“
Lalu Ia berkata kepada mereka: "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah
Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan
diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum. Tanda-tanda
ini akan menyertai orang-orang yang percaya: mereka akan mengusir
setan-setan demi nama-Ku, mereka akan berbicara dalam bahasa-bahasa yang
baru bagi mereka, mereka akan memegang ular, dan sekalipun mereka minum
racun maut, mereka tidak akan mendapat celaka; mereka akan meletakkan
tangannya atas orang sakit, dan orang itu akan sembuh." Sesudah Tuhan
Yesus berbicara demikian kepada mereka, terangkatlah Ia ke sorga, lalu
duduk di sebelah kanan Allah. Mereka pun pergilah memberitakan Injil ke
segala penjuru, dan Tuhan turut bekerja dan meneguhkan firman
itu dengan tanda-tanda yang menyertainya” (Mrk 16:15-20), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi
atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Fransiskus
Xaverius, imam dan pelindung Misi, hari ini saya sampaikan
catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Fransiskus
Xaverius memang orang yang sungguh menghayati jiwa missioner luar
biasa. Selama kurang lebih sepuluh tahun ia melaksanakan tugas
pengutusan dari Paus, melalui Serikat Yesus, berkeliling dunia, yang
memang tujuan utama waktu itu adalah di wilayah-wilayah jajahan
Portugal. Ia mengikuti perjalanan kapal dagang berkeliling dunia, dan di
setiap tempat yang dikunjungi senantiasa memberitakan Injil atau Kabar
Baik, dan kiranya telah ribuan orang bertobat menjadi pengikut Yesus
Kristus karena atau berkat pewartaan Injil atau Kabar Baik yang
disampaikan oleh Fransiskus Xaverius. Sebagai orang beriman, khususnya
yang beriman kepada Yesus Kristus, kita semua juga memiliki tugas
pengutusan untuk mewartakan apa yang baik, menyelamatkan dan
membahagiakan, terutama keselamatan dan kebahagiaan jiwa manusia, kemana
pun kita pergi atau dimana pun kita berada. Tentu saja pertama-tama
kita sendiri hendaknya baik adanya, sehingga dari pribadi kita
senantiasa tersiarkan atau terkabarkan apa-apa yang baik, dan orang yang
mendengarkan perihal pribadi kita juga akhirnya tergerak untuk menjadi
baik. Kami percaya bahwa setiap hari kita senantiasa berpergian, entah
jarak dekat atau jarak jauh, maka diperjalanan hendaknya senantiasa
mewartakan apa yang baik, dan tentu saja lebih-lebih atau terutama di
tempat di mana kita tinggal cukup lama hendaknya sungguh
memberitakan apa yang baik, sehingga lingkungan hidup maupun kerja kita
senantiasa baik adanya. Tanda-tanda
kebaikan yang ada antara lain mereka yang sakit menjadi sembuh, yang
malas menjadi rajin, yang berkekurangan menjadi berkecukupan, yang bodoh
menjadi pandai/cerdas, dst.. Maka dengan ini kami mengingatkan dan
mengajak orangtua: hendaknya anak-anak dibina dan dididik agar tumbuh
berkembang menjadi pribadi yang baik, bermoral dan cerdas secara
spiritual, sehingga dari keluarga anda juga tersiarkan apa-apa yang
baik.
· “Karena
jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk
memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika
aku tidak memberitakan Injil. Kalau andaikata aku melakukannya menurut
kehendakku sendiri, memang aku berhak menerima upah. Tetapi karena aku
melakukannya bukan menurut kehendakku sendiri, pemberitaan itu adalah
tugas penyelenggaraan yang ditanggungkan kepadaku. Kalau demikian apakah
upahku? Upahku ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa
upah, dan bahwa
aku tidak mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil.” (1Kor 9:16-19). Kutipan ini sungguh bagus untuk kita renungkan dan hayati, lebih-lebih kata-kata “Upahku
ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah, dan bahwa aku
tidak mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil”. Secara konkret
kata-kata ini dapat kita hayati secara umum, yaitu bahwa upah
memberitakan apa yang baik adalah boleh memberitakan apa yang baik, yang
tidak lain merupakan kenikmatan atau kepuasan tersendiri jika apa yang
kita beritakan baik adanya serta membuat orang lain tumbuh berkembang
menjadi baik. Hal macam ini kiranya menjadi pengalaman khusus para guru
atau pendidik, karena para guru atau pendidik senantiasa memberitakan
apa yang baik kepada para murid atau peserta didik, sehingga mereka
tumbuh berkembang menjadi pribadi yang baik. Maka kebahagiaan sejati
para guru atau pendidik adalah ketika mereka yang dididik
tumbuh berkembang menjadi pribadi baik, bermoral, dan berbudi pekerti
luhur, itulah upah yang sangat sulit dihargai dengan uang. Hal yang
senada kami harapkan juga terjadi pada diri orangtua: kebahagiaan sejati
orangtua adalah ketika anak-anaknya tumbuh berkembang menjadi pribadi
baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur, bukan kaya akan harta benda
serta akhirnya membantu orangtua dalam hal materi atau uang alias
‘membayar hutang kepada orangtua’.
“Pujilah
TUHAN, hai segala bangsa, megahkanlah Dia, hai segala suku bangsa!Sebab
kasih-Nya hebat atas kita, dan kesetiaan TUHAN untuk selama-lamanya.
Haleluya! “ (Mzm 11)
Jumat, 3 Desember 2012
Romo Ignatius Sumarya, SJ
Note: kepada yang berlindung St.Fransiskus Xaverius, kami ucapkan “Selamat berpesta”