HR PENAMPAKAN TUHAN: Yes 60:1-6 ; Ef 3:2-3a5-6 ; Mat 2:1-12

BACAAN PERTAMA: Yes60:1-6
MAZMUR TANGGAPAN: Mzm 72:2.7-8.10-13
BACAAN KEDUA: Ef3:2-3a5-6
INJIL: Mat2:1-12

“Kami telah melihat bintang-Nya di Timur dan kami datang untuk menyembah Dia."

Dalam berbagai kesempatan pertemuan atau acara pada umumnya para peserta yang bertempat tinggal jauh dari tempat pertemuan datang lebih awal daripada mereka yang dekat. Mereka yang jauh takut terlambat, dan untuk itu memang harus jauh mempersiapkan diri, berangkat lebih awal dan ketika mengikuti ibadat di gereja kiranya dapat mengambil tempat di depan, sementara yang dekat merasa aman dan pasti tak akan terlambat. Dengan kata lain mereka yang jauh memang lebih berkorban daripada yang dekat. Dalam Warta Gembira hari ini kita baca dan dengarkan bahwa ‘orang-orang majus dari Timur’ lebih cepat tergerak untuk “menyembah Dia”, bersembah sujud kepada “Sang Bayi/Kanak-Kanak Yesus” daripada orang-orang Betlekem, termasuk tokoh-tokoh penting. Orang-orang majus yang jauh dari Betlekem lebih peka akan kedatangan Penyelamat Dunia dengan melihat tanda-tanda, “Kami telah melihat bintang-Nya di Timur dan kami datang untuk menyembah Dia” (Luk2:2). Pancaran Kabar Gembira dari Kanak-Kanak Yesus menggema jauh alias Kanak-Kanak Yesus sungguh bercirikhas missioner. Hari ini oleh Gereja Katolik juga dijadikan ‘Hari Anak Misioner Sedunia’, suatu ajakan untuk membina semangat missioner sedini mungkin kepada anak-anak kita. Maka baiklah kami mengajak anda sekalian untuk mawas diri perihal bina missioner anak-anak.

"Di manakah Dia, …yang baru dilahirkan itu? Kami telah melihat bintang-Nya di Timur dan kami datang untuk menyembah Dia.” (Luk2:2)

Pertanyaan orang-orang majus dari Timur “Di manakah Dia, ....yang baru dilahirkan itu”, selayaknya juga menjadi pertanyaan kita, para orangtua, orang dewasa, dan mungkin pertanyaan dari kita akan seperti ini “Di manakah anak-anak kita…,adik-adik kita?”. Marilah kita perhatikan anak-anak maupun remaja kita, mereka yang berusia 13 tahun ke bawah, entah di dalam keluarga kita maupun lingkungan hidup dan kerja kita.

1) Anak-anak usia balita: Anak-anak usia balita penting sekali untuk diperhatikan, menerima kasih-sayang dari orangtuanya, dan secara khusus dari ibunya. Kami berharap orangtua dengan rela hati, penuh kasih dan pengorbanan berani memboroskan waktu dan tenaga bagi anak-anak balitanya, alias ‘bersembah-sujud kepada anak-anaknya selama usia balita’. Secara khusus kami mengingatkan dan mengajak para ibu untuk menyusui anak-anaknya secara memadai, konon menurut ahli gizi minimal menyusui anaknya sampai usia satu tahun. Untuk itu memang dari para ibu dituntut kebugaran dan kesegaran tubuh serta makan dan minum yang bergizi. Anak-anak usia balita pada umumnya sepenuhnya berada di rumah dalam asuhan orangtuanya, maka hendaknya sedini mungkin anak-anak dibina dalam hal kepekaan sosial, sopan santun, budi pekerti, dst.. . Pembelajaran membaca dan berhitung kiranya juga mendapat tempat khusus bagi anak-anak balita, yang diajarkan oleh bapak-ibunya.

2) Anak-anak usia sekolah/pendidikan dasar: Sekolah adalah pembantu orangtua dalam rangka mendidik anak-anak mereka, maka hendaknya ada kerjasama antara sekolah/para guru dan orangtua dalam proses pembelajaran di sekolah. Para guru dalam rangka melaksanakan tugas pengajaran, hendaknya menghayati tehnik-tehnik mengajar sebagai berikut:

· “Mulai dengan kasih sayang”

· “Belajar dengan melakukan”

· “Bergerak dari yang mudah ke yang sulit”

· “Mengajar satu per satu”

· “Guru sebagai teman baik para siswa”

· “Membuat belajar menyenangkan”

(lihat: Rung Kaewdang PhD: Suatu Cara Reformasi Pembelajaran yang Mangkus, BELAJAR DARI MONYET, Grasindo – Jakarta 2002, hal 61-71).

Baik di dalam keluarga maupun sekolah kiranya perlu dibina semangat missioner bagi anak-anak. Salah satu cara bina misioner antara lain anak-anak diminta mengenali dengan cermat lingkungan hidupnya minimal dalam radius satu kilometer, entah dari rumah/tempat tinggal atau sekolah. Mereka, anak-anak diminta berjalan kaki sambil melihat-lihat apa yang ada di jalanan, dan kemudian diminta menceriterakan apa yang mereka lihat, apa yang mengesan dst.. Jika mungkin hendaknya anak-anak diajak melihat atau mendatangi mereka yang miskin dan berkekurangan, entah di kota-kota atau pedesaan atau panti asuhan, dst..

“Memang kamu telah mendengar tentang tugas penyelenggaraan kasih karunia Allah, yang dipercayakan kepadaku karena kamu, yaitu bagaimana rahasianya dinyatakan kepadaku dengan wahyu,…yang pada zaman angkatan-angkatan dahulu tidak diberitakan kepada anak-anak manusia, tetapi yang sekarang dinyatakan di dalam Roh kepada rasul-rasul dan nabi-nabi-Nya yang kudus” (Ef3:2-3-5)

Kutipan dari Surat Paulus kepada umat di Efesus di atas ini kiranya dapat kita renungkan (1) pertama-tama kita diharapkan mendengarkan berbagai pengajaran yang disampaikan oleh ‘para rasul dan nabi’ dan (2) kita juga dipanggil untuk menjadi ‘nabi atau rasul’:

  1. Mendengarkan merupakan salah satu indera dari pancaindera, yang pertama-tama berfungsi; bayi sejak dalam kandungan sudah dapat mendengarkan. Keutamaan mendengarkan ini hendaknya terus ‘dipelihara’ dan diperdalam dalam diri anak-anak kita sampai dewasa; mendengarkan penting sekali dalam proses pembelajaran dalam bentuk apapun. Memang mendengarkan mengandaikan keutamaan kerendahan hati, tanpa kerendahan hati orang tak dapat mendengarkan dengan baik. Tentu saja kebiasaan mendengarkan perlu diimbangi dengan melatih memilah dan memilih, memilah mana yang baik dan buruk dan kemudian memilih yang baik untuk dilaksanakan. Masa kini cukup banyak informasi atau berita melalui aneka media massa atau lisan dari mulut ke mulut, yang perlu dipilah dan dipilih dengan cermat, teliti dan tekun.
  2. Sebagai orang beriman kita memiliki dimensi missioner, diutus sebagai ‘nabi atau rasul’. Nabi adalah “orang yang diutus dan diilhami oleh Allah untuk menyatakan sesuatu yang tersembunyi, mengungkapkan suatu nubuat, menyatakan pikiran dan kehendak Ilahi, dan juga untuk meramalkan masa depan” (Xavier Leon – Dufour: Ensklopedi Perjanjian Baru, Penerbit Kanisius – Yogyakarta 1990, hal 412), sedangkan rasul adalah seseorang yang diutus untuk menyampaikan sesuatu dan tentu saja apa yang baik, menyelamatkan dan membahagiakan. Kita, orang yang percaya kepada Yesus Kristus, Pewarta Kabar Baik, dipanggil untuk menjadi pewarta-pewarta kabar baik: yang terdengar dan terlihat dari cara hidup dan cara bertindak kita adalah apa yang baik, dan juga diharapkan untuk senantiasa menyuarakan dan menyebarluaskan apa yang baik dalam berbagai kesempatan dan kemungkinan. Apa yang disebut baik senantiasa berlaku secara universal, dimana saja dan kapan saja dan bagi siapapun juga. Apa yang disebut baik antara lain buah-buah Roh seperti “ kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri” (Gal5:22-23), maka baiklah keutamaan-keutamaan sebagai buah Roh ini kita hayati dan sebarluaskan dalam hidup kita sehari-hari.
“Bangkitlah, menjadi teranglah, sebab terangmu datang, dan kemuliaan TUHAN terbit atasmu. Sebab sesungguhnya, kegelapan menutupi bumi, dan kekelaman menutupi bangsa-bangsa; tetapi terang TUHAN terbit atasmu, dan kemuliaan-Nya menjadi nyata atasmu” (Yes60:1-2). Apa yang diserukan oleh nabi Yesaya ini baiklah kita renungkan dan hayati; panggilan atau ajakan bagi kita agar menjadi ‘terang’ bagi siapapun yang kita jumpai atau hidup bersama-sama dengan kita. Marilah kita saling menerangi dengan penuh harapan dan gairah, karena ‘terang Tuhan’ di atas kita semua.

“Kiranya semua raja sujud menyembah kepadanya, dan segala bangsa menjadi hambanya! Sebab ia akan melepaskan orang miskin yang berteriak minta tolong, orang yang tertindas, dan orang yang tidak punya penolong;ia akan sayang kepada orang lemah dan orang miskin, ia akan menyelamatkan nyawa orang miskin” (Mzm72:11-13).

Jakarta, 03 Januari 2010

Ignatius Sumarya .SJ.


Bagikan