“Barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga” (Yes 66:10-14b; Mzm 113:1-3; Mat 18:1-5)

“ Pada waktu itu datanglah murid-murid itu kepada Yesus dan bertanya: "Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga?" Maka Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka, lalu berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga.Dan barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku." (Mat 18:1-5), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St Teresia dari Kanak-kanak Yesus, perawan dan pujangga Gereja hari ini, saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

• Anak kecil antara lain memiliki ciri-ciri: terbuka, taat kepada orang lain, ceria, tidak pernah menyakiti orang lain namun memang sering merepotkan orang lain, tetapi ia tidak tahu kalau merepotkan orang lain maka juga tidak salah, dst.. Dengan kata lain anak kecil jelas lebih suci jika dibandingkan dengan orangtua atau orang dewasa. Maka jika kita diharapkan seperti anak kecil berarti kita dipanggil untuk hidup suci. Suci berarti membaktikan diri seutuhnya kepada Tuhan, sehingga cara hidup dan cara bertindak senantiasa sesuai dengan kehendak Tuhan, senantiasa berbuat baik kepada saudara-saudarinya dimanapun dan kapanpun tanpa pandang bulu. “Tuhan, jadikanlah aku bola kesayangan-Mu. Maka kalau ditendang kesana-kemari silahkan, kalau dilemparkan kemanapun silahkan, demikian juga sekirang Engkau bosan padaku jika akan dibuang silahkan”, demikian kurang lebih curahan hati Teresia dari Kanak-kanak Yesus, yang tidak lain merupakan ungkapan penyerahan diri seutuhnya kepada Tuhan; dengan kata lain ia sungguh taat kepada Tuhan, Keutamaan ketaatan itulah yang hendaknya kita refleksikan dalam rangka mengenangkan Teresia hari ini. Ketaatan kiranya masih jauh dari dambaan untuk dihayati oleh mayoritas bangsa Indonesia, hal itu antara lain nampak di jalanan di antara pengendara mobil maupun sepeda motor serta pejalan kaki, yang tidak mentaati atau melaksanakan tata tertib berlalu lintas dengan melanggar rambu-rambu lalu lintas seenaknya. Dalam hal ketaatan kiranya kita dapat belajar dari anggota-anggota tubuh kita, yang taat satu sama lain alias saling mendengarkan dan secara sigap serta spontan tanggap akan kebutuhan anggota lainnya. Memang yang menentukan atau memberi perintah adalah otak/pikiran, maka apa yang sedang dipikirkan oleh otak maka anggota tubuh yang lain otomatis tanggap.

• “Sesungguhnya, Aku mengalirkan kepadanya keselamatan seperti sungai, dan kekayaan bangsa-bangsa seperti batang air yang membanjir; kamu akan menyusu, akan digendong, akan dibelai-belai di pangkuan” (Yes 66:12). Yang sering menyusu, digendong dan dibelai-belai di pangkuan adalah bayi atau anak-anak kecil, dimana hidupnya pertama-tama sangat tergantung dari aliran air susu melalui buah dada atau payudara sang ibu. Relasi antara ibu dan anaknya atau bayinya hemat saya dijiwai oleh cintakasih yang memungkinkan saling taat dan tanggap satu sama lain, sebagai perwujudan ketaatan pada kehendak dan perintah Tuhan. Secara khusus hemat saya sang ibu sungguh mentaati dan melaksanakan hehendak Tuhan, antara lain berpartisipasi dalam karya penciptaan dalam dan oleh cintakasih, mengasuh anaknya dalam dan oleh kasih dengan menyusui, menggendong dan membelai-belai anaknya, sebagai perwujudan menyalurkan kasih kehidupan bagi anaknya. Menyusui anaknya hemat saya merupakann salah satu bentuk ketaatan, yaitu taat pada kehendak Tuhan untuk membesarkan, mendidik dan mengembangkan anaknya. Buah menyusui selain anaknya sehat wal’afiat adalah pengalaman kasih sayang yang tiada taranya, yang akan membekali anak di kemudian hari untuk tumbuh berkembang sebagai pribadi yang hidup dan bertindak dalam dan oleh kasih serta senantiasa mentaati aneka ajakan, perintah dan nasihat untuk berbuat baik. Maka dengan ini kami mengajak dan berseru kepada para ibu yang sedang memiliki bayi untuk menyusuinya anak/bayinya secara memadai, dan hendaknya jangan cepat-cepat diberi susu kemasan yang berarti bukan air susu ibu. Menurut pakar kesehatan lamanya menyusui bayinya hendaknya minimal selama setahun, syukur lebih. Maka kami juga mengingatkan rekan-rekan perempuan, yang masih remaja, untuk makan dan minum yang bergizi serta memadai agar kelak ketika harus menyusui anaknya tidak mengalami kesulitan, artinya produksi air susu ibu terjamin baik secara kwantitas maupun kwalitas.

“TUHAN, aku tidak tinggi hati, dan tidak memandang dengan sombong; aku tidak mengejar hal-hal yang terlalu besar atau hal-hal yang terlalu ajaib bagiku. Sesungguhnya, aku telah menenangkan dan mendiamkan jiwaku; seperti anak yang disapih berbaring dekat ibunya, ya, seperti anak yang disapih jiwaku dalam diriku. Berharaplah kepada TUHAN, hai Israel, dari sekarang sampai selama-lamanya!” (Mzm 131)


Sabtu, 1 Oktober 2011


Romo Ignatius Sumarya, SJ