“Kalau Aku bersaksi tentang diri-Ku sendiri, maka kesaksian-Ku itu tidak benar; ada yang lain yang bersaksi tentang Aku dan Aku tahu, bahwa kesaksian yang diberikan-Nya tentang Aku adalah benar. Kamu telah mengirim utusan kepada Yohanes dan ia telah bersaksi tentang kebenaran; tetapi Aku tidak memerlukan kesaksian dari manusia, namun Aku mengatakan hal ini, supaya kamu diselamatkan. Ia adalah pelita yang menyala dan yang bercahaya dan kamu hanya mau menikmati seketika saja cahayanya itu. Tetapi Aku mempunyai suatu kesaksian yang lebih penting dari pada kesaksian Yohanes, yaitu segala pekerjaan yang diserahkan Bapa kepada-Ku, supaya Aku melaksanakannya. Pekerjaan itu juga yang Kukerjakan sekarang, dan itulah yang memberi kesaksian tentang Aku, bahwa Bapa yang mengutus Aku. Bapa yang mengutus Aku, Dialah yang bersaksi tentang Aku. Kamu tidak pernah mendengar suara-Nya, rupa-Nya pun tidak pernah kamu lihat, dan firman-Nya tidak menetap di dalam dirimu, sebab kamu tidak percaya kepada Dia yang diutus-Nya. Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa oleh-Nya kamu mempunyai hidup yang kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku, namun kamu tidak mau datang kepada-Ku untuk memperoleh hidup itu. Aku tidak memerlukan hormat dari manusia.” (Yoh 5:37-41), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Ketegangan antara Yesus dengan ‘musuh-musuh-Nya’, orang-orang Farisi dan ahli Taurat, mulai muncul ketika Yesus menyatakan “Jati Diri-Nya” sebagai utusan Allah Bapa. Apa yang dilakukan oleh Yesus merupakan kesaksian sebagai ‘utusan Allah Bapa’, dan siapapun yang percaya kepada ajaran dan pewartaan-Nya maupun cara hidup dan cara berindak-Nya akan menerima hidup kekal, bahagia selamanya di sorga setelah dipanggil Tuhan atau meninggal dunia. Orang-orang Farisi maupun para ahli Taurat meskipun mereka mempelajari Kitab Suci, yang tidak lain berbicara perihal Yesus, sebagai ‘utusan Allah Bapa’, tidak percaya kepadaNya serta utusan-utusan Allah Bapa lainnya seperti Yohanes Pembaptis maupun para nabi yang hadir sebelumnya. Sabda hari ini mengingatkan kita semua agar kita percaya kepada ‘utusan-utusan-Nya’ maupun tidak gila hormat dari manusia, karena kita telah berbuat baik atau melakukan apa yang baik, menyelamatkan dan membahagiakan. Seorang utusan memang tidak akan dihormati oleh manusia, karena yang bersangkutan hanya meneruskan pesan orang lain yang harus disampaikan kepada orang lain juga, dengan kata lain dari dirinya hanya menyumbangkan tenaga dan waktunya. Sebagai orang beriman yang dipanggil untuk menjadi saksi iman dalam hidup sehari-hari, hendaknya kita juga tidak gila hormat dari saudara-saudari kita, bahkan siapapun yang setia menjadi saksi iman pada masa kini akan disingkirkan atau dilecehkan. Orang jujur dan disiplin dalam pelayanan dan kerja di masyarakat, bangsa atau Negara kita ini pasti akan menghadapi aneka tantangan, masalah dan hambatan, atau bahkan diancam untuk disingkirkan oleh mereka yang gila harta benda, gila hormat dan gila kedudukan atau jabatan.
· “Berbaliklah dari murka-Mu yang bernyala-nyala itu dan menyesallah karena malapetaka yang hendak Kaudatangkan kepada umat-Mu. Ingatlah kepada Abraham, Ishak dan Israel, hamba-hamba-Mu itu, sebab kepada mereka Engkau telah bersumpah demi diri-Mu sendiri dengan berfirman kepada mereka: Aku akan membuat keturunanmu sebanyak bintang di langit, dan seluruh negeri yang telah Kujanjikan ini akan Kuberikan kepada keturunanmu, supaya dimilikinya untuk selama-lamanya.” (Kel 32:12-13), demikian doa permohonan Musa kepada Allah. Allah memang Mahakasih dan Maha-pengampun, dan siapapun yang dengan rendah hati mohon kasih pengampunan-Nya pasti akan dikabulkan. Memang kita sering menerima ancaman sebagaimana dialami oleh bangsa terpilih dalam perjalanan menuju Tanah Terjanji, yaitu ancaman dimusnahkan ketika kita tidak setia dalam perjalanan, yaitu setia pada kehendak dan perintah Allah. Kiranya selama mawas diri dalam aneka kegiatan Prapaskah kita juga menerima kelemahan dan dosa-dosa kita, maka hendaknya tidak takut untuk menghadap Allah mohon kasih pengampunan, dan tentu saja mohon kasih pengampunan kepada mereka yang telah kita sakiti atau lukai dengan perilaku, cara hidup dan cara bertindak kita yang tak bermoral. Percayalah bahwa jika kita dengan rendah hati mohon kasih pengampunan kepada saudara-saudari kita pasti akan diampuni. Tentu saja kita sebagai orang beriman juga dipanggil untuk dengan murah hati mengampuni saudara-saudari kita yang mohon pengampunan kepada kita. Dengan kata lain marilah kita hidup saling mengampuni sehingga kehidupan bersama kita dimana pun dan kapan pun enak, dalam dalam sejahtera baik lahir maupun batin, fisik maupun spiritual.
“Mereka membuat anak lembu di Horeb, dan sujud menyembah kepada patung tuangan; mereka menukar Kemuliaan mereka dengan bangunan sapi jantan yang makan rumput. Mereka melupakan Allah yang telah menyelamatkan mereka, yang telah melakukan hal-hal yang besar di Mesir: perbuatan-perbuatan ajaib di tanah Ham, perbuatan-perbuatan dahsyat di tepi Laut Teberau” (Mzm 106:19-22)
Kamis, 14 Maret 2013
Romo Ignatius Sumarya, SJ