"Akulah
gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi
domba-dombanya; sedangkan seorang upahan yang bukan gembala, dan yang
bukan pemilik domba-domba itu sendiri, ketika melihat serigala datang,
meninggalkan domba-domba itu lalu lari, sehingga serigala itu menerkam
dan mencerai-beraikan domba-domba itu. Ia lari karena ia seorang upahan
dan tidak memperhatikan domba-domba itu. Akulah gembala yang baik dan
Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku , sama
seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa, dan Aku memberikan
nyawa-Ku bagi domba-domba-Ku. Ada lagi pada-Ku domba-domba lain, yang
bukan dari kandang ini; domba-domba itu harus Kutuntun juga dan mereka
akan mendengarkan
suara-Ku dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala.” (Yoh 10:11-16), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi
atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Ambrosius, Uskup
dan Pujangga Gereja, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana
sebagai berikut:
· Sabda
hari ini kiranya baik untuk menjadi bahan permenungan atau refleksi
bagi para gembala, para uskup dan pastor, maupun para pembantunya, dalam
rangka menggembalakan umat Allah. Para gembala beserta para pembantunya
diharapkan meneladan semangat Yesus, “Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya”. Menghayati semangat gembala kiranya dapat melaksanakan motto bapak pendidikan kita, Ki Hajar Dewantoro, yaitu “ing arso asung tulodho, ing madya ambangun karso, tut wuri handayani” (=keteladanan, pemberdayaan, motivasi). Para
gembala beserta para pembantunya pertama-tama dan terutama hendaknya
dapat menjadi teladan dalam penghayatan iman alias dalam hidup baik,
bermoral dan berbudi pekerti luhur maupun dalam semangat melayani dengan
rendah hati atau menghayati rahmat atau janji baptis secara total,
yaitu hanya mengabdi Tuhan saja serta menolak semua godaan setan. Maka
kami berharap kepada segenap umat Allah ketika melihat para gembalanya
tidak dapat menjadi teladan, tegor saya seraya menanyakan : “Apakah Romo/Pastor sudah dibaptis?”. Pemberdayaan
berarti kehadiran gembala dimana pun dan kapan pun hendaknya dapat
memberdayakan iman umat, membangkitkan atau menggairahkan yang lesu,
menyembuhkan yang sakit, terutama mereka yang sakit hati. Cara hidup dan
cara
kerja para gembala hendaknya juga menjadi motivator atau penggerak umat
untuk berpartisipasi dalam hidup beriman, menggereja atau
bermasyarakat.
· “Kepadaku,
yang paling hina di antara segala orang kudus, telah dianugerahkan
kasih karunia ini, untuk memberitakan kepada orang-orang bukan Yahudi
kekayaan Kristus, yang tidak terduga itu, dan untuk menyatakan apa
isinya tugas penyelenggaraan rahasia yang telah berabad-abad tersembunyi
dalam Allah, yang menciptakan segala sesuatu, supaya sekarang oleh
jemaat diberitahukan pelbagai ragam hikmat Allah kepada
pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa di sorga, sesuai
dengan maksud abadi, yang telah dilaksanakan-Nya dalam Kristus Yesus,
Tuhan kita” (Ef 3:8-11). Sebagai seorang rasul yang ulung Paulus menghayati diri sebagai ‘yang paling hina di antara segala orang kudus’. Yang
dimaksudkan dengan orang kudus di sini adalah umat yang beriman kepada
Yesus Kristus atau umat Allah. Kiranya hal ini juga dinyatakan dan
diusahakan untuk dihayati oleh para Uskup, yaitu sebagai ‘hamba yang
hina dina’. Memang para gembala diharapkan menghayati kerendahan hati
dalam cara hidup dan cara bertindaknya, antara lain tidak pernah
mengeluh atau menggerutu, termasuk ketika harus menghadapi masalah atau
lelah dalam pelayanan. Rendah hati juga dapat diartikan sebagai “sikap
dan perilaku yang tidak suka menonjolkan dan menomorsatukan diri, yaitu
dengan menenggang perasaan orang lain. Meskipun pada kenyataannya lebih
dari orang lain, ia dapat
menahan diri untuk tidak menonjolkan dirinya” (Prof Dr
Edi Setyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka
– Jakarta 1997, hal 24). Kiranya segenap umat Allah juga diharapkan
hidup dan bertindak dengan rendah hati, entah itu berarti meneladan para
gembala atau mendukung usaha para gembala untuk hidup dan bertindak
dengan rendah hati. Kerendahan hati merupakan keutamaan dasar, kebalikan
dari kesombongan, maka mereka yang masih hidup dan bertindak dengan
sombong kami ajak untuk bertobat menjadi rendah hati.
“
Aku hendak menyanyikan kasih setia TUHAN selama-lamanya, hendak
memperkenalkan kesetiaan-Mu dengan mulutku turun-temurun. Sebab kasih
setia-Mu dibangun untuk selama-lamanya; kesetiaan-Mu tegak seperti
langit. Engkau telah berkata: "Telah Kuikat perjanjian dengan orang
pilihan-Ku, Aku telah bersumpah kepada Daud, hamba-Ku:Untuk
selama-lamanya Aku hendak menegakkan anak cucumu, dan membangun takhtamu
turun-temurun” (Mzm 89:2-5)
Jumat, 7 Desember 2012
Romo Ignatius Sumarya, SJ