Doa, Tak Sekedar Membayar Denda

Suatu waktu di gereja, seorang Romo bertanya kepada satu keluarga yang mengikuti misa pagi itu, “Apakah kalian melakukan doa bersama?” “Maaf, Romo,” jawab sang kepala keluarga, “kami tidak punya waktu untuk itu.”

Romo itu bertanya lagi, “Seandainya kalian tahu salah seorang anakmu akan sakit, apakah kalian juga tidak akan berdoa bersama memohon kesembuhannya?” “Oh, tentu kami akan berdoa,” jawab sang ayah. Tanya sang Romo berlanjut, “Seandainya kamu tahu bahwa ketika kamu tidak berdoa bersama, salah satu anakmu akan terluka dalam kecelakaan, apakah kamu tidak akan berdoa bersama?” “Tentu, kami pasti akan berdoa,” jawab sang ibu. “Seandainya setiap hari kamu lupa berdoa, dan kamu akan dihukum lima ratus ribu, apakah kamu akan berdoa?” “Tentu Romo, kami akan berdoa bersama. Tapi maaf, apa maksud pertanyaan-pertanyaan tadi?” bapak itu balik bertanya.

“Begini Pak, saya pikir masalah keluarga anda bukan soal waktu. Buktinya Anda ternyata selalu punya waktu untuk berdoa. Masalahnya adalah Anda tidak menganggap doa keluarga itu penting, sepenting membayar denda senilai lima ratus ribu tadi atau menjaga agar anak-anak dalam keadaan selamat.


Doa seharusnya menjadi kunci pembuka di pagi hari dan gembok pelindung di malam hari. Doa memberi kekuatan kepada orang lemah, membuat orang tidak percaya menjadi percaya, dan memberi keberanian kepada orang yang takut. Jika kita berdoa saat kesulitan, doa itu akan meringankan kesulitan kita. Jika kita berdoa pada saat gembira, doa itu akan melipatgandakan kegembiraan kita.

Bila akhir-akhir ini kita tidak atau jarang berdoa, sekaranglah waktunya untuk memulai berbenah kembali. Komunikasi langsung dengan Tuhan melalui doa dapat menciptakan keajaiban bagi diri kita sendiri dan bagi orang lain.

Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa! (Rom 12:12) [irene-salam damai]