“Kasihilah seorang akan yang lain” (Ef 3:8-12; Mzm 37:3-6; Yoh 15:9-17)


"Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih-Ku itu. Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya. Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh. Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu. Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku. Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu. Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain." (Yoh 15:9-17), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St. Fransiskus dari Sales, Uskup dan pujangga Gereja, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Salah satu tugas utama Uskup adalah sebagai pemersatu umat Allah yang harus digembalakan, maka mereka yang layak dipilih sebagai uskup pada umumnya memiliki sikap mental pemersatu atau pendamai. “Inilah perintahKu kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain”, demikian sabda Yesus yang hendaknya kita renungkan dan hayati dalam hidup sehari-hari dimana pun dan kapan pun. Masing-masing dari kita sebagai manusia adalah ‘buah kasih’ dan hanya dapat tumbuh berkembang sebagaimana adanya sampai sekarang ini kiranya hanya karena dan oleh kasih, yang telah kita terima secara melimpah ruah dari sekian banyak orang yang telah mengasihi kita, maka marilah kita teruskan kasih yang telah kita terima kepada saudara-saudari kita. Para bapak-ibu atau orangtua hendaknya menjadi teladan dalam saling mengasihi bagi anak-anaknya, mengingat dan memperhatikan anda sebagai suami-isteri diikat dalam dan oleh kasih, serta dipertemukan oleh kasih juga. Agar kita dapat saling mengasihi dengan baik maka hendaknya pertama-tama dan terutama kita hayati apa yang sama di antara kita, karena dengan demikian apa yang berbeda akan berfungsi saling melengkapi serta meneguhkan kasih. Kita juga dapat berpedoman pada kasih Allah kepada kita dalam rangka saling mengasihi. Kasih Allah kepada kita semua sungguh tak terbayangkan dalam, tinggi, luas dan lebarnya alias tanpa batas. Kasih sejati memang bebas, tak terbatas oleh suku, agama atau ras, maka kami berharap dimana saja dan kapan saja bertemu dengan orang hendaknya senantiasa saling mengasihi.

· “Kepadaku, yang paling hina di antara segala orang kudus, telah dianugerahkan kasih karunia ini, untuk memberitakan kepada orang-orang bukan Yahudi kekayaan Kristus, yang tidak terduga itu, dan untuk menyatakan apa isinya tugas penyelenggaraan rahasia yang telah berabad-abad tersembunyi dalam Allah, yang menciptakan segala sesuatu, supaya sekarang oleh jemaat diberitahukan pelbagai ragam hikmat Allah kepada pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa di sorga,” (Ef 3:8-10). Paulus, rasul agung, menghayati diri sebagai “yang paling hina di antara segala orang kudus”, dan yang dimaksudkan sebagai ‘orang kudus’ di sini tidak lain adalah orang yang telah dipilih dan dipersembahkan kepada Allah, sehingga senantiasa hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak dan perintah Allah. Kita semua yang sungguh beriman kepada Allah kiranya juga boleh disebut sebagai ‘orang kudus’, maka marilah kita meneladan Paulus dalam hal kerendahan hati. Memang dalam kenyataan orang semakin suci pada umumnya juga semakin rendah hati, sedangkan orang sombong pada umumnya kurang atau tidak suci. Apa yang dimaksudkan dengan ‘kekayaan Kristus’ tidak lain adalah ajaran, cara hidup dan cara bertindak Yesus, yang hemat saya dapat dipadatkan dalam ajaran atau penghayatan cintakasih. Maka dapat difahami dengan mudah bahwa Paulus tidak membatasi diri dalam hal pewartaan tentang ‘kekayaan Kristus’, melainkan terbuka kepada siapa saja dan tanpa pandang bulu, karena begitulah cirikhas cintakasih. Maka dengan ini kami mengajak kita semua untuk tidak terjebak ke dalam fanatisme sempit, yang terlalu mengangkat perbedaan serta menyatakan diri sebagai yang paling benar serta merendahkan yang lain. Jika kita mengaku sebagai orang beragama atau beriman, yang berarti percaya kepada Allah dan Allah hanya satu, maka mau tidak mau kita semua harus mengusahakan persatuan atau persaudaraan sejati antar kita. Kami berharap kepada semua pemimpin agama di tingkat apapun untuk senantiasa menyebarluaskan dan mengobarkan persaudaraan sejati dalam pewartaan atau ajarannya., dan tentu saja juga dapat menjadi teladan dalam persaudaraan sejati.

“Percayalah kepada TUHAN dan lakukanlah yang baik, diamlah di negeri dan berlakulah setia, dan bergembiralah karena TUHAN; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu. Serahkanlah hidupmu kepada TUHAN dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak; Ia akan memunculkan kebenaranmu seperti terang, dan hakmu seperti siang” (Mzm 37:3-6)
 
Kamis, 24 Januari 2013

Romo Ignatius Sumarya, SJ