“Tiap-tiap
tahun orang tua Yesus pergi ke Yerusalem pada hari raya Paskah. Ketika
Yesus telah berumur dua belas tahun pergilah mereka ke Yerusalem seperti
yang lazim pada hari raya itu. Sehabis hari-hari perayaan itu, ketika
mereka berjalan pulang, tinggallah Yesus di Yerusalem tanpa diketahui
orang tua-Nya. Karena mereka menyangka bahwa Ia ada di antara
orang-orang seperjalanan mereka, berjalanlah mereka sehari perjalanan
jauhnya, lalu mencari Dia di antara kaum keluarga dan kenalan
mereka.Karena mereka tidak menemukan Dia, kembalilah mereka ke Yerusalem
sambil terus mencari Dia. Sesudah tiga hari mereka menemukan Dia dalam
Bait Allah; Ia sedang duduk di tengah-tengah alim ulama, sambil
mendengarkan mereka dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada
mereka. Dan semua orang yang mendengar Dia sangat heran akan
kecerdasan-Nya dan segala jawab yang diberikan-Nya. Dan ketika orang
tua-Nya melihat Dia, tercenganglah mereka, lalu kata ibu-Nya kepada-Nya:
"Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku
dengan cemas mencari Engkau." Jawab-Nya kepada mereka: "Mengapa kamu
mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah
Bapa-Ku?" Tetapi mereka tidak mengerti apa yang dikatakan-Nya kepada
mereka” (Luk 2:41-50), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi
atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan St.Stanislaus Kostka,
biarawan SJ, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:
· Pertama-tama
saya minta maaf, karena saya seorang Yesuit, maka saya ambil bacaan
untuk mengenangkan St.Stanislaus Kostka. Seorang biarawan berarti
menjadi anggota lembaga hidup bakti atau juga disebut religius, maka
memiliki tugas kerasulan utama : menjadi ‘saksi hidup yang telah
dibaktikan, sebagaimana dikatakan dalam KHK bahwa “Kerasulan semua
religius pertama-tama terletak dalam kesaksian hidup mereka yang sudah
dibaktikan, yang harus mereka pelihara dengan doa dan tobat” (KHK
kan 673). ‘Memelihara hidup bakti dengan doa dan tobat’ kiranya senada dengan senantiasa ‘berada di rumah Bapa/Allah’, alias
dalam keadaan suci, bersih dari aneka macam bentuk dosa. Pakaian resmi
para religius pada umumnya juga berwarna putih, yang menunjukkan
kesucian atau kebersihan, maka dengan ini kami mengingatkan dan mengajak
segenap anggota lembaga hidup bakti, para biarawan dan biarawati untuk
senantiasa setia pada karisma pendiri, sungguh membaktikan diri
sepenuhnya kepada Allah, Penyelenggaraan Ilahi. Maka ketika melihat cara
hidup dan cara bertindak para biarawan dan biarawati tidak sungguh
membaktikan hidupnya alias suci, hendaknya umat tidak takut dan ragu
menegor dan mengingatkannya dengan rendah hati. Tanyakan pada diri anda
sendiri maupun orang lain yang telah dibaptis: “Apakah aku/anda telah dibaptis?”. Bukankah dibaptis berarti disucikan
atau dibersihkan dari dosa dan orang hanya mau mengabdi Tuhan saja serta menolak godaan setan?
· “Kamu
harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu
kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan
penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan
kesalehan, dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada
kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang” (2Pet 1:5-7).
Kiranya kita semua mengaku diri sebagai orang beriman, maka marilah kita
hayati saran atau nasihat Petrus di atas ini. Ada tiga
keutamaan utama yaitu iman, harapan dan cinta. Jika kita sungguh
beriman selayaknya kita akan hidup saling mencinta atau mengasihi
dengan siapapun dan dimana pun tanpa pandang bulu, tempat maupun waktu.
Ingatlah bahwa dari iman ke cinta harus melalui harapan, dan isi harapan
tidak lain adalah sebagaimana dikatakan Petrus di atas, yaitu
senantiasa berusaha menambahkan pada diri kita: pengetahuan, penguasaan
diri, ketekunan, kesalehan dan kasih kepada saudra-saudara. Apa yang
perlu ditambahkan ini hendaknya diusahakan dengan bergairah dan ceria,
sebagai bukti bahwa kita hidup dalam pengharapan, dan
keutamaan-keutamaan terjadi secara berurutan, artinya pertama-tama kita
harus menambahkan pengetahuan, maka marilah di Tahun Iman ini kita
pelajari aneka macam dokumen Gerejani. Ada bahaya ketika orang kaya akan
pengetahuan akan jatuh ke kesombongan, maka hendaknya kemudiaan
diusahakan ‘penguasaan diri’, dan dari
penguasaan diri yang sukses orang akan tekun dan dari ketekunan
lahirlah kesalehan, serta kemudian berkembang menjadi cintakasih. Kami
harapkan keutamaan-keutamaan tersebut sedini mungkin dibiasakan atau
dididikkan pada anak-anak dengan teladan konkret dari orangtua.
“Aku
bersukacita, ketika dikatakan orang kepadaku: "Mari kita pergi ke rumah
TUHAN." Sekarang kaki kami berdiri di pintu gerbangmu, hai Yerusalem.
Hai Yerusalem, yang telah didirikan sebagai kota yang bersambung rapat,
ke mana suku-suku berziarah, yakni suku-suku TUHAN, untuk bersyukur
kepada nama TUHAN sesuai dengan peraturan bagi Israel. Sebab di sanalah
ditaruh kursi-kursi pengadilan, kursi-kursi milik keluarga raja Daud.” (Mzm 122:1-5)
Selasa, 13 November 2012
Romo Ignatius Sumarya, SJ