“Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu.”
Hari-hari
ini kiranya musim penghujan yang disertai badai atau puting beliung,
yang antara lain juga mengakibatkan tanah longsor dan banjir bandang
sedang atau mulai terjadi di wilayah Indonesia. Dampak dari itu semua
antara lain muncul penyakit di sana-sana yang mengancam hidup manusia.
Memang berbagai musibah atau bencana alam dapat memusnahkan apa yang ada
di permukaan bumi ini. Kebakaran rumah atau gedung dapat memusnahkan
isi rumah atau gedung yang bersangkutan. Begitulah sesuai dengan sabda
Yesus bahwa “Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu”. Maka
marilah di hari-hari terkakhir menjelang akhir Tahun Liturgi, tahun
perjalanan iman kita, kita renungkan sabda Yesus tersebut.
”Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu.” (Mrk 13:31)
Tuhan
memang mahakuasa dan mahakuat, maha segalanya, maka sabdaNya pun tak
akan musnah. Kita semua kiranya tahu bahwa Kitab Suci yang kita miliki
dan terus kita pakai sampai saat ini ditulis ratusan tahun yang lalu,
dan sampai sekarang masih memadai atau up to date, terus
menerus didalami dan dipelajari serta diusahakan ‘diterjemahkan’
kedalam aneka bahasa dan gayanya agar dapat difahami dan berarti bagi
siapapun. Maka dengan ini kami mengharapkan anda sekalian untuk setiap
hari membaca dan merenungkan apa yang tertulis di dalam Kitab Suci, dan
kiranya apa yang setiap hari saya kutipkan dan refleksikan berguna bagi
anda sekalian. Tentu saja kami berharap ada ayat-ayat yang mengesan dan
membekas secara mendalam dalam diri anda, sehingga cara hidup dan
cara bertindak anda sungguh dijiwai oleh sabda Tuhan.
Maaf
kalau saya mengutip apa yang tertulis dalam Hukum Gereja Katolik atau
Kitab Hukum Kanonik, perihal sabda Tuhan, yang mengatakan atau mengajarkan bahwa “Semua orang wajib mencari kebenaran dalam hal-hal yang menyangkut Allah dan GerejaNya, dan berdasarkan hukum ilahi mereka wajib dan berhak memeluk dan memelihara kebenaran yang mereka kenal” (KHK
kan 748 $ 1). Marilah kita gunakan kewajiban dan hak kita perihal
kebenaran-kebenaran. Pertama-tama dan terutama marilah kita cari
kebenaran-kebenaran yang ada di dalam Kitab Suci, tentu saja yang sesuai
dengan panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing. Namun
demikian hendaknya difahami bahwa apa yang disebut
benar senantiasa berlaku universal, kapan saja dan dimana saja, maka
hemat saya kebenaran yang bersifat universal adalah ‘perintah atau sabda
Tuhan perihal saling mengasihi satu sama lain, sebagaimana Tuhan telah
mengasihi kita’. Maka kami mengajak anda sekalian
untuk mawas diri: sejauh mana kita hidup dan bertindak semakin saling
mengasihi, sehingga kita semakin dikasihi oleh Tuhan dan sesama kita?
Jika kita sungguh hidup dan bertindak saling mengasihi, maka kita juga akan memahami sabda ini, yaitu “Pada
waktu itu orang akan melihat Anak Manusia datang dalam awan-awan dengan
segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya.Dan pada waktu itu pun Ia akan
menyuruh keluar malaikat-malaikat-Nya dan akan mengumpulkan orang-orang
pilihan-Nya dari keempat penjuru bumi, dari ujung bumi sampai ke ujung
langit” (Mrk 13:26-27). Kita akan termasuk ke dalam ‘orang-orang pilihanNya’, dan
dengan demikian ketika kita dipanggil Tuhan segera bersatu dan
berkumpul bersama orang-orang pilihanNya yang telah mendahului
perjalanan menghadap Tuhan di sorga, hidup mulia dan berbahagia
selamanya bersama para santo-santa, para kudus di
sorga. Dalam hidup bahagia dan mulia di sorga tidak ada perbedaan satu
sama lain, karena semuanya adalah ‘orang-orang pilihanNya’, yaitu selama hidup di dunia senantiasa hidup dan bertindak saling mengasihi satu sama lain tanpa pandang bulu, SARA.
Selanjutnya
kami berharap kepada siapapun yang kaya akan harta benda atau uang,
untuk menyadari bahwa semuanya itu bersifat sementara saja, tidak abadi
atau tidak kekal, maka hendaknya memfungsikannya sedemikian rupa untuk
semakin memahami dan mendalami sabda-sabda Tuhan, sebagaimana tertulis
di dalam Kitab Suci. Dengan kata lain kami mengaharapkan anda sekalian
untuk mendukung gerakan-gerakan pendalaman iman atau Kitab Suci,
sehingga semakin banyak orang mengenal dan memahami kebenaran serta
kemudian hidup dalam dan oleh kebenaran. Kepada para orangtua kami
harapkan untuk sedini mungkin mendidik dan membina anak-anaknya dalam
hal pengenalan, pengetahuan dan pemahaman sabda-sabda Tuhan sebagaimana
tertulis dalam Kitab Suci, dan untuk itu kiranya dapat digunakan Kitab
Suci bagi
Anak-anak.
“Selanjutnya
setiap imam melakukan tiap-tiap hari pelayanannya dan berulang-ulang
mempersembahkan korban yang sama, yang sama sekali tidak dapat
menghapuskan dosa. Tetapi Ia, setelah mempersembahkan hanya satu korban
saja karena dosa, Ia duduk untuk selama-lamanya di sebelah kanan Allah,
dan sekarang Ia hanya menantikan saatnya, di mana musuh-musuh-Nya akan
dijadikan tumpuan kaki-Nya.Sebab oleh satu korban saja Ia telah
menyempurnakan untuk selama-lamanya mereka yang Ia kuduskan” (Ibr 10:11-14)
Kutipan
di atas ini kiranya baik untuk direnungkan oleh rekan-rekan imam, yang
memiliki tugas perutusan untuk melayani dan mempersembahkan
korban/Perayaan Ekaristi. Di dalam melayani umat Allah kami harapkan
rekan-rekan imam meneladan Yesus, yang rendah hati serta mendatangi atau
mengunjungi umat. Kunjungan hendaknya merata, tidak hanya mengunjungi
orang-orang kaya saja, tetapi juga yang miskin dan berkekurangan. Selain
mengunjungi umat pada hari Sabtu sore atau Minggu setelah
mempersembahkan Perayaan Ekaristi, hendaknya memberi salam kepada umat
yang berpartisipasi dalam Perayaan Ekaristi, dan mungkin untuk itu hanya
saling berjabatan tangan.
Di
dalam melayani umat Allah hendaknya juga rela berkorban bagi mereka
serta menjadi saksi dalam hidup sederhana sebagaimana dianjurkan oleh
Gereja, sebagai berikut:”Para klerikus hendaknya hidup
sederhana dan menjauhkan dari segala sesuatu yang memberi kesan
kesia-siaan. Harta benda, yang mereka terima pada kesempatan
melaksanakan jabatan gerejawi, setelah dikurangi untuk penghidupan yang
layak dan untuk memenuhi semua tugas jabatannya, sisanya hendaklah
digunakan untuk kepentingan Gereja dan karya amal” (KHK kan 282).
Sikap mental hidup sederhana ini hendaknya dididik dan dibiasakan sejak
di seminari menengah dan tentu saja dengan teladan konkret dari staf,
pembina maupun para guru di seminari terkait.
Perayaan
Ekaristi merupakan puncak ibadat bagi umat Katolik, maka hendaknya
Perayaan Ekaristi dipersembahkan sedemikian rupa sehingga mengesan bagi
umat yang hadir atau berpartisipasi. Untuk itu hendaknya imam
mempersiapkan diri sebaik mungkin sebelum mempersembahkan Perayaan
Ekaristi. Maaf kalau saya mengangkat St. Ignatius Loyola: St. Ignatius
Loyola senantiasa mempersiapkan Perayaan Ekaristi pada malam hari
menjelang istirahat atau tidur untuk Perayaan Ekaristi pagi hari
berikutnya, demikian juga sebelum mempersembahkan Ekaristi persiapan
pribadi dengan berdoa atau bermeditasi. Hal yang sama juga dilakukan
oleh Paus Yohanes Paulus II, yaitu selama seperempat jam sebelum
Perayaan Ekaristi berdoa atau bermeditasi sendirian.
Di
dalam Perayaan Ekaristi juga ada homili, maka hendaknya homili juga
dipersiapkan sebaik mungkin dan apa yang disampaikan dalam homili
sungguh bersumber atau berinspirasi dari bacaan Kitab Suci hari yang
bersangkutan. Untuk itu memang perlu persiapan sehingga apa yang ada di
dalam Kitab Suci dapat ‘diterjemahkan’ kedalam ‘bahasa’ umat setempat,
sehingga apa yang disampaikan dalam homili sungguh mengesan dan menjiwai
hidup mereka. Semoga rekan-rekan imam akhirnya layak disebut sebagai “orang-orang
bijaksana bercahaya seperti cahaya cakrawala, dan yang telah menuntun
banyak orang kepada kebenaran seperti bintang-bintang, tetap untuk
selama-lamanya” (Dan 12:3).
“Aku
senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah
kananku, aku tidak goyah. Sebab itu hatiku bersukacita dan jiwaku
bersorak-sorak, bahkan tubuhku akan diam dengan tenteram; sebab Engkau
tidak menyerahkan aku ke dunia orang mati, dan tidak membiarkan Orang
Kudus-Mu melihat kebinasaan.Engkau memberitahukan kepadaku jalan
kehidupan; di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan
kanan-Mu ada nikmat senantiasa.” (Mzm 16:8-11)
Minggu, 18 November 2012
Romo Ignatius Sumarya, SJ