“Kemudian datanglah murid-murid Yohanes kepada Yesus dan berkata: "Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?" Jawab Yesus kepada mereka: "Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa. Tidak seorang pun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, karena jika demikian kain penambal itu akan mencabik baju itu, lalu makin besarlah koyaknya. Begitu pula anggur yang baru tidak diisikan ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian kantong itu akan koyak sehingga anggur itu terbuang dan kantong itu pun hancur. Tetapi anggur yang baru disimpan orang dalam kantong yang baru pula, dan dengan demikian terpeliharalah kedua-duanya.” (Mat 9:14-17), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Tujuan utama berpuasa atau matiraga adalah untuk mengendalikan diri sedemikian rupa sehingga memiliki cara hidup dan cara bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan alias hidup baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur. Matiraga pada masa kini memang kurang memperoleh perhatian dan orang lebih mengutamakan aneka macam bentuk kenikmatan fisik yang sebenarnya merusak tubuhnya maupun cara hidupnya. Jika kita dalam hal makan dan minum hanya mengikuti pedoman nikmat dan tidak nikmatm, yang berarti menyantap yang nikmat saja, maka kami percaya kita tidak sehat secara fisik dan dengan demikian juga tidak sehat secara moral, sosial maupun spiritual. Maka dalam hal makan dan minum kami harapkan kita semua berpedoman pada sehat dan tidak sehat: hendaknya kita senantiasa mengkomsumsi jenis makanan dan minuman yang sehat meskipun tidak nikmat. Perhatikan, teliti dan cermati bahwa yang membuat makanan dan minuman menjadi enak dan nikmat tidak lain adalah bumbu-bumbu penyedap yang sarat dengan racun atau zat-zat yang merusak anggota tubuh kita. Marilah kita senantiasa berusaha mengkonsumsi makanan dan minuman yang organic bukan un-organic. Percayalah jika kita dalam hal makan dan minum berpedoman pada sehat dan tidak sehat serta dengan demikian senantiasa memilih dan mengkonsumi makanan dan minuman yang sehat, maka kita juga akan sehat pula dalam pergaulan maupun hidup beragama dan beriman. Jauhkan aneka macam jenis makanan instant yang tidak sehat di dalam keluarga atau tempat tinggal anda. Kita semua kiranya sungguh masih perlu bermatiraga.
· “Jikalau engkau bijak, kebijakanmu itu bagimu sendiri, jikalau engkau mencemooh, engkau sendirilah orang yang akan menanggungnya. Perempuan bebal cerewet, sangat tidak berpengalaman ia, dan tidak tahu malu. Ia duduk di depan pintu rumahnya di atas kursi di tempat-tempat yang tinggi di kota, dan orang-orang yang berlalu di jalan, yang lurus jalannya diundangnya dengan kata-kata” (Am 9:12-15). Kutipan ini kiranya sangat bagus untuk kita refleksikan atau renungkan serta kemudian menjadi acuan dan peringatan cara hidup dan cara bertindak kita. Maaf jika dalam kutipan di atas lebih melihat perempuan daripada laki-laki karena mungkin secara umum perempuan memang lebih cerewet daripada laki-laki. Orang-orang cerewet pada umumnya merasa dirinya tidak aman dan terancam terus-menerus. Orang bijak pada umumnya berjalan lurus, berhati mulus, baik dan bermoral. Semua masalah atau persoalan hidup sehari-hari dihadapi dengan tenang, disikapi dengan bijak, dan dengan demikian yang bersangkutan senantiasa juga selamat, damai sejahtera. Orang bijak pada umumnya juga sedikit bicara dan banyak bertindak atau bekerja. Marilah kita bersama-sama dan saling membantu untuk tumbuh berkembang menjadi pribadi yang bijak. Jika kita senantiasa bertindak bijak maka akan tumbuh berkembang menjadi orang bijaksana. “Bijaksana adalah sikap dan perilaku yang dalam segala tindakannya selalu menggunakan akal budi, penuh pertimbangan dan tanggungjawab. Ini diwujudkan dalam perilaku yang cakap bertindak dan kehati-hatian dalam menghadapi berbagai keadaan yang sulit. Keputusan yang diambil berdasarkan pemikiran dan renungan yang mendalam sehingga tidak merugikan siapa pun dan dapat diterima oleh semua pihak” (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 14-15). Kami berharap para pemimpin di tingkat dan bidang kehidupan bersama apapun senantiasa hidup dan bertindak dengan bijaksana.
“Kasih dan kesetiaan akan bertemu, keadilan dan damai sejahtera akan bercium-ciuman. Kesetiaan akan tumbuh dari bumi, dan keadilan akan menjenguk dari langit.Bahkan TUHAN akan memberikan kebaikan, dan negeri kita akan memberi hasilnya. Keadilan akan berjalan di hadapan-Nya, dan akan membuat jejak kaki-Nya menjadi jalan.” (Mzm 85:11-14)
Sabtu, 7 Juli 2012
Romo Ignatius Sumarya, SJ