“Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku” (Yes 26:7-9.12.16-19; Mzm 102:13-18; Mat 11:28-30)

“Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan." (Mat 11:28-30), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Kami percaya dalam melaksanakan tugas, pekerjaan atau kewajiban apapun, apalagi yang dikerjakan secara rutin setiap hari, kita sering merasa lelah, lesu atau frustrasi, dan kemudian dengan mudah mengeluh atau menggerutu atau bahkan marah-marah. Sebagai orang yang beriman, khususnya yang beriman kepada Yesus Kristus, jika kita merasa letih lesu dan berbeban berat, diajak untuk belajar dari atau meneladan Dia yang rendah hati dan lemah lemah lembut. Sejak datang di dunia ini sampai dengan wafat-Nya di kayu salib, Yesus memang senantiasa hidup dan bertindak dengan rendah hati dan lemah lembut. “Rendah hati adalah sikap dan perilaku yang tidak suka menonjolkan dan menomorsatukan diri, yaitu dengan menenggang perasaan orang lain. Meskipun pada kenyataannya lebih dari orang lain, ia dapat menahan diri untuk tidak menonjolkan dirinya” (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). Kerendahan hati merupakan keutamaan dasar atau yang terutama, kebalikan dari sombong. Penghayatan kerendahan hati yang mungkin baik kita hayati pada masa kini ialah ‘tidak mengeluh atau tidak menggerutu’ ketika menghadapi beban berat atau aneka tantangan, hambatan dan masalah, yang pada umumnya dengan mudah membuat kita mengeluh atau menggerutu. Selain rendah hati kita juga diharapkan hidup dan bertindak dengan lemah lembut kebalikan dari kasar. Dalam hal lemah lembut ini kiranya rekan-rekan perempuan, terutama para ibu, memiliki pengalaman ketika mendampingi bayi/anak balita yang dianugerahkan Tuhan. Maka kami berharap kepada rekan-rekan perempuan untuk dapat teladan dalam cara hidup dan cara bertindak dengan lemah lembut.

· “Jejak orang benar adalah lurus, sebab Engkau yang merintis jalan lurus baginya. Ya TUHAN, kami juga menanti-nantikan saatnya Engkau menjalankan penghakiman; kesukaan kami ialah menyebut nama-Mu dan mengingat Engkau. Dengan segenap jiwa aku merindukan Engkau pada waktu malam, juga dengan sepenuh hati aku mencari Engkau pada waktu pagi; sebab apabila Engkau datang menghakimi bumi, maka penduduk dunia akan belajar apa yang benar.” (Yes 26:7-9). “Orang benar adalah lurus” inilah yang hendaknya kita renungkan atau refleksikan bersama. Sebagai orang beriman kita semua dipanggil untuk hidup ‘lurus’, yaitu senantiasa menelusuri jalan yang baik, yang menuju ke keselamatan atau kebahagiaan sejati, yaitu keselamatan atau kebahagiaan jiwa. Orang yang menelusuri jalan lurus siang malam senantiasa merindukan dan mencari Tuhan alias senantiasa mengutamakan kehendak atau perintah Tuhan dalam cara hidup dan cara bertindak setiap hari, hidup dan bertindak apapun dijiwai oleh iman. Istirahat, tidur, bekerja/belajar, rekreasi, bersantai atau bergembira ria dalam dan oleh iman. Secara khusus kami mengharapkan para orangtua, guru/pendidik maupun pengajar untuk senantiasa menyampaikan atau mengajarkan jalan-jalan kebenaran, cara-cara untuk memperoleh kebahagiaan atau kesejahteraan sejati, sehingga semua orang tumbuh berkembang tetap sebagai gambar atau citra Allah, cara hidup dan cara bertindaknya mendorong dan memotivasi orang lain untuk semakin beriman, semakin membaktikan diri seutuhnya kepada Allah. Para pemimpin atau siapapun yang berpengaruh dalam kehidupan bersama kami harapkan dapat menjadi teladan dalam penghayatan iman, hidup dan bertindak di jalan yang lurus, serta tidak pernah melakukan korupsi sedikitpun dalam bentuk apapun. Semoga para penegak dan pejuang kebenaran, jalan-jalan lurus, tetap setia pada panggilan atau tugas pengutusannya, dan tak mengeluh atau menggerutu ketika menghadapi tantangan atau hambatan.

“Engkau, ya TUHAN, bersemayam untuk selama-lamanya, dan nama-Mu tetap turun-temurun. Engkau sendiri akan bangun, akan menyayangi Sion, sebab sudah waktunya untuk mengasihaninya, sudah tiba saatnya.Sebab hamba-hamba-Mu sayang kepada batu-batunya, dan merasa kasihan akan debunya. Maka bangsa-bangsa menjadi takut akan nama TUHAN, dan semua raja bumi akan kemuliaan-Mu, bila TUHAN sudah membangun Sion, sudah menampakkan diri dalam kemuliaan-Nya, sudah berpaling mendengarkan doa orang-orang yang bulus, dan tidak memandang hina doa mereka.”

(Mzm 102:13-18)

Kamis, 19 Juli 2012

Romo Ignatius Sumarya, SJ