"Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil"
Sebut saja namanya "Netrahartana", nama samaran. Ia adalah orang kaya, sarjana yang dikenal cukup bijak dan pandai dalam rangka mengelola perusahaannya, sehingga ia semakin kaya juga. Pada suatu saat ia memiliki hajat untuk menikahkan anaknya, maka ia berusaha agar peristiwa pernikahan ini sungguh mengesan dan mendapat pujian dari siapapun, mengingat dan memperhatikan ia sendiri menjadi orang yang terpandang di masyarakat. Upacara saling menerima Sakramen Perkawinan diselenggarakan di gereja katedral, penuh semarak dan gemerlapan. Mereka yang menghadiri upacara di katedral pun memenuhi gedung gereja itu, dan memang relasi-relasinya adalah orang-orang kaya dan pejabat. Tak kalah semarak dan mengagumkan pesta ramah-tamah juga diselenggarakan besar-besaran dengan menyewa gedung pertemuan yang besar full AC. Juga dihitung secara nominal dalam rupiah, kiranya tidak kurang dari satu milyard rupiah dana yang dialokasikan untuk upacara pernikahan tersebut. Orang pandai dan bijak memang lebih mengandalkan otaknya daripada hatinya, apalagi mereka juga kaya akan harta benda atau uang, sementara itu hidup beriman atau perihal Kerajaan Allah lebih erat kaitannya pada hati daripada otak. Maka marilah dalam rangka mengenangkan pesta Hati Yesus Yang Mahakudus hari ini kita mawas diri perihal keimanan kita.
"Aku bersyukur kepadaMu Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil." (Mat 11:25)
Mereka yang tergolong atau termasuk kecil, miskin, bodoh dan berkekurangan pada ummnya lebih memiliki krterbukaan dan kerendahan hati daripada yang besar, kaya, pandai dan berlebihan, lebih-lebih ketika mereka didekati atau disapa dengan dan dalam cintakasih. Sebagai contoh adalah anak kecil/bayi atau binatang kecil/yang baru saja lahir Anak kecil/bayi ketika didekati atau diperlakukan dalam dan oleh kasih siapapun pasti akan menyerahkan diri seutuhnya tanpa takut atau was-was. Demikian juga orang-orang miskin atau rakyat kecil ketika diminta bantuannya pasti dengan siap dan ceria menanggapinya. Orang-orang desa atau pelosok pada umumnya juga hidup dalam persaudaraan sejati, yang antara lain nampak dalam gotong-royong atau bekerja bersama membuat rumah, memperbaiki jalan dst, tanpa dibayar atau diberi imbal jasa.
Saya pribadi memiliki pengalaman yang begitu mengesan dan menyentuh, yaitu ketika ditabiskan menjadi imam. Pastor paroki saya hadir dalam tahbisan saya, dan dalam ramah-tamah ia bertanya kepada saya: "Nanti mau misa pertama di gereja paroki atau di kapel stasi anda?". "Di kapel stasi saja", jawaban saya singkat. "Kapel stasimu sedang dalam perbaikan dan belum selesai", tanggapan pastor paroki. "Tidak apa-apa", reaksi saya. Misa perdana bagi umat paroki saya akan saya laksanakan satu minggu setelah tahbisan. Suatu peristiwa yang mengesan bagi saya: umat lingkungan desa saya begitu tahu bahwa saya akan misa perdana di kapel stasi, maka seluruh umat, tua-muda, besar-kecil, bergotong-royong selama enam hari untuk menyelesaikan perbaikan kapel. Mereka kerja dari pagi sampai sore hingga selesailah perbaikan kapel tersebut. Mereka adalah buruh harian sebagai pekerjaan mereka, yang menjadi sumber nafkah sehari-hari keluarga. Maka ketika enam hari bergotong-royong berarti enam hari tak memperoleh gaji atau pendapatan, melainkan seluruh tenaga mereka persembahkan untuk perbaikan kapel. Kami merasa mereka sungguh meneladan janda miskin, yang menyerahkan seluruh nafkahnya atau pribadinya. Kami merasa dan mengalami bahwa mereka yang kecil, miskin dan berkekurangan lebih kaya akan perhatian terhadap sesamanya, dengan kata lain hatinya lebih berperan daripada otaknya.
"Marilah datang kepada-Ku, mereka yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang, dan belajarlah dari pada-Ku, karena hati-Ku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan" (Mat 11: 28-29), demikian sabda Yesus. Marilah sabdaNya ini kita renungkan dan hayati dalam hidup kita sehari-hari. Kita semua dipanggil untuk hidup dan bertindak dengan lemah lembut dan rendah hati, keutamaan dasar dan utama bagi umat beriman. Ketenangan jiwa dan lemah lembut serta rendah hati bagaikan mata uang bermuka dua, dapat dibedakan tetapi tak dapat dipisahkan. Orang yang lemah lembut dan rendah hati akan semakin tenang jiwanya, sebaliknya orang yang tenang jiwanya akan semakin lemah lembut dan rendah hati. Marilah belajar pada Hati Yesus yang terluka atau ditusuk oleh tombak serta kemudian dari Hati-Nya keluar air dan darah segar, lambang kehidupan dan keceriaan atau kebahagiaan. Bervosi atau berbakti kepada Hati Kudus Yesus berarti dari hati kita keluar apa yang menghidupkan dan menyegarkan, dan secara konkret semua sepak terjang, kesibukan atau pelayanan kita senantiasa menghidupkan dan menyegarkan orang lain. Berdevosi kepada Hati Kudus Yesus berarti hidup dengan penuh syukur dan terima kasih.
"Saudara-saudaraku, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah, dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih"(1Yoh 4:7-8)
Sapaan atau peringatan dari Yohanes ini sungguh baik untuk kita renungkan dan hayati. Masing-masing dari kita diciptakan/diadakan dalam cintakasih, yaitu cinta kasih orangtua kita masing-masing, dan bapak-ibu kitapun juga saling menhayati diri sebagai kasih atau anugerah Allah, demikian juga kita yang telah dikandung dan dilahirkan oleh ibu kita masing-masing adalah buah kasih atau yang terkasih. Ajakan Yohanes di atas ini dengan mudah dapat kita hayati atau laksanakan jika masing-masing dari kita menyadari dan menghayati diri sebagai yang terkasih atau buah kasih.
Kasih kiranya berpusat dalam hati kita masing-masing, maka saling mengasihi berarti saling memperhatikan atau saling mempersembahkan isi hati masing-masing, yang secara konkret berani mencurahkan atau memboroskan waktu dan tenaga bagi yang kita kasihi. Bukankah ketika hati terluka orang menjadi lemah lesu, loyo dan frustrasi, sebaiknya ketika lukanya tertusuk oleh cintakasih, maka yang bersangkutan berbunga-bunga, ceria, bergairah, sebagai tanda bahwa Allah hidup dan berkarya dalam dirinya yang lemah dan rapuh. Sekali lagi kami berharap kepada para orangtua atau bapak itu untuk tidak pelit saling memboroskan waktu dan tenaga bagi pasangannya, dan kemudian bersama-sama memboroskan waktu dan tenaga bagi anak-anak yang telah dianugerahkan oleh Allah.
Kami berharap juga kepada siapapun yang berpengaruh di dalam kehidupan bersama untuk dapat menjadi telah saling mengasihi, memboroskan waktu dan tenaga bagi saudara-saudarinya atau mereka yang menjadi tanggungjawabnya untuk dilayani. Ingat dan sadari bahwa melayani memang harus memboroskan waktu dan tenaga bagi yang dilayani. Secara khusus bagi berharap kepada rekan-rekan imam, bruder dan suster, yang telah berserah-setia kepada Allah, dapat menjadi teladan dalam pemborosan waktu dan tenaga bagi umat yang dilayani maupun beban pekerjaan yang diberikan oleh atasan kepada anda semua. "Allah adalah kasih", demikian peringatan Yohanes, maka sebagai orang beriman, yang mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah dipanggil untuk saling mengasihi, karena Allah mengusai dan merajai diri kita yang lemah dan rapuh ini. Hati adalah symbol kasih, maka berdevosi kepada Hati Kudus Yesus berarti saling mengasihi, sehingga dari cara hidup dan cara bertindak kita senantiasa berbuah apa yang menghidupkan dan menggairahkan orang lain.
"Pujilah Tuhan, hai jiwaku! Pujilah nama-Nya yang kudus, hai segenap batinku! Pujilah Tuhan, hai jiwaku, janganlah lupa akan segala kebaikan-Nya. Dialah yang mengampuni segala kesalahanmu, dan menyembuhkan segala penyakitmu! Dialah yang menebus hidupmu dari liang kubur, dan memahkotai engkau dengan kasih setia dan rahmat. Tuhan menjalankan keadilan dan kasih bagi semua orang yang diperas. Ia telah memperkenalkan jalan-jalan-Nya kepada Musa, dan memaklumkan perbuatan-perbuatan-Nya kepada orang Israel. Tuhan adalah pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia. Tidak pernah Ia memperlakukan kita setimpal dengan dosa kita, atau membalas kita setimpal dengan kesalahan kita." (Mzm 103:1-2.3-4.6-7.8.10)
Jumat, 1 Juli 2011
Romo Ignatius Sumarya, SJ