“ Sementara Yesus berbicara demikian kepada mereka, datanglah seorang kepala rumah ibadat, lalu menyembah Dia dan berkata: "Anakku perempuan baru saja meninggal, tetapi datanglah dan letakkanlah tangan-Mu atasnya, maka ia akan hidup." Lalu Yesus pun bangunlah dan mengikuti orang itu bersama-sama dengan murid-murid-Nya. Pada waktu itu seorang perempuan yang sudah dua belas tahun lamanya menderita pendarahan maju mendekati Yesus dari belakang dan menjamah jumbai jubah-Nya. Karena katanya dalam hatinya: "Asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh." Tetapi Yesus berpaling dan memandang dia serta berkata: "Teguhkanlah hatimu, hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau." Maka sejak saat itu sembuhlah perempuan itu. Ketika Yesus tiba di rumah kepala rumah ibadat itu dan melihat peniup-peniup seruling dan orang banyak ribut, berkatalah Ia: "Pergilah, karena anak ini tidak mati, tetapi tidur." Tetapi mereka menertawakan Dia. Setelah orang banyak itu diusir, Yesus masuk dan memegang tangan anak itu, lalu bangkitlah anak itu. Maka tersiarlah kabar tentang hal itu ke seluruh daerah itu” (Mat 9:18-26), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St. Agustinus Zhao Rong, imam, martir Cina, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Pribadi Yesus memang sungguh penuh kuasa dan wibawa, sehingga siapapun yang beriman kepadaNya pasti akan hidup berbahagia, selamat dan damai sejahtera, dan mereka yang sakit akan disembuhkan, sedangkan yang loyo dan lesu akan digairahkan, sebagaimana dikisahkan dalam Warta Gembira hari ini. Hal senada kiranya juga terjadi dalam diri seorang martir, yaitu darah yang telah ditumpahkan demi dan karena iman akan membangkitkan dan menggairahkan hidup orang beriman. Maka baiklah saya mengajak semua umat beriman untuk meneladan kepala rumah ibadat maupun perempuan yang sakit pendarahan sebagaimana dikisahkan di atas. Iman mereka telah membangkitkan dan menyembuhkan, sehingga apa yang terjadi karena iman dalam waktu singkat menyebar ke mana-mana. Jika kita sungguh beriman, maka kitapun akan mampu dengan mudah membangkitkan mereka yang lesu dan loyo maupun menyembuhkan mereka yang sakit, terutama sakit hati, sakit jiwa atau sakit akal budi. Memang pertama-tama dan terutama kita harus memperdalam dan memperteguh iman kita, yang berarti sungguh mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan, sehingga cara hidup dan cara bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan. Orang yang sungguh hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan akan memiliki kewibawaan luar biasa dan siapapun yang mendekat dan menyentuh kita akan tergerak juga untuk semakin beriman. “Imanmu telah menyelamatkan engkau”, demikian sabda Yesus yang hendaknya juga menjadi acuan dan pedoman hidup kita. Kita semua mendambakan keselamatan, terutama keselamatan jiwa kita, maka marilah kita perteguh dan perdalam iman kita.
· “Aku akan menjadikan engkau isteri-Ku untuk selama-lamanya dan Aku akan menjadikan engkau isteri-Ku dalam keadilan dan kebenaran, dalam kasih setia dan kasih sayang.Aku akan menjadikan engkau isteri-Ku dalam kesetiaan, sehingga engkau akan mengenal TUHAN.” (Hos 2:18-19), demikian firman Tuhan kepada Hosea. Tuhan begitu mengasihi orang yang sungguh beriman, sehingga Ia memperlakukan orang yang bersangkutan bagaikan isteriNya. Memang dikasihi oleh Tuhan akhirnya tidak dapat tinggal diam, melainkan diutus untuk mewartakan ‘keadilan, kebenaran, kasih setia, kasih sayang dan kesetiaan’. Menjadi saksi atau pewarta keutamaan-keutamaan di atas ini hemat saya pada masa kini berarti menghayati rahmat kemartiran yang dianugerahkan Tuhan kepada kita, mengingatkan ketidak-adilan, pemalsuan dan kebohongan, ketidak-setiaan dst..masih merebak di sana-sini. Para suami-isteri dengan mudah saling bercerai, para pekerja atau pelajar tidak setia pada panggilan dan tugas pengutusannya, dan aneka bentuk pemalsuan terjadi di sana-sini. Keaslian diri kita masing-masing adalah sebagai citra atau gambar Tuhan Allah, dan untuk itu berarti senantiasa hidup dan bertindak dengan adil, benar, setia dan mengasihi dimana-mana dan kapan pun juga. Mungkin baik pada masa kini kita utamakan keutamaan kesetiaan, mengingat dan mempertimbangkan cukup banyak orang tidak atau kurang setia dalam hidup dan panggilannya. “Setia adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan keterikatan dan kepedulian atas perjanjian yang telah dibuat” (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka-Jakarta 1997, hal 24). Kami berharap para suami-isteri dapat setia pada janji perkawinannya serta kemudian mendidik dan membiasakan anak-anak dalam hal kesetiaan, sehingga kelak mereka akan terpanggil apapun akan menjadi orang yang setia dalam menghayati panggilannya.
“Setiap hari aku hendak memuji Engkau, dan hendak memuliakan nama-Mu untuk seterusnya dan selamanya.Besarlah TUHAN dan sangat terpuji, dan kebesaran-Nya tidak terduga. Angkatan demi angkatan akan memegahkan pekerjaan-pekerjaan-Mu dan akan memberitakan keperkasaan-Mu. Semarak kemuliaan-Mu yang agung dan perbuatan-perbuatan-Mu yang ajaib akan kunyanyikan.”
(Mzm 145:2-5)
Senin, 9 Juli 2012
Romo Ignatius Sumarya, SJ