Harian adalah kutipan yang terpilih, bagus sekali, maka marilah kita dengarkan dan hayati dalam hidup sehari-hari.

· “Kamu akan mengetahui bahwa Aku, TUHAN, adalah Allahmu, yang diam di Sion, gunung-Ku yang kudus. Dan Yerusalem akan menjadi kudus, dan orang-orang luar tidak akan melintasinya lagi. Pada waktu itu akan terjadi, bahwa gunung-gunung akan meniriskan anggur baru, bukit-bukit akan mengalirkan susu, dan segala sungai Yehuda akan mengalirkan air; mata air akan terbit dari rumah TUHAN dan akan membasahi lembah Sitim” (Yl 3:17-18). Kutipan ini baiklah kita renungkan dan refleksikan secara konkret dalam keluarga atau komunitas kita masing-masing. “Yerusalem, kota suci atau idaman” adalah rumah atau komunitas kita masing-masing; dari rumah atau komunitas kita diharapkan “meniriskan anggur baru, mengalirkan susu dan air”, terjadi pembaharuan-pembaharuan hidup dan pertumbuhan serta perkembangan pribadi-pribadi yang sehat, segar dan cerdas beriman. Tanpa mengurangi peran anggota lain rasanya peran ibu di dalam rumah atau keluarga, peran minister atau pengurus rumah tangga komunitas/biara sungguh besar dan menentukan. Ibu di dalam keluarga telah menyusui anak-anaknya serta menyediakan kebutuhan hidup sehari-hari, sehingga anak-anaknya sehat, segar, tegar serta tumbuh berkembang menjadi pribadi cerdas beriman, para minister atau pengurus rumah tangga komunitas/biara dengan susah payah dan pengorbanan telah mengusahakan kebutuhan hidup sehari-hari anggota komunitasnya. Memang ketika pelayanan para ibu atau minister ini biasa-biasa saja atau baik, pada umumnya anggota lainnya diam-diam saja sambil menikmati sajian mereka, tetapi ketika pelayanan kurang baik pada umumnya para anggota mengeluh dan ngrasani. Maka kami berharap kepada para anggota keluarga maupun komunitas atau biara untuk senantiasa bersyukur dan berterima kasih atas apa yang telah dipersiapkan dan dilayani oleh para ibu maupun minister atau pengurus rumah tangga; marilah kita memuji seperti seorang perempuan yang berkata kepada Yesus: “Berbahagilah ibu dan para minister atau pengurus rumah tangga, yang telah menyediakan makanan, minuman, kebersihan rumah dan segala kebutuhan-kebutuhan kecil dalam hidup bersama”.

“TUHAN adalah Raja! Biarlah bumi bersorak-sorak, biarlah banyak pulau bersukacita! Awan dan kekelaman ada sekeliling Dia, keadilan dan hukum adalah tumpuan takhta-Nya. Gunung-gunung luluh seperti lilin di hadapan TUHAN, di hadapan Tuhan seluruh bumi. Langit memberitakan keadilan-Nya, dan segala bangsa melihat kemuliaan-Nya.” (Mzm 97:1-25-6)


Sabtu, 8 Oktober 2011

Romo Ignatius Sumarya, SJ

"Setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti binasa” (Yl 1:13-15; 2:1-2; Mzm 9:2-3.6.16, 8-9; Luk 11:15-26)

“Tetapi ada di antara mereka yang berkata: "Ia mengusir setan dengan kuasa Beelzebul, penghulu setan." Ada pula yang meminta suatu tanda dari sorga kepada-Nya, untuk mencobai Dia. Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka lalu berkata: "Setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti binasa, dan setiap rumah tangga yang terpecah-pecah, pasti runtuh. Jikalau Iblis itu juga terbagi-bagi dan melawan dirinya sendiri, bagaimanakah kerajaannya dapat bertahan? Sebab kamu berkata, bahwa Aku mengusir setan dengan kuasa Beelzebul. Jadi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Beelzebul, dengan kuasa apakah pengikut-pengikutmu mengusirnya? Sebab itu merekalah yang akan menjadi hakimmu. Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu. Apabila seorang yang kuat dan yang lengkap bersenjata menjaga rumahnya sendiri, maka amanlah segala miliknya. Tetapi jika seorang yang lebih kuat dari padanya menyerang dan mengalahkannya, maka orang itu akan merampas perlengkapan senjata, yang diandalkannya, dan akan membagi-bagikan rampasannya. Siapa tidak bersama Aku, ia melawan Aku dan siapa tidak mengumpulkan bersama Aku, ia mencerai-beraikan." "Apabila roh jahat keluar dari manusia, ia pun mengembara ke tempat-tempat yang tandus mencari perhentian, dan karena ia tidak mendapatnya, ia berkata: Aku akan kembali ke rumah yang telah kutinggalkan itu. Maka pergilah ia dan mendapati rumah itu bersih tersapu dan rapi teratur. Lalu ia keluar dan mengajak tujuh roh lain yang lebih jahat dari padanya, dan mereka masuk dan berdiam di situ. Maka akhirnya keadaan orang itu lebih buruk dari pada keadaannya semula." (Luk 11:15-26), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Jika dalam kehidupan bersama terjadi kekurangan atau kesalahan, pada umumnya orang saling menuduh atau menyalahkan yang lain dan membenarkan dirinya sendiri. Ketika tidak ada yang merasa bersalah satupun, maka masing-masing kemudian mencari dukungan untuk saling menyalahkan dan menuduh sebagaimana disabdakan oleh Yesus : ”ia (roh jahat) keluar dan mengajak tujuh roh lain yang lebih jahat dari padanya dan mereka masuk dan berdiam di situ”. Tuduh-menuduh atau salah-menyalahkan tersebut terjadi karena adanya irihati atas keberhasilan atau kesuksesan yang lain dan sementara itu dirinya sendiri gagal total. Maka marilah jika dalam kebersamaan hidup kita ada yang sukses maupun gagal kita dengan jujur mengakui kesuksesan maupun kegagalan yang ada, entah itu terjadi pada diri saya sendiri atau orang lain. Jika kita jujur terhadap diri sendiri rasanya diri kita adalah orang-orang yang lemah dan rapuh, dan dengan demikian tidak mudah menuduh atau menyalahkan orang lain, melainkan senantiasa menyadari dan menghayati kelemahan dan kerapuhan dirinya serta mengakui kebaikan dan kesuksesan sesamanya. Dengan kata lain saya mengajak dan mengingatkan kita semua untuk senantiasa bersikap positif terhadap sesama dan saudara-saudari kita alias lebih melihat dan mengakui kebaikan dan kelebihan daripada kejahatan dan kekurangan sesama dan saudara-saudari kita. Orang yang lebih melihat kejahatan daripada kebaikan, kekurangan daripada kelebihan, hemat saya berarti ahli setan atau roh jahat, ahli kejahatan, sebaliknya jika orang lebih melihat kebaikan daripada kejahatan, kelebihan daripada kekurangan, maka ia akan mahir dalam pembedaan roh atau spiritual discernment, kemahiran yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan bersama di manapun dan kapanpun.

· “Tiuplah sangkakala di Sion dan berteriaklah di gunung-Ku yang kudus! Biarlah gemetar seluruh penduduk negeri, sebab hari TUHAN datang, sebab hari itu sudah dekat; suatu hari gelap gulita dan kelam kabut, suatu hari berawan dan kelam pekat; seperti fajar di atas gunung-gunung terbentang suatu bangsa yang banyak dan kuat, yang serupa itu tidak pernah ada sejak purbakala, dan tidak akan ada lagi sesudah itu turun-temurun, pada masa yang akan datang” (Yl 2:1-2) . Baiklah kutipan ini kita renungkan. “Biarlah gemetar seluruh penduduk negeri, sebab hari Tuhan datang”: Tuhan adalah pembawa damai sejahtera, maka jika kita saling bertengkar, bermusuhan atau membenci dengan kedatangan-Nya kita pasti akan gemetar, ketakutan atau sebaliknya berterima kasih dan bersyukur karena kedatangan-Nya pasti mendamaikan kita semua. Kiranya syukur dan terima kasih itulah sikap yang harus kita miliki ketika Tuhan mendatangi kita melalui orang-orang yang baik hati untuk mendamaikan kita. Gemetaran hati kita merupakan awal keterbukaan diri atas bantuan atau pertolongan orang lain. Maka marilah kita senantiasa terbuka atas sapaan dan sentuhan orang lain yang dengan besar hati serta rela berkorban untuk mendamaikan kita yang sedang bertengkar dan bermusuhan. Jangan biarkan kebersamaan kita pelan-pelan hancur berantakan, yang akan membuat masing-masing dari kita semakin sengsara dan menderita.

“Aku mau bersyukur kepada TUHAN dengan segenap hatiku, aku mau menceritakan segala perbuatan-Mu yang ajaib; aku mau bersukacita dan bersukaria karena Engkau, bermazmur bagi nama-Mu, ya Mahatinggi. Engkau telah menghardik bangsa-bangsa, telah membinasakan orang-orang fasik; nama mereka telah Kauhapuskan untuk seterusnya dan selama-lamanya” (Mzm 9:2-36)



Jumat, 7 Oktober 2011


Romo Ignatius Sumarya, SJ

“Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya” (Mal 3:13-4:2a; Mzm 1:1.2.3.4.6; Luk 11:5-13)


“Lalu kata-Nya kepada mereka: "Jika seorang di antara kamu pada tengah malam pergi ke rumah seorang sahabatnya dan berkata kepadanya: Saudara, pinjamkanlah kepadaku tiga roti, sebab seorang sahabatku yang sedang berada dalam perjalanan singgah ke rumahku dan aku tidak mempunyai apa-apa untuk dihidangkan kepadanya; masakan ia yang di dalam rumah itu akan menjawab: Jangan mengganggu aku, pintu sudah tertutup dan aku serta anak-anakku sudah tidur; aku tidak dapat bangun dan memberikannya kepada saudara. Aku berkata kepadamu: Sekalipun ia tidak mau bangun dan memberikannya kepadanya karena orang itu adalah sahabatnya, namun karena sikapnya yang tidak malu itu, ia akan bangun juga dan memberikan kepadanya apa yang diperlukannya. Oleh karena itu Aku berkata kepadamu: Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan. Bapa manakah di antara kamu, jika anaknya minta ikan dari padanya, akan memberikan ular kepada anaknya itu ganti ikan? Atau, jika ia minta telur, akan memberikan kepadanya kalajengking? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya.” (Luk 11:5-13), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.


Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· “Romo, maaf mengganggu acara Romo ya…”, demikian sapaan pertama via tilpon kepada saya di seberang sana. “Lho jadi pastor khan tugas utamanya diganggu”, demikian tanggapan saya secara spontan. Sementara itu sering kita dengar ketika ada permintaan tolong dari seseorang, yang dimintai tolong dengan segera memberi jawaban: “Ya, nanti kalau ada waktu saya tolong”. Tanggapan macam ini hemat saya menunjukkan bahwa yang bersangkutan begitu pelit dan sulit memberi bantuan kepada yang lain, dan sekiranya memberi bantuan pun yang diberikan adalah sisa-sisanya alias membuang sampah serta melecehkan sesamanya. Kita senantiasa telah memperoleh apa yang terbaik bagi kita dari Allah, yang secara konkret juga telah kita terima dari mereka yang mengasihi dan memperhatikan kita, terutama orangtua atau bapak-ibu kita masing-masing. Dan secara khusus kiranya kita juga telah menerima anugerah Roh Kudus dari Allah yang menjadi nyata dalam nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan hidup yang sangat berguna bagi hidup, panggilan dan tugas perutusan kita, antara lain iman, harapan dan cinta kasih. Maka marilah dalam hidup sehari-hari, dalam pergaulan, pekerjaan, pelayanan dan kesibukan, kita senantiasa memberikan apa yang terbaik tersebut, iman, harapan dan cintakasih kepada sesama dan saudara-saudari kita, sehingga baik kita sendiri maupun sesama kita semakin beriman, berharap dan saling mengasihi. Secara konkret hendaknya sapaan, sentuhan atau pemberian dalam bentuk harta benda kepada sesama dan saudara-saudari kita hendaknya yang membuat mereka semakin beriman, berharap dan mengasihi baik kepada Tuhan maupun sesamanya. Untuk itu dari pihak kita yang memberi memang dibutuhkan pengorbanan, sebagaimana Bapa telah ‘mengorbankan Putera Tunggal-Nya’ demi keselamatan dan kebahagiaan dunia, umat manusia.

· “Mereka akan menjadi milik kesayangan-Ku sendiri, firman TUHAN semesta alam, pada hari yang Kusiapkan. Aku akan mengasihani mereka sama seperti seseorang menyayangi anaknya yang melayani dia” (Mal 3:17). Kutipan ini layak menjadi permenungan dan refleksi kita semua. Kita adalah anak-anak kesayangan Tuhan dan Tuhan senantiasa mengasihi kita terus menerus, tiada henti sampai mati. “Aku berdoa, supaya kamu bersama-sama dengan segala orang kudus dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus” (Ef3:18), demikian sapaan kasih Paulus kepada umat di Filipi, kepada kita semua. Kasih Allah kepada kita melalui Yesus begitu panjang, lebar dan dalam serta tak terkuasai oleh akal budi, dan kiranya hanya dapat dinikmati oleh hati yang mengasihi, hati yang siap sedia disakiti karena cinta seperti Hati Yesus yang ditusuk dengan tombak dan mengalirkan darah dan air, rahmat yang menghidupkan dan menyegarkan. Kita semua dipanggil untuk memiliki hati yang demikian itu, dimana dari hati kita keluar atau menghasilkan buah-buah Roh yang menghidupkan dan menyegarkan seperti “kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri.” (Gal 5:22-23). Rasanya buah Roh macam itu telah kita terima dari Allah melimpah ruah melalui sesama kita, terutama bapak-ibu atau orangtua kita masing-masing, sehingga kita dalam keadaan sehat, segar dan bugar seperti saat ini. Marilah kita teruskan dan sebarluaskan buah-buah Roh tersebut kepada sesama dan saudara kita dimanapun dan kapanpun juga, sehingga dunia dan bumi seisinya ini selamat, aman, tenteram dan damai


“Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil.” (Mzm 1:1-3)

Kamis, 6 Oktober 2011

Romo Ignatius Sumarya, SJ

“Marta engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara” (Yun 3:1-10; Mzm 130:1-4a; Luk 10:38-42)

“ Ketika Yesus dan murid-murid-Nya dalam perjalanan, tibalah Ia di sebuah kampung. Seorang perempuan yang bernama Marta menerima Dia di rumahnya. Perempuan itu mempunyai seorang saudara yang bernama Maria. Maria ini duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya, sedang Marta sibuk sekali melayani. Ia mendekati Yesus dan berkata: "Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku." Tetapi Tuhan menjawabnya: "Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.” (Luk 10:38-42), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St. Fransiskus dari Assisi hari ini, saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

• St.Fransiskus dari Assisi antara lain dikenal sebagai anak orang kaya raya, yang meninggalkan keluarga dan kekayaannya serta kemudian hidup miskin meneladan Yesus miskin dalam hal harta benda atau uang. Harta benda atau uang memang menimbulkan banyak perkara di dunia ini, serta membuat sibuk orang tanpa kendali sehingga mudah mengeluh dan menggerutu ketika kurang diperhatikan atau dihargai seperti Marta. Hidup miskin yang dihayati Fransiskus dari Assisi merupakan penghayatan penyerahan diri kepada Penyelenggaraan Ilahi, dimana ia tidak hidup dan bertindak dengan mangandalkan diri pada harta benda atau uang, melainkan kehendak Tuhan atau Penyelenggaraan Ilahi. Keutamaan atau kaul kemiskinan adalah ‘benteng dan ibu’ hidup beriman atau berkaul membiara, maka ketika ‘benteng kropos’ atau ‘tidak mengasihi ibu’ berarti telah penghayatan iman atau kaul hidup membiara. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan kita sekalian untuk senantiasa hidup sederhana serta tidak bersikap mental materialistis. Kami berharap kepada segenap imam maupun anggota lembaga hidup bakti, khususnya para pengikut St.Fransiskus dari Assisi, dapat menjadi teladan dalam hidup sederhana; marilah meneladan Maria yang “telah memilih bagian terbaik”, yang bagi kita berarti senantiasa mengandalkan diri pada Penyelenggaraan Ilahi dalam hidup sehari-hari, dan secara konkret juga hidup rendah hati serta terbuka terhadap kebaikan atau belas kasih dan perhatian orang lain.

• “Ketika Allah melihat perbuatan mereka itu, yakni bagaimana mereka berbalik dari tingkah lakunya yang jahat, maka menyesallah Allah karena malapetaka yang telah dirancangkan-Nya terhadap mereka, dan Ia pun tidak jadi melakukannya” (Yun 3:10). “Berbalik dari tingkah laku yang jahat” alias bertobat atau memperbaharui diri itulah yang hendaknya kita hayati atau laksanakan. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan kita semua untuk meninggalkan aneka kejahatan, khususnya pada masa ini, yang mendesak dan up to date, ialah korupsi. Tindakan korupsi merupakan pembusukan lingkungan hidup atau hidup bersama maupun pribadi, maka para koruptor berarti busuk. Saya perhatikan tindakan korupsi di negeri kita ini justru masih marak di lingkungan departemen yang seharusnya membina rakyat untuk bermoral atau berbudi pekerti luhur, yaitu ‘Departemen Agama dan Departemen Pendidikan’, maka tidak mengherankan bahwa korupsi masih marak di negeri ini atau bahkan semakin tumbuh subur. Maka kepada mereka yang berkarya di lingkungan dua departemen ini, sejak dari pusat sampai daerah, saya ajak untuk meninggalkan tindakan korupsi sedikitpun. Memang akhirnya saya mengajak dan mengingatkan para orangtua atau bapak-ibu keluarga untuk membiasakan dan membina anak-anaknya tidak korupsi sedikitpun di dalam keluarga dan tentu saja dengan teladan konkret dari para orangtua. Didiklah dan dampingilah anak-anak untuk hidup sederhana dengan teladan konkret anda sebagai orangtua. Saya juga berharap kepada para tokoh agama maupun guru/pendidik juga dapat menjadi teladan dalam hidup sederhana dan tidak melakukan korupsi sedikitpun. Korupsi telah menimbulkan aneka macam bentuk malapetaka dan pemborosan waktu dan tenaga dari orang-orang baik di negeri ini. Waktu dan tenaga diboroskan untuk memberantas korupsi sehingga tiada waktu dan tenaga lagi untuk usaha pembangunan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Lebih mengerikan lagi usaha pemberantasan korupsi dikacau oleh orang-orang berduit dan berkuasa, antara lain dengan membelokkan perhatian rakyat ke perkara lain, misalnya kerusuhan agama yang dibuatnya.

‘Dari jurang yang dalam aku berseru kepada-Mu, ya TUHAN! Tuhan, dengarkanlah suaraku! Biarlah telinga-Mu menaruh perhatian kepada suara permohonanku. Jika Engkau, ya TUHAN, mengingat-ingat kesalahan-kesalahan, Tuhan, siapakah yang dapat tahan? Tetapi pada-Mu ada pengampunan” (Mzm 130:1-4a)

Kepada para pengikut St.Fransiskus Assisi, kami ucapkan “SELAMAT PESTA”


Selasa, 4 Oktober 2011

Romo Ign Sumarya, SJ

“Siapakah sesamaku manusia?" (Yun 1:1-17;2:10; MT Yun 2:2-5; Luk 10:25-37)


“ Pada suatu kali berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus, katanya: "Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?" Jawab Yesus kepadanya: "Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di sana?" Jawab orang itu: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." Kata Yesus kepadanya: "Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup." Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: "Dan siapakah sesamaku manusia?" Jawab Yesus: "Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati. Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu; ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan. Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan. Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya. Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali. Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?" Jawab orang itu: "Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya." Kata Yesus kepadanya: "Pergilah, dan perbuatlah demikian!” (Luk 10:25-37), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

• Ikatan darah atau suku pada umumnya sangat mempengaruhi cara hidup dan cara bertindak kebanyakan orang, dengan kata lain penghayatan iman atau ajaran agama memang berat dan sulit karena sarat dengan tantangan, masalah dan hambatan, maka orang cenderung hidup dan bertindak sesuai dengan kebiasaan yang telah diterimanya sejak dilahirkan. Sabda hari ini mengajak dan mengingatkan kita semua untuk hidup dan bertindak sesuai dengan tiga keutamaan yaitu “iman, harapandan cintakasih”, dan dari ketiga keutamaan tersebut yang terbesar adalah cintakasih. Cintakasih itu bebas, tak terbatas, sedangkan kebebasan dibatasi oleh cintakasih. Cintakasih dan kebebasan bagaikan mata uang bermuka dua, dapat dibedakan namun tak dapat dipisahkan. Karena cintakasih tak terbatas, maka panggilan kita untuk hidup saling mencintai juga tak dapat dibatasi oleh suku, ras maupun agama.

Cinta kasih mengatasi ikatan suku, ras maupun agama. Marilah kita wujudkan cintakasih kepada sesama kita tanpa pandang bulu, terutama mereka yang sungguh membutuhkan pertolongan, entah karena kecelakaan, menjadi korban bencana alam, miskin, kekurangan dst.. Kita dipanggil untuk mencintai secara total atau sungguh-sungguh, dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap kekuatan. Sekali lagi kami angkat pengalaman anda sebagai suami-isteri: bukankah anda memiliki pengalaman mencintai yang demikian itu, yang antara lain memuncak dalam hubungan seksual? Maka hendaknya pengalaman tersebut terus diperdalam dan disebarluaskan dalam hidup sehari-hari dimanapun dan rkapanpun.

• "Ya TUHAN, janganlah kiranya Engkau biarkan kami binasa karena nyawa orang ini dan janganlah Engkau tanggungkan kepada kami darah orang yang tidak bersalah, sebab Engkau, TUHAN, telah berbuat seperti yang Kaukehendaki” (Yun 1:14), demikian doa orang banyak sebagai tanggapan atas dosa seseorang yang cukup berpengaruh di dalam kehidupan bersama. Memang dalam kebersamaan ketika ada salah sesrorang berbuat jahat maka semuanya yang berada di dalam kebersamaan tersebut harus menanggung akibatnya. Hal yang demikian juga terjadi dalam tubuh kita yang terdiri dari sekian banyak anggota, ketika ada anggota menderita sakit maka seluruh tubuh ikut merasakannya serta menanggung akibatnya. Maka marilah kita saling mengingatkan dan membantu agar tak ada seorang pun dalam kebersamaan hidup kita berbuat jahat atau berdosa. Mereka yang hendak berbuat jahat atau berdosa hendaknya sesegera mungkin diingatkan dan dicegah dengan dan dalam cintakasih, jangan dimarahi atau dilecehkan. Sebaliknya jika kita tidak berani mengingatkan secara langsung, baiklah kita berdoa kepada Tuhan: mohon kasih pengampunan bagi mereka dan kebebasan sejati bagi kita, sehingga kita dapat hidup dan bertindak saling mencintai terus menerus.

Cintakasih juga dapat diwujudkan dalam doa, mendoakan mereka yang kita cintai. Maka meskipun kita secara territorial saling berjauhan, marilah kita saling mendoakan. “Jauh di mata dekat di hati”, demikian kata sebuah pepatah.

"Dalam kesusahanku aku berseru kepada TUHAN, dan Ia menjawab aku, dari tengah-tengah dunia orang mati aku berteriak, dan Kaudengarkan suaraku. Telah Kaulemparkan aku ke tempat yang dalam, ke pusat lautan, lalu aku terangkum oleh arus air; segala gelora dan gelombang-Mu melingkupi aku. Dan aku berkata: telah terusir aku dari hadapan mata-Mu. Mungkinkah aku memandang lagi bait-Mu yang kudus? Segala air telah mengepung aku, mengancam nyawaku; samudera raya merangkum aku; lumut lautan membelit kepalaku” (Yun 2:2-5)


Senin, 3 Oktober 2011

Romo Ign Sumarya, SJ

HOMILI: Hari Minggu Biasa XXVII

Yes 5:1-7; Mzm 80:12.13-14.15-16.19-20; Flp 4:6-9; Mat 21:33-43

"Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru: hal itu terjadi dari pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata kita”


Pada masa Orde Baru jika ada tokoh masyarakat, bangsa atau Negara yang tidak taat kepada orang nomor satu di negeri ini, meskipun orangnya cerdas, beriman dan baik, maka yang bersangkutan akan diusir atau disingkirkan atau ‘dikeluarkan dari fungsi/jabatannya yang strategis’ dalam hidup bermasyarakat , berbangsa dan bernegara. Jika ada orang baik yang mencoba mengganggu atau mempersulit keinginan dan dambaan anggota keluarga orang nomor satu di negeri ini juga disingkirkan dengan berbagai cara. Ada yang dibunuh, ada yang dipenjarakan dan ada yang melarikan diri keluar negeri dst.. Bahkan orang-orang pandai yang bersifat egois alias tidak prihatin dan berpartisipasi membangun dan membenahi kesremawutan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara juga lebih senang bercokol di luar negeri. Cara berpikir atau paradigma orang bersikap mental materialistis atau duniawi memang berlawanan dengan cara berpikir atau paradigma Tuhan. Maka marilah kita renungkan sabda Yesus hari ini.

“Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru: hal itu terjadi dari pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata kita.” (Mat 21:42)

Yang dimaksudkan dengan ‘tukang-tukang bangunan’ disini tidak lain adalah mereka yang bersikap mental materialistis atau duniawi, yaitu yang gila akan harta benda/uang, pangkat/ keududukan/jabatan dan kehormatan duniawi, seperti orang-orang Farisi yang menjadi tokoh-tokoh bangsa Yahudi pada zaman Yesus. Dengan keserakahan dan kesombongannya mereka merampas hak-hak rakyat dan orang baik, cerdas dan beriman. Mereka menggunakan ‘aji mumpung’ atau kesempatan sesuai dengan selera pribadi dan kewenangan atau kekuasaannya. Pada masa perjuangan kemerdekaan negeri kita mungkin dapat kita kenangkan tokoh Sukarna dan Hatta, yang sempat dibuang oleh penguasa penjajah berkali-kali dan akhirnya menjadi proklamator kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan namanya diabadikan di pintu gerbang negeri ini, nama bandara internasional terbesar di negeri ini, Bandara Sukarna-Hatta Cengkareng-Jakarta. Mayoritas penumpang pesawat terbang yang melalui Bandara Sukarna-Hatta Cengkareng maupun bandara-bandara lainnya di negeri ini adalah orang-orang penting dan kaya, dengan kata lain menentukan kwalitas hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Maka kami berharap kepada mereka ini agar setiap kali singgah sejenak atau seraya menunggu keberangkatan pesawat terbang di ruang tunggu Bandara Sukarna-Hatta Cengkareng, untuk mengenangkan cara hidup, cara bertindak, perjuangan dan pengorbanan para proklamator negeri ini. Saya percaya bahwa para proklamator negeri ini sungguh cerdas beriman, hidup, berjuang dan berkorban demi kesejahteraan umum atau bangsa seluruhnya.

Kepada siapapun yang berada ‘di poros bisnis maupun di poros badan publik’ dalam hidup bersama di negeri ini kami harapkan berpihak pada dan bersama mereka yang berada ‘di poros komunitas’, yaitu rakyat. Ingatlah dan sadari serta hayati bahwa anda berada ‘di poros badan publik’ karena dipilih dan didukung oleh rakyat dan ketika berkampanye anda berjanji untuk mensejahterakan rakyat, demikian pula yang berada ‘di poros bisnis’ hendaknya menyadari dan menghayati bahwa keberhasilan bisnis anda tak terlepas dari rakyat, kerja, perjuangan dan keringat rakyat. Jangan ingkari janji dan kebenaran ini: rakyat adalah batu sendi atau penjuru bangunan hidup bersama, hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tentu saja secara konkret kami juga berharap kepada segenap orangtua untuk senantiasa berpihak dan bersama dengan anak-anak yang telah dianugerahkan oleh Tuhan. Bukankah hidup berkeluarga atau sebagai suami-isteri tanpa anak terasa hambar dan kurang bergairah? Bukankah kehadiran anak-anak dalam keluarga anda menggembirakan dan menggairahkan hidup anda berdua? Boroskan waktu dan tenaga anda bagi anak-anak anda sebagai bukti cintakasih anda kepada anak-anak anda, yang telah dianugerahkan Tuhan kepada anda berdua!

“Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus. Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.” (Flp 4:6-8)

Ajakan atau peringatan Paulus kepada umat di Filipi di atas ini hendaknya juga dijadikan ajakan atau peringatan kita semua, umat beriman atau beragama. Pertama-tama kita semua diharapkan tidak kuatir tentang apa pun juga; orang yang mudah kuatir berarti tidak/kurang beriman. Ingatlah dan sadari bahwa jika kita dalam keadaan kuatir atau takut berarti ketahanan tubuh kita dalam keadaan lemah dan dengan demikian mudah terserang oleh aneka jenis virus dan penyakit serta akhirnya jatuh sakit. Marilah kita imani dan hayati bahwa Allah senantiasa menyertai dan mendampingi perjalanan hidup, panggilan dan tugas pengutusan masing-masing serta kita diharapkan senantiasa bersyukur karena pendampingan atau penyertaan-Nya. Sebagai ucapan syukur kepada Allah kita diharapkan memikirkan “semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis dan semua kebajikan”.

Jika kita senantiasa memikirkan hal-hal di atas berarti kita juga akan melakukan atau menghayatinya, karena apa yang akan kita lakukan atau hayati sangat tergantung dari apa yang sedang kita pikirkan. Cara hidup dan cara bertindak kita tergatung dari apa yang kita pikirkan. Marilah kita melakukan apa yang benar, mulia, adil, suci, manis dan bijaksana kapan pun dan dimana pun, karena apa yang disebut benar, mulia, adil, suci, manis dan bijaksana hemat saya berlaku secara universal atau umum, dimana saja dan kapan saja. Kami berharap nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan tersebut sedini mungkin dididikkan atau dibiasakan pada anak-anak di dalam keluarga denganteladan konkret dari para orangtua.

“Maka sekarang, Aku mau memberitahukan kepadamu apa yang hendak Kulakukan kepada kebun anggur-Ku itu: Aku akan menebang pagar durinya, sehingga kebun itu dimakan habis, dan melanda temboknya, sehingga kebun itu diinjak-injak;Aku akan membuatnya ditumbuhi semak-semak, tidak dirantingi dan tidak disiangi, sehingga tumbuh puteri malu dan rumput; Aku akan memerintahkan awan-awan, supaya jangan diturunkannya hujan ke atasnya” (Yes 5:5-6), demikian firman Allah melalui nabi Yesaya kepada kita semua, umat beriman atau beragama. Firman ini hemat saya merupakan peringatan bagi kita semua yang tidak melakukan apa yang benar, mulia, adil, suci, manis dan bijaksana. Orang yang tidak menghayati keutamaan-keutamaan tersebut akan menderita dan sengsara, tidak hidup dalam damai dan sejahtera. Mereka akan merasa dirinya ditinggalkan oleh semua orang dan dengan demikian akan merasa kesepian. Maka baiklah firman Allah di atas ini sungguh kita renungkan, sehingga kita tergerak terus menerus untuk melakukan apa yang benar, mulia, adil, suci, manis dan bijaksana.

“Telah Kauambil pohon anggur dari Mesir, telah Kauhalau bangsa-bangsa, lalu Kautanam pohon itu. dijulurkannya ranting-rantingnya sampai ke laut, dan pucuk-pucuknya sampai ke sungai Efrat.: Mengapa Engkau melanda temboknya, sehingga ia dipetik oleh setiap orang yang lewat? Babi hutan menggerogotinya dan binatang-binatang di padang memakannya.Ya Allah semesta alam, kembalilah kiranya, pandanglah dari langit, dan lihatlah! Indahkanlah pohon anggur ini, batang yang ditanam oleh tangan kanan-Mu” (Mzm 80:9.12-16)




Minggu, 2 Oktober 2011

Romo Ignatius Sumarya, SJ

Doa Damai (bdk. Flp 4:9)

Imam: Semoga Allah sumber damai sejahtera menyertai kamu. Demikianlah harapan Santo Paulus. Maka kita mohon damai sejahtera dengan perantaraan Kristus: Tuhan Yesus Kristus, jangan memperhitungkan dosa kami, tetapi perhatikanlah iman Gereja-Mu, dan restuilah kami supaya hidup bersatu dengan rukun sesuai dengan kehendak-Mu. Sebab Engkaulah pengantara kami kini dan sepanjang masa.
Umat: Amin.