"Berjagalah sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya" (1Tes 4:1-8; Mzm 97:1-2b.5-6.10-12; Mat 25:1-13)


"Pada waktu itu hal Kerajaan Sorga seumpama sepuluh gadis, yang mengambil pelitanya dan pergi menyongsong mempelai laki-laki. Lima di antaranya bodoh dan lima bijaksana. Gadis-gadis yang bodoh itu membawa pelitanya, tetapi tidak membawa minyak,sedangkan gadis-gadis yang bijaksana itu membawa pelitanya dan juga minyak dalam buli-buli mereka. Tetapi karena mempelai itu lama tidak datang-datang juga, mengantuklah mereka semua lalu tertidur. Waktu tengah malam terdengarlah suara orang berseru: Mempelai datang! Songsonglah dia! Gadis-gadis itu pun bangun semuanya lalu membereskan pelita mereka. Gadis-gadis yang bodoh berkata kepada gadis-gadis yang bijaksana: Berikanlah kami sedikit dari minyakmu itu, sebab pelita kami hampir padam. Tetapi jawab gadis-gadis yang bijaksana itu: Tidak, nanti tidak cukup untuk kami dan untuk kamu. Lebih baik kamu pergi kepada penjual minyak dan beli di situ. Akan tetapi, waktu mereka sedang pergi untuk membelinya, datanglah mempelai itu dan mereka yang telah siap sedia masuk bersama-sama dengan dia ke ruang perjamuan kawin, lalu pintu ditutup. Kemudian datang juga gadis-gadis yang lain itu dan berkata: Tuan, tuan, bukakanlah kami pintu! Tetapi ia menjawab: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya aku tidak mengenal kamu. Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya." (Mat 25:1-13), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

• Menunggu kedatangan seseorang yang tidak jelas waktunya memang dapat melelahkan, sehingga orang mudah tertidur pulas. Hidup kita pada masa kini bagaikan menunggu sesuatu, yaitu kematian kita, dengan kata lain hidup ini hemat saya bagaikan persiapan atau saat-saat menantikan kematian. Orang yang sedang bersiap-siap pada umumnya memang juga bekerja keras. Sabda hari ini kiranya berbicara perihal kematian, dimana masing-masing dari kita, sebagai orang yang sungguh beriman, tak tahu kapan akan mati atau dipanggil Tuhan. Sebaliknya jika tak beriman pada umumnya orang tahu kapan matinya, yaitu dengan bunuh diri. Karena kematian tidak dapat kita duga waktunya, maka marilah kita berusaha senantiasa siap siaga sewaktu-waktu dipanggil Tuhan. Untuk itu kita diharapkan hidup dan bertindak bersama atau bersatu dengan Tuhan terus-menerus alias hidup baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur. Secara konkret antara lain hal itu dapat kita wujudkan dengan mentaati dan melaksanakan aneka tata tertib yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing, dan tentu saja sebagai orang yang telah dibaptis kami mengajak kita semua untuk setia pada janji baptis. Saya ingin mengangkat sisi negatif janji baptis, yaitu 'menolak semua godaan setan' dalam hidup sehari-hari. Godaan setan merongrong kita agar semakin menjauhi Tuhan dan hidup seenaknya sesuai dengan selera pribadi atau keinginan pribadi, sehingga cara hidup dan cara bertindak kita berpedoman pada 'like and dislike' atau suka dan tidak suka, bukan baik dan buruk. Marilah kita nyalakan terus api cintakasih kita kepada Tuhan dan saudara-saudari kita di dalam hidup sehari-hari. Marilah dengan sepenuh hati kita hayati kehendak Tuhan.

• "Inilah kehendak Allah: pengudusanmu, yaitu supaya kamu menjauhi percabulan,supaya kamu masing-masing mengambil seorang perempuan menjadi isterimu sendiri dan hidup di dalam pengudusan dan penghormatan, bukan di dalam keinginan hawa nafsu, seperti yang dibuat oleh orang-orang yang tidak mengenal Allah, dan supaya dalam hal-hal ini orang jangan memperlakukan saudaranya dengan tidak baik atau memperdayakannya. " (1Tes 4:3-6a). Hidup hanya mengikuti hawa nafsu atau melakukan percabulan berarti 'memperlakukan saudaranya dengan tidak baik atau memperdayakannya' alias membuat orang lain sebagai obyek bukan subyek. Peringatan Paulus kepada umat di Tesalonika ini hemat saya pertama-tama dan terutama hendaknya dihayati oleh suami-isteri serta anak-anaknya. Maklum, sejauh saya dengar di dalam keluarga atau relasi antar suami-isteri sering terjadi pemerdayaan atau pemerkosaan, pemaksaan sebagai luapan hawa nafsu yang tak terkendalikan. Hubungan seksual antar suami-isteri sebagai wujud saling mengasihi dapat menjadi pemerkosaan jika dilaksanakan karena keterpaksaan, yang dampaknya semakin mengaburkan makna atau arti
cintakasih. Orangtua sering juga begitu keras dalam mendidik dan mengarahkan anak-anak, sehingga muncul kebencian dalam diri anak terhadap orangtuanya. Cinta kasih senantiasa membebaskan, membahagiakan dan menyelamatkan serta menggairahkan hidup untuk lebih saling mengasihi. Kami berharap di dalam keluarga tidak terjadi kekerasan atau pelecehan harkat martabat manusia. Jangan penjarakan anak dengan aneka macam sarana-prasarana seperti peralatan eletronik, sehingga anak kurang bergaul dengan sesamanya. Jauhkan semangat "ASRI" = Asyik Sibuk Sendiri.


"TUHAN adalah Raja! Biarlah bumi bersorak-sorak, biarlah banyak pulau bersukacita!Awan dan kekelaman ada sekeliling Dia, keadilan dan hukum adalah tumpuan takhta-Nya. Gunung-gunung luluh seperti lilin di hadapan TUHAN, di hadapan Tuhan seluruh bumi.Langit memberitakan keadilan-Nya, dan segala bangsa melihat kemuliaan-Nya." (Mzm 97:1-2.5-6)


Jumat, 26 Agustus 2011

Romo Ign Sumarya, SJ