"Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat” (Ibr 7:1-3.15-17; Mzm 110:1-4; Mrk 3:1-6)

“Kemudian Yesus masuk lagi ke rumah ibadat. Di situ ada seorang yang mati sebelah tangannya. Mereka mengamat-amati Yesus, kalau-kalau Ia menyembuhkan orang itu pada hari Sabat, supaya mereka dapat mempersalahkan Dia. Kata Yesus kepada orang yang mati sebelah tangannya itu: "Mari, berdirilah di tengah!" Kemudian kata-Nya kepada mereka: "Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membunuh orang?" Tetapi mereka itu diam saja. Ia berdukacita karena kedegilan mereka dan dengan marah Ia memandang sekeliling-Nya kepada mereka lalu Ia berkata kepada orang itu: "Ulurkanlah tanganmu!" Dan ia mengulurkannya, maka sembuhlah tangannya itu. Lalu keluarlah orang-orang Farisi dan segera bersekongkol dengan orang-orang Herodian untuk membunuh Dia.” (Mrk 3:1-6), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Hari Sabat dimaksudkan sebagai hari untuk memboroskan waktu dan tenaga bagi Allah alias mengarahkan sepenuhnya kepada Penyelenggaraan Ilahi, maka dalam tradisi bangsa Yahudi mereka tak bekerja, melainkan beristirahat atau berrekreasi bersama segenap anggota keluarga, dan rekreasi pun diselenggarakan tidak jauh dari tempat tinggalnya. Dengan kata lain tujuan hari Sabat tidak lain adalah agar orang senantiasa lebih mengutamakan kehendak Allah atau perbuatan-perbuatan baik, yang menyelamatkan jiwa manusia. Maka ketika Yesus menyembuhkan orang sakit pada hari Sabat dan diamat-amati oleh orang-orang Farisi guna mencari kesalahanNya, Ia berkata: “Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membunuh orang?". Berbuat baik dan menyelamatkan nyawa orang itulah yang menjadi tujuan utama aneka tata tertib atau aturan, maka ketika kita melihat bahwa tata tertib atau aturan menghambat usaha untuk berbuat baik dan menyelamatkan nyawa orang, hendaknya tidak takut ‘melanggar’ tata tertib atau aturan yang ada. Dengan kata lain segala bentuk pelanggaran aturan atau tata tertib dimungkinkan, asal tindakan yang dikerjakan lebih bernilai daripada hanya mentaati tata tertib atau aturan, meskipun untuk itu harus berhadapan dengan yang berwajib untuk mempertanggungjawabkan ‘pelanggarannya’. Nilai moral atau cintakasih mengatasi atau mendasari semua aturan dan tata tertib, maka tindakan yang berdasarkan moral yang baik atau cintakasih dalam situasi dan kondisi apapun senantiasa baik adanya.

· “Sebab Melkisedek adalah raja Salem dan imam Allah Yang Mahatinggi; ia pergi menyongsong Abraham ketika Abraham kembali dari mengalahkan raja-raja, dan memberkati dia. Kepadanya pun Abraham memberikan sepersepuluh dari semuanya. Menurut arti namanya Melkisedek adalah pertama-tama raja kebenaran, dan juga raja Salem, yaitu raja damai sejahtera. Ia tidak berbapa, tidak beribu, tidak bersilsilah, harinya tidak berawal dan hidupnya tidak berkesudahan, dan karena ia dijadikan sama dengan Anak Allah, ia tetap menjadi imam sampai selama-lamanya.” (Ibr 7:1-3). “Raja kebenaran dan damai sejahtera..harinya tidak berawal dan hidupnya tidak berkesudahan” bagi kita semua kiranya tidak lain adalah jiwa kita, yang pada dasarnya mendambakan kebenaran dan damai sejahtera. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan kita semua untuk senantiasa mengusaha-kan jiwa kita bersih dan suci adanya, agar dambaan kebenaran dan damai sejahtera menjadi kenyataan alias terwujud. Hemat saya aneka tata tertib atau aturan juga memiliki tujuan agar mereka yang melaksanakannya senantiasa berjalan dalam kebenaran serta damai sejahtera. Maka marilah kita saling bertukar gagasan dan harapan perihal kebenaran dan damai sejahtera yang kita dambakan, agar dengan demikian kita dapat bekerja sama dan satu dalam langkah mengusahakan kebenaran dan damai sejahtera. Apa yang disebut benar dan damai sejahtera sejati senantiasa berlaku secara universal, kapan saja dan dimana saja, dan tidak berlaku secara individual maupun regional. Dalam hal ini kiranya secara mondial ada ‘Hak-hak azasi manusia’ , yang dicanangkan oleh PBB, maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan hendaknya semua tata tertib dan aturan tidak bertentangan dengan ‘Hak-hak azasi manusia’. Hak azasi manusia hendaknya menjiwai semua tata tertib dan aturan maupun dalam pelaksanaannya. Segala bentuk pelanggaran hak azasi manusia berarti melawan perintah atau kehendak Allah.

“Demikianlah firman TUHAN kepada tuanku: "Duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai Kubuat musuh-musuhmu menjadi tumpuan kakimu."Tongkat kekuatanmu akan diulurkan TUHAN dari Sion: memerintahlah di antara musuhmu! Pada hari tentaramu bangsamu merelakan diri untuk maju dengan berhiaskan kekudusan; dari kandungan fajar tampil bagimu keremajaanmu seperti embun.TUHAN telah bersumpah, dan Ia tidak akan menyesal: "Engkau adalah imam untuk selama-lamanya, menurut Melkisedek."(Mzm 110:1-4)

Rabu, 23 Januari 2013 

Romo Ignatius Sumarya, SJ